• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRISIS MONETER TAHUN 1997 1998 DI INDONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KRISIS MONETER TAHUN 1997 1998 DI INDONE"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KRISIS MONETER TAHUN 1997-1998 DI INDONESIA

DIPENGARUHI OLEH KEGAGALAN SISTEM

MONETER INTERNASIONAL

(disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Internasional semester 5)

Dosen Pengampu : Samsul Arifin,S.E.,M.SE.

Disusun Oleh :

1. Ade Firmansyah

(5553120671)

2. Enjah Faizah

(5553120729)

3. Moch. Denny Ichwan S.

(5553121556)

4. Mustika Amaliya

(5553121361)

5. Rifky Wahyu Ramadhan

(5553120768)

KELAS VC

JURUSAN ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan Taufiknya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mata kuliah Ekonomi Internasional.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Samsul Arifin selaku dosen pengampu ekonomi Internasional yang telah memberikan arahan maupun bimbingan kepada Kami. Serta pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Harapan Kami semoga makalah ini membantu pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, sehingga Kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini Kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang Kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, Kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Serang, 7 November 2014

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii.

Daftar Isi ………... iii.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1.

1.2 Rumusan Masalah ………... 1.

1.3 Tujuan Penulisan ………... 1.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Landasan Teori ... 2.

2.2 Krisis Moneter Indonesia ………... 2.

2.3 Dampak Krisis Moneter ….……….. 11.

2.4 Usaha Pemerintah dalam Mengatasi Krisis……….. 12

2.5 Sistem Moneter Internasional ………... 13.

2.6 Hubungan antara krisis moneter di Indonesia dengan kega-galan sistem moneter internasional ……… 16.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ………... 16.

3.2 Saran ………... 16.

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi di Indonesia dari zaman dahulu hingga sekarang sudah sering terjadi apalagi pada tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis moneter selama lebih dari 2 tahun diubahlah menjadi krisis ekonomi yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang ditutup dan jumlah pekerja yang menganggur.

Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Negara Indonesia. Pada tahun 1998. Inilah Puncak terjadinya Krisis Moneter di Indonesia. Mundurnya Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis moneter, akan tetapi juga tidak dapat berhasil. Rupiah tetap Rp. 11.000/Dollar. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi setelah terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998. kurs Rupiah terjun bebas mencapai Rp. 17.000/Dollar AS paling rendah dalam sejarah.

(6)

Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.

Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal

I.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang terjadi di Indonesia pada saat krisis 1997/1998 ?

2. Apa saja sistem moneter yang ada di internasional?

3. Apakah kaitannya krisis moneter di Indonesia dengan sistem moneter internasional?

I.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penyebab krisis Indonesia tahun 1997-1998 2. Untuk mengetahui apa saja sistem moneter di internasional

3. Untuk mengetahui apa kaitan krisis moneter Indonesia dengan sistem moneter Internasional

I.4. Metode Penulisan

Data dalam penyusunan penulisan ini diperoleh dengan menggunakan metode studi kepustakaan, yang merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber. Dan metode observasi, yang merupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh panca indra.

(7)

PEMBAHASAN

II.1. Landasan Teori

Teori yang berkaitan dengan masalah moneter sering dikaitkan dengan teori kuantitas uang yang beranggapan bahwa faktor uang yang banyak mempengaruhi nilai uang adalah jumlah uang yang beredar (quantity of money atau supply money). Teori kuantitas sederhana, inti dari teori ini adalah perubahan harga komoditi akan berbanding lurus dengan jumlah uang yang beredar.

Kuat dan lemahnya nilai uang sangat bergantung pada jumlah uang yang beredar. Jika jumlah uang yang beredar menjadi 2x lipat maka nilai uang akan menurun setengah kali dari semula, sebaliknya jika jumlah uang hanya tinggal setengah, maka nilai uang akan naik menjadi 2x lipat. Hal ini terjadi karena apabila jumlah uang naik menjadi 2x lipat maka akan berpengaruh pada harga yang naik dan otomatis nilai akan menurun menjadi setengahnya.

Pada saat kita bicara moneter akan masalah utama yang sering kita bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap Negara mempunyai mata uang sendiri dan mata uang itu akan menunjukkan nilai barang. Begitu juga dengan sistem moneter internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.

Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Elemen inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.

II.2. Krisis Moneter di Indonesia

(8)

langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI) pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring (PPM) pada 2004.

(9)

Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik.

(10)
(11)

cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.

Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagi otoritas moneter untuk mempertahankan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga didalam negeri. Disisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak negatif terhadap dunia usaha. Suatu negara didefinisikan mengalami krisis mata uang apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang besar, disamping itu negara yang mengalami krisis mata uang umumnya ditandai dengan adanya perubahan kebijakan mengenai sistim penetapan nilai tukar

(Tjahjono 1998:2)

(12)

mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan.

Implementasi kebijakan moneter di Indonesia dalam masa krisis saat ini dilematis, banyak sasaran yang ingin dicapai secara serentak serta tidak berfungsinya mekanisme transmisi secara efesien akibat disintermediasi lembaga keuangan menyebabkan pengendalian moneter secara tidak langsung menjadi kurang efektif (Tarmiden, 1998 :98).

Ada beberapa Faktor yang menyebabkan permintaan terhadap Dollar meningkat sehingga nilai Rupiah jatuh (Ritonga. 2004:59), Yakni :

1) Menyusul naiknya nilai dollar US di negara- negara tetangga, para pengusaha Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar utang luar negerinya berusaha mendapatkan dollar US dalam jumlah yang diperkirakan cukup besar.

2) Dalam keadaan sentimen pasar yang demikian, para spekulan pun berusaha mencari untung dengan cara melepas Rupiah dan membeli dollar US, maka nilai Rupiah pun jatuh.

3) Sementara itu banyak pula pemegang Rupiah yang berusaha melindungi asset likuidnya (Rupiah) dari kemerosotan nilai dengan jalan membeli dollar US.

Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.

(13)

1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya.

2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.

3. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.

(14)

pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil.

5. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997.

6. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri. 7. Penanam modal asing portofolio yang pada awalnya membeli saham

besar-besaran diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.

8. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.

(15)

Runtut awal mula krisis di Indonesia dengan kondisi di dunia Internasional

Krisis di Indonesia diawali dengan jatuhnya mata uang Baht Thailand pada juni 1997, akibat ulah para spekulan. Pada saat itu spekulan menjual mata uang Bath dengan harapan dapat menurunkan harga bath yang berharga 26 bath per 1 dollar amerika. Pada akhirnya keinginan para spekulan tersebut berhasil. Karena banyak bath yang keluar, maka pemerintah Thailand harus membeli mata uang bath dan menghabiskan cadangan sebesar US$6,8. Pada januari 1998, harga Bath jatuh dengan harga 54 bath per dollar Amerika. Jatuhnya mata uang bath dengan cepat diikuti jatuhnya mata uang Peso Filipina, Dollar Singapura dan Ringgit Malaysia yang terlihat sebagai sebuah efek domino, karena jatuhnya mata uang tersebut berantai antar satu sama lain.

Analisis Kebijakan, Praktek dan Mekanisme di Internasional Terkait Krisis di Indonesia.

Kebijakan

1. Market reform in developing Asian countries adalah Kebijakan dimana kebijakan yang dilakukan dengan cara mengadakan perubahan yang memfasilitasi masuknya bisnis internasional ke pasar Asia dan mencangkup liberalisasi ekonomi, perdagangan dan investasi, deregulasi dan hukum perdagangan serta privatisasi dan memperbaharui peraturan tentang kebangkrutan kompetisi.

(16)

3. kebijakan memberikan bantuan dana kepada negara-negara yang terkena krisis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan bersama dengan IMF dan World Bank.

Praktek

1. Program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama; dan

2. program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu (Fischer, 1998b). Radelet dan Sachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang tepat.

Mekanisme

1. Surveillance (monitoring), yaitu suatu proses dimana IMF melakukan penilaian secara reguler terhadap kinerja dan kerangka kebijakan nilai tukar mata uang masing-masing anggotanya yang hasilnya diterbitkan dua kali setahun di dalam World Economic Outlook.

2. Financial assistance (bantuan keuangan), yaitu pemberian kredit lunak kepada negara-negara-negara yang mengalami krisis keuangan dengan syarat tertentu.

3. Technical assistance, penyediaan tenaga ahli dan berbagai dukunngan lain bagi negara yang melakukan pembenahan kebijakan moneter dan fiskal

.

II.3. Dampak Krisis Moneter

(17)

rupiah tetap. Dampak yang terlihat seperti, Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik. Laju inflasi mencapai 77,63%

Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter. Pada oktober 1998 jumlah keluarga miskin diperkirakan sekitar 7.5 juta. Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi.

Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain. Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini mengganggu kesejahteraan masyarakat.

II.4. Usaha Pemerintah dalam Mengatasi Krisis

1. Mengurangi dampak negatif krisis terhadap masyarakat berpendapatan rendah dan rentan

2. Pemulihan pembangunan ke jalur semula.

(18)

4. Mengangkat kembali sektor-sektor usaha kecil – menegah masyarakat (pelaku usaha) dengan mekanisme pemberian pinjaman dana dengan prioritas bunga yang rendah. (kebijakan ekonomi mikro)

5. Menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak

6. Memperluas, penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan serta perbaikan dan pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan, irigasi,

7. Memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien yang sekaligus meningkatkan peranan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

8. Merestrukturisasi hutang luar negeri. Tindakan ini dimaksudkan pemerintah untuk memprioritaskan pendanaan-pendanaan yang sangat urgen terhadap perkembangan ekonomi untuk mengatasi krisis yang ada, sehingga dengan adanya restrukturisasi utang maka pemerintah dapat melakukan penundaan pembayaran utang luar negeri Indonesia

9. Mendorong ekspor

(19)

Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijakan moneter suatu negara. terdapat 3 sistem nilai tukar berdasarkan pada besarnya intervensi dan candangan devisa yang dimiliki bank sentral suatu negara yang dipakai oleh banyak negara di dunia antara lain :

a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu mata uang yang dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata uang asing. Dan bila tingkat nilai tukar tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah melakukan intervensi untuk mengembalikannya. Sistem ini mulai diterapkan pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944, dan pada saat itu negara-negara industri penting menganut sistem nilai tukar tetap terhadap satu sama lain.

Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.

(20)

menguras atau menambah cadangan mata uang asing yang dipegangnya.

Kebijakan

1. Nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan berdasarkan nilai tukar dollar terhadap negara tersebut sesuai dengan yang berlaku di pasar valuta asing Jakarta dan internasional.

2. Menetapkan peraturan sistem kontrol devisa yang ketat.

Praktek

1. Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.

2. Kurang fleksibel terhadap perubahan global.

3. Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor.

Mekanisme

1. Menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang.

2. Jika terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya.

(21)

b. Sistem Nilai Mengambang ( floating exchange rate)

Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran valuta tersebut di pasar uang.

Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini berlaku di Indonesia saat ini. Dalam sistem nilai tukar mengambang, bank sentral membiarkan nilai tukar untuk menyesuaikan diri dalam rangka menyeimbangkan penawaran dan permintaan akan mata uang asing.

Sistem kurs mengambang ini dibagi atas hal-hal berikut

1) Sistem kurs mengambang scara murni atau clean float

atau freely floating system, yaitu penentuan kurs valas dibursa valas terjadi tanpa campur tangan pemerintah 2) Sistem kurs mengambang terkendali atau dirty float

(22)

Sistem nilai tukar mengambang terkendali dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu managed floating I, managed floating II, dan crawling band. Periode 1978 -1986 dapat dianggap sebagai periode managed floating I di mana unsur manajemen lebih besar dari floating. Kondisi tersebut terlihat dari pergerakan nilai tukar nominal yang relatif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun tertentu, yaitu pada saat Bank Indonesia melakukan devaluasi rupiah. Cukup kuatnya unsur manajemen pada periode tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang relatif belum berkembang seperti saat ini, sehingga Bank Indonesia tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan target yang diinginkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga daya saing produk- produk ekspor. Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian nasional terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin besarnya capital inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor keuangan dan dunia usaha maka kebijakan nilai tukar managed floating, lebih ditekankan pada unsur floatingnya sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin mengecil (periode managed floating II /1987-1992). Dalam periode ini, kekuatan pasar semakin besar sehingga unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat manajemen yang terlalu dominan dapat berakibat misalignment pada nilai tukar riil.

(23)

tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transaksi devisa. Kegiatan transaksi valas yang sebelumnya dilakukan bank dengan Bank Indonesia hampir seluruhnya telah bergeser ke pasar valas antarbank. Di samping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin bervariasi. Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank Indonesia yang menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 1 miliar tahun 1994. Sebaliknya transaksi swap antarbank meningkat dari USD 29 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 596 miliar pada tahun 1997. Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas melalui pelebaran rentang intervensi juga telah memberikan keleluasaan kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter sehingga dapat mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar terbuka

Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan ini diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread.

Sistem ini banyak digunakan oleh berbagai Negara di dunia pada saat ini, termasuk Indonesia.

(24)

1. Menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar

Praktek

1. Praktik spekulasi semakin bebas.

2. Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistim perekonomiannya mapan, masih kurang teapt untuk negara berkembang.

3. Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.

Mekanisme

1. Pemerintah tidak melakukan intervensi atau adanya campur tangan, kurs ditentukan melalui mekasime permintaan dan penawaran di pasar.

2. Dalam sistem ini kurs dibiarkan bergerak menyesuaikan diri dengan keadaan di pasar.

c. Pegged Exchange Rate System

(25)

Sistem (EMS). Dalam Snake System dan EMS setiap mata uang anggota EEC dikaitkan nilainya dengan European Currency Unit

(ECU) dan dapat berfluktuasi dalam batas 2,25% diatas atau dibawah kurs tengah.

Salah satu variasi dari Pegged System dikenal sebagai

Curency Board System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa Negara yang mengalami kesulitan moneter seperti Argentina, dan Rumania. CBS yang dilaksanakan dengan mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antara mata uang suatu negara dan

Hard Curency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (cadangan dalam bentuk Hard Curency).

Kesulitan moneter terakhir ini dialami pula oleh Negara dikawasan Asia, terutama Asia Tenggara khususnya Indonesia sejak Juli 1997. Keadaam ini tampaknya merupakan suatu rangkaian dari kesuiltan moneter yang dialami oleh beberapa anggota IMF semenjak dihapuskannya sistem kurs tetap atau

Fixed Exchange Rate. Berdasarkan Bretton Word System atau yang dikenal sebagai “krisis moeneter internasional” pada tahun 1971.

Kebijakan

1. Menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu

Praktek

1. Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara.

2. Devisa harus selalu tersedia dan siap digunakan sewaktu-waktu.

(26)

4. Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.

5. Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.

Mekanisme

1. Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.

2. Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.

3. melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005)

2. Regim Kurs Fleksibel

Dengan matinya Sistem Bretton Woods, pada Januari 1976 anggota IMF bertemu di Jamaika untuk menyetujui peraturan SMI yang baru. Tiga elemen kunci Persetujuan Jamaika:

1. Kurs fleksibel dideklarasikan bagi anggota IMF;

2. Emas secara resmi dibebaskan sebagai aset cadangan internasional; 3. Negara2 nonpengekspor minyak dan negara kurang berkembang diberi

akses lebih besar terhadap dana IMF.

Dalam sistem ini IMF menyediakan bantuan kepada negara2 yang menghadapi kesulitan neraca pembayaran dan kurs tukar. Sejak Maret kurs tukar secara substansial lebih bergejolak daripada di era SBW. Kondisi nilai tukar US$ terhadap 21 negara industri: menurun, meningkat, dan puncak. Pada September 1985, negara2 G-5 (Prancis, Jepang, Jerman, Inggris, dan AS) bertemu di Hotel Plaza, New York.

(27)

mengintervensi di pasar valas untuk merealisasikan tujuan ini. US$ terus mengalami penurunan, sehingga mendorong negara2 G-7 mengadakan pertemuan di Paris pada 1987. Hasilnya berupa Louvre Accord, yang meliputi:

1. Negara2 G-7 akan bekerjasama untuk mencapai stabilitas kurs tukar yang lebih besar.

2. Negara2 G-7 menyetujui untuk berkonsultasi dan berkoordinasi lebih erat atas kebijakan2 makro-ekonomi.

Louvre Accord menandai lahirnya sistem mengambang terkendali dalam mana negara2 G-7 akan bekerjasama mengintervensi dalam pasar valas untuk mengkoreksi over atau under valuation atas mata uang.

4. Hubungan antara krisis moneter di Indonesia dengan kegagalan sistem moneter internasional

Kegagalan sistem moneter internasional berpengaruh signifikan terhadap krisis moneter tahun 1997-1998 di Indonesia. Penerapan sistem

(28)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Krisis moneter yang terjadi selama kurang lebih 2 tahun yakni tahun 1997 dan 1998 yang menyebabkan keterpurukan kondisi ekonomi di Indonesia, hal itu di picu oleh sistem moneter yang kurang baik, yaitu penerapan sistem floating exchange rate di Indonesia sejak tahun 1997, menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan oleh pengaruh faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi

3.2 Saran

Dengan melihat kondisi seperti ini nampaknya pemerintah kembali harus mencermati perubahan kembali dari kebijakan sistim nilai tukar mengambang bebas (Floating Exchange Rate System) ke sistem nilai tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System) agar para spekulan tidak dapat mencari untung dari perubahan sistem nilai tukar tersebut

Oleh karena itu, perlu diadakan tindakan-tindakan nyata dari pemerintah untuk memperbaiki ini semua sehingga Indonesia bisa menjadi lebih baik dan tingkat pengangguran di Indonesia berkurang.

(29)

keuangan menetapkan Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah. Sebagai contoh, 1 dollar amerika mempunyai nilai dasar kurs Rp12.200,- rupiah. Hal ini untuk mencegah terjadinya fluktuasi kurs, sehingga diperlukan peletakan nilai dasar kurs.

DAFTAR PUSTAKA

Hady, Hamdi. 2009. Ekonomi Internasional (buku kedua) Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.

http://fakta-sejarah.blogspot.com/2009/02/moneter-indonesia.html (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.05 WIB)

http://safitrifitrieka.blogspot.com/2012/04/terjadinya-krisis-moneter.html (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.10 WIB)

http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Documents/3b7ed389a7 b4484fbb81173e451f8c1abempvol1no4mar.pdf (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.15 WIB)

http://novitalaili.blogspot.com/2011/11/konsep-exchange-rate.html (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.23 WIB)

http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesia-mekanisme-dan-dampaknya/ (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 10.05 WIB)

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Bretton_Woods (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 10.15 WIB)

http://ikemurwanti.blogspot.com/2011/10/kurs-tetap-kurs-seimbang-dan-kurs.html (diakses tanggal 12/11/2014 pukul 08.04 WIB)

https://ikasamsumantri.wordpress.com/2011/10/17/pengertian-dari-kurs-tetap-dan-kurs-mengambang/ (diakses tanggal 12/11/2014 pukul 08.30 WIB)

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Multijasa iB Hasanah ( Ijarah Multijasa ) adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan jasa dengan agunan berupa fixed

Terlihat bahwa pola inflasi tahunan sesudah krisis moneter hampir sama untuk kota -kota di Indonesia bagian Timur sedangkan pola inflasi tahunan sebelum tahun 1990 untuk

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan mekanisme waktu yang paling optimal dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter baik pada sistem moneter konvensional maupun sistem

kepada keluarga sasaran penerima Operasi Pasar Khusus pada tingkat harga bersudsidi dengan jumlah tertentu untuk memenuhi sebagian kebutuhan konsumsinya dalam periode

akar permasalahan dari krisis ekonomi kerena terjadi iinflasi, utang negara, dan ketidak stabilan sistem moneter di negara tersebut .Penelitian ini bertujuan untuk

Penelitian ini memberikan manfaat untuk masyarakat yang berkepentingan, terutama pelaku pasar modal, untuk dapat lebih mengetahui stabilitas beta dan model estimasi

Kebaharuan dari penelitian ini adalah menggunakan model Kumbhakar untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi

Interpretasi ekonomi yang bisa digunakan untuk menjelaskan liquidity puzzle tersebut adalah pada saat otoritas moneter menerapkan kebijakan yang ekspansif dengan menambah jumlah