• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pernafasan Asuhan Keperawatan pad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pernafasan Asuhan Keperawatan pad"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Pernafasan (Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma)

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM RESPIRASI

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme

sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh

melalui paru.

STRUKUTR SISTEM RESPIRASI

Sistem respirasi terdiri dari:

1. Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan

2. Saluran nafas bagian bawah

Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke

alveoli

3. Alveoli

terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi paru

Pembuluh darah

arteri

menuju paru, sedangkan pembuluh darah

vena

meninggalkan paru.

5. Paru

terdiri dari :

a. Saluran nafas bagian bawah

b. Alveoli

c. Sirkulasi paru

6. Rongga Pleura

Terbentuk dari dua selaput

serosa,

yang meluputi dinding dalam rongga dada yang

disebut

pleura parietalis

, dan yang meliputi paru atau

pleura

veseralis

7. Rongga dan dinding dada

Merupakan pompa

muskuloskeletal

yang mengatur pertukaran gas dalam proses

respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas

a. Rongga hidung

Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

- Dihangatkan

- Disaring

- Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :

Psedostrafied ciliated

columnar epitelium

yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan

partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung,

sel golbet

dan kelenjar serous yang berfungsi

melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara).

Ketiga hal tersebut dibantu dengan

concha

. Kemudian udara akan diteruskan ke

(2)

c.

Orofaring

(merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah)

d.

Laringofaring

(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Laring

Terdiri dari tiga struktur yang penting

- Tulang rawan

krikoid

- Selaput/pita suara

-

Epilotis

-

Glotis

b. Trakhea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan

seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh

membran fibroelastic

menempel pada

dinding depan

usofagus.

c. Bronkhi

Merupakan percabangan

trakhea

kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut

carina.

Brochus

kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan

trachea.

Bronchus

kanan bercabang menjadi

: lobus superior, medius, inferior. Brochus

kiri

terdiri dari

: lobus superior

dan

inferior

Alveoli

Terdiri dari :

membran alveolar

dan ruang

interstisial.

Membran alveolar :

-

Small alveolar cell

dengan

ekstensi ektoplasmik

ke arah rongga alveoli

-

Large alveolar cell

mengandung

inclusion bodies

yang menghasilkan

surfactant.

-

Anastomosing capillary

, merupakan system

vena

dan

arteri

yang saling berhubungan

langsung, ini terdiri dari :

sel endotel,

aliran darah dalam rongga

endotel

-

Interstitial space

merupakan ruangan yang dibentuk oleh :

endotel kapiler,

epitel alveoli

,

saluran

limfe

, jaringan

kolagen dan

sedikit serum.

Aliran pertukaran gas

Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut:

alveoli epitel

alveoli

membran

dasar

endotel kapiler

plasma

eitrosit

.

Membran

sitoplasma eritrosit

molekul hemoglobin

O² Co²

Surfactant

Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal

surfactant

ini akan

menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga

kolaps alveoli

dapat dihindari.

Sirkulasi Paru

Mengatur aliran darah

vena – vena

dari

ventrikel

kanan ke

arteri pulmonalis

dan mengalirkan

darah yang bersifat

arterial

melaului

vena pulmonalis

kembali ke

ventrikel

kiri.

(3)

Merupakan jalinan atau susunan

bronhus bronkhiolus

,

bronkhiolus terminalis,

bronkhiolus

respiratoty, alveoli, sirkulasi

paru, syaraf, sistem

limfatik.

Rongga dan Dinding Dada

5. Membantu venous return darah ke

atrium

kanan selama fase inspirasi

6. Endokrin

: keseimbangan bahan

vaso aktif, histamine, serotonin, ECF

dan

angiotensin

7. Perlindungan terhadap infeksi:

makrofag

yang akan membunuh bakteri

Mekanisme Pernafasan

Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras

pernafasan yang tergantung pada:

1. Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal

paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau

selisih tekanan

atmosfir

( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu

inspirasi

diafrgama

berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan

intar pleural

dan

intar

alveolar

turun dibawah tekanan

atmosfir

sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi

volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar

meningkat diatas

atmosfir

sehingga udara mengalir keluar.

2. Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal

sebagai

copliance.

Ada dua bentuk compliance:

-

Static compliance

, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas

( airway

pressure)

sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H

2

O

-

Effective Compliance

:

(tidal volume/peak pressure)

selama fase pernafasan. Normal: ±50 ml/

cm H

2

O

Compliance

dapat menurun karena:

(4)

-

Space occupying prosess

:

effuse pleura, pneumothorak

-

Chestwall undistensibility

:

kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

Penurunan

compliance

akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.

3.

Airway resistance

(tahanan saluran nafas)

dari

arteri pulmonalis

ke

vena pulmonalis

c. Adanya

mean capilary pressure

mengakibatkan garam dan air mengalir dari

ikatan

hemoglobin

dan O

2

menurun.

2. Oksigen content

Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai

oksigen content (Ca O2 )

-

Plasma

-

Hemoglobin

REGULASI VENTILASI

Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas

yang ada di dalam darah

Pusat

respirasi

di

medulla oblongata

mengatur:

-

Rate impuls

Respirasi rate

-

Amplitudo impuls

Tidal volume

Pusat

inspirasi d

an

ekspirasi

:

posterior medulla oblongata

, pusat

kemo reseptor

:

anterior

medulla oblongata

, pusat

apneu

dan

pneumothoraks : pons.

Rangsang

ventilasi

terjadi atas : PaCo

2

, pH darah, PaO

2

(5)

Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas,

sianosis,

sindrom bronkitis

Indikasi klinik:

- Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding

toraks

- Payah jantung kanan dan kiri

- Diagnostik pra bedah

toraks

dan

abdomen

- Penyakit-penyakit neuromuskuler

dalam bagian yangdikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior,

media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam

bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.

Laring (tenggorok)

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan

beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.

Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:

1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea 2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,

membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis

Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis

Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I

Cartilago arytenoidea

Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Membrana mukosa

Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

(6)

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan

cartilago arytenoidea di bagian belakang.

Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.

Fonasi

Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Gambaran klinis

Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar

udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-Paru

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :

1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.

4. dan basis. Terletak pada diafragma

(7)

Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical, Surgical Nursing Care Plan).

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

a. Hidung

Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.

b. Pharing

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.

Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan

perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat

hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.

Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.

Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan

kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi

menutup laring pada waktu menelan makanan.

Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:

 Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.

 Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.

 Bagian bawah skali dinamakan laringofaring.

c. Laring

Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring

dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.

Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.

Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus sehingga

kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi batuk yang

membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.

d. Trakea

Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

(8)

Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.

f. Bronkiolus

Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.

Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan

pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps

alveolus pada ekspirasi.

Ventilasi : pergerakan mekanik udara dari dan ke paru-paru

Perfusi : distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.

Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Transportasi : pengangkutan O2-CO2 yang berperan pada sistem cardiovaskuler.

3. Etiologi

 Faktor Ekstrinsik

Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena

kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain

pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.

 Faktor Intrinsik

Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.

(9)

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari

faktor berikut ini.

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.

2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.

3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.

Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak

dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.

Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan

ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan

produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari

suptamin yang bereaksi lambat.

Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan

broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf

pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan

nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan.

Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang

pembentukan mediator kimiawi.

Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan

hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran

CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun

sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi,

banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas.

Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan

bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun

menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun).

Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.

Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi

jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh

darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga

mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.

5. Tanda dan Gejala

Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian

penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga

(10)

 Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor pencetus.

 Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi fungsi

paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

 Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru

menunjukan obstruksi jalan nafas.

Misal: Tingkat II dijumpai setelah sembuh dari serangan asma.

Tingkat III penderita sembuh tetapi tidak menemukan pengobatannya.

 Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas

berbunyi.

Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada serangan

asma yang berat gejala yang timbul antara lain:

a. Kompresi otot-otot bantu pernafasan terutama otot sterna.

b. Cyanosis

c. Silent chest

d. Gangguan kesadaran

e. Penderita tampak letih, hiperinflasi dada

f. Thacycardi

 Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara

terhadap pengobatan yang langsung dipakai.

6. Test Diagnostik

1. Tes kulit (tuberculin dan alergen)

Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.

2. Rontgen: foto thorax menunjukan hiperinflasi dan pernafasan diafragma.

3. Pemeriksaan sputum: Dapat jernih atau berbusa (alergi)

Dapat kental dan putih (non alergi)

Dapat berserat (non alergi)

4. Pemeriksaan darah: * Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)

* Peningkatan kadar IgE pada asma alergi

* AGD  hipoxi (serangan akut)

7. Penatalaksanaan Medik

(11)

1. Abenis (Beta)

Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism,

menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid.

Contoh: Epinenin, Abuterol, Meraproterenol

2. Methil Santik

Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus, dan meningkatkan kontraksi diafragma.

Contoh: Aminofilin, Theofilin

3. Anti Cholinergik

Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk antibodi  dan methil santin karena penyakit jantung.

Contoh: Atrofin

4. Kortikosteroid

Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.

Contoh: hidrokortison, prednison dan deksametason

5. Inhibitor Sel Mast

Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.

8. Komplikasi

1. Pneumothorax

2. Pneumomediastinum dan emfisema subcutis

3. Atelektasis

4. Asper gilosis bronkopulmoner

5. Alergi

6. Gagal nafas

7. Bronchitus

8. Fraktur iga.

B. Konsep Dasar Keperawetan

1. Pengkajian

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

- Klien mengeluh sesak nafas, batuk, lendir susah keluar

- Mengeluh mudah lelah dan pusing

(12)

- Klien mengenal/tidak mengenal penyebab serangan

b. Pola nutrisi metabolik

- Mual, muntah, tidak nafsu makan

- Menunjukan tanda dehidrasi, membran mukosa kering

- Cyanosis, banyak keringat

c. Pola aktivitas dan latihan

- Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas

- Kebiasaan merokok

- Batuk dan lendir yang sulit dikeluarkan

- Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi

d. Pola tidur dan istirahat

- Keluhan kurang tidur

- Lelah akibat serangan sesak nafas dan batuk

e. Pola persepsi dan konsep diri

- Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi serangan, tetapi tidak mampu mengatasi jika serangan datang.

f. Pola kognitif dan persepsi sensori

- Sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya

- Kemampuan mengatasi masalah

- Melemahnya proses berfikir

g. Pola peran dan hubungan dengan sesama

- Terganggunya peran akibat serangan

- Merasa malu bila terjadi serangan

h. Pola seksualitas dan reproduksi

- Menurunnya libido

i. Mekanisme dan toleransi terhadap stress

- Mengingkari

- Marah

(13)

2. Diagosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.

c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.

d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.

e. Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.

f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.

g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan menetapnya sekret).

h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

3. Rencana Tindakan

a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan sekret. HYD: - Suara nafas vesikuler

- Bunyi nafas bersih, tidak ada suara tambahan

Intervensi:

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.

R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak

dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah (bronkitis),

bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat).

2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.

R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama

stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang

dibanding inspirasi.

3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut

yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat

(14)

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.

6. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan

menurunkan jebakan udara.

7. Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau kelemahan.

Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

8. Tingkatkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.

R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan

cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan

distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.

HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya penyakit.

2. Awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.

R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.

3. Kaji AGD, pO2, pCO2.

R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat.

4. Monitor tingkat kesadaran, kelainan sakit kepala dan gangguan penglihatan.

R/ Sebagai parameter menunjukan beratnya serangan.

5. Monitor TTV dan penggunaan otot bantu pernafasan.

R/ Indikator yang menunjukan hipoxemia dan meningkatkan usaha untuk ventilasi.

c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.

HYD: - Mampu beraktivitas sesuai keadaan.

(15)

Intervensi:

1. Kaji keluhan sesak, pusing dan kemampuan merawat diri klien.

R/ Memahami masalah klien.

2. Bantu personal higiene (mandi, berpakaian, bab, bak).

R/ Higiene klien terpenuhi.

d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak adekuat akibat dari mual, muntah, tidak nafsu makan.

HYD: - Nutrisi terpenuhi secara adekuat.

- Berat badan dalam batas normal sesuai IMT.

Intervensi:

1. Kaji status nutrisi klien.

R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan

obat-obatan.

2. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

R/ Kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

3. Auskultasi bising usus.

R/ Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan

dengan penurunan aktivitas.

4. Hindarkan makanan yang menghasilkan sisa gas dan karbonat.

R/ Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu pernafasan abdomen.

5. Beri makanan porsi kecil dan sering.

R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk

meningkatkan masukan kalori total.

e. Kecemasan b.d sesak nafas dan takut. HYD: - Ekspresi wajah rileks.

- Mengungkapkan perasaan cemas berkurang. - TTV dalam batas normal.

Intervensi:

1. Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat).

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya dan membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan

kontrol emosi.

(16)

R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.

3. Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi kebutuhan pasien, berikan keyakinan lingkungan.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.

4. Implementasikan teknik relaksasi, petunjuk imajinasi, relaksasiotot.

R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.

5. Jelaskan prosedur-prosedur, berikan pertanyaan-pertanyaan.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.

6. Pertahankan periode istirahat yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana, jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila perlu dan

berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat dengan sering.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.

f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut. HYD: Pasien mempertahankan pola nafas efektif yang ditunjukan oleh:

- Frekuensi irama dan kedalaman pernafasan. - Tidak terdapat atau dyspnea berkurang.

- Gas-gas darah arteri dalam batasan yang dapat diterima oleh pasien.

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.

R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman

pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleural.

R/ Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.

3. Beri posisi semi fowler.

R/ Membantu ekspansi paru.

4. Bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif.

R/ Membantu mengeluarkan sputum dimana dapat mengganggu ventilasi dan ketidaknyamanan upaya

bernafas.

5. Berikan therapi oksigen sesuai pesanan.

(17)

6. Berikan obat-obatan sesuai pesanan.

R/ Mempercepat penyembuhan.

g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret.

HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan pembengkakan.

Intervensi:

1. Observasi TTV.

R/ Indikator tanda-tanda infeksi.

2. Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R/ Sekret berbau kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.

3. Anjurkan pasien membuang tissue dan sputum pada tempatnya.

R/ Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

4. Dorong keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat.

R/ Menurunkan konsumsi atasu kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien

terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

5. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.

6. Berikan obat sesuai pesanan.

R/ Mencegah terjadinya infeksi.

h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

HYD: Pasien mendemonstrasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan kesehatan seperti yang dijelaskan tentang prinsip perawatan diri yang berhubungan dengan proses penyakit.

Intervensi:

1. Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit.

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya.

2. Jelaskan pentingnya pencegahan, serangan selanjutnya.

R/ Menambah pengetahuan dan partisipasi pasien.

3. Jelaskan pentingnya latihan pernafasan dan batuk efektif.

R/ Membantu meminimalkan kolaps jalan nafas.

(18)

R/ Menurunkan ansietas dan dapat kooperatif dari pasien.

5. Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat badan yang berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.

R/ Meningkatkan kooperatif dari pasien.

6. Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta pentingnya minum obat sesuai pesanan.

R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dan pasien dapat kooperatif dalam proses penyembuhannya.

4. Discharge Planning

1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan.

2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.

3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.

4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.

5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.

6. Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep.

7. Kontrol ke dokter sesuai pesanan.

PENGAMATAN KASUS

Anak R berusia 7 tahun, agama Islam, bersuku Ambon, pasien adalah anak ke 3 (bungsu)

dalam keluarganya. Masuk ke RS Tentara pukul 23.30 dengan keluhan sesak nafas sejak pukul

22.00. Anak masuk melalui UGD dengan diagnosa medik saat masuk adalah Asma Bronchiale.

Dalam pengamatan langsung, orang tua anak menceritakan riwayat penyakit anaknya.

Orang tua mengatakan dalam keluarga ada riwayat penyakit asma. Nenek dan kakaknya (anak

ke-1) menderita penyakit yang sama. Orang tua mengatakan anak pernah dirawat dengan penyakit

yang sama saat anak usia 4 tahun.

Orang tua mengatakan pada tanggal 29 september anak sehabis pulang dari sekolah

melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bermain dengan teman-teman di sekitar pukul 21.00 anak

dengan kakaknya sedang latihan nyanyi bersama. Pada pukul 22.00 anak mengalami sesak nafas

dan keringat dingin, batuk hingga dibawa ke UGD, anak masih sesak dan sulit bernafas. Di UGD

(19)

Saat pengkajian anak sedang dirawat pada hari pertama di unit RN I, kamar 119 Bed 2.

Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, anak mengatakan masih sesak

nafas. Terpasang infus dextrose 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tetes/menit) di tangan kanan

dan terapi oksigen 2 lt/menit. Observasi tanda-tanda vital TD: 110/70 mmHg, N: 120 x/menit, P: 30

x/menit dengan bunyi nafas tambahan wheezing dan ronchi di paru kiri dan S: 36,8oC. Hasil foto

thorax tanggal 13 November 2002 adalah asma bronchiale. Hasil laboratorium tanggal 13

November ditemukan Hb: 11,7 g/dl, leukosit 13.600 ul, LED: 20 mm/jam, eosinofil dalam sediaan

hapus 4%.

Adapun rencana perawatan dan rencanan medik adalah anak bedrest, kebutuhan anak

dibantu penuh. Therapi medik yang didapat Aerosol 3x sehari, Solucorterf 3x50 mg, Aminophylin 72

mg, Bisolvon 3x1 sendok teh, Cefat 3x250 mg.

Dari analisa dan pengamatan kasus di atas, masalah yang menjadi prioritas adalah

ketidakefektifan jalan nafas, gangguan pola nafas, intoleransi aktivitas.

Perencanaan untuk mengatasi masalah-masalah di atas adalah memberi cairan 2000-3000

cc/24 jam, membantu pemenuhan kebutuhan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai diit

yang ditentukan, yaitu diit lunak dan kebutuhan pemeliharaan kebersihan diri.

PEMBAHASAN KASUS

Setelah membandingkan antara teori yang telah dipelajari dengan kasus yang diamati dapat

ditemukan adanya persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus yang sedang diamati.

A. Pengkajian

Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti: dyspnea,

wheezing dan ronchi, di paru kiri, batuk dan badan lemas. Yang tidak ditemui pada pasien adalah

nyeri dada, cyanosis, serta mual dan muntah. Menurut analisa penulis tanda dan gejala di atas tidak

ditemukan karena pasien sudah mendapat terapi oksigen 2 l/menit sejak masuk ke RS Tentara(di

UGD) serta anak yang mengalami tanda dan gejala pada stadium sedang dan segera dibawa ke RS

untuk mendapatkan pengobatan, sehingga tanda seperti tersebut di atas tidak ditemukan.

Pada etiologi disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik,

setelah penulis menganalisa pada pasien disebabkan oleh faktor intrinsik dimana anak mendapat

(20)

kakak pertamanya). Di samping itu faktor pencetus yang menyebabkan anak terserang asma karena

beraktivitas/latihan fisik yaitu bermain-main dengan teman-temannya. Pada pasien dilakukan

pemeriksaan foto thorax, darah lengkap dan sediaan hapus. Therapi yang diberikan adalah infus

Dextrosa 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tts/menit) ditangan kanan dan diet lunak.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa keperawatan yang diangkat

adalah: ketidakefektifan jalan nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa primer karena

pada saat pengkajian pasien mengeluh masih sesak, batuk dan pernafasan 32 x/menit.

Gangguan pola pernafasan, diagnosa keperawatan ini penulis angkat sebagai diagnosa

kedua karena pasien mengeluh masih sesak untuk bernafas dan mengatakan lebih enak bernafas

dalam posisi duduk. Pernafasan pasien 32 x/menit. Intoleransi aktivitas dalam

melakukan perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas dan kelemahan fisik, diagnosa ini

diangkat karena pada saat pengkajian pasien dibantu penuh oleh perawat dan orang tua dalam

pemenuhan kebutuhan dasar anak karena anak tampak lemah.

C. Perencanaan

Perencanaan disusun bersama pasien dan keluarga disesuaikan dengan gangguan yang

terjadi. Perencanaan lebih ditekankan mengobservasi tanda-tanda vital terutama pernafasan.

Membantu anak mendapatkan posisi tidur yang nyaman guna lebih meningkatkan pengembangan

paru, melatih nafas dan batuk efektif, membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, dan

memberi penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, serta memberikan informasi kepada keluarga

guna pencegahan terhadap serangan asma.

D. Implementasi

Semua rencana keperawatan yang disusun dapat dilaksanakan dari implementasi

dilaksanakan dalam bentuk observasi, tindakan keperawatan dan penyuluhan pada pasien dan

keluarga.

E. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan maka dilakukan evaluasi berdasarkan masalah

(21)

sesak lagi. Batuk agak berkurang, therapi oksigen sudah dihentikan dan pernafasan 21 x/menit.

Gangguan pola nafas sudah teratasi karena anakmengatakan dapat bernafas lega. Intoleransi

aktivitas sudah teratasi karena anak sudah tidak sulit bernafas, infus Dextrosa 5% sudah di aff, anak

dapat melakukan kebutuhan dasarnya seperti mandi, makan minum, serta buang air besar dan

buang air kecil secara mandiri.

KESIMPULAN

Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa dialami oleh anak-anak pada usia

rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Karena

kadang-kadang hanya terserang ringan sampai sedang.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama karena mempunyai

riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat dicegah dengan

menganjurkan pasien untuk banyak istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat),

mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta

menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini tidak dicegah maka akan

menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.

Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri dan

suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan

penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott Company,

2000.

Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999.

Lewis. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, 2000.

Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation, 1988).

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FKUI, Jakarta, 1985.

Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses

Referensi

Dokumen terkait

integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil. auditnya (Pusdiklatwas

19 Tahun 2000 Menurut undang-undang tersebut pengertian dari penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak

Hasil yang di- peroleh pada studi pustaka yaitu penelitian relevan terkait dengan pengembangan alat penentuan kalor reaksi pada tekanan tetap, aspek pengujian

Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok level 1 sudah mencapai indikator berpikir lancar ( fluency ), kelompok level 2 dapat mencapai 2 indikator yaitu berpikir luwes

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang lebih difokuskan pada pendidikan keterampilan belum berjalan maksimal

[r]

Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada suatu paket pekerjaan melalui aplikasi SPSE, maka peserta telah menandatangani Pakta I ntegritas, kecuali untuk penyedia

yang pernah mengalami kesurupan dengan tipe patologis juga menjadi partisipan dalam.. penelitian ini, yaitu keluarga, teman dan tokoh agama (yang