4. ... Pe rencanaan ... 33 5. ... Im plementasi ... 37 6. ... Ev aluasi ... 37
C. BAB III Kesimpulan dan Saran ...
A. Kesimpulan ... 38 B. Saran ... 39
Daftar Pustaka ... 40
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang sangat penting bagi
manusia untuk dapat bertahan hidup. Semua orang mempunyai kebutuhan yang
prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu. Menurut Maslow (1970), kebutuhan
manusia mempunyai lima tingkatan, kebutuhan yang paling mendasar yaitu
kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis meliputi udara, air, dan makanan.
Kebutuhan pada tingkatan yang kedua yaitu kebutuhan keselamatan dan
keamanan. Kebutuhan rasa aman manusia mencakup rasa aman secara fisik dan
psikologis. Kebutuhan pada tingkat ketiga yaitu kebutuhan rasa cinta dan dicintai.
Kebutuhan ini termasuk dalam persahabatan, hubungan sosial dan hubungan
seksual. Kebutuhan manusia pada tingkat yang keempat adalah kebutuhan harga
Setelah seseorang merasakan kebutuhan rasa cinta dan dicintainya telah
terpenuhi, maka manusia membutuhkan rasa untuk dihargai. Kebutuhan untuk
dihargai meliputi kepercayaan, merasa berguna, penerimaan dari kelompok
maupun anggota masyarakat dan adanya kepuasan dalam individu. Kebutuhan
manusia pada tingkat yang teratas adalah kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan
ini mencakup penerimaan dari orang-orang sekitar atas potensi yang dimiliki
individu sehingga individu dapat menampilkan perannya, mengatasi masalah yang
ada dan dapat mengambil keputusan dengan bijaksana (Potter&Perry, 2005).
Salah satu dari kebutuhan dasar yang terdapat menurut Teori Maslow adalah
kebutuhan dasar keselamatan dan rasa aman. Keselamatan adalah suatu keadaan
seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan.
Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak diharapkan
yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman
dan tenteram (Aziz, 2009).
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman tidak akan terpenuhi apabila klien
mengalami gangguan secrara fisik, dan secara psikologis, mempertahankan
keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mengeluarkan ancaman
pada tubuh atau lehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan,
bahaya, atau pemajanan pada lingkungan. Pada saat sakit, seseorang klien
mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infeksi oleh karena itu berganttung
pada profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk perlindungan. (Potter &
Perry, 2005).
Keamanan merupakan suatu keadaan untuk mengurangi ancaman yang ada
suhu, lingkungan, polusi udara, kecelakaan, dan akibat pemaparan lingkungan
(Potter&Perry,2006). Kamus bahasa Indonesia mengartikan bahwa aman adalah
terbebas dari bahaya, gangguan, terlindungi, tidak mengandung risiko
(pengobatan), dan tenteram (tidak merasa takut atau khawatir). Perawat harus
sadar dan tanggap terhadap bahaya lingkungan yang dapat menimbulkan cedera
bagi pasien. Kecelakaan pada pasien dapat disebabkan oleh kesalahan pasien
sendiri maupun keadaan lingkungan yang berbahaya (Kozier, 2008).
Salah satu hal yang bisa kita lihat mengenai pentingnya keselamatan dan
rasa aman itu dialami oleh klien dengan kasus skizofrenia dan salah satu gejalanya
adalah resiko perilaku kekerasan. Peran perawat dalam membantu pasien perilaku
kekerasan adalah dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan
dalam hal pemenuhan keselamatan dan rasa aman (Potter & Perry 2005).
Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah
(Videbeck,2008)). Dari data jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia terus
bertambah. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia
menyebutkan hingga kini penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta.
Kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi disejumlah kota besar. Di RS
Jiwa Pusat Jakarta, misalnya tercacat 10.074 kunjungan pasien gangguan jiwa
pada 2006, meningkatkan menjadi 17.124 pasien pada 2007.
Gejala-gejala positif yang pada penderita skizofrenia adalah delusi atau
panca indera tanpa ada rangsangan; kekacauan alam pikiran yang dilihat dari isi
pembicaraanya yang kacau; gaduh, gelisah, tidak dapat berdiam diri, mondar
mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan, merasa dirinya
“orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sebagainya, serta pikiran
yang penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya
dan menyimpan rasa permusuhan (Videbeck, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan
skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen. Perilaku kekerasan merupakan
suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
(Andri, 2008).
perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri
sendiri,peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah
tersinggung,dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak
bermoral). Perilaku kekerasan di tandai dengan adanya muka marah, tegang dan
emosi. Pasien mengalami distorsi kognitif seperti merasa diri paling
berkuasa,pengasingan, mengkritik pendapat orang lain dan putus asa. Terdapat
rasa malas dan menarik diri dari hubungan sosial. Pasien mengalami gangguan
tidur sepertisulit masuk tidur atau terbangun dini hari, nafsu makan berkurang
begitu juga dengan sexsual (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa WHO
(2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat
kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004
dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta
penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik mengangkat kasus perilaku
kekerasan yang mengancam kebutuhan dasarnya mengenai keselamatan dan rasa
aman baik dari keadaan fisik dan mentalnya yang membahayakan individu dan
orang lain, penulis menggunakan proses asuhan keprawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervemsi, implementasi dan evaluasi dalam
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan
Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Keselamatan dan Rasa Aman di RSJ Prof.
DR. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan”.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan tentang pemenuhan keamanan dan
kenyamanan pada Ny. R dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof.
DR. M Ildrem Provinsi Sumatera Utara Medan.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu mendeskripsikan pengkajian pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyaman Ny. R dengan resiko perilaku kekerasan.
b. Penulis mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatankebutuhan
c. Penulis mampu mendeskripsikan rencana asuahn keperawatan
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyaman Ny. R dengan resiko
perilaku kekerasan.
d. Penulis mampu mendeskripsikan implementasi pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyaman Ny. R dengan resiko perilaku kekerasan.
e. Penulis mampu mendeskripsikan evaluasi pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyaman Ny. R dengan resiko perilaku kekerasan.
C. MANFAAT PENULISAN
a. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahua dan memperoleh
pengalaman khsusunya dibidang keperawtaan jiwa.
b. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan.
c. Bagi Pasien
Sebagai saran untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan
gangguan jiwa terutama pada anggota keluarga khususnya dengan
pasien yang mengalami masalah perilaku kekerasan.
d. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam praktik pelayanan