• Tidak ada hasil yang ditemukan

NBM Tahun 2016 Sementara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NBM Tahun 2016 Sementara"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

NERACA BAHAN MAKANAN

TAHUN 2016 SEMENTARA

BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat

menyelesaikan buku NBM tahun 2016 (Sementara).

Buku NBM tahun 2016 (Sementara) dapat disusun atas dukungan dan kerjasama

yang baik dari Tim NBM dan nara sumber lain yang menunjang ketersediaan data,

meskipun dalam proses penyusunan mengalami hambatan dan kendala, terutama kesulitan

dalam pengumpulan data. Data NBM tahun 2016 (Sementara) diperoleh dari Dinas

Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dinas Kelautan Perikanan, BPS, PG.

Madu Baru dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi DIY dan data ekspor impor

yang diperoleh dari distributor serta pedagang besar.

Dengan selesainya penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) ini diharapkan dapat

memberikan gambaran kondisi ketersediaan pangan di wilayah Daerah Istimewa

Yogyakarta untuk tahun yang bersangkutan, sekaligus sebagai evaluasi ketersediaan

pangan yang ditindaklanjuti dalam penyusunan rencana produksi dan pengadaan pangan

bagi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) ini tentunya masih ada

kekurangan, untuk itu kami mohon saran serta kritik yang membangun. Kepada semua

pihak yang telah berperan dalam penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) kami

sampaikan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Juni 2017

Kepala

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i.

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

I. PENDAHULUAN A. Umum ...1

B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) ...2

C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM) ...4

II. METODOLOGI A. Pengertian Neraca Bahan Makanan ( NBM ) ...6

B. Syarat- syarat Penyusunan NBM ...15

C. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data ...18

III. PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN ( NBM ) A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan ...17

B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan ...17

C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura ...17

D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan ...18

E. Upaya Penyempurnaan dengan Menggunakan Tabel I–O ...20

F. Perubahan Tabel NBM ...22

IV. ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN TAHUN 2016 SEMENTARA A. Situasi Ketersediaan Pangan Tahun 2011–2016 Sementara ...23

B. Analisis Surplus/minus Berdasarkan Neraca Bahan Makanan ...31

V. DINAMIKA KETERSEDIAAN PANGAN (2006–2016 SEMENTARA) A. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein DIY tahun 2006–2016...33

B. Skor PPH Berdasarkan Ketersediaan Pangan DIY Tahun 2006–2016...34

(4)

VI. KETERKAITAN NERACA BAHAN MAKANAN TAHUN 2016 SEMENTARA

DENGAN POLA PANGAN HARAPAN DIY...39

VI. KESIMPULAN

A. Kesimpulan ...43

(5)

DAFTAR TABEL

TABEL

Tabel 1. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi

Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 2. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 3. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi

Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Tabel 4. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Tabel 5. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi

Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 Sementara

Tabel 6. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016

Sementara

Tabel 7. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan

untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 dan

2016 Sementara

Tabel 8. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan

untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014, tahun

2015 dan tahun 2016 Sementara

Tabel 9. Ketersediaan Energi berdasarkan Jenis Bahan Makanan sesuai PPH untuk

Konsumsi Penduduk DIY Tahun 2015 dan Tahun 2016 Sementara

Tabel 10. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006–2016 Sementara

(6)

Tabel 12. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY (2006–2016) Berdasarkan Kelompok Pangan (Publikasi NBM)

Tabel 13. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2006–

2016 Sementara

Tabel 14. Laju Tingkat Ketersediaan

Tabel 15. Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan Tahun 2016 Sementara

Tabel 16. Proyeksi Ketersediaan Energi Kelompok Pangan (Kal/kap/hari)

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skor Konsumsi Tahun 2015 dengan Pendekatan PPH

Lampiran 2. Analisis Surplus / Minus Berdasarkan NBM Tahun 2016 Sementara

Lampiran 3. Skor PPH DIY Berdasarkan NBM Tahun 2016 Sementara

Lampiran 5. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2013 – 2020 berdasarkan

Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 Sementara

Lampiran 6. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2014–2020 berdasarkan

Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Kkal/kap/hari) (Gram/kap/hari)

Lampiran 7. Rata - rata Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)

Lampiran 8. Proyeksi Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)

Lampiran 9. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 10. Proyeksi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 11. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 12. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)

Lampiran 13. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)

Lampiran 14. Format Neraca Bahan Makanan

Lampiran 15. Besaran Konversi yang Digunakan Untuk Ternak

Lampiran 16. Konversi Kuantitas dan Bentuk Pangan

Lampiran 17. Jenis Bahan Makanan, Produksi Turunan dan Besaran Konversi Input ke Output menurut Kelompok Komoditas

Lampiran 18. Faktor Konversi Bahan Makanan yang Dipakai untuk Menghitung Produksi

Lampiran 19. Komposisi Bahan Makanan

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ketersediaan Energi Tahun 2013

2016 Sementara

Gambar 2. Ketersediaan Protein Tahun 2013

2016 Sementara

Gambar 3. Ketersediaan Lemak Tahun 2013

2016 Sementara

Gambar 4. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2016 dengan

Ideal

Gambar 5. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2014 dan

2016 dengan Ideal

Gambar 6. Perbandingan Skor Konsumsi 2014 dengan Skor Ideal

Gambar 7. Pola Konsumsi Energi 2014

Gambar 8. Pola Konsumsi Berdasarkan PPH

Gambar 9. Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006

2016 Sementara

Gambar 10. Tingkat Ketersediaan Energi Tahun 2006

2016 Sementara

Gambar 11. Perbandingan Proporsi Ketersediaan Energi Tahun

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Umum

Ketahanan pangan dan gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan

dan gizi bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupunmutunya, aman, beragam, memenuhi

kecukupan gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,

keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk mewujudkan status gizi yang baik agar

dapathidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. (Peraturan Pemerintah

Nomor 17 Tahun 2015).

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk

pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku

Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,

dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Prioritas kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh dalam sistem

ketahanan pangan diantaranya upaya pemenuhan kecukupan pangan dengan

menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah, mutu yang cukup dan harga

yang terjangkau dengan memperhatIkan peningkatan pendapatan petani serta

peningkatan produksi.

Salah satu subsistem utama sistem ketahanan pangan adalah ketersediaan

pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu

wilayah pada kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan dapat diwujudkan melalui

produksi dalam negeri atau daerah, pemasukan dari luar negeri atau luar daerah,

(10)

pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial system) mulai dari

tingkat nasional, propinsi (regional), lokal (kabupaten/ kota) dan rumah tangga.

Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi,

kabupaten/ kota) maupun mikro (rumah tangga)

Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan

berkelanjutan sepanjang waktu, oleh sebab itu situasi ketersediaan pangan perlu

diketahui secara periodik. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pemantauan dan

analisis produksi dan ketersediaan pangan. Informasi tentang situasi ketersediaan

pangan tersebut diperlukan sebagai bahan untuk menyusun perencanan, evaluasi,

perumusan kebijakan, pemecahan masalah produksi dan ketersediaan pangan.

B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Penyusunan NBM pertama-tama dilakukan pada masa Perang Dunia II,

karena negara-negara yang terlibat perang mengalami krisis pangan yang harus

segera di atasi. Tahun 1942, pertama kalinya “Inter Allied Committee On Postwar

Requirement” menggunakan metode “Food Balance Sheet” untuk meneliti

kebutuhan pangan waktu itu. Pada tahun 1943, suatu tim ahli gabungan antara

Kanada, Amerika Serikat dan Inggris menerbitkan suatu laporan berjudul “Food

Consumption Level in The United Sastes and The United Kingdom”. Selanjutnya

pada tahun 1946. “Food and Agriculture Organization (FAO)’ Perserikatan

Bangsa-Bangsa mulai menggunakan metode NBM di antara 70 negara anggotanya.

Pada sidangnya yang keempat di Washington pada tahun 1948, FAO telah

membuat rekomendasi agar semua negara-negara anggota dapat menyusun NBM

menurut model yang seragam dan mengirimkannya kepada FAO disertai harapan

agar penyusunannya di setiap negara dilakukan setiap tahun. Sebagai kelanjutan

dari perhatian dan rekomendasi FAO tentang NBM ini, maka pada tahun 1949 dan

(11)

untuk 77 negara yang mencakup periode permulaan peran dunia II dan masa tahun

1947/1948 dan 1948/1949. “Loose-leat booklet” kedua dipublikasikan pada tahun 1950/1951, 1951/1952, 1952/1953 dan 1953/1955, untuk 92 negara.

Berdasarkan atas kemungkinan-kemungkinan teknis penyajian, maka pada

tahun 1957 diputuskan bahwa penerbitan NBM oleh FAO tidak lagi secara tahunan

melainkan periode tiga tahunan. Himpunan pertama periode tiga tahunan yang

meliputi periode 1954 – 1956 dan mencakup 30 negara, diterbitkan pada tahun 1958. Himpunan kedua meliputi periode 1957 – 1959 dan mencakup 43 negara diterbitkan pada tahun 1963. Himpunan ketiga pada tahun 1966 untuk 63 negara

mencakup periode 1960–1962. Sedangkan himpunan keempat adalah NBM untuk periode 1964 – 1966 yang dipublikasikan pada tahun 1971 dan mencakup 132 negara.

Di Indonesia, NBM mulai disusun tahun 1963 oleh Biro Pusat Statistik

(BPS) dengan bantuan ahli dari FAO untuk keperluan intern BPS. Hasilnya terdiri

atas NBM periode 1963–1965, NBM periode 1964–1966 dan NBM tahun 1970. Kemudian secara periodik disusun NBM tahun 1971 dan NBM 1972. Selanjutnya

berdasar instruksi Menteri Pertanian nomor : 12/INS/UM/6/1975 tanggal 19 Juni

1975, dibentuk Tim Penyusun NBM Nasional yang beranggotakan unsur-unsur

dari instansi Departemen Pertanian, BPS dan instansi terkait untuk menyusun buku

Pedoman Penyusunan NBM serta menyajIkan NBM mulai PELITA I sampai

dengan sekarang.

Menyadari bahwa pengkajian NBM Nasional terlalu bersifat umum, maka

pada tahun 1979 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama Menteri

Pertanian melalui surat Nomor 92/B/1979 tanggal 18 Januari 1979,

menginstruksIkan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian untuk

(12)

Pertanian melalui Unit Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) Departemen

Pertanian.

Pada tahun 1979 telah dikeluarkan pula Instruksi Presiden No 20 tahun 1979

tanggal 8 Oktober 1979 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat termasuk di

dalamnya penyajian NBM, sebagai kelanjutan Instruksi Presiden No. 14 tahun

1974. Pada tahun 1985 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama

Menteri Pertanian, melalui surat nomor RC.220/487/B/II/1985 tanggal 20 Januari

1985 menginstruksikan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian

untuk mengembangkan Penyusunan NBM Regional dan Provinsi dengan

membentuk Tim Penyusun NBM Regional/Provinsi yang bertugas menyusun

NBM Regional/Provinsi masing-masing. Tahun 1993 dan 1996 Buku Pedoman

Penyusunan NBM juga diterbitkan dengan memasukkan beberapa hasil penelitian

yang dilakukan oleh beberapa institusi. Selanjutnya upaya penyempurnaan

penyusunan Tabel NBM terus dilakukan, dengan melakukan beberapa kajian,

diantaranya dengan menggunakan pendekatan Tabel Input – Output. Buku

Pedoman Penyusunan NBM Tahun 2004 kembali diterbitkan dengan

mengakomodasikan hasil beberapa kajian yang dilakukan dalam rangka

penyempurnaan penyusunan NBM. Dalam rangka menjabarkan Pedoman

Penyusunan NBM Tahun 2004 serta penyempurnaan data baik dari segi cakupan

maupun kualitasnya maka dipandang perlu untuk menyusun Buku Panduan

Penyusunan NBM.

Di DIY telah mulai menyusun NBM sejak tahun 1990 an, dan sekarang

disusun oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa

Yogyakarta dengan membentuk Tim Penyusun NBM terdiri dari BPS, Dinas

Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Biro Administrasi dan Perekonomian

Setda DIY, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dishubkominfo, PT.

(13)

koperasi pasar. Mulai tahun 2011 NBM DIY disusun 2 kali berupa angka

sementara dan angka tetap.Dan mulai NBM tahun 2010 dan 2011 sudah disusun

NBM di 4 Kabupaten (Kulon Progo, Gunung Kidul, Bantul, Sleman), apalagi

didukung tuntutan dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang Ketahanan

Pangan yang salah satu indikator kinerjanya menggunakan hasil NBM.

C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Sebagai salah satu alat perencana di bidang pangan dan gizi, NBM dapat

memberikan informasi berupa data tentang produksi, pengadaan, serta semua

perubahan-perubahan yang terjadi, hingga suatu komoditas tersedia untuk

dikonsumsi oleh penduduk suatu negara/daerah dalam satu kurun waktu tertentu.

Dengan demikian, NBM merupakan salah satu metode untuk memperoleh

gambaran situasi penyediaan pangan yang cukup lengkap dan teliti, namun

sederhana dan relatif mudah dikerjakan. Oleh karena itu, suatu NBM yang

disajikan secara lengkap tepat waktu dan berurutan dari suatu periode ke periode

berikutnya, akan sangat berguna untuk memantapkan kebijakan pangan secara

menyeluruh, dan bahkan sangat berguna bagi perencanaan program-program yang

berkaitan dengan masalah pangan dan gizi secara umum. Dengan menyusun NBM,

dimungkinkan dengan cepat didapatkan gambaran tentang situasi penyediaan

pangan per kapita suatu negara/daerah pada suatu kurun waktu tertentu. Sehingga

stakeholder pengambil keputusan dengan cepat pula dapat menetapkan kebijakan

(14)

BAB II

METODOLOGI

A. Pengertian Neraca Bahan Makanan (NBM)

Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah suatu tabel yang terdiri atas

kolom-kolom yang memuat berbagai informasi berupa data tentang situasi dan kondisi

penyediaan bahan makanan bagi penduduk suatu negara/daerah, dalam suatu kurun

waktu tertentu. Informasi tersebut dicantumkan dalam 19 kolom sebagai berikut :

kolom (1) Jenis Bahan Makanan (Commodity); kolom produksi (production) yang

terdiri atas kolom (2) masukan (input) dan (3) keluaran (output); kolom (4)

Perubahan stok (changes in stock); kolom (5) impor (import); kolom (6)

Penyediaan Dalam Negeri sebelum Ekspor (Domestic Supplay prior to Export);

kolom (7) Ekspor (export); kolom (8) Penyediaan Dalam Negeri (Domestic

Utilization) yang terdiri atas : kolom (9) Pakan (feed); (10) Bibit (Seed); diolah

untuk (Manufactured for) (11) Makanan (food) dan (12) Bukan makanan (non

food); (13) Tercecer (Weste) dan (14) Bahan Makanan (food); Ketersediaan per

kapita (per capita availability) terdiri atas kolom-kolom (15) kg/thn (kg/year); (16)

Gram/hari (gram/day); (17) Energi dalam satuan kalori/hari (cal/day), (18) Protein

dalam satuan gram/hari (proteins in gram/day); dan (19) Lemak dalam satuan

gram/hari (fats in gram/day).

1. Jenis Bahan Makanan

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua

jenis bahan makanan baik nabati maupun hewani yang lazim/umum tersedia

untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan

menurut jenisnya yang diikuti prosesnya dari produksi sampai dengan dapat

(15)

berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Pengelompokan

bahan makanan tersebut adalah sebagai berikut : Padi-padian, makanan

berpati, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging, telur, susu, Ikan

serta kelompok minyak dan lemak.

a. Padi-padian

Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri atas gandum,

padi, jagung dan sorghum (canthel) serta produksi turunannya

b. Makanan Berpati

Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang

berasal dari akar/umbi dan lain-lain bagian tanaman yang merupakan

bahan makanan pokok lainnya. Yang termasuk dalam kelompok

komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar dan sagu, serta produksi

turunannya. Contoh gaplek/chips dan tapioka/pellet adalah turunan dari

ubi kayu. Kelompok komoditas makanan berpati ini merupakan jenis

bahan makanan yang mudah rusak jika disimpan dalam jangka waktu

yang cukup lama bila tidak melalui proses pengolahan.

c. Gula

Gula adalah sekelompok komoditas yang terdiri atas : gula pasir dan

gula merah (gula mangkok, gula lempengan, gula semut dan lain-lain),

baik dari hasil olahan pabrik maupun rumah tangga yang merupakan

produk olahan dari tanaman kelapa deres, aren, siwalan, nipah dan tebu.

d. Buah/biji berminyak

Buah/biji berminyak adalah kelompok bahan makanan yang

mengandung minyak, yang berasal dari buah dan biji-bijian. Komoditas

yang termasuk dalam kelompok ini adalah kacang hijau, kelapa, kacang

tanah, kacang kedelai, kacang mete, kemiri, pala, wijen, kacang bogor

(16)

kelapa, diolah menjadi kopra yang selanjutnya dijadikan minyak

goreng, sehingga produk turunannya tercantum dalam kelompok

minyak dan lemak.

e. Buah-buahan

Buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral dari bagian tanaman

yang berupa buah. Umumnya merupakan produksi tanaman tahunan

yang biasa dapat dikonsumsi tanpa dimasak.

f. Sayuran

Sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang dikonsumsi dari

bagian tanaman yang berupa daun, bunga, buah, batang atau

umbi.Tanaman tersebut pada umumnya berumur kurang dari satu tahun.

g. Daging

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh

dan lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara

lain dari pada pendinginan.

h. Telur

Telur adalah telur unggas. Telur yang dimaksud yaitu telur ayam buras,

telur ayam ras dan telur itik dan telur unggas lainnya.

i. Susu

Susu adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah sehat,

dengan cara pemerahan yang benar, terus-menerus dan tidak dikurangi

sesuatu dan/atau ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain.

j. Ikan

Ikan adalah komoditas yang berupa binatang air (Ikan berkulit halus

dan berkulit keras) dan biota perairan lainnya. Yang dimaksud

komoditas Ikan disini adalah yang berasal dari kegiatan penangkapan di

(17)

diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi

masyarakat. Berdasarkan banyaknya jenis Ikan darat/laut yang

dikonsumsi penduduk dirinci menjadi : tuna/cakalang/tongkol, kakap,

cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng, belanak, mujair,

Ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi/sotong dan

lain-lainnya.

k. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak adalah kelompok bahan makanan yang berasal dari

nabati seperti : minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah,

minyak kedelai dan minyak jagung; serta yang berasal dari hewani

yaitu minyak Ikan. Sedangkan lemak umumnya berasal dari hewani,

seeperti lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi

dan lain-lain.

2. Produksi

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan

makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (Tanaman Pangan,

hortikultura, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan), yang belum mengalami

proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan.

Produksi dikategorikan menjadi 2 kategori sebagai berikut :

a. Masukan (Input)

Masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam

bentuk hasil olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih

lanjut.

b. Keluaran (Output)

Keluaran adalah produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil

(18)

langsung diperoleh dari kegiatan berproduksi yang belum mengalami

perubahan. Besarnya output sebagai hasil dari input sangat tergantung

pada besarnya derajat ekstrasi dan faktor konversi.

Angka produksi untuk komoditas tanaman pangan mencakup hasil

seluruh panen (tua/muda), baik yang berasal dari lahan sawah maupun lahan

kering serta lahan lama maupun baru. Sedang produksi turunannya diperoleh

dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstrasi dari komoditas

yang bersangkutan.

Produksi komoditas hortikultura adalah dalam bentuk segar yang

mencakup hasil seluruh panen, baik yang dipanen sekaligus maupun yang

dipanen berkali – kali, sehingga pengisiannya langsung dimasukkan ke

kolom 3 (keluaran) kecuali untuk bawang merah dan bawang putih

pengisiannya dimulai dari kolom (2). Kedua komoditas ini tidak dapat

langsung dikonsumsi dalam bentuk segar (kering panen), sehingga harus

melewati proses pengeringan untuk menjadi kering konsumsi.

Produksi daging dihitung dari jumlah pemotongan resmi (RPH)

ditambah dengan perkiraan pemotongan tak resmi.Produksi daging

(masukan) dinyatakan dalam bentuk karkas dari semua jenis ternak,

sedangkan keluaran dalam bentuk daging murni. Khusus untuk jeroan

dihitung dari berat karkas masing-masing jenis dan langsung dimasukkan ke

kolom 3 (keluaran).

Produksi telur dihitung dari seluruh hasil, baik yang dihasilkan oleh

perusahaan peternakan maupun peternakan rakyat, yang langsung

dimasukkan ke kolom 3 (keluaran). Produksi susu, dihitung dari populasi

ternak betina produktif yang laktasi dikalikan rata-rata produksi per ekor per

(19)

Produksi untuk minyak nabati didasarkan pada jumlah yang diolah

untuk makanan, kecuali minyak sawit dan inti sawit merupakan produksi asli.

Sedang produksi untuk lemak hewani didasarkan pada produksi daging

(karkas).

Produksi perikanan adalah semua hasil penangkapan Ikan/binatang

air lainnya/tanaman air yang ditangkap dari sumber perikanan alami atau dari

tempat pemeliharaan baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan

maupun rumah tangga perikanan yang meliputi hasil penangkapan yang

dijual, hasil penangkapan yang dimakan nelayan/petani Ikan/rumah tangga

perikanan atau yang diberikan kepada nelayan/petani Ikan sebagai upah.

3. Stok dan Perubahan Stok

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh

Pemerintah atau Swasta, seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung

petani/rumah tangga, dan pasar/pedagang yang dimaksudkan sebagai

cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Data stok

yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun.

Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal

tahun.Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif

(-) berarti ada penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar. Dengan

demikian komoditas yang beredar di pasar bertambah. Positif (+) berarti ada

peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di pasar. Dengan

demikian komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.

4. Impor

Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang

sudah mengalami pengolahan, yang di datangkan/dimasukkan, diedarkan,

atau disimpan. Untuk perhitungan NBM Regional/Provinsi, yang termasuk

(20)

a. Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari luar wilayah negara

Republik Indonesia langsung ke dalam wilayah daerah yang

bersangkutan; dan atau

b. Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari wilayah daerah

administratif lain ke dalam wilayah daerah administratif yang

bersangkutan (perdagangan antar pulau atau antar Provinsi).

5. Penyediaan Dalam Negeri sebelum Eksport

Penyediaan Dalam Negeri sebelum eksport adalah sejumlah bahan

makanan yang berasal dari produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok

ditambah impor

6. Ekspor

Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun

yang sudah mengalami pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah Republik

Indonesia.

Untuk perhitungan NBM Regional/ Provinsi yang termasuk ekspor

adalah :

a. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah

administratif, langsung ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan

atau

b. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah

administratif ke wilayah daerah administratif lain (perdagangan antar

pulau atau antar Provinsi).

7. Penyediaan Dalam Negeri

Penyediaan dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang dari

produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor dikurangi

(21)

8. Pemakaian Dalam Negeri

Pemakaian dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang

digunakan di dalam negeri/daerah untuk pakan, bibit/benih, diolah untuk

industri makanan dan bukan makanan, yang tercecer dan yang tersedia untuk

dimakan.

a. Pakan

Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada

ternak pemeliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun

Ikan.

b. Bibit/benih

Bibit/benih adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk

keperluan reproduksi

c. Diolah untuk Makanan

Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih

mengalami proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan

dan hasilnya dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain.

d. Diolah untuk bukan makanan

Diolah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang

masih mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan

untuk kebutuhan industri bukan untuk makanan manusia, termasuk

untuk industri pakan ternak/Ikan.

e. Tercecer

Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak

sehingga tidak dapat dimakan oleh manusia, yang terjadi secara tidak

disengaja sejak bahan makanan tersebut diproduksi hingga tersedia

(22)

f. Bahan Makanan

Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk

dikonsumsi oleh penduduk suatu negara atau daerah, pada tingkat

pedagang pengecer dalam suatu kurun waktu tertentu.

9. Ketersediaan Per Kapita

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia

untuk dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun

waktu tertentu, baik dalam bentuk natura maupun dalam bentuk unsur

gizinya. Unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut :

a. Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang

berasal dari berbagai jenis bahan makanan. Energi ini sangat

dibutuhkan oleh tubuh untuk kegiatan tubuh seluruhnya.

b. Protein adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsur “N” yang

sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan serta penggantian

jaringan-jaringan yang rusak/aus.

c. Lemak adalah salah satu unsur zat makanan yang dibutuhkan oleh

tubuh sebagai tempat penyimpanan energi, protein dan vitamin.

Penyajian NBM sejak tahun 1991 mengalami sedikit perubahan pada rincian

kelompok Ikan. Kelompok Ikan yang semula dibagi 2 sub kelompok yaitu Ikan

laut dan Ikan tawar, maka mulai tahun 1991 dibagi menjadi 17 jenis Ikan. Di DIY

tahun 2009 dan tahun 2010 ada 18 jenis Ikan, tahun 2011 ada 19 jenis Ikan, tahun

2013 terdapat 20 jenis Ikan. Pada tahun 2008 konversi tercecer komoditas

perikanan sebesar 15 % dan saat ini mengalami perubahan menjadi sebesar 3 %.

Pada tahun 2013 dari BKP Pusat terdapat penambahan 5 jenis komoditas Ikan :

lele, gurame, kerapu, patin dan nila, untuk DIY Ikan kerapu tidak potensial dan

(23)

sayur-sayuran, mulai tahun 1994 untuk komoditi kacang-kacangan dirinci menjadi

dua yaitu kacang merah dan kacang panjang.

B. Syarat-Syarat Penyusunan NBM

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : jenis bahan makanan, data

penduduk, besaran dan angka konversi, komposisi gizi bahan makanan, serta cara

penulisan dan pembulatan angka.

1. Jenis Bahan Makanan

Jenis bahan makanan yang dimaksud di sini adalah jenis bahan makanan

yang lazim atau umum dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara/daerah

yang data produksinya tersedia secara kontinyu dan resmi

2. Data Penduduk

Data penduduk yang digunakan adalah data penduduk yang bersumber dari

BPS. Data penduduk tersebut termasuk penduduk asing/ pendatang yang

bermukim di wilayah yang bersangkutan minimal selama enam bulan. Data

penduduk tahun 2016 menggunakan proyeksi angka hasil Sensus Penduduk

tahun 2010.

3. Besaran dan Angka Konversi

Besaran dan angka konversi yang digunakan adalah besaran dan angka

konversi yang ditetapkan oleh Tim NBM Nasional. Untuk penyusunan NBM

wilayah/daerah, sepanjang besaran dan angka konversi tersedia di daerah,

dapat digunakan angka tersebut dengan menyebut sumbernya. Bila belum

tersedia digunakan besaran dan angka konversi nasional. Angka konversi

untuk menghitung produksi menyangkut semua tahapan mulai dari tahap

memproduksi, proses pengolahan hingga siap untuk dibeli konsumen,

misalnya gabah kering panengabah kering gilingberas. Angka konversi untuk penggunaan pangan menyangkut tingkat pemanfaatan bahan makanan

(24)

Pada tahun 2014 terdapat perubahan angka konversi dari GKG ke beras yang

semula 62,74 % berubah menjadi 62,85 %; dan perubahan angka konversi

untuk penyusunan NBM 2014. Besaran dan angka konversi yang digunakan

dalam penyusunan NBM DIY yaitu perhitungan benih untuk padi, palawija

adalah hasil kajian dari BPTP, serta angka konversi untuk komoditi

peternakan terutama daging sapi untuk konversi karkas ke daging adalah

hasil kajian dari Dinas Pertanian dengan UGM pada tahun 2010. Angka

konversi harus dilampirkan dalam NBM yang disusun. Konversi untuk

komoditas jagung dan ubi kayu untuk pakan ternak yang dipakai di DIY

adalah hasil Kajian BKPP DIY tahun 2015 yaitu untuk komoditi jagung

sebesar 42,6 % dan ubi kayu sebesar 28,3 %.

4. Komposisi Gizi Bahan Makanan

Komposisi gizi adalah besarnya nilai kandungan gizi dari jenis yang paling

banyak dikonsumsi, namun apabila beberapa jenis tersebut tidak ada yang

dominan, dapat diambil rata – rata dari kandungan gizinya. Komposisi Gizi

Bahan Makanan yang digunakan adalah komposisi bahan makanan yang

bersumber dari buku Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), publikasi

Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan R.I 1981 yang kemudian

diperbaharui dengan Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Direktorat

Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan R.I 1995. Disamping itu

terdapat sumber lain yang resmi yaitu dari Food Composition Table for Use

In East Asia dan Food Composition Table for International Use, Publikasi

FAO.

Pada tahun 2014 terdapat beberapa perubahan kandungan energi,

protein dan lemak, selain itu juga terdapat perubahan bersarnya bahan dapat

dimakan (BDD). Salah satu contoh : komoditi ubi jalar semula BDD sebesar

90% berubah menjadi 86%, ubi kayu semula 85% berubah menjadi 86%

(25)

serta lemak, salah satu contoh yaitu pada komoditi beras semula kandungan

energi sebesar 363, protein 8,9 dan lemak 1,4 berubah menjadi energi 362,2,

protein 8,48 dan lemak 1,45 dan lain sebagainya. Untuk selengkapnya

terdapat pada lampiran 13.

5. Cara Penulisan dan Pembulatan Angka

Penulisan angka pada Tabel NBM mulai dari kolom (2) sampai dengan

kolom (14) dan kolom (17) adalah dalam bilangan bulat, sedangkan untuk

kolom (15), kolom (16), kolom (18) dan (19) dalam bilangan pecahan

decimal (dua digit di belakang koma). Satuan kolom 2 sampai dengan kolom

14 adalah ton.

Bilangan Bulat

Semua bilangan di belakang koma yang nilainya kurang dari setengah

dibulatkan ke bawah, dan yang nilainya lebih dari setengah dibulatkan ke

atas. Semua bilangan di belakang koma yang nilainya sama dengan setengah

dan di depannya bilangan ganjil pembulatannya ke atas, dan yang di

depannya bilangan genap pembulatannya ke bawah.

Contoh : 14,490 dibulatkan 14

26,518 dibulatkan 27

17,5 dibulatkan 18

18,50 dibulatkan 18

Bilangan pecahan (dua desimal)

Semua bilangan yang desimal ketiga dan keempat kurang dari 50, desimal

kedua dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal ketiga dan

keempat lebih dari 50 dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal

(26)

kedua dibulatkan ke atas, dan apabila desimal keduanya genap, maka

dibulatkan ke bawah.

Contoh : 11,1549 dibulatkan 11,15

27,1763 dibulatkan 27,18

15,1350 dibulatkan 15,14

17,1850 dibulatkan 17,18

Di dalam pengisian kolom, agar diperhatIkan hal-hal sebagai berikut:

a. Jika data tidak tersedia/tidak ada hendaknya diisi dengan notasi strip (-)

b. Jika data tersedia tetapi besarnya kurang dari 500 kg hendaknya diisi

dengan notasi nol (0), namun jika ada pertimbangan lainnya (sosial,

ekonomi, kemasyarakatan) tetap dapat diperhitungkan.

C. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data

Untuk keperluan penghitungan Neraca Bahan Makanan ini, data

ketersediaan bahan makanan diperoleh dari berbagai sumber data, dengan

melibatkan petugas pengumpul data dari berbagai Dinas/Instansi Tingkat Provinsi

terkait, antara lain : Dinas Pertanian - Dinas Kelautan dan Perikanan - Dinas

Kehutanan dan Perkebunan – Dinas Perindag - Bappeda DIY - Bulog - Dinas Perhubungan dan BPS. Selain berupa data sekunder dari masing-masing

dinas/instansi terkait, data juga diperoleh dari hasil wawancara langsung ke

berbagai distributor dan pedagang/pengecer bahan makanan dari pasar, pabrik

maupun toko swalayan/ supermarket yang ada di wilayah D.I.Yogyakarta.

Pengolahan dan analisa data hingga penyelesaian akhir, dilaksanakan oleh

tim penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), yang koordinasi pelaksanaannya

oleh Badan Ketahanan Pangandan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berbagai data yang masuk, selanjutnya dikompilasikan menurut jenis komoditinya

(27)

per kapita per tahun. Sedang untuk mengetahui nilai gizi bahan makanan tersebut,

maka dari angka ketersediaan pangan per kapita per hari, diterjemahkan ke dalam

satuan energi, protein dan lemak. Akhirnya, dari angka ketersediaan pangan hasil

penghitungan Neraca Bahan Makanan yang terdiri dari 12 kelompok/jenis bahan

makanan tersebut diringkas lagi menjadi 9 (sembilan) kelompok/jenis bahan

makanan untuk keperluan analisa guna dibandingkan dengan angka konsumsi yang

didasarkan pada pendekatan Pola Pangan Harapan.

Tabel NBM menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan

(supply) dan penggunaan (utilization) pangan di suatu wilayah dalam periode

tertentu (dalam kurun waktu satu tahun). Komoditas bahan makanan yang

disajikan dalam bentuk Tabel NBM terdiri dari komoditas utama (asal) dan

komoditas/ produk turunan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk.

Penyediaan (supply) suatu komoditas bahan makanan diperoleh dari jumlah

produksi dikurangi dengan perubahan stok, ditambah dengan jumlah yang diimpor

dan dikurangi dengan jumlah yang diekspor. Ini berarti, komponen – komponen penyediaan terdiri atas produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Bentuk

persamaan penyediaan adalah sebagai berikut :

TS = O -∆St + M –X Dimana,

TS : total penyediaan dalam negeri (total supply)

O : Produksi

∆St : stok akhir–stok awal

M : impor

X : ekspor

Selanjutnya, total penyediaan tersebut akan digunakan untuk pakan, bibit,

industri makanan dan non makanan, tercecer, serta bahan makanan yang tersedia

pada tingkat pedagang pengecer. Komponen – komponen tersebut merupakan

(28)

makanan adalah sama dengan total penyediaannya; yang dapat dinyatakan dalam

bentuk persamaan sebagai berikut :

TU = F + S + I + W + Fd

Dimana,

TU : total penggunaan (total utilization)

F : pakan

S : bibit

I : industri

W : tercecer

Fd : ketersediaan bahan makanan

Untuk mendapatkan tingkat ketersediaan bahan makanan (pangan) per

kapita, ketersediaan masing – masing bahan makanan dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun. Informasi ketersediaan per kapita masing – masing bahan makanan ini disajikan dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan

kkal energi, gram protein dan gram lemak.

Pengelompokan jenis pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)

berbeda dengan pengelompokan jenis pangan berdasarkan NBM. Oleh karena itu, untuk

penghitungan skor PPH perlu dilakukan penyesuaian kelompok pangan dari kelompok

pangan NBM ke kelompok pangan PPH.

Pengelompokan pangan berdasarkan NBM dan PPH dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kelompok NBM

Kelompok pangan NBM dibagi menjadi 11 kelompok, yaitu :

1. Padi–padian (padi gagang/ gabah, gabah/ beras, jagung, jagung basah, gandum dan tepung gandum)

2. Umbi – umbian (ubi jalar, ubi kayu, ubi kayu/ gaplek, ubi kayu/ tapioka dan

(29)

3. Gula (gula pasir dan gula mangkok/ gula merah)

4. Buah/ biji berminyak (kacang tanah berkulit, kacang tanah lepas kulit, kedelai,

kacang hijau, kelapa berkulit / daging dan kelapa daging / kopra)

5. Buah–buahan 6. Sayur–sayuran

7. Daging ( daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, daging

kuda, daging babi, daging ayam buras, daging ayam ras, daging itik dan jeroan

semua jenis)

8. Telur ( telur ayam buras, telur ayam ras dan telur itik)

9. Susu ( susu sapi dan susu import )

10. Ikan ( tuna, kakap, cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng,

belanak, mujair, Ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi, sotong,

lainnya)

11. Minyak dan lemak ( kacang tanah / minyak, kopra / minyak goreng, minyak

sawit / palm oil, minyak sawit / minyak goreng, lemak sapi, lemak kerbau,

lemak kambing, lemak domba dan lemak babi).

Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH)

Kelompok pangan PPH dibagi menjadi 9 kelompok yaitu :

1. Padi–padian (beras, jagung dan gandum)

2. Umbi–umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu) 3. Pangan Hewani (daging, Ikan, telur dan susu)

4. Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit, margarin dan lemak hewani)

5. Buah/ biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari dan cokelat)

6. Kacang – kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah dan kacang lainnya)

(30)

8. Sayur dan buah (sayuran segar dan buah segar)

9. Lain–lain (teh, kopi, terasi dan bumbu lainnya)

 Langkah–langkah perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) :

 Penentuan Bobot dalam PPH

Berdasarkan triguna pangan, pangan berfungsi sebagai sumber enrgi yang

berasal dari karbohidrat, sumber pembangun yang berasal dari protein dan

sumber pengatur yang berasal dari vitamin dan mineral. Setiap fungsi berperan

sama besarnya, dengan bobot turunan masing–masing 33,3%. Penentuan bobot kelompok pangan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Untuk kelompok pangan sumber karbohidrat dan energi, terdiri dari padi –

padian, umbi – umbian, minyak dan lemak, buah/ biji berminyak dan gula, dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah 74% (Deptan,

2001). Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 0,5 (berasal dari nilai 33,3

dibagi 74).

b. Untuk kelompok pangan sumber protein/ lauk, terdiri dari kacang– kacangan

dan Pangan Hewani, dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah

17%. Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 2 (berasal dari nilai 33,3

dibagi 17).

c. Untuk kelompok pangan sumber vitamin dan mineral, terdiri dari sayur dan

buah dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah 6%. Bobot

untuk kelompok pangan ini adalah 5 (berasal dari nilai 33,3 dibagi 6).

d. Kelompok pangan lainnya (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi

energi 3% akan diperoleh rating 0,0 yang berasal dari nilai 0 dibagi 3. Rating

0 untuk kelompok pangan lainnya didasarkan pada pertimbangan bahwa

konsumsi bumbu dan minuman tidak dimaksudkan untuk memenuhi

(31)

 Cara Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan

a. MenyesuaIkan pengelompokan pangan dari NBM ke kelompok PPH

b. Memasukkan data ketersediaan pangan dalam bentuk energi (kkal/kap/hr)

pada setiap kelompok pangan pada tabel PPH

c. Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan (%) terhadap total

energi tingkat ketersediaan (2.400 kkal/kap/hr)

d. Memasukkan angka bobot dan skor maksimum setiap kelompok pangan ke

dalam tabel PPH.

e. Menghitung skor PPH dengan mengalIkan antara persentase AKE dengan

bobot setiap kelompok pangan.

f. Jika skor PPH setiap kelompok pangan lebih besar dari skor maksimumnya,

maka skor PPH yang diambil adalah skor maksimumnya. Jika skor PPH setiap

kelompok pangan lebih kecil dari skor maksimumnya, maka skor PPH yang

diambil adalah skor riilnya.

g. Menjumlahkan skor PPH dari seluruh kelompok pangan. Jumlah hasil

(32)

BAB III

PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN (NBM)

Penyusunan Tabel Neraca Bahan Makanan (NBM) sudah dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 1963. Namun demikian sampai saat ini masih terdapat

beberapa kekurangan/kelemahan pada penyusunan Tabel NBM. Kelemahan tersebut

diantaranya tidak tersedianya data dasar, besaran-besaran konversi yang digunakan tidak

mencerminkan kondisi sekarang, serta jenis komoditas yang dicakup dalam tabel NBM

belum mencerminkan komoditas yang dikonsumsi.

Dalam rangka memperbaiki Tabel NBM agar informasi yang dihasilkan lebih

akurat, telah dilakukan beberapa upaya penyempurnaan secara bertahap. Pada tahun

2002 dan 2003 dilakukan beberapa kegiatan (kajian) yang bertujuan untuk memperbaiki

besaran konversi dan besaran tercecer pada sub sektor tanaman pangan, sub sektor

peternakan, sub sektor hortikultura dan sub sektor perkebunan.

A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan

Besaran konversi yang diguanakan pada penyusunan NBM sub sektor

peternakan selama ini tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya karena

bersumber pada penelitian yang dilakukan pada sekitar tahun tujuh puluhan. Oleh

karena itu pada tahun 2002 dilakukan kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Peternakan (Karkas) dalam rangka NBM” yang bertujuan untuk

mendapatkan besaran konversi : karkas ke bentuk daging, jeroan terhadap karkas,

dan lemak terhadap karkas. Studi karkas tersebut dilaksanakan di sembilan

Provinsi yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa

Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

(33)

B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan

Penyempurnaan NBM pada sub sektor tanaman pangan, dilakukan melalui

kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka NBM”

pada tahun 2002. Kegiatan ini dilakukan di tujuh Provinsi sentra produksi jagung

yaitu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah :

 Mendapatkan besaran susut perontokan, pengeringan, pengangkutan dan penggilingan

 Mendapatkan besaran konversi jagung dari bentuk jagung ontongan basah tanpa kulit dan tangkai menjadi ontongan kering, jagung ontongan kering

menjadi jagung pipilan kering, jagung pipilan kering menjadi berasan jagung

dan pipilan kering menjadi jagung tepung

 Mendapatkan besaran stok jagung di industri pengolahan.

Hasil kegiatan Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas jagung tersebut

belum dapat dipergunakan untuk memperbaiki tabel NBM. Hal ini disebabkan

tercecer yang diteliti dalam studi tersebut baru mencakup sebagian dari konsep

tercecer dalam tabel NBM. Angka tercecer yang terdapat dalam tabel NBM adalah

sejumlah bahan makanan yang tercecer pada saat produksi sampai dengan bahan

makanan tersebut tersedia pada tingkat pedagang pengecer. Tercecer bisa terjadi

karena pengangkutan, pewadahan maupun penyimpanan. Terceceryang dihasilkan

dari kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka NBM” hanya angka tercecer pada pengangkutan pertama atau pengangkutan dari

rumah petani sedangkan tercecer pengakutan pada perdagangan tidak termasuk.

Demikian pula dengan tercecer karena pewadahan ataupun penyimpanan. Dengan

(34)

C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura

Salah satu kelemahan dari tabel NBM Sub Sektor Hortikultura sampai saat

ini diantaranya adalah pada besaran tercecer dan besaran konversi. Besaran

konversi yang digunakan merupakan hasil penelitian yang telah lampau sehingga

sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, bahkan untuk besaran tercecer

bukan merupakan hasil penelitian tetapi hanya merupakan kesepakatan dari Tim

NBM terdahulu. Untuk itu pada tahun 2003 dilakukan kegiatan ”Perencanaan Neraca Bahan Makanan Komoditas Hortikultura” yang bertujuan :

1. Mendapatkan besaran konversi dari kering panen ke kering konsumsi untuk

komoditas bawang merah dan bawang putih.

2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas sayur- sayuran : bawang

merah, bawang putih, kentang, cabe, kubis, tomat dan kacang merah

3. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas buah-buahan : pisang, jeruk,

salak, mangga, durian, pepaya dan nanas.

Kegiatan penyempurnaan NBM Sub Sektor Hortikultura dilaksanakan di

sebelas Provinsi yang merupakan daerah potensi produksi hortikultura yaitu :

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tengah dan Papua.

Studi besaran tercecer pada sub Sektor Hortikultura baru bisa dilakukan

terhadap tujuh komoditas buah dan tujuh komoditas sayuran. Sehingga untuk

komoditas yang lain masih menggunakan besaran tercecer lama. Demikian pula

untuk besaran konversi bawang putih, mengingat pada waktu pencacahan musim

panen bawang putih sudah lewat maka sampel untuk studi konversi bawang putih

menjadi kurang terwakili. Dengan demikian untuk konversi bawang putih dari

kering panen ke kering konsumsi sebaiknya masih menggunakan besaran konversi

(35)

D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan

Penyusunan NBM untuk Sub Sektor Perkebunan sampai saat ini juga masih

mempunyai beberapa kelemahan diantaranya besaran konversi dan besaran

tercecer yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Dalam rangka

memperbaiki besaran konversi dan tercecer sub sektor perkebunan dilaksanakan

kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan” yang bertujuan

untuk :

1. Mendapatkan besaran konversi :

 Tanda Buah Segar (TBS) ke CPO dan inti sawit

 CPO ke minyak goring sawit

 Inti sawit ke minyak inti sawit

 Minyak inti sawit ke minyak goreng inti sawit

2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas : kelapa daging, minyak goreng

kelapa, CPO, minyak goreng sawit, minyak inti sawit, minyak goreng inti sawit

dan gula pasir.

3. Mendapatkan parameter distribusi penggunaan kelapa

Kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan ini meliputi

sepuluh Propinsi yaitu : Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Jawa Barat, DKI

Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan

Sulawesi Selatan.Hasil kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas

Perkebunan sebagai berikut :

1. Besaran konversi beberapa komoditas sub sektor perkebunan

2. Studi ini menghasilkan informasi bahwa komoditas minyak goreng inti sawit

tidak dijumpai di lapangan. Produk turunan dari inti sawit hanya sampai

minyak inti sawit yang biasanya digunakan untuk bahan baku industri. Namun

(36)

dikonsumsi maka sebaiknya dalam penyusunan Tabel NBM, komoditas inti

sawit tidak perlu ditampilkan.

3. Besaran tercecer beberapa komoditas sub sektor perkebunan

Parameter pemakaian kelapa untuk industri makanan dalam NBM adalah

jumlah kelapa daging yang dipergunakan untuk kopra yang nantinya akan

digunakan untuk menghasilkan minyak goreng (turunan dari kelapa). Dalam

penyusunan NBM selama ini minyak goreng kelapa diasumsikan semuanya berasal

dari kopra. Namun berdasarkan survey industri besar/sedang yang dilakukan oleh

BPS, diperoleh informasi bahwa pembuatan minyak goreng ada yang berasal dari

kelapa daging yang disebut sebagai proses basah. Dengan demikian seharusnya

ketersediaan minyak goreng kelapa berasal dari kelapa daging/minyak goreng dan

kopra/minyak goreng. Besaran parameter pemakaian kelapa daging untuk industri

makanan yang digunakan selama ini sebesar 45 % terhadap penyediaan dalam

negeri, sedangkan hasil kajian sebesar 34,79 % dari penyediaan dalam negeri (hasil

kajian tahun 2003). Pada tahun 2011 pada komoditi kelapa berkulit/ daging yang

diolah untuk industri makanan berubah dari 53,12 % (Kajian I –O) menjadi 63,29 %, dan tahun 2011 konversi kelapa daging ke kopra mengalami perubahan dari 45

% menjadi 25 % (Ditjenbun).

Pada tahun 2010, angka konversi gabah kering giling (GKG) ke beras

sebesar 62,74 persen dan pada tahun 2014 berubah menjadi 62,85 %. Berdasarkan

hasil rumusan WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) X tahun 2012 (20–

21 November 2012) menetapkan bahwa Tingkat Konsumsi Energi sebesar 2.150

Kal dan Protein 57 gram; Tingkat Ketersediaan Energi 2.400 Kal dan Protein 63

gram. Sedangkan penggunaan secara langsung baik untuk sayur maupun makanan

lainnya merupakan sisa setelah dikurangi untuk industri (makanan dan non

(37)

equivalen kopra sehingga perhitungan dimulai dari Kolom (3) kelapa daging/

kopra kemudian kolom (2) dikonversi 222% (100/45), kemudian Kolom (3) kelapa

berkulit sama dengan kolom (2) pada kelapa daging/ kopra dan dikonversi 417%

(100/24).

E. Upaya Penyempurnaan dengan Menggunakan Tabel I–O

Dari Tabel NBM versi I –O yang dipergunakan untuk mengisi kekosongan kolom

–kolom komponen NBM yang seharusnya ada isian, tetapi tidak tersedia datanya.

Komponen–komponen tersebut diantaranya : 1. Perubahan Stok (kolom 4) :

- Selama ini hanya terisi pada komoditi beras dan gula pasir;

- Dengan menggunakan besaran rasio I –O dari tabel I– O, perubahan stok dapat terisi pada seluruh komoditi kecuali kelompok buah, kelompok sayur

dan kelompok Ikan.

2. Ekspor (kolom 7) :

- Ekspor pada Tabel NBM selama ini belum termasuk makanan olahan,

sementara pada tabel I–O sudah termasuk;

- Dengan menggunakan rasio I – O dapat diperoleh ekspor termasuk

makanan olahan. Pada saat ini baru 2 komoditi yaitu tepung gandum dan

gula pasir.

3. Pakan (kolom 9) :

- Pada tabel NBM selama ini baru terisi pada komoditi gabah, jagung

pipilan, ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau dan susu;

(38)

4. Bibit (kolom 10) :

- Pada tabel NBM kolom 10 terisi untuk komoditi gabah, jagung, kentang,

kacang tanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, bawang merah, bawang

putih, telur ayam buras dan telur itik;

- Dengan tabel NBM I–O selain komoditi diatas juga ada isian pada kelapa

dan kelompok sayur.

5. Industri Makanan (kolom 11) dan Industri Non Makanan (kolom 12) :

- Data Industri yang selama ini dicakup hanya industri besar/ sedang. Pada

tabel NBM I – O sumber data industri selain besar/ sedang juga ditambah estimasi pada industri kecil dan rumah tangga;

- Komoditi yang menggunakan rasio I – O untuk data industri makanan (kolom 11) adalah kelapa dan kacang tanah;

- Dengan menggunakan rasio I – O beberapa komoditi dapat terisi pada industri non makanan (kolom 12) kecuali gaplek dan tapioka.

6. Tercecer (kolom 13)

- Besaran konversi pada tabel NBM yang masih relevan digunakan yaitu

komoditi seperti padi, beras, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah

berkulit, kacang tanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, telur ayam buras,

telur ayam ras, telur itik dan susu sapi;

- Besaran konversi hasil kajian sudah dipakai pada gula pasir, jeruk, mangga,

nenas, salak, durian, pisang, pepaya, bawang merah, bawang putih, kubis,

tomat, cabe,kentang, kacang merah, kelapa daging, kopra, minyak goreng

kelapa, minyak sawit dan minyak goreng sawit;

- Besaran tercecer Ikan masih menggunakan yang lama sebesar 15 persen;

(39)

F. Perubahan Tabel NBM

Tabel NBM Tahun 2008 terdapat penyederhanaan dalam hal jumlah jenis bahan

makanan meliputi :

- Pangan Nabati : Pada kelompok Padi-padian mulai tahun 2008 terdapat

penambahan jenis bahan makanan jagung muda, sedangkan NBMtahun

sebelumnya terdapat jenis bahan makanan Sorgum/Cantel. Kelompok Makanan

Berpati mulai tahun 2008 terdapat penambahan Sagu/tepung sagu dan tahun

sebelumnya terdapat jenis bahan makanan Talas. Khusus NBM DIY untuk

kelompok Makanan Berpati tidak ada jenis Gandum (Wheat) dan diganti

dengan Mie Instant karena konsumsi Mie Instant cukup tinggi. Kelompok

Gula tidak terdapat perubahan. Kelompok Buah Biji Berminyak pada tahun

2007 terdapat jenis bahan makanan Glondong/ Kacang mete, sedang tahun

2008 dan 2009 tidak ada, jenis bahan makanan Kacang mete pada tahun 2008

dan 2009 seharusnya tidak tercantum dalam tabel NBM namun karena Kacang

mete merupakan produk unggulan dari DIY sehingga perlu untuk dicantumkan.

Pada kelompok Buah-buahan terdapat perbedaan dalam jumlah maupun jenis

bahan makanan, mulai tahun 2008 terdapat 20 jenis sedangkan tahun

sebelumnya ada 22 jenis, perbedaan terdapat pada jenis bahan makanan apel,

anggur, jambu air, jambu biji, kelengkeng dan melon yang terdapat pada tahun

2007 sedangkan mulai tahun 2008 jenis jambu adalah gabungan dari jambu biji

dan jambu air, juga terdapat penambahan jenis sukun dan markisa dan tahun

2011 terdapat penambahan jenis buah yaitu melon karena di wilayah DIY buah

melon sangat potensial. Kelompok Sayuran mulai tahun 2008 terdapat

penambahan Jamur sedang tahun sebelumnya tidak ada, selain itu sukun dan

nangka sayur juga masuk kelompok sayuran. Kelompok minyak lemak

(40)

kedelai dan minyak Ikan pada tahun 2007 sedang mulai tahun 2008 tidak

terdapat jenis tersebut.

- Pangan Hewani : Untuk jenis bahan makanan daging, susu dan telur tidak

terdapat perbedaan, sedangkan untuk Ikan mulai tahun 2008 terdapat 18 jenis

Ikan sedang tahun sebelumnya dikelompokkan menjadi Ikan darat dan Ikan

laut. Mulai pada tabel 2008 seharusnya tidak terdapat jenis Ikan lele dan nila,

namun karena jenis tersebut merupakan bahan makanan unggulan dari DIY

maka perlu untuk dicantumkan. Dan mulai tahun tahun 2010 terdapat satu

tambahan komoditi Ikan yaitu Gurameh, sedangkan pada tahun 2011

ditambahkan jenis Ikan Grasscarp karena di DIY sangat potensial dan pada

(41)

BAB IV

ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN TAHUN 2016 (SEMENTARA)

A. Situasi Ketersediaan Pangan Tahun 2014-2016 (Sementara)

Ketersediaan setiap bahan pangan untuk dikonsumsi berasal dari produksi,

stok net impor, kemudian dikurangi penggunaan pakan, bibit, industri dan

tercecer. Pada Tabel 2, terlihat bahwa ketersediaan energi dan protein tahun 2014

lebih tinggi dibandingkan tahun 2015. Ketersediaan energi tahun 2014 sebesar

3.701 kal/kap/hari dan protein sebesar 111,71 gram/kap/hari, sedangkan tahun

2015 sebesar 3.666 kal/kap/hari dan protein sebesar 111,09 gram/kap/hari.

Ketersediaan energi tahun 2016 (sementara) sebesar 3.701 kal/kap/hari lebih

tinggi dibanding tahun 2015 (3.666 kal/kap/hari) dikarenakan beberapa komoditi

bahan pangan mengalami kenaikan produksi serta impor. Jumlah penduduk tahun

2016 bersumber dari proyeksi SP 2010 yaitu 3.720.900 jiwa.

Keragaman ketersediaan per-kelompok bahan pangan tahun 2014-2016

(sementara) secara rinci seperti diuraikan berikut ini :

1. Kelompok Padi-padian

Ketersediaan kelompok padi – padian tahun 2014 sebesar 1.944

kal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2015 (1.814 kal/kap/hari), hal ini

dikarenakan produksi jagung tahun 2015 sebesar 299.084 ton lebih rendah

dibanding produksi jagung dan tahun 2014 sebesar 312.236 ton, tetapi produksi

padi tahun 2015 (945.136 ton) lebih tinggi dibanding tahun 2014 (919.573 ton).

Kenaikan produksi padi tahun 2015 disumbang oleh kenaikan produksi

padi sawah yang mencapai 725.016 ton atau 5.822 ton (0,81%) lebih tinggi dari

(42)

lebih rendah 2.052 ton dari tahun 2014 (-1,02%.). Kenaikan produksi padi sawah

terjadi karena upaya khusus (UPSUS) melalui penerapan pengelolaan tanaman

terpadu melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP PTT),

rehabilitasi jaringan irigasi tersier, bantuan benih, pupuk urea dan NPK.

Hal ini berdampak positif terjadinya kenaikan produksi Padi.

Produktivitas padi sawah pada tahun 2015 sebesar 66,07 ku/ha atau naik 3,89

ku/ha (6,26%) dari tahun 2014. Penerapan GP PTT (Gerakan Penerapan

Pengelolaan Tanaman Terpadu) di Kulonprogo, Bantul dan Sleman hasilnya

dirasakan pada sub round 3 (September sampai dengan Desember). Teknologi

yang diterapkan terdiri atas : jarak tanam (jajar legowo sisipan), bantuan benih

(varietas Ciherang dan Pepe di Kulonprogo, Ciherang, IR64 dan Inpari di Bantul)

dan pemupukan berimbang (bantuan pupuk NPK). Rehabilitasi Jaringan Irigasi

Tersier (RJIT) 16.000 ha, GP PTT seluas 5.000 ha.

Ketersediaan kelompok Padi – padian tahun 2016 (sementara) sebesar 1.755 kal/kap/hari, lebih rendah dari tahun 2015 (1.844 kal/kap/hari).Hal ini

dikarenakan adanya penurunan produksi padi pada tahun 2015 (945.136 ton) dan

tahun 2016 (882.702 ton). Produksi padi menurun karena iklim yang kurang

mendukung (kemarau basah) dan penurunan luas panen di Bantul karena

pergeseran tanam. Penurunan luas panen terjadi di kecamatan Dlingo 298 ha,

Pleret 280 ha, Pajangan 195 ha serta Sedayu, Pandak dan Pundong. Produktivitas

menurun 12,42% karena pengaruh perubahan iklim yang menyebabkan pada

bulan Januari-Februari terjadi hujan lebat sehingga mengganggu proses

pembungaan dan penyerbukan. Selain itu juga muncul serangan OPT seperti

penyakit jamur berupa blas leher/neck blast yang menyebabkan gabah menjadi

hampa, adanya puso karena banjir (bulan Juli – Agustus, Oktober) terutama untuk Palawija, dan sebagian petani juga beralih ke tanaman hortikultura (melon

(43)

Ketersediaan Jagung pada tahun 2015 sebesar 152 kal/kap/hari lebih

rendah dibanding dengan ketersediaan Jagung pada tahun 2014 (322

kal/kap/hari), hal ini dikarenakan terjadi penurunan produksi Jagung pada tahun

2015, penyebabnya adalah penurunan luas panen Jagung pada tahun 2015

sebesar 65.485 atau turun -2.172 ha (-3,21%) dari tahun 2014. Penurunan luas

panen dikarenakan di Kabupaten Kulonprogo Kecamatan Sentolo dan Pengasih

kurang air pada SR II (Bulan Mei sampai dengan Bulan Agustus), di

Gunungkidul untuk komoditi Jagung bergeser ke Kacang Tanah (harga jual

Kacang Tanah lebih tinggi dibandingkan Jagung). Produktivitas Jagung pada

tahun 2015 sebesar 45,67 ku/ha atau turun -0,48 ku/ha (-1,04%) dari tahun

2014. Hal itu karena pada periode tanam SR II kurangnya pasokan air, dan

sebagian petani menggunakan benih sendiri turunan hibrida. Produksi Jagung

pada tahun 2015 sebesar 299.084 ton atau turun sebesar -13.152 ton (-4,21%)

dari tahun 2014. Karena luas panen dan produktivitas yang turun mengakibatkan

produksi tahun 2015 mengalami penurunan.

Ketersediaan Jagung tahun 2016 (211 kal/kap/hari) lebih tinggi dari

tahun 2015 (152 kal/kap/hari) hal ini karena produksi Jagung meningkat 8,34%

karena meningkatnya produktivitas 9,45% meskipun luas panennya menurun,

serta petani sudah menggunakan benih jagung hibrida dan teknologi budidaya

yang baik. Penurunan luas panen di Sleman dikarenakan di Kecamatan

Prambanan beralih ke padi, tanaman berkayu dan pertambangan batu. Penurunan

luas panen di Kulonprogo dikarenakan penurunan luas tanam jagung di lahan

pekarangan.

Ketersediaan energi komoditi Tepung Gandum tahun 2015 sebesar 160

kkal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (128 kkal/kap/hari). Hal ini

(44)

Data impor Tepung Gandum tahun 2015 sebesar 51.291 ton sedangkan tahun

2014 (29.117 ton).

2. Kelompok Makanan Berpati

Ketersediaan energi kelompok makanan berpati tahun 2014 sebesar

345 kal/kapita/hari lebih rendah bila dibanding tahun 2015 (242 kal/kapita/hari),

hal ini karena penurunan luas panen Ubi Kayu pada tahun 2015 sebesar 55.626

atau turun -494 ha (-088%) dari tahun 2014. Hal itu karena petani beralih ke

tebu dan sebagian karena ditanam tumpang sari karena penjarangan tanaman

utamanya di Gunungkidul. Produktivitas Ubi Kayu pada tahun 2015 sebesar

157,01 ku/ha atau turun -0,68 ku/ha (-,043%) dari tahun 2014. Hal itu karena

petani lebih memperhatIkan tanaman Kacang Tanah dan palawija lainnya.

Produksi Ubi Kayu pada tahun 2015 sebesar 873.362 ton atau turun sebesar

-11.569 ton (-1,31%) dari tahun 2014. Karena luas panen dan produktivitas

yang turun mengakibatkan produksi ubi kayu 2015 turun. Sedangkan untuk

produksi Ubi jalar tahun 2015 lebih tinggi bila dibanding tahun 2014, hal ini

karena Produktivitas Ubi Jalar pada tahun 2015 sebesar 149,14 ku/ha atau

naik 21,10 ku/ha (16,48%) dari tahun 2014. Kenaikan produktivitas Ubi Jalar

karena pemeliharaan tanaman yang lebih baik di sentra produksi ubi jalar di

Kabupaten Bantul. Produksi Ubi jalar pada tahun 2015 sebesar 6.070 ton atau

naik sebesar 833 ton (15,91%) dari tahun 2014. Penurunan luas panen Ubi Jalar

dan peningkatan produktivitas mengakibatkan produksi Ubi Jalar mengalami

kenaikan di tahun 2015.

Ketersediaan energi kelompok makanan berpati tahun 2016 (285

kal/kap/hari) lebih tinggi dibanding tahun 2015 (242 kal/kap/hari), hal ini

dikarenakan peningkatan produksi Ubi Kayu pada tahun 2016 (1.125.375 ton)

sedangkan tahun 2015 (873.362 ton), dan dampak dari penerapan teknologi

(45)

3. Kelompok Gula

Ketersediaan energi kelompok Gula tahun 2015 sebesar 211 kal/kapita/

hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (152 kal/kapita/hari), dikarenakan terjadi

peningkatan produksi Gula Pasir tahun 2015 sebesar 31.524 ton dan 2014

(31.429 ton), selain juga terjadi peningkatan produksi Gula Merah tahun 2015

sebesar 4.549 ton sedangkan tahun 2014 (2.395 ton).

Ketersediaan kelompok pangan Gula tahun 2016 sebesar 167

kal/kap/hari, lebih rendah dibanding tahun 2015 (211 kal/kap/hari). Hal ini

dikarenakan adanya penurunan produksi Gula Pasir tahun 2016 (31.125 ton)

dari tahun 2015 (31.524 ton). Penurunan produksi dikarenakan PT. Madu Baru

tidak memproduksi Gula yang berasal dari eks raw sugar.

4. Kelompok Buah Biji Berminyak

Ketersediaan energi kelompok Buah Biji Berminyak tahun 2015

sebesar 423 kal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (383 kal/kapita/hari).

Hal ini dikarenakan produksi Kacang Tanah tahun 2015 sebesar 83.300 ton lebih

tinggi dibanding tahun 2014 (71.582 ton) selain itu peningkatan ketersediaan

juga dikarenakan peningkatan impor Kelapa tahun 2015 sebesar 18.745 ton

sedangkan tahun 2014 (5.845 ton). Produksi beberapa komoditi terlihat

mengalami penurunan pada tahun 2015 diantaranya komoditi Kedelai tahun 2014

sebesar 19.579 ton menurun pada tahun 2015 (18.822 ton); Kacang Hijau tahun

2014 sebesar 261 ton menurun pada tahun 2015 (230 ton); produksi Kelapa tahun

2014 sebesar 51.369 ton menurun pada tahun 2015 (50.383 ton) dan Kacang

Mete tahun 2014 sebesar 420 ton menurun pada tahun 2015 (112 ton). Penurunan

produksi beberapa komoditi diantaranya dikarenakan penurunan luas panen

komoditi Kedelai, tahun 2015 sebesar 13.886 ha atau turun -2.451 ha (-15%) dari

Gambar

tabel NBM I – O sumber data industri selain besar/ sedang juga ditambah
TABEL  4 :NERACA  BAHAN  MAKANAN   D. I. YOGYAKARTA
TABEL  6:NERACA  BAHAN  MAKANAN   D. I. YOGYAKARTA
TABEL  6:NERACA  BAHAN  MAKANAN   D. I. YOGYAKARTA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Argentina merubah arah politik luar negerinya sejak tahun 2003, dari yang sebelumnya lembut terhadap Inggris menjadi lebih keras karena adanya keinginan

Antara haiwan berikut, yang manakah akan bermigrasi pada musim sejuk ke tempat yang lebih panas untuk membiak dan mendapatkan

Dari penetapan harga gabah kering panen oleh pemerintah yang lebih rendah maka petani dan tengkulak lebih memilih menjual gabahnya ke penggilingan gabah karena harga lebih

Hasilnya akan menjelaskan tentang gambaran dan kondisi awal perencanaan studi lanjut ke SMK atau SMA sebelum mendapatkan tindakan melalui mind mapping, gambaran minat studi

1835.023 Industri yang mendapatkan Fasilitas Pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah dan/atau penyertaan modal bagi Industri Makanan, Hasil Laut dan

Besaran effort tersebut berasal dari nilai FP yang dialokasikan ke dalam aktivitas proyek sehingga dapat digunakan sebagai penentu perhitungan estimasi

Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan konversi data spasial yaitu DSM ke DTM, juga beberapa tahapan di dalamnya serta

Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan konversi data spasial yaitu DSM ke DTM, juga beberapa tahapan di dalamnya serta