• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PROBLEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PROBLEM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK-

PROB-LEM BASED LEARNING

UNTUK

MENINGKAT-KAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA SISWA KELAS X MIA 2 SMA

NE-GERI 2 BANJAR

Anti Wijayanti, S.Pd SMA Negeri 2 Banjar; Email: anti.wijayanti@ymail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diterapkannya pendekatan Saintifik-Problem Based Learning di kelas X MIPA 2 SMA Negeri 2 Banjar Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan pada materi sistem persamaan linier. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Berdasarkan hasil yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas, dapat di jelaskan bahwa: kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dari prasiklus/tes awal masih rendah, yaitu rata-rata sebesar 54,84 dan persentase ketuntasan sebesar 9,375%. Pada siklus I setelah diterapkan pendekatan saintifik-problem based learning

rata-rata kelas mengalami peningkatan menjadi 62,125 dan persentase ketuntasan naik menjadi 21,875% namun masih di bawah tingkat ketuntasan minimum, yaitu 75% maka dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II rata-rata kelas mencapai nilai 73,22 dan persentase ketuntasan naik menjadi 56, 25%. Apabila dilihat pada siklus I dan siklus II, sudah terjadi peningkatan, namun apabila melihat persentase ketuntasannya masih di bawah 75% maka siklus dilanjutkan ke Siklus III. Pada siklus III rata-rata kelas mencapai 76,97 dan persentase ketuntasan mencapai 87,5 % melebihi kriteria ketuntasan minimum yaitu 75%. Siklus dihentikan dengan kesimpulan hipotesis penelitian dapat diterima, yakni penerapan pendekatan saintifik-problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kata Kunci. Kemampuan Pemecahan Masalah, Pendekatan saintifik, Problem Based Learning

1. Pendahuluan

(2)

Masalah dalam pembelajaran yang masih sering ditemukan adalah bagaimana menghubungkan fakta yang pernah dilihat dan dialami siswa (prior knowledge) dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep matematika, terlebih matematika adalah bahasa simbol yang tidak mudah dipahami siswa. Pengkaitan prior knowledge dengan konsep matematika dapat membuat pengetahuan yang terbentuk bermakna bagi siswa. Masalah lainnya dalam pembelajaran matematika adalah mengubah bahasa soal ke dalam model matematika. Karena masih banyak siswa yang kesulitan mengkonversi bahasa soal ke dalam bahasa matematika. Pembelajaran yang tepat tentu akan membantu guru mempermudah penyelesaian masalah tersebut. Pembelajaran yang paling strategis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah pendekatan saintifik dengan problem based learning (PBL).

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu .konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran dan masalah yang disajikan berupa masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual). [2]. Implementasikan PBL dalam pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah, inilah karakteristik PBL yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Dengan menjadikan masalah sebagai fokus dan sarana dalam pembelajaran akan membuat siswa lebih aktif dan terlibat langsung (student centered). Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan

Adapun tahapan dalam PBL adalah sebagai berikut. [3]

Tabel 1. Tahapan Pembelajaran PBL

Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru

Tahap 1

Orientasi peserta didik pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah

(3)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini Siswanti dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pecahan Perbandingan Dan Skala Dengan Pendekatan

Problem Based Learning Pada Siswa Kelas VI SD Mandungan Piyungan Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah pecahan perbandingan dan skala meningkat. Kemampuan Pemecahan Masalah sangat strategis untuk dapat dikembangkan melalui penerapan PBL. Problem solving competence is an essential component of the skills required to perform interpersonal and non routine analytic task successfully. In both kinds of task, workers need to think about how to engage with the situation, monitor the effect of their actions systematically and adjust to feedback [4]. Langkah pemecahan masalah yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 4 langkah pemecahan masalah menurut polya, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan penyelesaian sesuai rencana, memeriksa kembali hasil.

Berdasarkan paparan di atas dapat dirumuskan beberapa hal sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pendekatan saintifik-problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?”

2. Tujuan penelitian ini mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui penerapan pendekatan saintifik-problem based learnin

g

.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat khususnya

bagi pembelajaran matematika, dan pada umumnya bagi dunia pendidikan.

2. Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA 2 SMA Negeri 2 Banjar Tahun Pelajaran 2014/2015. PTK dilaksanakan mengi-kuti desain model spiral. Model spiral terdiri dari empat komponen, yaitu rencana tindakan, tindakan, observasi, dan refleksi. [5].

Berikut bagan desain penelitian model spiral.

Gambar 1. Model Spiral PTK

Jumlah siklus dalam pelaksanaan penelitian ini, sangat bergantung pada masalah yang akan diselesaikan. Siklus 1 dalam penelitian ini akan dihentikan apabila masalah sudah tersele-saikan. Indikator terselesaikannya masalah tersebut adalah apabila terjadi peningkatan ke-mampuan pemecahan masalah pada materi sistem persamaan linier, yaitu siswa yang tuntas secara klasikal > 75% (> 24 anak) dibandingkan hasil uji coba awal. Jika ternyata per-masalah tersebut belum terselesaikan maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus 2 sampai in-dikator dalam penelitian ini terselesaikan.

(4)

Prosedur dan mekanisme kegiatan penelitian ini mengikuti beberapa langkah yaituTahap Perencanaan (Planning), Peneliti menyiapkan instrument penelitian berupa daftar presensi siswa,rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar observasi keterlak-sanaan penerapan Problem based learning untuk guru dan siswa, menyiapkan soal pretest

dan post-test yang akan diberikan kepada siswa, dan menyiapkan lembar data kemampuan pemecahan masalah siswa. Kemudian dilanjutkan tahap Pelaksanaan (Implementasi Tin-dakan) sesuai RPP yang disiapkan. Selanjutnya tahap observasi dilakukan oleh observer se-bagai alat untuk menuliskan hasil observasi selama proses pelaksanaan penelitian dan pem-belajaran berlangsung dalam hal ini peneliti sebagai pengajar dibantu oleh guru sebagai ob-server. Kemudian dilanjutkan tahap refleksi,Pada tahapan ini peneliti bersama observer melakukan refleksi serta evaluasi dengan cara menganalisis keterlaksanaan tahapan-tahapan PBL dan ketercapaian indikator pada siklus 1, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan-perbaikan sebagai pelengkap untuk kriteria tindakan yang telah ditentukan. Data penelitian berupa hasil tes kemampuan pemecahan masalah tiap siklus. Data hasil analisis pada siklus 1 dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

Siklus I

Sebelum dilaksanakan tindakan untuk siklus I, peneliti memberikan pretes kepada siswa untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam pemecahan masalah. Berdasarkan hasil pretes dapat diketahui bahwa rata-rata kelas sebesar 54,84 dan persentase ketuntasan hanya mencapai 9,375%. Berbekal dari hasil pretest tersebut, peneliti melaksanakan tindakan untuk siklus I. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014 selama 4 x 45 menit dan diperoleh hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dengan rata-rata kelas naik menjadi 62, 125 dan persentase ketuntasan menjadi 21, 875%. Apabila dilihat persentase ketuntasan masih di bawah 75%, maka peneliti melanjutkan siklus.

Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada tanggal 16 September 2014 selama 4 x 45 menit dengan berbekal hasil refleksi siklus I. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dengan rata-rata kelas mencapi nilai 73,22 dan persentase ketuntasan naik menjadi 56, 25%. Apabila dibandingkan dengan hasil sebelumnya yaitu pada Siklus I, ketuntasan dan rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada Siklus II terjadi peningkatan. Namun apabila dilihat dari ketuntasan belajar siswa masih berada di bawah 75%, maka peneliti berasumsi untuk melanjutkan tindakan ke siklus III

Siklus III

(5)

dihentikan dengan kesimpulan hipotesis penelitian dapat diterima, sehingga dapat disimpulkan pula bahwa penerapan pendekatan saintifik-problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Kelas X MIPA 2 SMA Negeri 2 Banjar Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015

3.2 Pembahasan

Dengan berlakunya penerapan kurikulum 2013 serentak di seluruh Indonesia mulai tahun ini, membuat guru mau tidak mau mengaplikasikan pendekatan saintifik yang dikenal dengan pendekatan 5M. Dengan mengaplikasikan pendekatan ini pembelajaran terpusat ke siswa, siswa dituntut berkontribusi lebih dalam pembelajaran. Problem Based Learning memiliki karakteristik yang sejalan dengan pendekatan saintifik, yaitu memberikan porsi kepada siswa untuk dapat mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Sehingga siswa sendiri yang mengkontruksi pengetahuan barunya dengan melibatkan pengetahuan siswa sebelumnya (prior knowledge).

Kemampuan pemecahan masalah yang diaplikasikan dengan menggunakan langkah polya pada awalnya merupakan hal yang asing bagi siswa, sehingga pada pengimplementasian

problem based learning di awal siklus siswa masih kesulitan untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini terbukti dari rendahnya hasil prasiklus untuk tes kemampuan pemecahan masalah yang hanya memiliki rata-rata 54,84 dan ketuntasan sebesar 9,375%. Hasil refleksi untuk siklus I menunjukkan bahwa siswa belum terbiasa dengan penerapan problem based learning dan penggunaan 4 langkah polya. Hal ini sesuai dengan hasil tes kemampuan pemecahan masalah untuk siklus I belum mencapai ketuntasan minimal 75%, ketuntasan hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada siklus I baru mampu sebesar 21, 875% dengan rata-rata sebesar 62, 125. Berdasarkan kenyataan tersebut siklus perlu dilanjutkan.

Pada siklus II, siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran PBL dan problem solving menurut polya, namun masih ada beberapa siswa yang masih kesulitan dalam menentukan penyelesaian di langkah keempat, yakni memeriksa hasil. Beberapa siswa hanya mensubstitusi nilai yang didapat pada langkah tiga ke dalam perencanaan di langkah kedua, bukan mencari alternatif lain untuk mendapatkan nilai tersebut. Namun apabila dilihat dari ketuntasan tes kemampuan pemecahan masalah, pada siklus II terjadi peningkatan yakni sebesar 56, 25% dan rata-rata sebesar 73,22. Pada awal perencanaan PTK, peneliti ingin melaksanakan cukup sampai dua siklus saja namun setelah melihat hasil di lapangan, peneliti merasa perlu untuk melanjutkan siklus karena ketuntasan belum mencapai ketuntasan yang diharapkan.

(6)

Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada tiap siklus terjadi peningkatan ketuntasan dari mulai prasiklus sebesar 9,375 %, kemudian Siklus I 21,875% yang artinya naik 12,5 % jika dibandingkan dengan prasiklus. Pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 34,375% jika dibandingkan dengan siklus I, karena ketuntasan pada siklus II sebesar 56,25%. Sedangkan untuk siklus III peningkatan tidak sebesar siklus I ke siklus II, pada siklus III peningkatan ketuntasan mencapai 31,25% jika dibandingkan dengan siklus II. Ketuntasan pada siklus III sebesar 87,5 %. Peneliti menghentikan siklus karena ketuntasan pada siklus III sudah melebihi batas minimum ketuntasan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik-problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Berikut ini adalah grafik peningkatan kemampuan pemecahan masalah dari prasiklus sampai siklus III

Gambar 2. Ketuntasan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

4. Kesimpulan dan Saran

Penerapan Problem Based Learning dengan mengaplikasikan ciri khas pendekatan saintifik (5M) merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas pembelajaran yang pada awalnya masih berpusat pada guru (teacher centered) berubah menjadi terpusat pada siswa (student centered). Hal ini terbukti berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya yang menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendekatan

saintifik-problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Adapun saran penulis terkait tulisan ini khususnya bagi penelitian selanjutnya adalah meneliti peningkatan kemampuan siswa lainnya melalui penerapan pendekatan

saintifik-problem based learning atau meneliti kemampuan pemecahan masalah melalui langkah

(7)

akan diimplementasikan di dalam kelasnya. Pembelajaran yang terjadi harus mampu terpusat pada siswa karena dengan terlibat aktif, kemampuan siswa akan lebih meningkat. Hal ini sesuai dengan ungkapan “

saya mendengar lalu saya lupa, saya melihat lalu saya ingat,

saya berbuat lalu saya mengerti

“.

Daftar Pustaka

[1] Fatkhurrohim, M. Agung & Budhi, Utami. 2011. Penerapan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Siswa Kelas VIII-A di Mts. Miftahul huda jatisari 2011/2012. Prosiding Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS Hal 317 – 321. (2011)

[2] Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berfikir Matematik Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan

[3] Suprijono, A. (2010). Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[4] ---.2007. Problem Based Instruction From Emerging Perspectives on Learning, Teaching and Technology. Didapat dari http://www.projects.coe.uga.edu/epllt/index.php? title=Problem_Based_Instruction . Diunduh pada tanggal 2Mei 201]

[5] Sukidin, dkk. (2002). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendikia

Pertanyaan:

1. Bapak Drs. Eduart Fransiscus R dari SMAK Santa Agnes Surabaya “Mengapa penelitiannya dilaksanakan dalam tiga siklus?”

Jawaban:

Siklus pada penelitian tindakan kelas dapat dihentikan apabila indikator keberhasilan PTK sudah terpenuhi, pada siklus II ketuntasan siswa masih di bawah ketuntasan minimal sehingga siklus dilanjutkan.

2. Bapak Khardiyawan A. Y P, S.Pd, M.Pd dari Universitas Negeri Gorontalo

“Pada tahap apa kemampuan pemecahan masalah ditingkatkan dalam pembelajaran? Dan apa yang dilaksanakan pada saat refleksi pembelajaran?”

Jawaban:

Gambar

Tabel 1. Tahapan Pembelajaran PBL
Gambar 1. PengamatanPerbaikan
Gambar 2. Ketuntasan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan teknik ini ialah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan dan mudah, anak hanya menganalisa banyak lobang dan menjawab

Hasil yang diperoleh adalah dari hasil percobaan dan pengujian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum proses pelapisan nikel dengan menggunakan campuran

Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan statistik inferensial berupa arithmatic mean dan one way analysis of variance (ANOVA). Hasil Penelitian menunjukkan

Sebagai bahan pangan, Ikan merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang mempunyai kandungan protein yang tinggi dan sangat baik untuk gizi

Swastika Andini. Pengembangan Multimedia Flipbook untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Geometri dalam Pencapaian Tingkat Deduktif Informal Siswa Kelas VI di Sekolah

1, Acara dibuka oleh Kepala B/dang Penanaman Modal OPMPTSP Provinsi Jawa Tengah dengan peserta perwakilan Oinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Bali dan juga dihadiri

Saran yang dapat diajukan antara lain (1) Guru lebih kreatif lagi dalam membuat inovasi media pembelajaran untuk mendukung kegiatan pembelajaran di kelas, (2) Sarana dan prasarana

field research, maka acuan penyelesaiannya adalah perpaduan library research dan field research dengan menggunakan data dan informasi melalui upaya observasi,