• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepalsuan dan Mal administrasi docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kepalsuan dan Mal administrasi docx"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Kepalsuan dan Mal-administrasi Oleh. Muhadam Labolo

Di negara seluas dan sebesar ini isu kepalsuan bukanlah hal baru. Sejak munculnya kesaksian palsu, wajah palsu, nama palsu, rambut palsu, KTP palsu, vaksin palsu hingga kewarganegaraan palsu. Isu terakhir tentu saja mengejutkan karena mendera pejabat setingkat menteri. Dijaman orde baru sulit meloloskan pejabat palsu sebab mekanisme rekrutmen penuh jejaring yang berliku-liku seperti litsus, alias Penelitian Khusus. Mekanisme ini efektif tidak saja bertujuan menguliti latar belakang kehidupan seorang calon pejabat dari level Rukun Tetangga sampai nenek moyang dua tingkat diatasnya, juga untuk memperoleh kesejatian seseorang sebagai warga negara Indonesia tulen, bukan blasteran apalagi palsu. Maklum, selain untuk memperoleh yang terbaik dari yang baik (primus interpares), rezim otoriter waktu itu phobi pada sisa-sisa komunisme. Sebab itulah para pejabat yang terpilih setidaknya diyakini berasal dari keturunan asli orang Indonesia, baik menurut garis kelahiran (ius soli) maupun menurut garis keturunan (ius sanguinis). Indonesia menganut kewarganegaraan tunggal, tidak ganda (bipatride) apalagi sampai ganda campuran. Persoalannya, bagaimanakah hal ini dapat terjadi di jaman yang justru semuanya dapat digeledah lewat teknologi canggih. Kalau dulu persoalan semacam ini banyak muncul kepermukaan mungkin dapat dimaklumi, namun di era semacam ini tentu saja menimbulkan banyak spekulasi. Bagi ahli hukum isu semacam itu dapat dianggap sebagai pelanggaran konstitusi, undang-undang bahkan hukum administrasi negara. Negara, secara sadar atau tidak sebagai sentral pengawas utama justru mengalami kebobolan. Ini rasa malu kolektif sebagai satu negara dan pemerintahan.

Dulu ketika sekolah saya memperoleh pelajaran administrasi perkantoran. Pelajaran ini sebenarnya simpel namun banyak yang tak tertarik karena selain dosennya kurang menguasai teknis administrasi perkantoran, juga mahasiswanya terlanjur apriori. Ada juga pelajaran tata naskah dinas yang kini menjadi bagian dari pelatihan. Demikian pula tata cara pengarsipan dilingkungan perkantoran. Kegagalan mahasiswa memahami pengetahuan dasar semacam ini tidak saja fatal dalam hal-hal teknis pelayanan administrasi, juga dapat mengakibatkan hilangnya kewibawaan suatu institusi. Misalnya, suatu institusi pendidikan dapat dituduh mengeluarkan ijazah palsu apabila sistem administrasinya tak meyakinkan. Ketika saya mengambil ijazah doktor di Unpadj pada Januari tahun 2011, staf administrasi menanyakan berkali-kali nama saya sebelum diparaf, distempel, dibubuhi sidik jari, ditandatangani dan ditempeli logo kampus warna kuning emas. Begitu saya setujui maka staf administrasi tadi segera menulis dengan pena yang khusus disiapkan untuk itu. Namun beberapa saat kemudian staf tersebut berhenti menulis, cemas, gelisah dan akhirnya menahan sedih didepan saya karena beliau salah menulis nama saya. Saya segera paham masalahnya dan iba melihat dia ketakutan. Saya tanya, mengapa harus takut, bukankah dapat segera diganti? Ia menjawab bahwa persoalan menyiapkan administrasi ijazah bukanlah hal gampang, sebab kesalahan seperti ini harus dimusnahkan dengan membuat berita acara dan dilaporkan ke kepolisian setempat dengan sepengetahuan Rektor. Disitu saya baru merasa bahwa kesalahan administrasi semacam itu rupanya dapat berakibat fatal.

(2)

ke jantung dan nurani saya. Kasus semacam ini bukan saja menjadi bagian dari intropeksi secara pribadi, juga refleksi dari begitu banyak persoalan bangsa di level yang tertinggi sebagaimana kita saksikan hari-hari ini, kewarganegaraan palsu. Bagi generasi diatas saya, ijazah bahkan hampir dianggap sehelai surat sakral, karena ia tidak saja menjadi bukti atas pencapaian derajat akademik tertentu, juga simbol atas kemampuan diri dan pengakuan suatu institusi dari aspek intelektual. Membandingkan ijazah magister di kampus ini, saya membayangkan betapa mudahnya ijazah tersebut dipalsukan, apalagi tanpa sidik jari sebagai penanda yang tak dapat dipalsukan di seluruh dunia. Pada ijazah Mahasiswa Diploma dan S1 tampak sedikit rapi, namun tanpa sidik jari dan tanda tangan pemegang disamping foto asli. Inipun mudah dipalsukan, sebab foto tampak berdiri sendiri tanpa terhubung dengan sidik jari atau tanda tangan. Barangkali IPDN perlu membuat satu logo khusus berwarna biru emas yang dapat ditempelkan pada ijazah untuk menjadi pembeda sekaligus memperkecil kejahatan pemalsuan ijazah dikelak hari.

Dilingkungan internal kampus sebaiknya kita perlu merapikan pelayanan administrasi, dimulai dari hal-hal yang kecil dan dari masing-masing komponen/unit agar tak menjadi bahan ledekan para pegawai daerah yang kebetulan mampir diruangan administrasi. Administrasi memang persoalan yang mudah, namun banyak pegawai yang masuk kedalam ruang birokrasi nihil pengetahuan teoritik, hanya didasarkan oleh pengalaman melihat sesuatu yang salah lalu menjadi semacam kebiasaan atau tradisi yang lambat-laun dianggap benar. Contoh kasus misalnya, dimanakah sebaiknya cap/stempel institusi dilekatkan saat surat selesai ditandatangani oleh pejabat tertentu? Dalam banyak fakta yang terlihat para staf suka melekatkan stempel serampangan tepat diatas tandatangan pimpinan, akibatnya tandatangan pimpinan tak dapat dikenali karena tertutup oleh tinta stempel basah. Demikian pula ketika mereka melekatkan materai tepat ditengah. Padahal dengan sedikit mengesampingkan kekiri akan memberi kejelasan antara tanda tangan dengan materai plus stempel, tidak bertumpukan disatu titik yang sulit untuk membedakan ketiga penanda tersebut. Apakah ini berakibat hukum? Mungkin saja tidak, namun dalam kurun waktu tertentu terkadang sulit membedakan tumpukan stempel, tanda tangan dan nama pemegang otoritas. Memang banyak orang yang memandang sederhana hal demikian, namun ia menjadi sesuatu yang berarti ketika seseorang berhadapan dengan tindakan hukum guna membuktikan sesuatu itu asli atau palsu. Orang boleh saja mengatakan ahh,itukan hanya administrasi saja..”, namun perlu diingat bahwa pemerintahan itu formal, maka dengan sendirinya semua aktivitas pemerintahan sedapat-dapatnya bersifat formal disebabkan adanya akibat hukum disetiap tindakan yang dilakukan pemerintah dikemudian hari. Kegagalan institusi sebagai suatu sistem maupun kesalahan pejabat dalam memberikan pelayanan administrasi inilah yang seringkali menimbulkan mal-administrasi. Komisi yang sering menjadi rujukan adalah Ombusman.

(3)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif  terhadap

Sementara bijih bauksit berkontribusi sebesar 5,0% terhadap total penjualan yang lebih tinggi dari kontribusi sebesar 0.9% pada periode sebelumnya.. Kami memperkirakan

Kedua alat ukur tersebut diperoleh dari sumber yang berbeda, alat ukur sumber stres dibuat oleh peneliti dengan dasar teori yang digunakan, sedangkan alat ukur cara

Pada tanggal 31 Desember 2019, sehubungan dengan rencana transaksi penyelesaian tersebut, pinjaman dan piutang Kelompok Usaha kepada CBI telah klasifikasikan sebagai

1. Keputusan Gubernur tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan/Atau Lahan di Kalimantan Selatan. Penetapan Status Siaga

pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama para anggota Kelompok Kerja, terkait dengan inisiatif dalam rangka mendorong perbaikan tata kelola kehutanan yang baik melalui

Menurut Husaini (1996) hasil survey di negara-negara maju maupun berkembang IMT ternyata merupakan indeks yang responsife, sensitif terhadap perubahan keadaan gizi. Berat