• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Bilateral China dan Amerika Ser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Bilateral China dan Amerika Ser"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kebebasan individu dan kemerdekaan telah menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Penindasan, dalam bentuk apa pun, merupakan pelanggaran atas nilai-nilai universal HAM. Kesadaran politik masyarakat dunia juga sudah semakin mengglobal. Isu dan usaha penegakan HAM sudah tidak lagi bersifat personal atau eksklusif tetapi menjadi perjuangan bersama, perjuangan internasional dunia. Banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di dunia, terlebih lagi pada wilayah konflik. Bukan hanya militer yang berjuang dan menjadi korban, bahkan warga sipil, wanita, dan anak-anak, yang tidak berdosa ikut menjadi korban nyawa.

Salah satunya adalah pelanggaran HAM oleh China terhadap masyarakat Tibet. Tibet sebenarnya merupakan wilayah yang begitu indah dan banyak diminati wisatawan, tetapi keberadaan peristiwa ini membuat Tibet kehilangan keindahan tersebut. Daerah dengan suhu rendah itu justru memanas karena pemberontakan yang berlangsung puluhan tahun.

Sperling Elliot, penulis buku “Tibet Since 1950’s: Silent, Prison, or Exile”, memberikan pernyataan pada Komite Senat Hubungan Luar Negeri Asia Timur dan Pasifik, ia menjelaskan bahwa Tibet telah lebih dari satu dekade, menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM paling nyata dan mengerikan yang dilakukan oleh China.1

(2)

Human Rights Watch (HRW), sejak tahun 1987, telah memantau dan melaporkan secara ekstensif pelanggaran yang terjadi di Tibet. Secara umum, dengan adanya pendataan terhadap kasus ini, perhatian yang lebih besar dilimpahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Tibet. Misalnya, pelanggaran HAM Tibet telah dibahas signifikan dalam tinjauan tahunan Departemen Luar Negeri Internasional.

AS yang terkenal dengan keterlibatannya dalam beberapa konflik internal negara, dari konflik Israel-Palestina hingga Libya. Tindakan AS telah mendapat respon pro dan kontra dari para pengamat dan masyarakat internasional. AS terkesan senang mencampuri urusan dalam negeri negara lain, termasuk dalam kasus pelanggaran HAM di Tibet.

Tanggal 18 November 1964, Dalai Lama mengirimkan surat pada Presiden AS saat itu, Lyndon B. Johnson, isinya adalaha permintaan untuk membantu perjuangan rakyat Tibet dan mengharapkan bantuannya dalam mengangkat isu Tibet dalam perbincangan internasional, agar perjuangan Rakyat Tibet mendapat perhatian dunia2. Johnson membalas surat tersebut dengan menyatakan kesediaan AS untuk membantu Tibet.

Penulis telah membaca beberapa artikel, serta berita-berita mengenai pertemuan Dalai Lama dengan para Presiden AS, seperti pertemuan 16 Oktober 2007 di Gedung Putih3 hingga beberapa pertemuan antara Presiden AS dengan

2 Nurani Soyomukti. 2009. Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, Politik Kepentigan Tibet – China – Amerika Serikat. Jogjakarta: Garasi. hal. 100

(3)

Presiden China membahas khusus tentang Tibet. Misalnya pertemuan G.W.Bush dengan Hu Jintao, 26 Maret 2008 di Washington4.

Pertemuan antara kepala negara tentu mengundang banyak pertanyaan, apalagi dilakukan oleh kedua negara besar dan berlawanan dalam hal ideologi pemerintahan. Apakah ini bentuk intervensi atau ada kepentingan khusus yang menjadi tujuan dari kedua negara tersebut? Inilah alasan sehingga penulis tertarik untuk mengangkat judul “Intervensi Amerika Serikat terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia di China Serta Dampaknya Terhadap Hubungan Bilateral Kedua

Negara (Studi Kasus : Tibet)

B. Rumusan Masalah

Dari masalah dan batasan tersebut di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana dampak intervensi AS dalam pelanggaran HAM di Tibet, terhadap hubungan bilateral AS dengan China?

b. Bagaimana strategi China dalam mengatasi intervensi AS terhadap pelanggaran HAM di Tibet?

c. Bagaimana prospek hubungan bilateral AS dan China dalam perspektif HAM?

C. Tujuan Penelitian

4 Msnbc. 2008. Bush express concern about Tibet to Chinese.

(4)

http://www.msnbc.msn.com/id/23813316/ns/world_news-asia_pacific/t/bush-expresses-concern-about-tibet-Dari rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis menetapkan tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui dan menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari intervensi AS terhadap Hubungan Bilateral AS dengan China dalam kasus pelanggaran HAM di Tibet, pada period kedua Pemerintahan Presiden George W. Bush (2004-2008), ditinjau dari segi politik dan ekonomi. 2. untuk mengetahui strategi yang diterapkan Pemerintah China dalam

mengatasi intervensi AS dalam kasus pelanggaran HAM di Tibet, baik secara bilateral maupun multilateral.

3. untuk mengetahui prospek Hubungan AS dan China dalam perspektif HAM, pasca terjadinya kasus HAM di Tibet, dengan menganalisa peluang dan tantangan yang dimiliki kedua negara.

Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini :

1. diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam disiplin ilmu hubungan internasional, khususnya dalam persperktif dan masalah HAM.

2. diharapkan dapat menjadi sumber informasi publik, kalangan penstudi ilmu hubungan internasional khususnya dan semua kalangan secara umum, serta sumber informasi bagi pemerintah, khususnya dalam masalah HAM.

(5)

Dalam menjelaskan makalah ini, penulis berusaha

menggunakan konsep-konsep yang relevan dengan materi

perkuliahan yaitu konsep-konsep dalam ilmu Ekonomi Politik

Internasional. Dalam hal ini, penulis menekankan pada

konsep-konsep dalam perdagangan internasional, yaitu kerangka

kerjasama ekonomi regional.

Kerjasama ekonomi regional merupakan hubungan kerjasama

antar negara yang sama-sama berada dalam satu wilayah

tertentu. Kerjasama ini membantu suatu negara dalam satu

kawasan dalam mempermudah proses impor dan ekspor barang

sesuai dengan kerjasama yang di bentuk.

E. Metode Penelitian

Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Hal ini bertujuan untuk memudahkan penulis dalam menganalisis

Intervensi Amerika Serikat pada kasus pelanggaran HAM di Tibet.

Sifat tulisan ini adalah deskriptif analisis, penulis akan

memaparkan dan mendeskripsikan sejumlah fakta-fakta yang

berkaitan dengan pembahasan makalah dan dijelaskan

mengunakan teori dalam hubungan Internasional.

Dalam penelitian ini penulis mengunakan sumber data yang

(6)

primer yang penulis gunakan hanyalah dokumen-dokumen dan

tanpa wawancara. Sedangkan data sekunder berasal dari sumber

kepustakaan, seperti; buku, jurnal, dan data dari situs-situs

internet yang dianggap relevan dengan permasalahan dalam

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Bentuk Pelanggaran HAM China di Tibet

Peristiwa ini berawal saat jatuhnya Dinasti Qing tahun 1912, bersamaan dengan itu, Dalai Lama ke-13, Pemimpin Spiritual Tibet, mendeklarasikan kemerdekaan Tibet. Namun, kemerdekaan tersebut tidak bertahan lama karena direbut oleh China pada masa Pemerintahan Mao Tse Dong tahun 1949. Militer China melancarkan invasi ke Lasha, Ibu Kota Tibet. Tindakan China itu tidak membuat Tibet menyerah begitu saja. Meski merasakan dampak kemajuan ekonomi di wilayah mereka, pemberontakan tetap terjadi.

(8)

Demonstrasi para pemberontak itu kembali terjadi tahun 2008, meluas dalam beberapa hari, sehingga menjadi kerusuhan di seluruh Tibet dan wilayah-wilayah yang berdekatan dengan penduduk etnis Tibet.5 Sperling Elliot, penulis bukuTibet Since 1950’s: Silent, Prison, or Exile”, memberikan pernyataan pada Komite Senat Hubungan Luar Negeri Asia Timur dan Pasifik, ia menjelaskan bahwa Tibet telah lebih dari satu dekade, menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM paling nyata dan mengerikan yang dilakukan oleh China.6

Human Rights Watch (HRW), sejak tahun 1987, telah memantau dan melaporkan secara ekstensif pelanggaran yang terjadi di Tibet. Secara umum, dengan adanya pendataan terhadap kasus ini, perhatian yang lebih besar dilimpahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Tibet. Misalnya, pelanggaran HAM Tibet telah dibahas signifikan dalam tinjauan tahunan Departemen Luar Negeri Internasional.

Salah satu keprihatinan besar, yaitu pelanggaran kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah oleh Pemerintah China. Kebijakan yang ditujukan untuk menundukkan praktek keagamaan bukan hanya masalah propaganda dan persuasi. Sebaliknya, kebijakan ini melanggar kebebasan individu Tibet untuk mengekspresikan keyakinan agama mereka yang diterapkan melalui pemaksaan, represi kekerasan, dan penjara. Salah satu yang terlihat adalah kampanye yang sedang berlangsung berupa "pendidikan patriotik", yang bertujuan merusak dan

5 Seputar China. 2008. Aksi Free Tibet: China Didesak Perbaiki Kondisi HAM-nya.

http://tiongkokbaru.wordpress.com/2008/03/19/aksi-free-tibet-China-didesak-perbaiki-kondisi-ham-nya/ (diakses pada tanggal 17 Juni 2016)

6 Sperling Elliot. 2000. Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tibet.

(9)

menghilangkan pengaruh Dalai Lama di Tibet. Selain itu, ada pula yang tertekan oleh otoritas China, mereka adalah biara-biara dan menempatkan kuil di bawah sekuler dalam rangka mengimplementasikan kontrol pemerintah yang lebih besar dari agama Tibet.

Tashi Tsering, seorang warga Tibet ditangkap di Lhasa, Ibukota Tibet pada bulan Agustus 1999, saat mencoba mengangkat bendera Tibet di sebuah lapangan umum. Ia sempat dipukuli sebelum akhirnya dibawa pergi oleh petugas keamanan umum. Pada bulan Maret 2000, dia dilaporkan telah bunuh diri di penjara sebulan sebelumnya.

Pada bulan April 2000, laporan kematian terus bertambah. Sonam Rinchen, seorang petani dari sebuah kota dekat Lhasa, dia telah ditangkap dengan dua orang lainnya pada tahun 1992 saat membentangkan bendera Tibet selama protes dan dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara.7

Sebuah studi oleh Tibet Information Network menunjukkan jumlah kematian tahanan di penjara Drapchi Lhasa pada tahun 1998-1999 sekitar 1 dari 24 jiwa.8 Beberapa diantaranya dilaporkan sebagai kasus bunuh diri. Tindakan keras Pemerintah China sudah termasuk upaya menutup negara itu dari dunia luar, menutup akses keluar, juga kontrol atas media, termasuk media internet dan situs yang digunakan untuk menampilkan rekaman gambar yang terjadi sebenarnya.

China saat ini tidak lagi sama dengan puluhan tahun lalu. China telah memiliki perekonomian yang eksklusif, negara dengan penduduk padat ini telah mendominasi pasar internasional. Keberhasilan ekonomi menjadikan negara

7 Free Tibet,2015 Call on China to Stop Torture in Tibethttp://www.freetibet.org/about/torture (diakses pada

tanggal 18 Juni 2016)

(10)

matahari terbit sebagai negara besar, meskipun masih berada di bawah pemerintahan komunis. Pemerintahan Hu Jintao yang berlangsung sejak Maret 2003 hingga saat ini, masih dianggap sebagai penentu masa depan Tibet, eksistensi China di dunia internasional, dan juga hubungan antara China dan AS.

Sejarah menceritakan bahwa antara AS dan China merupakan dua kubu yang sangat berbeda, liberalisme yang berkembang di AS, komunisme yang dipertahankan China. Dahulu mungkin AS tidak khawatir dengan perbedaan tersebut, namun perkembangan China sepuluh tahun belakangan ini cukup drastis, sehingga membuat AS perlu mengamati lebih arah kepentingan nasional China.

B. Bentuk Intervensi Amerika Serikat Terhadap Pelanggaran HAM

China di Tibet

Dalam kaitnaya dengan kasus pelanggaran HAM di Tibet, AS lebih mengedepankan aspek intervensi terhadap kasus ini, karena dalam hal ini China dianggap telah melakukan pelanggaran berat terhadap HAM khususnya dalam penanganan masalah teritorial bagian Tibet dengan melakukan tindakan militer dan penangkapan terhadap aktivis keagaman yang dinilai melanggar komitmen pemerintahan China.

(11)

pembebasan tahanan politik dan agama Tibet di China, mendukung pembangunan ekonomi, pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan tujuan lainnya di Tibet, dan melaksanakan kegiatan lain demi "dukungan dan aspirasi terhadap rakyat Tibet untuk melindungi identitas mereka."9

Selain itu adanya peringatan terhadap pemerintah China atas indikasi pelanggaran HAM melalui agenda perundingan antara pemerintah AS dan China yang disampaikan melalui agenda a crackdown against demonstrations in Tibet

pada Maret 2008 pada Kongres relasi antara China-AS ke 110 di Beijing.

Adanya keikutsertaan AS dalam upaya perdamaian antara pemerintahan China dengan Tibet merupakan upaya AS dalam memperluas pengaruhnya terhadap geografis China dan dapat meningkatkan reputational power di tubuh China itu sendiri melalui upaya-upaya perdamaian dan penyelesaian sengketa.

Secara umum hubungan politik antara AS dengan China dalam hal ini mengalami eskalasi terutama terhadap isu Taiwan dan Tibetan namun atas pertimbangan asspek strategis China sebagai mitra potensial AS di bidang ekonomi, sosial, dan militer serta atas kepemilikan veto pada PBB, pemerintah AS mengupayakan tetap menjaga hubungan strategis tersebut, ini ditunjukan melalui Congress Research Service 2009, mengenai kelanjutan kerjasama yang disepakati kedua negara10

C. Dampak Intervensi Amerika Serikat terhadap Hubungan Bilateral

Amerika Serikat dengan China

9 Susan V.Lawrence dan Thomas Lum dalam CRS Report R41108, U.S.-China Relations: Policy Issue.

(12)

Intervensi Pemerintah AS selalu membuat Pemerintah China bereaksi, bahkan sesekali mengecam tindakan yang begitu berani dilakukan Pemerintah AS. Namun, di sisi lain, hubungan bilateral keduanya dalam bidang ekonomi tetap terus berjalan aktif dan mengalami perkembangan. Terbukti dengan terus diadakannya Startegic Economic Dialogue (SED), yang merupakan salah satu agenda turunan dari Kongres tahunan mereka. Dalam pertemuan yang berlangsung, kedua negara bersepakat untuk terus menjalin kerja sama dalam menjaga stabilitas ekonomi dunia, khususnya ekonomi kedua negara.

Fokus terhadap hasil SED pada Juni dan Desember 2008, pasca terjadinya pemberontahan dan pelanggaran HAM di Tibet. Baik AS maupun China tetap bersepakat untuk menguatkan dan menyelesaikan masalah ekonomi yang dihadapi kedua negara, baik masalah ekonomi domestik maupun masalah ekonomi global.

(13)

Berbagai bentuk kebijakan AS yang dibuat untuk menanggapi kasus HAM Tibet, secara khusus berdampak terhadap kondisi hubungan bilateral kedua negara. Pentingnya China dalam ekonomi global, keamanan, lingkungan, dan hal-hal lainnya telah berkembang, baik Pemerintahan Bush dan Obama bertujuan untuk menjalin kerjasama bilateral di berbagai bidang, sementara AS sangat tidak setuju dengan Beijing pada banyak isu-isu HAM.11

Pasca peristiwa pemberontakan Tibet 2008 dan apa yang telah dilakukan China untuk menghentikan pemberontakan tersebut, telah membuat AS memberikan berbagai respon negatif. Salah satunya adalah keputusan AS untuk memboikot Olimpiade Beijing 2008. Meskipun pada akhirnya Olimpiade tersebut tetap diselenggarakan, bahkan Presiden Bush tetap menghadiri upacara pembukaannya.

AS tidak dapat serta merta mengakhiri hubungan bilateralnya dengan China akibat dari konflik ideologi yang mereka miliki atas HAM. AS mengakui kepentingannya atas keberadaan China dalam interaksi dan dinamika internasional. Misalnya saja, hak veto yang dimiliki China di PBB. Pengambilan keputusan PBB yang diakui banyak diarahkan dan terpengaruh oleh kebijakan AS, dapat terhambat dengan kepemilikan hak veto tersebut.

D. Prospek Hubungan AS dan China dalam Perspektif Hak Asasi

Manusia

Hubungan AS dan China memiliki berbagai masalah kompleks, salah satunya dalam pembahasan HAM. Mendapati perbedaan mendasar atas perspektif

masing-11 Ewen MacAskill and Tania Branigan. 2009 “Obama Presses Hu Jintao on Human Rights During White

(14)

masing tentang HAM, maka jelas akan terus berlangsung konflik ideologi di antara kedua negara besar tersebut. Meminimalisir konflik yang ada, AS dan China telah beberapa kali menggelar Dialog HAM.

Dialog antar keduanya pertama kali dilangsungkan pada 1990. Dialog tersebut membahas masalah HAM yang terjadi dalam internal negara masing-masing, baik AS maupun China. Kemudian memberikan masukan satu sama lain demi berlangsungnya keamanan, khususnya dalam internal negara dan hubungan antar kedua negara.

Dialog tersebut sempat dihentikan oleh pihak China pada tahun 2004 setelah Pemerintahan Bush menjadi promotor resolusi PBB yang mengkritik rekaman HAM China. Namun, pembicaraan kembali berlanjut diakhir periode kedua masa pemerintahan Bush. Diselenggarakan di Beijing, 24-28 Mei 2008.

Selama lima hari dialog berlangsung, kedua belah pihak memberi pengarahan satu sama lain pada kemajuan dalam bidang HAM, dan bertukar pandangan yang luas dan mendalam tentang isu-isu seperti kebebasan berbicara, kebebasan beragama, anti-diskriminasi rasial dan kerja sama mempromosikan HAM melalui PBB.

Kedua belah pihak sepakat bahwa dialog yang jujur dan terus terang itu konstruktif dan membantu meningkatkan saling pengertian dan mengurangi perbedaan, kata siaran dari kementerian. Mereka juga setuju dialog adalah kondusif bagi pembangunan berkelanjutan dan suara hubungan bilateral.12 Dialog ke 14 tersebut, dipimpin oleh Department for International Organizations and

(15)

Conferences of Chinese Foreign Ministry Wu Hailong dan US Assistant Secretary of State for Democracy, Human Rights and Labor David Kramer.

Setelah AS berpindah pemerintahan ke tangan Barack Obama pasca pemilihan umum November 2008, dialog HAM kembali diselenggarakan Mei 2010 di Washington dan Mei 2011 di Beijing. Kedua dialog tersebut dipimpin oleh Michael Ponser, Asisten Sekretaris Negara untuk Demokrasi, HAM, dan Tenaga Kerja AS dan Jenderal Chen, Direktur Jenderal Departemen Organisasi Internasional China. Pada pertemuan tahun 2010, topik yang dibahas mencakup tahanan politik China, kebebasan beragama dan berpendapat, hak tenaga kerja, aturan hukum, dan kondisi di Tibet dan Xinjiang.

Delegasi Cina juga mengunjungi Mahkamah Agung AS dan diberi penjelasan singkat tentang cara-cara penanganan HAM di AS.13 Selama perundingan 2011, Asisten Sekretaris Posner mengangkat keprihatinan mendalam Pemerintahan Obama tentang tindakan keras China terhadap pembela hak asasi dan pengkritik pemerintah. Diskusi tentang tindakan negatif China mengenai HAM dilaporkan mendominasi pembicaraan, di mana pihak AS digambarkan sebagai yang "berani" dan para pejabat China digambarkan sebagai “jujur dan terbuka”. Posner menyatakan bahwa dialog tersebut, bagaimanapun juga, sebagai forum untuk berdiskusi secara jujur, bukan untuk bernegosiasi.14

13 Foster Klug. 2010 “No Breakthroughs in U.S., China Human Rights Talks,” Associated Press, State

Department Special Briefing with Michael Posner, Assistant Secretary for Democracy, Human Rights and Labor. Dalam Claire Apodaga dan Michael Stohl. United States Human Rights Policy and Foreign Assistance. International Studies Quarterly. Vol.43.

14 Chris Buckley, 2011 “U.S. Ends Rights Talks With China ‘Deeply Concerned’,” Reuters. Assistant

(16)

Pada Mei 2010, Dialog HAM antara China dan AS kembali diadakan di bawah Pemerintahan Obama. Selama dialog, kedua belah pihak diberi pengarahan sama lain pada kemajuan baru dibuat dalam bidang HAM di negara masing-masing dan memiliki pertukaran mendalam pandangan mengenai isu-isu yang menjadi perhatian bersama, termasuk kerja sama HAM di PBB, aturan hukum, kebebasan berekspresi, hak buruh dan anti-rasisme, menurut siaran pers oleh delegasi China.

Aksi aplikatif yang dilakukan China secara domestik, menambah kejelasan mengenai perhatian mereka terhadap HAM semakin terarah mengikuti pemahaman universal HAM. Pada Juli 2011, Presiden Obama bertemu dengan Dalai Lama di Gedung Putih, meskipun ada respon keberatan dari Beijing. Presiden Obama menekankan pentingnya HAM Tibet di China serta tradisi mereka yang unik dalam hal agama, budaya, dan bahasa. Dia menekankan bahwa Tibet adalah bagian dari China, memuji komitmen Dalai Lama ke antikekerasan dan "Jalan Tengah"-nya pendekatan, dan mendorong dialog antara wakil-wakil Dalai Lama dan Beijing, sementara juga menekankan pentingnya kerjasama AS-China.

(17)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberontakan terhadap Pemerintah China di wilayah Tibet terjadi pada 10 Maret 1959, tapi dihentikan oleh China dalam beberapa pekan, hingga memaksa Dalai Lama untuk melarikan diri ke pengasingan, India. Keberlangsungan hidup rakyat Tibet berada di bawah rezim Beijing. Sejak itu pula, dimulai pembatasan beragama, penindasan, penyiksaan, pelecehan, dan segala bentuk pelanggaran HAM oleh aparat militer China terhadap gerakan perlawanan Tibet. Ribuan jiwa menjadi korban nyawa dalam berbagai serbuan, serangan, serta tindakan militer lainnya bagi para pembangkang.

Human Rights Watch (HRW), sejak tahun 1987, telah memantau dan melaporkan secara ekstensif pelanggaran yang terjadi di Tibet. Secara umum, dengan adanya pendataan terhadap kasus ini, perhatian yang lebih besar dilimpahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Tibet. Misalnya, pelanggaran HAM Tibet telah dibahas signifikan dalam tinjauan tahunan Departemen Luar Negeri Internasional.

Upaya Intervensi oleh Amerika pun terus dilakukan guna mengurangi pelanggaran HAM di Tibet. Salah satunya melalui suatu kerangka kebijakan yaitu

(18)

untuk mengupayakan adanya dialog antara pemerintahan China dengan Dalai lama dan wakil-wakilnya yang menyangkut perbaikan hubungan antara kedua negara dan mengupayakan adanya pembebasan tahanan politik dan agama Tibet di China, mendukung pembangunan ekonomi, pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan tujuan lainnya di Tibet, dan melaksanakan kegiatan lain demi "dukungan dan aspirasi terhadap rakyat Tibet untuk melindungi identitas mereka." Namun demikian, Menganalisa dampak yang ditimbulkan dari intervensi AS terhadap pelanggaran HAM di China, dari segi politik dan ekonomi, tidak begitu mempengaruhi stabilitas hubungan bilateral kedua negara. Sejak diresmikannya hubungan diplomatik mereka, 1 Januari 1979, hubungan tersebut justru memperlihatkan kemajuan. Bagi kedua negara, kerjasama dalam HAM merupakan masalah penting untuk diperhatikan, namun kepentingan dalam kerjasama politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan masih lebih diutamakan. Hal ini terkait kepentingan atas eksistensi kedua negara dalam menentukan arah perekonomian dan perdagangan dunia.

(19)

Daftar Pustaka

- Sperling Elliot. 2000. Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tibet.

http://www.hrw.org/campaigns/China-99/tibet-test0613.htm (diakses pada tanggal 12 April 2016)

-

Nurani Soyomukti. 2009. Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, Politik

Kepentigan Tibet – China – Amerika Serikat. Jogjakarta: Garasi. hal. 100

- Voice of America. 2007. Presiden Bush Bertemu Dalai Lama di Gedung Putih http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2007-10-16-voa5-85323027.html (diakses 12 April 2016)

- Msnbc. 2008. Bush express concern about Tibet to Chinese.

http://www.msnbc.msn.com/id/23813316/ns/world_news-asia_pacific/t/ bush-expresses-concern-about-tibet-chinese/#.Tq_U5dSlJRJ (diakses 12 April 2016)

- Seputar China. 2008. Aksi Free Tibet: China Didesak Perbaiki Kondisi HAM-nya. http://tiongkokbaru.wordpress.com/2008/03/19/aksi-free-tibet-China-didesak-perbaiki-kondisi-ham-nya/ (diakses pada tanggal 17 Juni 2016)

- Sperling Elliot. 2000. Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tibet.

http://www.hrw.org/campaigns/China-99/tibet-test0613.htm (diakses pada tanggal 17 Juni 2016)

- Free Tibet,2015 Call on China to Stop Torture in Tibet

http://www.freetibet.org/about/torture (diakses pada tanggal 18 Juni 2016) - Susan V.Lawrence dan Thomas Lum dalam CRS Report R41108,

U.S.-China Relations: Policy Issue.

(20)

- Ewen MacAskill and Tania Branigan. 2009 “Obama Presses Hu Jintao on Human Rights During White House Welcome,” Guardian.co.uk, 19 Januari 2011; Helene Cooper and Mark Landler, “Obama Pushes Hu on Rights but Stresses Ties to China,” New York Times. dalam Ibid.,

- China-US Human Rights Dialogue in 2008. Sino-U.S Relations: Facts & Figure.

http://www.china.org.cn/world/china_us_facts_2011/2011-07/21/content_ 23039908.htm (diakses 18 Juni 2016)

-

Foster Klug. 2010 “No Breakthroughs in U.S., China Human Rights Talks,” Associated Press, State Department Special Briefing with Michael Posner, Assistant Secretary for Democracy, Human Rights and Labor. Dalam Claire Apodaga dan Michael Stohl. United States Human Rights Policy and Foreign Assistance. International Studies Quarterly. Vol.43.

- Chris Buckley, 2011 “U.S. Ends Rights Talks With China ‘Deeply

Concerned’,” Reuters. Assistant Secretary of State for Democracy, Human Rights and Labor Michael Posner, U.S. Embassy Press Availability, Beijing, China. Claire Apodaga dan Michael Stohl. United States Human Rights Policy and Foreign Assistance. International Studies Quarterly.

Referensi

Dokumen terkait

Uji stabilitas mikrobiologis dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui ketahanan sediaan pembersih gigi tiruan dengan bahan minyak atsiri kulit batang

Dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi parameter seperti jumlah siklus, kecepatan motor, ukuran bola baja atau dapat juga digunakan partikel arang

Metode ini berfokus pada perangkingan dan memilih dari satu set alternatif, dan menentukan solusi kompromi untuk masalah kriteria yang bertentangan, yang dapat

Penekanan kembali maupun informasi singkat mengenai manfaatnya setelah diolah dengan cara yang tepat, serta manfaat yang diperoleh dari pelatihan tersebut; (3)

Dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa: (a) model pembelajaran menggunakan media wayang kardus dalam pembelajaran IPS dapat

Symbolic Precognitive Dream ditandai dengan informasi prekognitif yang abstrak yang pada umumnya tidak disadari hingga kejadian yang sebenarnya terjadi.Hal ini sulit

Hal ini dikarenakan dengan pengolahan buah pepaya yang bermanfaat yaitu menjadi permen jeli pepaya yang rendah gula untuk mencegah penyakit stroke maka dapat

Data Hasil Belajar Siswa Tentang Penggunaan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika Sebagai Upaya Peningkatan Penguasaan Konsep Operasi Hitung