HUKUM DAN MORAL
(Perspektif Hukum Islam dan Hukum Barat)
Gunawan
A. Pendahuluan
Kodrat kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari hukum, sebab hukum
merupakan kebutuhan manusia karena hukum dapat berfungsi mengatur hidup
masyarakat, agar menjadi tertib, aman dan antar individu tidak saling mengganggu
satu sama lain. Hukum merupakan sandaran dan ukuran tingkah laku atau sikap yang
harus di taati setiap masyarakat, juga hukum dapat menjadi suatu sarana rekayasa
yang dapat mengubah masyarakat kearah yang lebih baik.
Pada umumnya di masa sekarang ini, setiap lingkungan masyarakat dilanda krisis
moral. Saat ini anggota masyarakat cenderung untuk tidak saling menghargai, tidak
ada kerja sama, bahkan tidak memiliki etika bermasyarakat. Memang untuk
mengerjakan kewajiban-kewajiban agama secara ikhlas tidak ada susahnya, akan
tetapi masyarakat yang beragama tersebut justru sangat sulit menuai hasil atau
pengaruh positif dari ritual keagamaan yang mereka jalankan sehari-hari.
Sehingga antara ritual dengan nilai atau target yang dituju tidak sepadan, baik
yang berkaitan dengan pembinaan diri secara personal, maupun dalam interaksi
sosialnya. Jadi, fenomena social seperti inilah yang akan menjadi ukuran untuk
menguji hakikat keIslaman seseorang bagaimana ia menghargai nilai-nilai dan
norma-norma agama, memiliki keyakinan dan kepuasan terhadap aturan yang
dengan prakteknya serta mampu mewujudkannya. Atas unsure inilah kredibiltas
keberagamaan seseorang akan di akui.
Tidak dapat dipungkiri betapa banyak keluhan yang timbul dari masyarakat yang
dikenal sebagai masyarakat religius, karena mereka tidak mampu menjalankan
norma-norma yang digariskan agama sebagai pedoman hidup mereka juga tidak bias
merealisasikan nilai dan etika tersebut dalam interaksi social dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Mereka berpikir seolah-olah beragama itu hanya beribadah, sedangkan masalah
etika dan moral mereka cenderung merendahkannya. Akibatnya mereka menetapkan
hukum halal dan haram sesuai dengan kepentingan mereka dan bukan atas dasar
ijtihat hukum yang benar.1
Dalam keterkaitan dua masalah ini, maka tulisan ini akan menitik beratkan pada
kajian keterkaitan antara hukum pengendali prilaku masyarakat dengan moral sebagai
cermin tingkah laku manusia atau dengan kata lain hubungan antara hukum dengan
moral dalam wacana Hukum Islam dan Pemikiran Hukum Barat.
B. Defenisi Hukum dan Moral 1. Hukum
Berkaitan dengan definisi hukum, penulis merasa kewalahan dalam
melakukan kesepatan para ahli dalam memaknakan hukum. Para ahli hukum
membuat defenisi hukum berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing.2 namun
11 Wahbah Al-Zuhaili, Akhlakul Muslim Alaqatuhu Bi Al Muijtama; (Damaskus: Dar al-Fikri,
2003), hal 4-5
22 Diantara Jhon Austin (1790-1859) mendefenisikan hukum sebagau sebuah aturan yang
setidaknya ada empat ciri Hukum yang membedakan dengan kaedah yang lainnya3
yaitu :
a. Hukum merupakan keputusan-keputusan penguasa yang tujuannya untuk
mengatasi berbagai persoalan masyarakat
b. Keputusan-keputusan hukum memiliki daya jangka yang panjang untuk
masa yang akan dating
c. Keputusan-keputusan penguasa tersebut harus berisikan
kewajiban-kewajiban pihak pertama kepada pihak yang lain juga sebaliknya.
d. Keputusan-keputusan penguasa harus di dukung oleh sanksi, baik berupa
jasmani dan rohani.
2. Moral
Moral adalah suatu hal yang tidak bias terlepas dari problematika hukum.
Untuk melihat dengan jelas hubungan antara hukum dan moral ini, maka terlebih
dahulu akan dikemukakan istilah yang berkaitan dengan istilah hukum dan moral.
Namun sebelumnya, dalam pembicaraan mengenai moral ada beberapa hal yang
harus di bedakan yaitu antara hukum, etika, positif morality dan etiket atau
aturan-aturan sosail yang dianggap sebagai etika.
Etika merujuk kepada sebuah system dan norma-norma yang bersifat teoris
yang dapat mengarahkan prilaku manusia. Sedangkan moral lebih kepada etiket sikap
dan perilaku yang muncul dalam satu masyarakat atau suatu kelas social.
Wahyudi (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991), h 46.
Etika adalah studi mengenai nilai-nilai yang tinggi atau ideal-idealnya.
Sedangkan hukum menetakan apa yang layak dalam suatu tempat maupun waktu.
Etika lebih konsentrasi kepada hal-hal yang besifat individu. Sedangkan hukum lebih
berkonsentrasi kepada hal-hal yang bersifat hubungan social antara manusia. Etika
sangat mempertimbangkan moral atau motif, sedangkan hukum konsentrasinya
semata-mata kepada pencapaian perilaku dengan standar tertentu dan sangat jarang
memperhatikan motif si pelaku.
Sedangkan istilah moral disadur dari kata “Moral” (Inggris) dan maural
(Belanda) yang secara bahasa maksudnya adalah budi pekerti, kesusilaan dan adat
kebiasaan. Moral memiliki makna berhubungan dengan prinsip-prinsip benar dan
salah, baik dan buruk, kemampuan untuk mengetahui perbedaan antar benar dan
salah, dan ajaran atau gambaran mengenai tingkah laku manusia yang baik.4
Moral juga dapat diartikan dengan suatu yang berhubungan dengan kebaikan
dan keburukan karakter dan watak manusia atau sesuatu yang berhubungan dengan
perbedaan antara baik dan buruk.5
Untuk memahami lebih jelajah konsep moral ini, berikut akan dikemukakan
pendapat Imanuel Khat (1724-1804). Kant berpendapat bahwa manusia memiliki
perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa
dia memiliki kejiwaan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan menjalankan
perbuatan-perbuatan baik, perbuatan baik itu menjadi buruk dikarenakan akibat buruk
yang di timbulkannya dan bukan karena larangan agama. Perasaan manusia bahwa ia
44 As Homby. Oxford Adventcwd Learnes Dictionayi of Current English, (London : Oxford
University Press1974) h. 548
55 JB. Sykes (ed), The Concise Oxford Dictionayi of Current English, (London : Oxford
berkewajiban dan diperintah untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Tidak
diperoleh dari pengalaman dunia ini akan tetapi dibawanya sejak lahir, artinya
manusia lahir dengan perasaan ini.6
Dalam agama Islam itilah moral sangat identik dengan akhlaq. Kata akhlaq
menurut bahasa merupakan bentuk jamak dari khuluq yang bermakna budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabiat.7
Akhlaq secara istilah sebagaimana yang dinyatakan al Ghazali bahwa akhlak
adalah perilaku jiwa yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku-perilaku tersebut
mengeluarkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji baik secara akal dan syariat maka
perilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik, namun jika perbuatan yang
dikeluarkan itu jelek maka perilaku tersebut dinamakan akhlah yang jelek.8
Secara sepintas istilah moral dan akhlak memiliki makna yang identik yaitu
sama-sama berhubungan dengan prilaku manusia yang baik dan yang buruk. Akan
tetapi kedua istilah ini memiliki perbedaan yang mendasar dari sisi parameter baik
buruknya tingkah laku manusia. Konsep moral terutama yang dikembangkan pemikir
barat pada masa pencerahan, mengukur baik dan buruknya perilaku manusia hanya
berdasarkan akal dan perasaan saha. Moral tersebut dari konsep baik dan buruk
berdasarkan agama.9
66 Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang. 1979), h 68.
77 Luis Ma’luf, Kamus Al Munjid, ( Berut: Almaktabah Al-Kulliyah, tt) h 68
88 Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid III, (Kairo Maktabah Tawfikiyah, tt), h.76
99 Kosep Barat Modern yang terkenal menyebutkan bahwa moral dan agama adalah suatu
fenomena yang berbeda. Konsep ini mungkin bermula pada masa pencerahan. Pada waktu itu sejumlah pemikir berusaha mengkolaborasikan teori-teori etika yang berdasarkan kepada akal dan perasaan manusia. Mereka membuat asumsi bahwa norma norma yang mengatur tingkah laku, moral dan etika adalah berbeda denngan urusan-urusan keyakinan atau kepercayaan keagamaan. Lihat ; Mircea Aliade,
Berbeda halnya dengan moral, akhlak mengukur baik dan buruknya prilaku
manusia di samping berdasarkan akal yang sehat juga berdasarkan agama.
C. Hukum dan Moral Menurut Islam
Manhaj Allah adalah satu-satunya manhad yang dapat dijadikan hidup sepanjang
masa. Sebab yang menciptakan kita adalah Allah Yang Maha Kuasa. Dia-lah yang
membuat Undang-Undang yang dapat menjaga dan memberi maslahat kepada
sekalian mahkluk. Jika kita menyalahi Manhaj ini, maka kita akan menjadikan diri
kita terperosok ke dalam keadaan atau situasi sulit tidak teratur dan
membingungkan.10
Hukum Islam dalam artian syari’ah merupakan ketetapan-ketetapan allah yang
berhubungan dengan perbuatan manusia. Melalui alQuran dan Sunnah, Islam
menjelaskan mana perbuatan yang baik dan yang buruk, salah dan benar serta
bermoral baik dan buruk. Antara hukum dan moral sangat berhubungan dan tidak
terpisahkan. Hukum Islam secara ketat diikat oleh etika agama.
Hukum Islam yang merupakan aturan hidup yang diciptakan Allah Swt tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral manusia, karena standar baik dan buruk secara
moral juga harus berdasarkan akal sehat dan syari’ah.
Dalam masyarakat Islam hukum merupakan factor utama dan juga factor pokok
memberikan bentuk masyarakat Islam, secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum.
Sehingga tidak ada perubahan social yang mengacaukan atau menimbulkan karakter
yang tidak bermoral dalam masyarakat. Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan
1010 Mutawali Sya’rawi. Sirah Nabawiyah, Terjemah,. Muhammad Zuhirsyan, (Selangor:
prinsip moralitas seperti yang dinyatakan Islam. Syari’at Islam adalah kode hukum
dan kode moral sekaligus. Ia merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia
yang berasal dari otoritas kehendak Allah yang tinggi sehingga garis pemisah antara
hukum dan moralitas sama sekali tidak dapat di tarik secara jelas seperti dalam
masyarakat Barat pada umumnya.11
Pandangan di atas sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh Suparman Usman
bahwa hukum sebenarnya adalah moral yang telah diangkat kepada tingkat legalitas
bagi masyarakat sehingga hukum itu menjadi sebuah standart of morality. Moral
harus tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar
hukum ditaati atas dasar kesadaran yang tumbuh dari dalam bukan karena takut
hukuman atau dikarenakan adanya pengawasan orang lain.12
Jika dilihat dari segi tujuan hukum Islam, pada hakikatnya adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan
(moralitas) secara individu. Seperti hukuman potong tangan pada pencuri, hukuman
cambuk bagi penzina yang belum berkeluarga dan hukuman razam bagi pelaku zina
yang telah menikah.
Secara sepintas hukuman ini terlihat sangat kejam, akan tetapi hikmah dari
hukuam tersebut terkandung di dalamnya secara mendalam yaitu mencegah
timbulnya perzinahan dan pencurian sebab perbuatan itu dapat menimbulkan
perselisihan dan bahaya kerugian bagi semua manusia secara keseluruhan.
D. Hukum Dan Moral Menurut Barat
1111 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Wacana Ilmu, 1997) h, 154
Pemikiran hukum barat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat yang berkembang.
Sebagaimana diketahui bahwqa pemikiran filsafat Barat dapat dibedakan dalam
bermacam aliran yang ada . Demikian juga halnya dengan pemikiran hukum pada
tingkat filsafatnya. Berikut ini akan dicoba melihat pemikiran filsafat hukum dari
beberapa aliran dan mengaitkannya dengan moral.
1. Aliran Hukum Positif
Aliran Hukum ini dipengaruhi oleh Filsafat fositifisme yang berkembang oleh
Agus Comte (1778-1857) pada pertengahan abad ke-19 diantara pokok-pokok
pemikiran aliran positifisme pada hukum sebagaimana yang dinyatakan H.L.A.Reat
adalah, sebagai berikut:13
a. Anggapan bahwa hukum adalah perintah dari manusia (command of human
being).
b. Pengertian bahwa tidak ada hubungan antara hukum dan moral, atau hukum
sebagaimana yang berlaku dan hukum yang seharusnya.
c. Pengertian bahwa analisa konsepsi hukum adalah:
1) Memiliki arti penting.
2) Harus dibedakan dari penelitian-penelitian histories mengenai sebab-sebab
atau asal-ususl dari undang-undang, dari penelitian sosiologis mengenai
hubungan hukum dsengan gejala social lainnya dan kritik atau
penghargaan hukum apakah dalam arti moral, tuntutan-tuntutan social dan
fungsi hukum.
1313 Friedman, Teori dan Filsafat Hukum, Terjemah Muhammad Arifin, (Jakarta: Raja
Aliran ini mendefinisikan hukum sebagai suatu aturan yang ditentukan untuk
membimbing makhluk berakal atas hal-hal yang dimiliki kekuatan mengalahkannya.
Hukum merupakan perintah dari penguasa dalam arti bahwa pemerintah dari mereka
yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan.
Austin menganggap Hukum sebagai suatu sistenm logis, tetap dan bersikap
tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan dan tidak didasarkan pada
nilai-nilai yang baik atau buruk.14
Dengan demikisn aliran positif hukum ini secara tegas memisahkan antara hukum
dengan moral. Artinya konsep baik dan buruk secara moral tidak memiliki hubungan
dengan produk hukum. Hukum merupakan suatu system tertutup, dalam arti
didedukasikan secara logis dari undang-undang yang berlaku tanpa membutuhkan
bantuan norma social politik dan agama.
2. Aliran Utilitarianisme
Aliran ini dipelopori oleh Jeremi Betham (1748-1823), Jhon Stuart Mill
(1806-1837), dan Rudholf Von Jhering (1818-1899). Aliran ini beranjak dari prinsip
manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan sebesar-besarnya
dan mengurangi penderitaan.Atas dasar ini Betham mencoba menerapkan di bidangh
hukum. Baik buruknya suatu perbuatan itu diukur dengan apakah perbuatan itu
mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian pula dengan undang-undang,baik
buruknya ditentukan pola ukuran tersebut.15
1414 Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam, h.28
Pandangan hukum seperti ini akan melahirkan suatu yang bersifat pragmatis.
Hukum seperti ini akan m elahirkan suatu yang bersifat pragmatis dan praktis.
Hukum digunakan hanya untuk melegitimasi kesenangan-kesenangan nisbi yang
terkadang berbenturan dengan moral, sehingga integritas moral tergeser dari hukum.
3. Pragmatic Legal Realism
Friedman memasukkan aliran ini kedalam sub aliran positifisme hukum.
Sebab pangkal pemikiran dari aliran ini masih bertitik tolak pada pentiungnya rasio
atau akal sebagai sumber hukum. Tokoh aliran ini antara lain adalah Jhon Chipman
Gray, Oliver Wendell Holmes dan Karl Liewellyn. Jhon Chipman menyatakan bahwa
dalam pembentukan undang-undang terdapat unsur-unsur yang lain juga sangat
berpengaruh seperti unsure-unsur prasangka, ekonomi dan politis. Di Amerika
Serikat, individu seorang hakim dapat memberi pengaruh besar terhadap jutaan orang
dalam masa ratusan tahun.16
Apabila dikaitkan dengan moral, pandangan hukum seperti ini kurang
memberikan tempat bagi moral sebagai nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat. Masuknya kepentingan ekonomis politis, prasangka dan kebijaksanaan
hakim ke dalam undang-undang ataupun hukum, akan melahirkan hukum yang
diskrimatif dan tidak adil. Kelompok-kelompok dominant dalam sisi politik, ekonomi
dan status social lainnya akan lebih berpeluang memperoleh kemenangan dalam
proses penyelesaian masalah-masalah hukum
Dari ketiga aliran hukum barat ini, secara umum dapat dipahami bahwa
hukum identik dengan undang-undang yang di tetapkan penguasa. Hukum tidak
memiliki hubungan yang mutlak dengan moral, sebab hukum di lahirkan berdasarkan
rasio dan apa yang dibutuhkan masyarakat.
E. Hukum dan Moral di Indonesia
Hukum tidak dapat di\pisahkan dari aspek moral. Bila hukum belum ada
secara konkrit yang mengatur, dan moralitas telah menuntut ditransformasikan maka
moralitas haruslah diutamakan. Kebebasan berekpresi tidak boleh bertentangan
dengan moralitas, karena negara kita berfalsafahkan pancasila yang memuat nilai
religius, yakni moralitas.
Sebagaimana telah ketahui bahwa negara kita adalah negara hukum. Artinya
segala sesuatunya harus tunduk di bawah hukum, tanpa ada diskriminasi. Akan tetapi
hukum bukanlah segala-galanya, hukum bukanlah satu tujuan, hukum itu sendiri di
ciptakan bukanlah semata-mata mengatur, tetapi lebih dari itu untuk mencapai tujuan
yang luhur, yakni keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.
Tetapi akhir-akhir ini tanpa di sadari maupun di sadari, telah terjadi deglarasi
moral di negeri ini. Sesuatu nilai-nilai yang bertentangan dengan agama sudah
diabaikan dan bahkan dianggap suatu kemajuan. Pemerkosaan terhadap anak oleh
ayah kandungnya sendiri dan kedurhakaan seorang anak terhadap orang tuanya begitu
juga pembunuhan dimana-mana hal itu bukanlah kejadian yang baru bagi kita akan
tetapi telah terjadi sejak zaman dahulu kala diberbagai pelosok negeri ini. Begitu juga
dengan sekelompok orang yang ingin mencari keadilan harus mengorbankan sisi
Jika kita cermati dengan seksama segala kejadian yang terjadi dipelosok negeri ini
yang diberitakan melalui media, baik media televise maupun media cetak. Dibalik itu
tanpa sadar atau disadari ummat Islam sedang dihancurkan secara halus lewat
penghancuran moralitas (akhlak). Padahal akhalk adalah sesuatu yang utama di dalam
diri seorang muslim. Secara tegas dengan tauhid Nabi Muhammad Saw bersabda “
Sesungguhnya AKu diutus untuk menyempurnakan moralitas –akhlak yang mulia
(HR. Malik bin Anas dan Ahmad bin Hambali).
Begitu juga pergolakan yang terjadi belakangan ini di dalam perpolitikan bangsa
kita, yang mana akhir-akhir ini pernah terjadi keributan sehingga mengakibatkan
wafatnya ketua DPRD Sumatera Utara begitu juga dengan kerusuhan yang terjadi di
kantor DPR pusat diakibatkan saling tuding menuding antara pejabat negara.
Dari berbagai kejadian berdasarkan fakta yang ada bias dikatakan bahwa negara
ini telah kehilangan teladan, sehingga pejkabat dan rakyat “ gamang pada kebaikan”.
Standar layak tidaknya suatu perbuatan tergantung pada piblik. Buktinya banyak
pejabat dinegeri ini setelah menduduki jabatan mulai dari jabatan terendah sampai
jabatan tertinggi di negeri ini banyak yang terungkap kasusnya terutama dibidang
korupsi dan penggelapan dana pembanganan negara.
Warga negara Indonesia tidak bias memaksakan kalau semua yang melakukan
korupsi atau kejahatan lainnya harus mengakui perbuatan yang telah dilakukannya,
tetapi rakyat Indonesia dapat menilai bahwa perilaku politik kita sudah lari dariu
nilai-nilai moral.
Ada perbedaan antara hukum dan moral dalam pandangan filsafat Hukum Barat
dan Islam. Barat memisahkan antara hukum moralitas sementara Islam tidak
memisahkannya. Menurut Islam hukum sangat terkait dengan moral dan demikian
juga dengan sebaliknya.
Islam memandang hukum diikat eratr oleh nilai yang lebih dari hukum barat. Hal
igu sebagaimana yang diungkapkan oleh H.A.R Gibb bahwa hukum Islam
membentuk struktur sosail Islam yang rapid an aman lmelalui fluktuasi
keberuntungan politis. Hukum Islam memiliki norma etika baik dan buruk, kebaikan
dan kejatahan yang masyarakat secara ideal harus menyesuaikan diri dengannya.
Oleh karena itu hukum Islam mempengaruhi semua aspek kehidupan social, ekonomi
dan aspek lainnya.
Namun sebagaimana yang disebutkan dalam pembahasan di atas, pengaplikasian
kaum muslim atas nilai ritual ibadah yang mereka lakukan sangat banyak kurang.
Banyak kaum muslim yang tetap melakukan ibadah, namun nilai dari ritual yang
dilakukannya tidak dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian realita yang terjadi di Indonesia, pengaplikasian itu kurang dapat
diwujudkan dengan baik, dengan banyaknya kasus-kasus yang bermoral minim yang
muncul ke permukaan. Ironisnya lagi banyak tindakan yang seperti ini dilakukan atau
juga dilegalkan oleh para pejabat negeri ini.
Jadi, dapat dipahami bahwa hukum di negeri ini ada yang mengenyampingkan
aspek moral. Banyak pengadilan yang membebaskan para pelaku yang dinilai
bermoral buruk ataupun orang yang menyebarkan tindakan abmoral kepada
Indonesia Erwin yang divonis bebas oleh pengadilan atas tuduhan-tuduhan yang
dikenakan kepadanya, begitu juga halnya pekerja seks komersial (PSK) yang masih
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Ahmad Potret Hukum dan Moralitas Bangsa Kita, (Jakarta : Media Gaya Pratama, 2007)
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Wacana Ilmu, 1997)
Aliade, Mircea, The Enchylopedia of Religion, Vol XX, (Newyork: Macmillan Liberty, tt).
Friedman, Teori dan Filsafat Hukum, Terjemah Muhammad Arifin, (Jakarta: Raja Graindo Persada, 1996).
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid III, (Kairo Maktabah Tawfikiyah, tt)
Homby, As, Oxford Adventcwd Learnes Dictionayi of Current English, (London : Oxford University Press1974)
Ma’luf, Luis, Kamus Al Munjid, ( Berut: Almaktabah Al-Kulliyah, tt)
Mushlehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis, Terjemahan Yudian Wahyudi (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991)
Nasution, Harun, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang. 1979)
Rasyidi, Lili, Dasar-dasar Filsafat Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990) h, 44-45
Filsafat Hukum Islam (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1986)
Sya’rawi, Mutawali. Sirah Nabawiyah, Terjemah,. Muhammad Zuhirsyan, (Selangor: Jasmin Esterprise, 2007
Sykes, JB (ed), The Concise Oxford Dictionayi of Current English, (London : Oxford University Press 1976)
Usman, Suparman Hukum Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001