• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. III. P A D I - PHT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "5. III. P A D I - PHT"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN HAMA TERPADU

TANAMAN PADI DAN PALAWIJA

Disusun Oleh

Dayat Supriadi S.ST

BAHAN MATERI PELAJARAN SMK BUDIDAYA PERTANIAN

(2)

I.

PENDAHULUAN

Perlindungan tanaman mempunyai peranan penting dalam pementapan produksi pangan. Melalui usaha perlindungan tanaman yang tepat, Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dapat dikendalikan sehingga tidak mengakibatkan kehilangan hasil dan mampu menjamin tercapainya potensi hasil yang diinginkan.

Usaha perlindungan tanaman merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pengelolaan ekosistem pertanian atau sistem produksi tanaman, yang bertujuan untuk memperoleh kuantitas produk yang tinggi. Produksi pertanian digunakan untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu usaha pengendalian OPT seharusnya dilakukan tidak terlepas dari keterpaduannya dengan usaha – usaha produksi tanaman lainnya seperti penentuan varietas, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengairan, pemasaran dan teknik budidaya tanaman lainnya.

Setiap usaha yang dilakukan untuk mengendalikan OPT dapat memberikan kondisi yang memungkinkan keberhasilan usaha budidaya tanaman lainnya, dan sebaliknya usaha budidaya tanaman perlu diperhatikan agar jangan sampai dapat mendorong timbulnya permasalahan OPT pada suatu ekosistem tertentu.

I.1. Latar belakang pengembangan konsep PHT di Indonesia.

PHT telah merupakan dasar kebijakan pemerintah dalam setiap program perlindungan tanaman di Indonesia. Dasar Hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan lagi melalui UU. No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat mengutamakan penggunaan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani secara tidak tepat dan berlebihan. Cara ini kecuali meningkatkan biaya produksi juga mengakibatkan dampak samping yang merugikan bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

(3)

1.

I.2. Konsep dan strategi penerapan PHT.

PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efsiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Sasaran PHT adalah :

a. Produktivitas pertanian mantap tinggi,

b. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat,

c. Populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan,

d. Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.

Strategi PHT adalah, memadukan secara kompatibel semua teknik atau metoda pengendalian OPT didasarkan pada azas ekologi dan ekonomi.

I.3. Taktik Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Taktik PHT terutama adalah :

1. Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami,

2. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman mejadi kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan OPT serta mendorong berfungsinya agensia pengendalian hayati. Beberapa teknik bercocok tanam antara laian :

a. Penanaman varietas tahan b. Penanaman benih sehat

c. Pergiliran tanaman dan pergiliran varietas d. Sanitasi lingkugan

e. Penetapan masa tanam

f. Tanam serentak dan pengaturan saat tanam g. Penanaman tanaman perangkap, penolak h. Pengaturan jarak tanam

i. Penanaman tumpangsari j. Pengelolaan tanah dan air

k. Pemupukan berimbang sesuai dengan kebutuhan setempat.

(4)

lingkungan fsik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan OPT.

4. Penggunaan pestisida secara selektif dan bijaksana untuk mengembalikan populasi OPT pada aras keseimbangannya

2.

Peranan Pemantauan dalam PHT.

Dlam penerapan PHT di tingkat petani, program pengamatan atau monitoring ekosistem merupakan kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan dalam mengambil keputusan tentang pengendalian OPT.

Parameter yang diamati meliputi data biotik seperti populasi hama, musuh alami, intensitas serangan, pertumbuhan tanaman dll. Sedangkan parameter abiotik meliputi keadaan cuaca, tanah, air, udara dll. Untuk pelaksanaan pengamatan perlu ditentukan unit pengambilan contoh, banyaknya contoh per petak, dan pola atau rute pengambilan contoh.

Binatang atau hewan yang termasuk kedalam golongan musuh alami adalah ; ular, burung hantu, semua jenis laba-laba, capung jarum, belalang minyak, cocopet, heheleman, bobotolan, semut merah, belalang sembah dll.

Secara skematis proses pengambilan keputusan PHT adalah sebagai berikut :

ANALISIS EKOSISTEM PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

PEMANTAUAN PROGRAM TINDAKAN

AGROEKOSISTEM

I.4. Prinsip penerapan PHT pada tingkat petani. Empat prinsip yang digunakan dalam PHT adalah :

1. Budidaya tanaman sehat,

2. Pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, 3. Pengamatan mingguan secara teratur, dan 4. Petani sebagai ahli PHT.

a. Budidaya Tanaman Sehat.

(5)

b. Pelestarian musuh alami.

Kekuatan unsur-unsur alami baik dari unsur iklim atau cuaca, ketahanan tanaman, maupun unsur hayati lain termasuk musuh alami merupakan unsur penting, dalam pengendalian alamiah. Musuh alami merupakan faktor pengendali OPT penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum dalam pengaturan populasi OPT di alam.

3.

c. Pemantauan ekosistem secara teratur.

Masalah OPT biasanya timbul karena hasil kerja kombinasi unsur-unsur lingkungan yang sesuai baik biotik (tanaman atau makanan) maupun abiotik (iklim, cuaca dan tanah). Serta campur tangan manusia yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi OPT. oleh karena itu, pemantauan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin oleh petani merupakan dasar analisis ekosistem untuk pengambilan keputsan dan melakukan tidakan yang diperlukan.

d. Petani sebagai ahli PHT.

(6)

4.

II. PEDOMAN REKOMENDASI PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI DAN PALAWIJA

Ledakam suatu OPT terjadi karena salah satu atau lebih faktor yaitu inang, OPT atau lingkungan mengalami perubahan. Sumber makanan yang berlimpah sepanjang waktu disertai oleh perubahan iklim mikro yaitu iklim disekitar tanaman, merupakan beberapa faktor yang mendorong perkembangan OPT. Apalagi kalau keadaan ini ditambah dengan penggunaan pestisida yang kurang bijaksana.

Langkah yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan OPT jangka panjang yaitu pemanfaatan sumberdaya alam sebagai dasar peetimbangan utama. Penggunaan pupuk yang rasional baik jenis maupun dosis, pengaturan sistem tanam dan pemanfaatan musuh alami merupakan langkag-langkah yang diharapkan dapat menekan OPT, tanpa bersandar terus kepada pestisida. Pemakaian pestisida pada akhirnya hanya digunakan apabila OPT sudah tidak mampu dikendalikan dengan usaha-usaha yang lain.

Pada langkah awal, “perencanaan ekosistem” merupakan langkah awal yang perlu dilakukan dalam pengendalian OPT. Ekosistem yang direncanakan merupakan keadaan yang sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesempatan bagi OPT berkembang biak, tetapi justru memberikan kesempatan kepada unsur-unsur pengendali alami mampu bekerja seoptimal munkin.

Pendekatan pengelolaan OPT yang ada di lapangan didasarkan atas pendekatan pengelolaan ekosistem pertanian secara menyeluruh. Dalam hal ini terkait didalamnya antara lain tanaman, hama, penyakit, gulma, musuh alami, cuaca/iklim, unsur-unsur lingkungan fsik, sarana produksi, tindakan petani di lahannya dan komponen-momponen lain yang terkait dalam usaha tani.

(7)

“ Menjaga keseimbangan hubungan antara berbagai komponen dalam ekosistem pertanian pada berbagai stadia tumbuh tanaman agar tidak terjadi lonjakan populasi OPT “.

5.

III. P A D I A. PADI SAWAH

1. PRATANAM.

1.1. Karakteristik Ekosistem.

a. Sisa-sisa tanaman, singgung, tunggul jerami, dan gulma.

- Sisa tanaman, singgung, tunggul jerami dan gulma merupakan tempat bertahan OPT pada fase ini.

- Pada awal musim hujan, serangga penggerek batang padi putih, sedang

diapause (istirahat selama musim kering). Ulat ini akan berkembang jadi kepompong setelah tanah lembab oleh hujan pertama, kemudian ngengatnya muncul terbang .

- Sisa-sisa tanaman dan jerami biasanya merupakan tempat bertahan cendawan blas, hawar pelepah, busuk pelepah dan bercak coklat. Dari sisa tanaman dan jerami, cendawan menular dan menginfeksi pertanaman berikutnya.

b. Populasi OPT.

- Populasi suatu OPT pada saat sebelum tanaman merupakan sumber serangan atau penularan awal yang perlu diwaspadai.

- Di daerah kronis serangan tikus, banyak liang-liang tikus, jejak jalan tikus dan tanda-tanda adanya kotoran tikus disekitar persawahan, maupun populasi tikus dibawah tumpukan – tumpukan jerami.

- Di daerah kronis penggerek padi putih, penerbangan ngengat dari tunggul pada awal musim hujan, merupakan sumber serangan awal pada persemaian yang ada di persawahan.

(8)

a. Pemanfaatan organisasi petani/perencanaan ekosistem

- Dilakukan persiapan organisasi petani berupa pemantapan kelompok tani dan pertemuan untuk membahas persiapan tanam pada musim yang akan segara dilaksanakan atau “merencanakan ekosistem”.

b. Pen golahan tanah.

- Di daerah serangan peyakit blas, dilakukan pembenaman jerami hingga busuk.

- Membersihkan singgang atau sisa tanaman yang sebelumnya terserang wereng coklat, penggerek batang, hawar pelepah, blas atau tungro. Jangan dibenamkan kedalam tanah dijadikan pupuk organik, tetapi dimusnahkan dijadikan makanan ternak dsb.

- Diupayakan pelestrian musuh alami hama tikus, babi hutan maupun OPT lainnya.

1.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan

- Diamati populasi dan atau gejala serangan OPT pada tunggul jerami dan sisa-sisa tanaman lainnya.

- Diamati populasi serangga hama, serangga penular virus maupun musuh alami yang tertangkap pada lampu-lampu penerangan di sekitar pesawahan.

b. Analisis ekosistem dan pegambilan keputusan.

- Apabila ditemukan liang aktif tikus dan tanda-tanda keberadaan populasi tikus di sawah, maka dilakukan pengendalian korektif (geropyokan, sanitasi lingkungan dan pengumpanan berracun).

(9)

- Di daerah kronis serangan Peggerek Batang Padi Putih (PBPP) dilakukan penundaan waktu sebar benih, yaitu paling tidak 10 hari setelah puncak penerbangan ngengat PBPP dari tunggul, atau pengelohan telah selesai. - Di daerah kronis serangan ganjur, dilakukan pengaturan waktu sebar

benih sehingga pada saat pertumbuhan fase vegetatif tidak jatuh bersamaan dengan puncak curah hujan.

- Di daerah kronis serangan tungro, dilakukan pegaturan waktu tanam yaitu seawall mungkin, agar pada saat populasi wereng hijau (vector virus) tinggi, tanaman sudah mencapai umur diatas 60 hari, sehingga tanaman bisa terhindar dari serangan tungro.

- Di daerah kronis serangan ulat grayak, dan terdapat banyak itik, dilakukan penggembalaan itik di sawah.

- Di daerah kronis serangan anjing tanah, dilakukan penggenangan lahan dan pengolahan lahan hingga rata.

- Di daerah kronis serangan siput murbei, tancapkan ajir-ajir bambu untuk merangkap telur siput, dan pemanfaatan siput untuk pakan ternak.

- Untuk pengendalian gulma yang ada dilakukan pemilihan benih padi yang murni, pemasangan saringan pada pintu air masuk, sanitasi lingkungan, dan pengolahan tanah sempurna.

7.

2. FASE PERSEMAIAN

2.1. Karakteristik Ekosistem.

- Di daerah kronis, serangan OPT yang sering ditemukan pada fase ini adalah penggerek batang padi putih, wereng coklat, tikus, tungro dan blas.

- Populasi kelompok telur dan ngengat PBPP biasanya dapat ditemukan pada persemaian musim hujan, begitu pula wereng coklat dewasa.

- Serangan tikus dapat terjadi sejak benih disebar.

2.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Benih yang akan disebar dipilih berdasarkan kriteria; bersertifkat dan atau sehat, benih unggul.

- Jumlah kebutuhan benih padi ≤ 20 kg/ ha. Benih direndam selama 24 jam, kemudian ditutup atau diperam selama 24 jam, sehingga mudah berkecambah.

(10)

- Pengaturan air dipesemaian setinggi 2-5 cm, agar bibit dipesemaian tumbuh pendek dan kuat.

- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk menjaga tetap berkembangnya musuh alami dipesawahan tsb.

- Pemupukan nitrogen yang berlebihan dipesemaian akan mengakibatkan tumbuh bibit tiggi dan lemah, dan lebih rentan terhadap OPT.

- Hindari pembelian bibit dari daerah yang sedang terjadi serangan OPT atau sumber OPT seperti penggerek batang, wereng, blas dan tungro.

- Di daerah kronis serangan siput mas, agar digunakan bibit yang berumur lebih tua (± 25 hss), dan perlu disediakan bibit untuk cadangan penyulaman.

2.3. pengamatan, analisis ekosistem dan pengembilan keputusan. a. Pengamatan.

- Diamati kelompok telur dan ngengat penggerek batang, gejala kresek, gejala tungro, blas, serangan tikus dan gejala kekurangan unsur hara.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

- Apabila ditemukan kelompok telur penggerek batang padi, segera dilakukan pengumpulan kelompok telur tersebut.

- Apabila populasi penerbangan ngengat penggerek batang padi menghawatirkan, dilakukan penagngkapan ngengat dengan lampu (petromak) yang dipasang diatas bak berisi campuran air dan minyak tanah (perbandingan 40 : 1).

- Bibit yang menunjukan gejala sundep (penggerek batang), tungro, wereng coklat dsb. dimusnahkan dengan jalan dibenamkan kedalam tanah.

8.

- Di daerah kronis serangan belalang kembara, dilakukan monitoring saat penerbangan atau migrasi. Aplikasi insektisida efektif dan diizinkan dapat dilakukan pada saat belalang datang berkumpul atau setelah terjadi penetasan telur (instar awal) di lokasi hinggap belalang tsb.

3, FASE TANAMAN MUDA (sejak tanam – anakan maksimum) 3.1. Karakteristik ekosistem

- Penyebaran pertanaman semakin luas, sehingga di seluruh persawahan teredia cukup sumber makanan bagi OPT. Pertumbuhan tanaman pada fase ini sangat pesat.

(11)

- Pada fase ini, mulai terjadi peningkatan populasi OPTdan/atau intensitas oleh OPT tertentu, misalnya wereng, penggerek batang, busuk pelepah, busuk batang, blas dsb.

- Bagi hama tikus, nutrisi yang tersedia pada fase ini tidak cocok bagi perkembangan sehingga belum terjadi perkembangbiakan dan peningkatan populasi.

- Kemunculan gejala tungro terjadi pada fase ini, yaitu ± 2 – 3 minggu setelah terinfeksi oleh virus tungro.

3.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Dilakukan tanam serentak dalam areal yang luas, agar pertumbuhan populasi OPT”seragam” dan dapat dideteksi perkembangannya lebih mudah. Masa serentak ± 1 – 2 minggu.

- Penanaman sebanyak 2 bibit/lubang dengan kedalaman 2 – 3 cm. Di daerah serangan ganjur, jarak tanam optimum 20-25 cm dengan jumlah bibit 2-3 btg/rumpun.

- Diusahakan pertanaman selalu tergenang sedalam 2-5 cm untuk waktu sampai umur 30 hst.

- Pembersihan semak-semak yang menjadi tempat sembunyi tikus perlu terus dilakukan.

- Dihindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk menjaga kelestarian musuh alami yang ada di persawahan.

- Pelestarian musuh alami hama-hama lain perlu terus dilakukan.

- Lakukan pemupukan yang berimbang baik waktu, jenis dan dosis sesuai anjuran.

- Penyiangan secara mekanis dan atau menggunakan herbisida dilakukan sesuai dengan kondisi setempat.

3.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan.

- Diamati pertumbuhan tanaman antara lain untuk keperluan penyulaman. - Diamati gejala kerusakan atau tanda-tanda keberadaan hama tikus, populasi

wereng, penggerek batang, gejala serangan tungro, penular virus dan sebagainya.

9.

(12)

- Pengamatan dengan cara mengamati langsung pda rumpun-rumpun padi, sebanyak 20 rumpun/petak secara acak sepanjang garis diagonal petakan sawah. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali.

b, Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

- Apabila ditemukan gejala kerusakan atau tanda-tanda keberadaan tikus di persawahan, dilakukan pemasangan pagar plastik yang dikombinasikan denga bubu perangkap tikus. Pengendalian korektif dilakukan dengan pemasangan umpan beracun, bila intensitas serang ≥ 15% sampai batas anakan maksimum.

- Tanaman-tanaman yang menunjukan gejala serangan tungro dicabut dan dibenamkan kedalam tanah.

- Apabila populasi wereng coklat ≥10 ekor per rumpun pada tanaman berumur <40 hst , atau 40 ekor per rumpun pada tanaman berumur > 40 hst dilakukan pengendalian korektif dengan menggunakan insektisida yang diizinkan.

- Apabila serangan sundep ≥10 – 15% dilakukan pengendalian dengan menggunakan secara “spot treatment” (hanya ditempat serangan).

- Apabila terjadi serangan hama putih, dilakukan pengeringan sawah selama 2-3 hari sampai ulat-ulat hama putih mati.

- Apabila serangan ganjur ≥10% dilakukan aplikasi insektisida sistemik yang efektif.

- Apabila timbul serangan ulat grayak, dilakukan penggenangan sehingga ulat naik dan mudah dikumpulkan. Aplikasi insektisida sistemik dialakukan intensitas serangan ≥25%.

- Apabila populasi kepinding tanah ≥30 ekor/rumpun, dilakukan pemupukan kembali untuk mengkonpensasi serangan.

- Apabila timbul serangan hawar bakteri atau hawar daun pelepah dilakukan sanitasi selektif tanaman yang sakit dan pengeringan lahan secara berkala, yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari di keringkan.

4, FASE TANAMAN TUA (sejak primordia – berbunga). 4.1. Karakteristik ekosistem.

- Fase pertumbuhan tanaman ini merupakan fase kritis terhadap serangan tikus, penggerek batang, wereng coklat, dan penyakit tanaman.

- Serangan penggerek batang pada fase ini akan mengakibatkan beluk, dan sudah tidak dapat disembuhkan lagi.

- Serangan tikus semakin meningkat pada saat tanaman primordia dan bunting. Populasi pertumbuhan tikus meningkat karena nutrisi tanaman sesuai untuk kebutuhan reproduksi tikus.

(13)

- Pada fase tanaman ini tidak sesuai dengan bagi perkembangan ganjur. Hama ganjur sudah tidak mampu merusak tanaman, hanya menyerang tubas-tunas non produktif dan tidak perlu dilakukan pengendalian korektif.

- Virus tungro yang mengifeksi tanaman pada fase ini tidak menunjukan gejala dan tidak mempengaruhi kehilangan hasil panen.

4.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberikan perlindungan kepada musuh alami yang ada di persawahan dan sekitarnya.

- Dilakukan pemusnahan tanaman yang terserang tungro berat atau menunjukan gejala “hopperbum” oleh wereng coklat.

- Aplikasi insektisida untuk ulat grayak dilakukan apabila intensitas serangan ≥ 15%.

- Tetap memelihara kebersihan lingkungan yang diduga menjadi tempat persembunyian tikus.

- Pengaturan air di sawah dengan selang waktu 9 hari, untuk memberikan keadaan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan OPT.

4.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan.

- Diamati perkembangan OPT secara seksama. Kelengahan dalam melakukan pengamatan pada fase ini akan berakibat fatal.

- Diamati rasio antara OPT dan musuh alami untuk penentuan perlu tidaknya pengendalian secara kimiawi.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

- Apabila populasi wereng coklat ≥ 10 ekor/rumpun pada tanaman berumur < 40 hari atau populasi ≥ 40 ekor/rumpun pada tanaman > 40 hst, dilakukan aplikasi insektisida efektif.

- Apabila ada penyakit-penting sudah muncul, diadakan pengeringan berkala, yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari dikeringkan.

- Apabila terjadi serangan blas, dapat digunakan fungisida efektif dua minggu sebelum keluar malai, untuk mencegah timbulnya “nect blast”.

- Apabila dijumpai ulat grayak, dilakukan penggenagan petakan sawah untuk merendam bagian bawah rumpun padi tempat ulat grayak berlindung.

- Apabila terjadi serangan hama putih palsu dengan intensitas ≥ 45% pada daun bendera, dilakukan aplikasi insektisida efektif.

(14)

11.

5. FASE PEMATANGAN BULIR (pengisian bulir – panen) 5.1. Karakteristik ekosistem.

- Pertanaman telah mengalami pengisian bulir, sehingga ketersediaan makanan bagi hama-hama penghisap bulir sangat melimpah. Populasi hama tersebut mempunyai kesempatan meningkat dengan cepat.

- Hama yang sudah berkembang disini sejak awal fase tumbuh tanaman, misalnya wereng coklat, penggerek batang dan tikus. Walangsangit mulai berpindah ke tempat pertanaman.

- Pada saat ulat grayak pemotong malai secara bergerombil mulai menginfestasi pertanaman.

- Pada saat ini air sangat berpengaruh terhadap pengisian bulir. Apabila air berlebihan, proses pemasakan bulir terhambat, sebaliknya proses pengisian bulir terhambat.

5.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Tetap menjaga upaya-upaya pelestarian musuh alami dengan menghindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan.

- Tetap menjaga kebersihan lingkungan, terutama pada tempat-tempat yang diduga persembunyian tikus.

- Mengatur air sawah sehingga pertanaman tetap tumbuh sehat, proses pengisian bulir berlangsung dengan cepat.

- Di daerah kronis serangan PBPP (Penggerek Batang Padi Putih), pemotongan jerami pada saat panen setinggi maksimal 5 cm.

5.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan. a) Pengamatan

- Diamati populasi hama-hama maupun penyakit yang merusak bulir dan malai seperti walangsangit, kepik hijau, ulat grayak pemotong malai, dan pengamatan terhadap musuh alami serta penyakit blas.

b). Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

(15)

12.

B. PADI GOGO 1. PRATANAM

1.1. Karakteristik ekosistem

- Padi gogo merupakan budidaya padi yang diusahakan pada lahan tegalan/kering secara menetap

- Iklim yang dibutuhkan untuk padi gogo yaitu curah hujan 600-1200 ml selama pertumbuhannya, ketinggian tanah sampai dengan 1300 mt diatas permukaan laut (dpl), dan suhu untuk pertumbuhan 15 - 30°C.

- Syarat tanah yang dibutuhkan adalah gembur dan cukup subur. Drainase baik. Macam tanah yang baik adalah tanah merah (Latosol), rancah minyak (Grumusol) dan tanah endapan (Aluvial).

- Jenis-jenis OPT yang sering menimbulkan kerugian pada padi gogo adalah lalat bibit, anjing tanah, penggerek batang, walangsangit, lundi/uret, tikus, babi hutan, penyakit blas, bercak coklat dan gulma.

I.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem

- Pengolahan tanah dilakukan pada musim kering sebelum hujan turun, atau segera setelah tanaman yang mendahuluinya dipanen.

- Tanah dibajak atau dicangkul 2 x atau lebih, hingga menjadi gembur dan bersih dari gulma.

- Pemupukan awal dilakukan dengan pupuk kompos/organik sebanyak 15 – 20 ton/ha, pada saat mencangkul yang kedua.

- Pemupukan menggunakan pupuk hijau (Crotalaria yuncea) dilakukan dengan menanamnya 4-6 bulan sebelum menanam padi. Jarak tanam 90 x 120 cm dan ditumpangsari dengan palawija. Pupuk hijau ditebang dan dibenamkan kedalam tanah saat pengolahan tanah untuk padi gogo.

- Setelah dibajak, tanah dihaluskan dengan menggunakan garpu atau cangkul sebanyak 2 x hingga menjadi halus.

- Dibuat saluran-saluran atau petakan-petakan yang sempit, sehingga mampu mencegah terjadinya genangan apabila hujan

- Di daerah kronis serangan uret Exopholis sp., dapat ditanam Theprosia

sebagai tanaman penolak. Selain itu dilakukan pengumpulan larva pada saat pengolahan tanah.

- Di raerah kronis serangan babi hutan, dilakukan pemagaran ladang,

- Di daerah kronis serangan tikus, dilakukan pemagaran plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap tikus.

(16)

I.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan - OPT yang perlu mendapat perhatian adalah jenis OPT yang biasa timbul dan

menyebabkan kerusakan di daerah tersebut. Jenis OPT saat fase ini antara lain kumbang atau uret, tikus.

- Apabila ditemukan banyak kumbanang atau uret, dilakukan pengumpulan kumbang dan uret kemudian dimatikan.

- Apabila ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, dilakukan pengendalian korektif dengan geropyokan dan atau pengumpanan beracun.

13.

2. FASE TANAM DAN TANAMAN MUDA (sejak tanam – anakam maksimum) 2.1. Karakteristik ekosistem

- Padi gogo ditanam dengan cara ditugal atau disebar langsung dalam keadaan tanah yang kering, tanpa melalui persemaian. Dengan kondisi seperti ini maka OPT yang sering menyerang adalah lalat bibit, anjing tanah, burung dan tikus serta gulma yang tumbuh pesat pada saat awal pertumbuhan padi.

2.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem

- Benih dipilih yang sehat dan bermutu baik. Benih yang terapung sewaktu direndam dengan larutan garam atau abu dapur, sebaiknya tidak ditanam - Di daerah kronis serangan blas, ditanam varietas yang lebih terbukti tahan

terhadap blas.

- Waktu tanam sebaiknya dilakukan serentak setelah 2-3 kali turun hujan. Sebaiknya tidak ditanam pada saat turun hujan terus-menerus .

- Penanaman dapat dilakukan dengan menabur benih kedalam alur-alur tanah sedalam ± 3cm dengan jarak alur ± 60 cm, kemudian alur-alur tersebut ditutup tanah.

- Cara tanam yang lain adalah dengan tugal sedalam 3-5 cm, jarak tanam 20 cm x 20 cm, tiap lubang diisi 5-7 butir gabah. Lubang ditutup dengan tanah halus atau campuran pupuk organik dan pupuk P, K.

- Tumpangsari dengan jagung dapat dilakukan dengan jarak tanam jagung 150 cm x 60 cm.

- Di daerah kronis serangan lalat bibit, tanam pada saat banyak hujan akan mengakibatkan serangan tinggi. Apabila memungkinkan tanam dilakukan sebelum musim hujan.

- Pemupukan pupuk organik dan penyiangan gulma sesuai dengan anjuran teknologi setempat.

- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberi kesempatan hidup dan berkembang biak musuh alami yang ada di ladang. Pelestarian musuh alami dengan cara-cara lain terus dilakukan.

(17)

- Di daerah kronis serangan lalat bibit, dilakukan aplikai insektisida efektif yang diizinkan. Aplikasi dilakukan pada saat tanaman berumur ± 7 hari setelah pertumbuhan.

- Apabila ditemukan serangan tikus dengan intensitas serangan sebesar ± 15% dilakukan pengumpanan beracun. Pengemposan asap beracun.

- Apabila ditemukan serangan uret, dilakukan penggalian disekitar tanaman yang sakit untuk mengumpulkan uret dan mematikannya.

- Apabila ditemukan serangan sudep ≥ 15%, tergantung varietasnya, dilakukan aplikasi insektisida efektif. Pada varietas genjah ≥ 10% dan varietas dalam ≥ 15%.

- Di daerah kronis serangan ulat grayak ditaruh pelepah pisang atau dedaunan lebar di lahan sebagai tempat berlindung ulat grayak, sehingga mudah dikumpulkan dan dimatikan. Penggunaan insektisida efektif dilakukan bila intensitas serangan ≥ 25%.

14.

3, FASE TANAMAN TUA (saat primordia – berbunga) 3.1. Karakteristik ekosistem

- Pada fase ini serangan blas yang timbul dapat menyebabkan busuk leher dan menimbulkan kerugian hasil yang besar.

- Serangan penggerek batang yang timbul menyebabkan beluk dan tidak dapat disembuhkan lagi.

- Serangan tikus semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan karbohidrat tanaman, dan tikus memulai memasuki fase berkembang biak. - Kerusakan tanaman pada fase ini akan menimbulkan kehilangan hasil yang

nyata, karena tanaman sudah tidak dapat mengkonpensasi kerusakan.

3.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberikan kesempatan hidup dan berkembang biak musuh alami yang ada di ladang.

3.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

- Apabila ditemukan serangan tikus, dilakukan pemagaran plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap tikus. Tindakan koretif dilakukan dengan pengemposan asap beracun.

- Apabila ditemukan gejala awal serangan blas dan banyak embun di daerah serangan blas, dilakukan aplikasi fungisida yang diizinkan.

- Di daerah kronis serangan ulat grayak, penggunaan insektisida efektif yang diizinkan, apabila serangan sudah ≥ 25%.

(18)

4.1. Karakteristik ekosistem

Pada fase ini OPT yang sering menimbulkan kerugian adalah penggerek batang, walangsangit, ulat grayak, dll.

4.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem - Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan.

- Di daerah kronis serangan ulat grayak, penggunaan insektisida efektif yang diizinkan apabila intensitas serangan ≥ 25%.

- Di daerah kronis serangan walangsangit, dipasang bangkai kepiting dan atau tulang-tulang sebagai perangkap walangsangit, sehingga mudah dikumpulkan dan dimatikan.

4.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. - Apabila populasi walangsangit ≥ 10 ekor/m2 pada saat bulir padi masih lunak

dilakukan aplikasi insektisida efektif

- Apabila ditemukan gejala awal serangan blas dan cuaca banyak embun, dilakukan aplikasi fungisida efektif yang diizinkan

15.

III. K E D E L E (Glycine Soya Max) 1. PRATANAM

1.1. Karakteristik ekosistem

- Pada lahan bekas padi relatif bersih dari gulma

- Pada hamparan yang masih belum ada pertanaman kedele populasi hama sangat langka

- Pada lahan bekas kedele atau kacang-kacangan, kerapkali masih terdapat sumber inokulum penyakit (Sclerotium rolfsii dan Rhizoktonia solani).

- Inokulum cendawan R. solani penyebab busuk pelepah pada sisa tanaman padi yang terserang masih bertahan dan aktip pada lahan yang becek atau lembab.

1.2. Perencanaan, budidaya dan pengelolaan ekosistem.

Pratanam merupakan tahap perencanaan oleh organisasi di tingkat kelompok tani. Pada perode ini dilakukan persiapan untuk menentukan pola tanam yaitu menentukan varietas, pergiliran tanaman, waktu tanam dan tanam serempak.

Kegiatan perencanaan maupun pelaksanaan selama periode pratanam meliputi :

a. Perencanaan tanam serempak

- Tanam serempak harus diprogramkan secara matang, jauh sebelum musim tanam tiba.

- Tanam kedele secara serentak dengan selisih waktu antara tanam pertama dan tanam akhir tidak lebih dari 10 hari dilakukan pada areal yang luas. - Tanam serentak tersebut, termasuk tanam kacang-kacangan lain karena

(19)

- Dianjurkan terdapat masa bera selama 14 hari antara dua masa tanam

- Untuk menghindari serangan virus bilur kacang (PstV) tanah, sebaiknya tidak menanam kedele berdampingan dengan kacang tanah.

b. Perencanaan Pergiliran Tanaman

- Bertanam kedele setelah padi akan mengurangi serangan hama dan penyakit, karena hama dan penyakit padi tidak menyerang kedele dan sebaliknya, kecuali oleh R. solani dan kepik hijau (Nezara viridula).

- Pergiliran tanaman disesuaikan dengan jenis lahan dan tipe pengairannya atau lamanya bulan basah.

- Kedele bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. c. Pemilihan varietas dan persiapan benih

- Gunakan varietas unggul bila memungkinkan varietas yang tahan/agak tahan/toleran terhadap hama dan penyakit, serta sesuai dengan musim, jenis lahan dan kemasaman tanah.

- Gunakan benih berlabel, yaitu benih murni, tidak tercampur dengan varietas lain sberdaya kecambah minimal 80%, mulus tidak keriput dan sehat.

- Kebutuhan benih kedele yang ukuran bijinya sedang misalnya varietas Wilis diperlukan sekitar 40-45 kg/ha.

16.

d. Pengolahan tanah

- Untuk mengurangi serangan pathogen tular tanah Rhizoctonia spp.

(penyebab penyakit busuk pangkal batag), Sclerotium spp. dan Fusarium spp. (penyebab penyakit layu), tambahkan kompos matang sesuai rekomendasi setempat.

- Lahan bekas sawah tidak perlu melakukan pengolahan tanah, bila masih basah atau segera dibuat parit-parit atau saluran drainase.

- Apabila gulma menjadi masalah, maka untuk menghilangkan gulma dilakukan pengolahan tanah secara dangkal.

- Di daerah endemis cendawan tanah (R. solani), air sawah segera dikeluarkan melalui saluran drainase dan perlu dilakukan pembalikan tanah.

- Pada lahan tegalan dengan kemiringan > 3% lakukan pengolahan tanah

- Keluarkan air dari lahan sawah pada waktu 10-15 hari sebelum panen padi untuk menghindari pathogen tular tanah Fusarium oxysporum dan bakteri

(20)

- Padi saat panen, hendaknya pemotongan jerami dilakukan serendah mungkin, 3-5 cm diatas permukaan tanah.

- Pada lahan tegalan juga dibuat saluran drainase, namun jarak saluran membujur berjarak 2-3 meter, dan melintang dengan jarak sesuai dengan keadaan air lahan, jenis tanah, dan topograf.

f. Sanitasi selektif dan pengendalian gulma

- Pada lahan bekas kedele atau kacang-kacangan lainnya yang terinfeksi

R.solani dan S.rolfsii, sisa – sisa tunggulnya harus dicabut dan dibakar serta diikuti dengan perlakuan tanah baik dengan pemberian kompos matang. - Gulma yang mengganggu perlu disanitasi dan dibakar karena dapat menjadi

sumber virus kerdil kedele (SSV), virus mosaic kedele (SMV), virus mosaic kuning kedele (SYMV).

- Tumbuhan liar yang menjadi inang hama utama kedele, misalnya orok-orok (Crotalaria spp.), perlu disanitasi.

g. Penanaman tanaman perangkap.

- Di daerah endemis ulat grayak, ulat buah, penghisap polong, dan penggerek polong dapat dilakukan pengelolaan hama tsb. dengan menggunakan tanaman perangkap.

Perangkap Ulat grayak

- Ulat grayak Spodoptera litura lebih tertarik meletakan telur pada daun kedele varietas tertentu, seperti Diaeng, Wilis. Oleh karena itu tanamlah ketiga varietas tersebut sebagai perangkap di sekitar kedele yang ditanam variets lain agar serangan ulat grayak dapat ditekan.

Perangkap ulat buah

- Pengisap polong kepik hijau (Helicopera armigera dan Heliothis spp.) lebih menyukai rambut jagung sebagai tempat peletakan telurnya dari pada tanaman kedele.

17.

- Di daerah endemis ulat buah, perlu dilakukan penanaman jagung, kedele varietas Malabar, Dieng sebagai perangkap telur ulat buah tersebut.

- Jagung ditanam disekeliling unit hamparan kedele, dan di lereng pematang membujur atau melintang dengan arah timur barat (berjarak antar barisan sekitar 25 m dan dalam barisan 25 cm).

- Tiap varietas ditanam berselang seling dan tiap lubang tugal diisi 3 biji. Perangkap penghisap polong

- Penghisap polong kepik hijau (N. Viridulla), dan kepik hijau pucat (Piezodorus hybneri), diketahui lebih menyukai tanaman kacang hijau varietas Merak dari pada kedele,

- Penanaman kacang hijau varietas Merak ialah sebagai berikut:  Ditanam bersamaan dengan tanaman kedele

(21)

 Di daerah endemis kepik coklat kedele, luas tanam kacang hijau sekitar 10-12% dari luas hamparan.

 Jarak tanam 40 cm x 20 cm, dengan 2-3 biji per lubang.

Perangkap penggerek polong

- Ngengat penggerek polong (Etiella spp), lebih menyukai varietas kedele tertentu yaitu varietas Dieng, Malabar, untuk meletakan telurnya

- Di daerah endemis Etiella spp, perlu dilakukan penanaman tanaman perangkap tersebut 14 hari sebelum tanam kedele. Luas tanaman perangkap sekitar 12% dari luas hamparan.

h. Perbaikan lahan masam.

Pada tanah masam (pH 5,5), bila tidak tersdia tanaman yang toleran terhadap tanah masam, lakukan penambahan kompos matang, atau pengapuran. Dosis kapur 1-2 ton per ha atau sesuai dengan rekomendasi setempat, ditaburkan merata pada permukaan tanah, yang dilaksanakan penaburannya 3-6 bulan sebelum tanam. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemasaman lahan ialah dengan membuat saluran keliling yang dalam, kemudian airnya dibuang dan diganti dengan air sungai (air hujan).

2. T A N A M

2.1. KARAKTERISTIK EKOSISTEM.

- Rhizoctonia Solani, pada lahan endemis yang basah atau becek akan tetap aktif apabila tersedia inangnya atau sisa-sisa tanaman.

- Waktu penanaman pada suatu hamparan dianjurkan hanya berlangsung selama 10 hari.

- Lalat kacang (Ophyomyia phaseoli), akan meletakan telur segera setelah kedele tumbuh.

18.

2.2. Budidaya dan pegelolaan ekosistem. a. Inokulasi Rhizobium

- Pada lahan yang sering ditanami kedele tidak memerlukan inokulasi

Rhizobium’.

- Pada lahan yang belum pernah ditanami kedele, dan pada lahan yang sudah lama tidak ditanami kedele perlu pemberian Rhizobium.

(22)

Penundaan penanaman jangan lebih dari 6 jam. Selain itu dapat digunakan bekas tanaman kedele sebanyak 1-2 kg/10 kg benih.

b. Waktu tanam

- Waktu tanam disesuaikan dengan pola tanam pada jenis lahan tertentu dan musim setempat, yang bertujuan untuk mencapai produktivitas lahan

 Lahan tegalan MH I : Oktober/Nopember  Lahan tegalan MH II : Pebruari

 Lahan tegalan MK I : Mei c. Jarak tanam

- Jarak tanam kedele monokultur ditentukan berdasarkan jenis varietas, kesuburan tanah, dan musim hujan.

- Kedele yang ditanam setelah padi dapat mengikuti jarak tanam padi, atau mengikuti pedoman jarak tanam jarak tanam seperti berikut :

 Tanaman yang kurang bercabang : 20 cm x 20 cm cara tugal. Tiap lubang diisi 2-3 biji kedele kemudian ditutup dengan tanah berpasir tipis-tipis, atau mulsa jerami.

e. Pemilihan/Perlakuan benih

Untuk menghindari serangan lalat kacang atau penyakit Antraknosa, maka benih yang diguakan harus sehat/bermutu, dan apabila diperlukan dapat

(23)

cukup rapat. Tetapi di daerah endemis lalat kacang, sesudah kedele pertama dan tidak tersedia mulsa perlu pemantauan lalat kacang sejak dini.

h. Pemupukan dan perlakuan tanah.

 Efsiensi pemupukan N, P dan K dapat ditingkatkan dengan inokulasi Rhizobium dan penambahan bahan organik berupa kompos matang yaitu pupuk kandanga atau pupuk hijau.

 Pupuk N (Urea) diberikan dua kali, yaitu pada saat tanam dan pada penyiangan kedua masing- masing ½ dosis anjuran.

 Pupuk P (TSP) dan K (KCL), diberikan satu kali bersamaan saat tanam. Pupuk urea ditempatkan pada lubang tugal yang terpisah dengan TSP+KCL masing-masing dikiri dan kanan lubang tanam, dengan jarak 7-10 cm dari lubang tanam dan ditutup tanah.

 Di lahan sawah jenis Regosol dan Aluvial yang padinya telah dipupuk N, P dan K , maka kedele setelah padi tersebut tidak perlu dipupuk P dan K kecuali N.

 Dosis pupuk yang digunakan di beberapa daerah, jenis tanah dan msim tanam sesuai dengan rekomendasi setempat.

 Di daerah endemis serangan penyakit busuk pangkal batang, hawar batang, damping of, atau penyakit layu lainnya, lahan dapat ditambahkan kompos/pupuk kandang yang sudah matang.

3. FASE TANAMAN MUDA ( kurang dari 11 hst.) 3.1. Karakteristik ekosistem.

 Pada fase ini tanaman mempunyai keping biji (kotiledon) yang telah membuka satu hari setelah tanaman muncul, dan sepasang daun tunggal (daun pertama).

 Hama utama yang mungkin dijumpai adalah lalat kacang, kumbang daun kedele (Phaedonia inclusa), dan vector virus yaitu kutu hijau daun kedel (Aphis glycines) dan kutu kebul (Bemisia tabaci).

 Serangga hama lainnya yang mungkin dijumpai ialah penggerek batang (Melenagromyza sojae), kumbang tanah kuning (Longitarsus suturellinus), dan ulat tanah (Agrotis sp).

 Keping biji dan daun tunggal sangat disukai lalat kacang untuk meletakan telurnya.

(24)

20.

- Lahan kedele tidak boleh terlalu basah atau kekeringan, - Pada lahan beririgasi, tanaman perlu diairi sesuai kebutuhan.

- Apabila terjadi hujan lebat dan lahan tergenang, air segera dikeluarkan dari petakan. Apabila air tidak dikeluarkan (terendam lebih dari 4 jam) daun-daun dapat menjadi kuning.

3.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan

Pengamatan dimulai pada umur 6 hst atau tergantung keperluan. Jenis hama, penyakit, musuh alami yang mungkin dijumpai pada tanaman muda dan metode pengamatan serta ambang pengendaliannya tercantum pada lampiran.

Hama

- Pada fase ini, hama penting yang perlu diamati ialah lalat kacang, kumbang daun kedele, kutu kebul dan kutu daun kedele.

- Pegamatan dilakukan terhadap imago lalat kacang yang hinggap pada keping biji dan daun, pada umur 6 hst, dilakukan sekitar pukul 07.00 pagi.

- Pertanaman yang menggunakan mulsa jerami, pemantauan dilakukan terhadap tanaman terserang pada umur 8 hst, berdasarkan pada tanda tusukan dan gerekan pada daun pertama.

Penyakit

- Amati tanaman layu karena S. rolfsii yaitu apabila pada pangkal batang terdapat benang-benang miselium berwarna putih atau butiran berwarna coklat.

- Amati bercak cekung hitam (antraknosa) pada kotiledon dan bercak coklat ( R. solani).

- Amati serangga A. glycines pada umur 6, 7 atau 8 hst. Musuh Alami

- Jenis-jenis musuh alami yang ada fase ini dapat dilihat pada lampiran. Di beberapa lokasi kerap kali musuh alami berperan baik.

- Pada fase ini biasanya terdapat laba-laba predator, parasitoid yang menyerang larva dan pupa Agromyzidae dan cendawan pathogen (Materrhizium).

(25)

- Apabila hasil pengamatan ditemukan 2 ekor lalat dewasa/30 rumpun atau serangan mencapai ≥2,50%, maka pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida yang efektif.

- Apabila hasil pengamatan ditemukan populasi kumbang kedele Phaedonia inclusa dilakukan pengumpulan individu hama dan apabila populasi mencapai 1 ekor imago/10 rumpun, maka perlu dilakukan pengendalian insektisida efektif.

- Apabila lebih dari satu hama mencapai ambang, maka gunakan insektisida efektif.

- Apabila hasil pengematan menunjukan serangan rebah kecambah (damping off), busuk pangkal, penyakit layu bakteri dan layu fusarium atau Sclerotium rolfsiidiusahakan tidak ada genangan air, lakukan eradikasi tanaman terserang diikuti dengan perlakuan tanah apabila serangan ≥20%, dapat dilakukan pemberian kompos/pupuk kandang.

- Kotiledon yang terkena penyakit antraknosa dikumpulkan dan dibuang diluar lahan pertanian.

4. FASE VEGETATIF ( 11 – 30 HST ) 4.1. Karakteristik

- Awal fase ini daun tripolat (daun majemuk) pertama telah membuka penuh, tanaman tumbuh dan berkembang hingga menjelang berbunga pada umur 30 hst.

- Hama utama yang mungkin dijumpai dipertanaman ialah ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Crysodeikis chalcites), kumbang daun kedele dan ulat buah.

- Serangan hama lainnya yang mungkin dijumpai ialah penggerek pucuk (Agromyza dolichostigma). Pelipat daun (Biloba), penggulung daun (Lamprosema indicata), kumbang tanah kuning dan tungau merah.

- Imago ulat buah datang pada sekitar umur 25 hst, dan pada umur tersebut tanaman sangat di sukai untuk meletakan telurnya, termasuk ulat grayak dan ulat jengkal.

(26)

- Pertanaman kedele MK I setelah padi biasanya relatif bebas dari penyakit karat.

- Serangan penyakit karat biasanya terjadi pada tanaman kacang-kacangan kedua terutama apabila terjadi keterlambatan tanam.

4.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem. a. Penyiangan pertama dan kedua.

- Jika gulma tidak dikendalikan, hasil kedele turun 10-60%.

- Sebaiknya gulma mulai dikendalikan secara mekanis pada saat tanaman masih muda. Penyiangan pertama pada umur 14 hst, dan penyiangan kedua pada umur 28 hst.

- Untuk lahan tegalan, bersamaan dengan penyiangan kedua dilakukan pembumbunan dengan membuat guludan.

b. Pengairan

- Pada lahan beririgasi teknis, tanaman perlu diairi setiap 1-2 minggu sekali sesuai kebutuhan.

- Apabila lahan tergenang, air segera dikeluarkan dari petakan untuk mencegah serangan penyakit layu bakteri dan layu fusarium.

c. Pemupukan susulan.

Pemupukan N susulan dilakukan pada umur 28 hst atau pada saat penyiangan kedua. Untuk memperoleh efsiensi yang tinggi, pupuk Urea harus ditutup dengan tanah.

22.

4.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan .

Hama .

Pada fase ini, hama penting yang perlu diperhatikan terutama ialah hama daun yaitu ulat grayak, ulat buah, ulat jengkal, penggulung daun dan kumbang daun kedele, sedangkan serangan hama lainnya tidak menghawatirkan kecuali vector virus.

Penyakit.

(27)

- Pada fase vegetatif (11-30 hst) biasanya telah terdapat berbagai jenis musuh alami. Predator biasanya lebih dominan dari pada parasitoid.

- Predator yang banyak ditemukan antara lain laba-laba Andralus Reduvlidae, kumbang Coccinellidae, capung, semut dan belalang sembah.

- Prasitoid yang banyak dijumpai ialah parasitoid hama Agromyzidae, hama daun dan vector virus.

- Perhatikan populasi musuh alami yang ada saat pengamatan. Di beberapa lokasi kerap kali ditemukan musuh alami dalam persentase yang cukup tinggi.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

Kerusakan daun pada fase ini masih dapat dikompensasi dengan pembentukan daun baru, dan pengaruhnya terhadap produksi kecil.

Berdasarkan hasil pengamatan populasi dan serangan hama daun, piopulasi vector virus, gejala serangan virus, dan penyakit cendawan serta keberadaan musuh alami pada umur tanaman 14, 21 dan 28 hst, maka dapat diambil keputusan sebagai berikut :

 Pada areal yang menggunakan tanaman jagung sebagai perangkap ulat buah, telur ulat buah akan lebih terkumpul pada rambut jagung, sehingga populasi telur pada tanaman kedele akan sangat rendah, namun tetap dilakukan monitoring.

 Pengendalian hama perusak daun sedapat mungkin dilakukan secara mekanis, seperti hama penggulung daun dilakukan sanitasi daun terserang.

 Apabila populasi ulat grayak atau ulat jengkal atau kumbang kedele relatif rendah, maka pengendaliannya dilakukan secara mekanis yaitu dengan pengumpulan ulat yang masih mengelompok pada satu daun, dan bahkan harus dimulai sejak terlihat adanya telur.

 Apabila populasi ulat buah mencapai 50 ekor instar 1 per 10 rumpun, maka dilakukan pengendalian dengan insktisida efektif.

23.

 Apabila ditemukan ulat penggulung 30 ekor/10 rumpun atau kerusakan ≥25%, maka dilakukan pengendalian dengan insektisida efektif.

 Apabila ditemukan kumbang kedele I mago/10 rumpun , dilakukan pengendalian insektisida.

 Apabila kerusakan daun karena ulat grayak mencapai populasi 2 ekor instar 3 /rumpun atau 2 kelompok telur/100 rumpun, dan atau ulat jengkal mencapai tingkat populasi berturut-turut 200 ekor instar 1, 120 ekor instar 2, atau 20 ekor instar 3 tiap 10 rumpun atau 25% kerusakan daun, maka dilakukan aplikasi insektisida efektif.

(28)

 Apabila terdapat tanaman layu mati terserang S. rolfsii, dilakukan sanitasi terhadap tanaman terserang tersebut, dicabut dan dibakar.

 Apabila penyakit karat daun mencapai intensitas ≥20% dilakukan pengendalian fungisida efektif atau diberi pupuk daun yang mengandung Cu, Ca, Mg dan S.

 Apabila dijumpai serangan antraknosa, maka bila faktor lingkungan mendukung bisa dilakukan tindakan korektif dengan fungisida efektif atau pemberian bakteri antagonis pada stadium tanaman belum berbunga.

 Tanaman kedele yang terserang kutu kebul dan kutu daun kedele segera dicabut.

 Untuk mengetahui keberadaan musuh alami ulat grayak, perhatikan larva instar 1-3 yang terparasit atau larva instar 4-5 yang terkena penyakit virus dan cendawan.

 Untuk dapat mengurangi penggunaan insektisida yang mengganggu pelestarian musuh alami, maka penggunaan S.litura (SI-NPV) dan

Helicopera armigera (Ha-NPV) dapat dianjurkan, terutama kalau populasi ulat grayak dan ulat buah dominan.

Cara sederhana membuat suspensi SI-NPV dan Ha-NPV ialah dengan menggerus ulat/larva mati yang terserang virus, diencerkan dan disemprotkan ke pertanaman yang sedang terserang hama tersebut, terutama untuk larva instar 1-3. Larva mati yang terserang virus mempunyai cirri-ciri yaitu mati menggantung dan kalau disentuh kulitnya mudah robek dan keluar cairan. Kebutuhan untuk tiap hektar ialah sebanyak 25 ekor larva instar 4-6 yang terserang virus, dengan volume campuran 500 liter air.

5. FASE BERBUNGA DAN PEMBENTUKAN POLONG (31-50 HST). 5.1. Karakteristik.

- Pada awal fase ini kedele mulai berbunga, kemudian berkembang dan membentuk polong.

- Hama utama yang mungkin menyerang ialah kumbang daun kedele, ulat grayak, ulat jengkal, ulat buah dan penggerek polong (Etiella zinckenella ), serta pengisap polong yaitu kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik hijau pucat , kepik coklat kedele .

- Serangga hama lainnya yang kurang penting yang mungkin dijumpai ialah penggerek pucuk, pelipat daun, penggulung daun, tungau merah Melanacanthus sp. dan vector virus kutu kebul.

(29)

- Pada fase ini beberapa jenis hama daun telah mencapai larva instar 3 apabila tidak dilakukan pengendalian pada fase sebelumnya.

- Pada fase ini imago dan telur penggerek polong dan penghisap polong mulai dijumpai, tetapi pada umumnya puncak populasi telur terjadi sekitar 50 hst.

- Kehilangan bunga, polong maupun biji muda pada fase ini masih dapat dikompensasi dengan pembentukan bunga dan polong baru serta pengisian biji yang seharusnya kempis pada periode setelah 50 hst, sampai dengan 60 hst.

5.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem. Pengairan.

Pada fase berbunga dan pembentukan polong dan biji, tanaman membutuhkan air yang cukup. Kondisi lahan harus selalu diperhatikan agar lahan dipertahankan tidak kekeringan tidak becek. Pada lahan beririgasi teknis lakukan pemberian air dengan baik.

5.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan

Jenis hama, penyakit dan musuh alami yang mungkin dijumpai pada fase berbunga dan pembentukan polong, dan metoda pengamtan dan ambang pengendaliannya.

Hama.

- Hama perusak daun seharusnya telah dapat diatasi pada fase sebelumnya, namun pemantauan tetap dilakukan.

- Hama penting yang perlu dipantau secara intensif ialah hama ulat buah, penggerek polong dan penghisap polong.

Penyakit.

- Penyakit penting pada daun yang perlu diperhatikan ialah hawar bakteri (Pseudomonas sp.), bisul bakteri (Xanthomonas sp.), cendawan karat (P. pachyrhizi) dan antraknosa.

(30)

- Keberadaan serangga vector virus masih dapat meningkatkan perkembangan dan penyebaran penyakit karena masih ada pembentukan daun baru, dan terutama kalau masih ada tanaman yang lebih muda.

Musuh alami.

Pengamatan musuh alami meliputi tingkat parasitasi pada hama utama dan populasi predator hama utama yang dijumpai. Kerap kali populasi musuh alami cukup tinggi dan cukup berperan dalam penekanan populasi hama.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan

Berdasarkan hasil pemantauan populasi dan serangan hama daun, penggerek polong, pengisap polong, , musuh alaminya, serta keadaan tanaman pada umur 35, 42, 49 hst maka dapat diambil keputusan sebagai berikut :

o Pengendalian hama ulat buah pada ekosistem yang menggunakan tanaman perangkap (jagung), ialah dengan cara jagung dipanen muda (mulai sekitar akhir fase ini atau fase berikutnya) tergantung varietasnya, tidak perlu memperhatikan ambang pengendalian baik pada tanaman utama (kedele) maupun tanaman perangkap (jagung).

25.

o Apabila ditemukan populasi ulat buah dengan populasi tinggi atau kerusakan buah melampaui ambang pegendalian 15 ekor instar 2, atau 10 ekor instar 3 dalam 10 rumpun atau kerusakan polong sekitar ≥ 2% maka dapat dilakukan aplikasi insektisida efektif.

o Pengendalian kepik hijau, keoik hijau pucat, dan kepik coklat pada ekosistem yang menggunakan tanaman perangkap kacang hijau, dilakukan apabila ditemukan populasi pengisap polong pada tanaman kacang hijau varietas Merak mencapai 1 ekor/10 rumpun, maka dapat dilakukan aplikasi insektisida efektif pada tanaman perangkap tersebut.

(31)

o Pengendalian hama pengisap polong yaitu kelompok telur, nimfa dan imago kepik hijau dan kepik hijau pucat yang masih mengelompok sedapat mungkin dilaksanakan secara mekanis.

o Apabila populasi ulat grayak dan ulat jengkal relatif rendah, maka pengendaliannya dilakukan dengan cara pengumpulan ulat yang masih mengelompok maupun terhadap ulat besar.

o Apabila kerusakan daun karena ulat grayak (Spodoptera litura) mencapai tingkat populasi 3 ekor instar 3 /rumpun atau 4 kelompok telur / 100 rumpun, dan atau ulat jengkal mencapai tingkat populasi 200 ekor instar 1, 120 ekor instar 2, atau 20 ekor instar 3 per 10 rumpun atau 12,5% kerusakan daun, maka dilakukan apliksi insektisida efektif.

o Apabila ditemukan populasi imago kumbang daun kedele 1 ekor/10 rumpun atau polong terserang, maka perlu dilakukan pengendalian dengan insektisida efektif.

o Apabila ditemukan ulat penggulung daun lakukan sanitasi daun terserang dan apabila populasi 30 ekor/10 rumpun atau kerusakan mencapai 12,5%, maka lakukan pengendalian kimiawi.

o Perlu diketahui bahwa efektiftas insektisida menjadi sangat rendah apabila ulat-ulat perusak daun tersebut mencapai instar 4, 5 dan 6. Perlu lakukan pengendalian mekanis.

o Kalau populasi ulat grayak dan ulat buah dominan dan diketahui terdapat larva yang mati karena virus Ha-NPV dan SI-NPV, maka untuk dapat meningkatkan peran musuh alami dianjurkan penggunaan Ha-NPV dan SI-NPV tersebut dengan cara seperti yang telah diuraikan dimuka.

o Penyakit yang muncul pada fase lanjut relatif sulit dikendalikan, oleh karena itu harus diantisipasi sejak dini, yaitu sebelum 30 hst.

o Bila prosentase daun terkena penyakit karat mencapai ≥ 20% segera dikendalikan dengan fungisida efektif atau diberi pupuk daun yang mengandung Cu, Ca, Mg dan S.

o Apabila faktor lingkungan mendukung perkembangan penyakit antraknosa lakukan tindakan preventif dengan fungisida atau dengan Pseudomonas fluorescens pada stadia berbunga.

(32)

6.1. Karakteristik.

- Pada fase ini terjadi pertumbuhan polong hingga pertumbuhan biji maksimum.

- Hama utama yang mungkin dijumpai ialah hama daun dan hama polong.

26.

- Ulat daun yang belum dikendalikan pada fase sebelumnya karena larva masih kecil belum AP atau lolos dari usaha pengendalian, maka pada fase ini telah mencapai larva besar.

- Kerusakan daun pada fase ini sangat berpengaruh terhadap hasil panen. - Keberadaan hama perusak polong sangat membahayakan produksi, oleh

karena itu perlu dilakukan pengamatan populasi secara intensif. Penyakit penting pada fase ini ialah karat daun, karena dapat menyebabkan gugur daun, busuk coklat dan bintik hitam/antraknosa dapat menginfekai polong dan biji.

6.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem. Pengairan.

- Fase pengisian biji memerlukan keadaan lahan yang cukup air atau perlu dipertahankan agar kandungan air dalam tanah pada kondisi sekitar kapasitas lapang.

- Apabila hujan berkurang dan tanah dalam keadaan kering serta air irigasi tersedia, tanaman perlu diairi sesuai dengan kebutuhan.

6.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan. a. Pengamatan.

Hama.

(33)

- Pemantuan populasi ulat buah dilakukan pada umur 56, 63 dan 70 hst. hama ulat buah diharapkan telah dapat diatasi dengan penggunaan tanaman perangkap (jagung).

- Hama penting lainnya, yaitu penggerek polong dan pengisap polong perlu dipantau secara intensif pada tanaman kedele maupun tanaman perangkap.

Penyakit.

- Penyakit yang perlu diperhatikan pada fase ini ialah busuk coklat (R. solani), antraknosa (C. dematium) pada polong, dan karat daun.

- Pengamatan tersebut dilakukan terutama pada pertanaman calon benih.

Musuh alami.

Pengamatan populasi musuh alami meliputi tingkat parasitasi terhadap hama utama, dan predator hama utama yang dijumpai. Populasi musuh alami kerap kali cukup tinggi dan cukup berperanan dalam penekanan populasi, sehingga dalam menentukan ambang pengendalian keberadaannya perlu dipertimbangan.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil pemantauan populasi dan serangan hama perusak daun, penggerek polong dan pengisap polong, musuh alami dan keadaan tanaman pada umur 56, 63 dan 70 hst, maka dapat diambil keputusan pada tiap pengamatan sebagai berikut :

 Untuk lahan yang menanam tanaman perangkap (jagung), perhatikan apabila bulu tongkol jagung telah layu dan dalam tongkol terdapat ulat buah, berarti jagung siap dipanen muda, agar larva ulat buah tidak membentuk pupa.

27.

 Apabila hasil pengamatan pada umur 63 atau 70 hst, terdapat populasi penggerek polong maka pengendalian penggerek polong Etiella zinckenella

pada tanaman perangkap kedele varietas Dieng, Malabar, dilakukan apabila pada tanaman perangkap atau tanaman kedele ditemukan 2 ekor ulat penggerek polong/rumpun, atau ≥2,5% polong terserang maka dapat dilakukan aplikasi insektisida efektif.

(34)

 Apabila ditemukan poplasi ulat buah mencapai 15 ekor instar 2 atau 10 ekor instar 3 setiap 10 rumpun atau kerusakan polong mencapai 2%, maka dapat dilakukan aplikasi insektisida efektif.

 Apabila ditemukan ulat penggulung lakukan sanitasi daun terserang atau terdapat 30 ekor/10 rumpun atau kerusakan ≥12,5%, maka dilakukan aplikasi insektisida efektif.

 Apabila kerusakan daun karena ulat grayak mencpai tingkat populasi 6 ekor instar 3/rumpun atau 7 kelompok telur/100 rumpun, dan atau ulat jengkal mencapai populasi berturut-turut 200 ekor instar 1, 120 ekor instar 2, atau 5 ekor instar 3 tiap 10 rumpun atau 12,5% kerusakan daun, maka dilakukan aplikasi insektisida efektif.

 Untuk populasi benih, polong yang terkena busuk coklat atau bintik hitam perlu dilakukan pengendalian dengan fungisida efektif pada umur 56 hst atau 63 hst.

7. FASE PEMASAKAN POLONG (71 HST – PANEN)

7.1. Karakteristik’

- Polong telah berisi penuh, kemudian daun-daun mulai menguning. - Hama yang masih perlu diwaspadai ialah pengisap polong.

7.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem. Persiapan panen.

- Perhatikan selalu kondisi kelembaban lahan. Pada saat biji telah terbentuk dengan sempurna, dan memasuki fase pemasakan polong, pertanaman relatif tidak membutuhkan air lagi sehingga tidak perlu diairi, bahkan apabila kelebihan air maka perlu dibuang.

- Pengamatan cirri-ciri tanaman menjelang panen perlu diperhatikan agar panen tidak terlalu cepat atau lambat.

(35)

a. Pengamatan Hama.

Pengamatan umur 77 hst (tidak termasuk varietas genjah), terutama ditunjukan pada populasi pengisap polong. Sedang untuk hama penggerek polong fase kritisnya sudah lewat.

Penyakit.

Pemantauan pertanaman dan polong yang terkena penyakit pada fase ini masih diperlukan, apabila hendak menyeleksi tanaman yang baik untuk keperluan benih.

28.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

- Serangan pengisap polong pada umur 77 hst, sampai siap panen masih dapat menyebabkan penurunan hasil dan daya kecambah, maka pengendalian perlu dilakukan apabila populasi mencapai ambang pengendalian, yaitu 1 ekor/10 rumpun. Hal ini dilakukan hanya pada pertanaman untuk keperluan benih.

- Karena tanaman siap dipanen, maka keberadaan parasitoid tidak digunakan dalam pertimbangan pengambilan keputusan.

8. PANEN.

- Panen terlalu awal menyebabkan banyak butir keriput. Panen terlalu akhir menyebabkan butir rusak meningkat, dan meingkatnya kehilangan hasil karena polong mudah pecah sehingga bijinya mudah rontok.

- Kedele harus dipanen pada saat kedele mencapai kemasan biji yang tepat, yaitu daun-daunnya telah menguning dan mulai gugur, polong mengering dan berwarna kecoklatan. Cara panen dengan menggunakan sabit yang tajam dan tidak dibenarkan mencabut batang bersama akarnya.

(36)

- Kedele yang telah dipanen dikeringkan atau dijemur hingga kadar airnya kurang dari 14%, kemudian diproses hingga mendapatkan biji yang bersih.

- Kedele yang dijadikan benih kadar airnya harus kurang dari 9%, sehingga diperoleh benih yang mulus, tidak keriput, tidak berlubang dan sehat (bebas dari cendawan dan virus) akan dapat disimpan lama dan relatif tidak terjadi penurunan daya kecambah. Calon benih dapat dicampur dengan abu jerami atau abu sekam dimasukan dalam kaleng dan setiap bulan dijemur kembali.

============================================== ============================

29.

(37)

1. PRATANAM

1.1. Karakteristik ekosistem.

- Pada lahan bekas padi relatif bersih dari gulma.

- Pada lahan bekas tanaman jagung, seringkali masih terdapat sumber serangan hama yaitu penggerek batang dan lundi, dan sumber inokulum penyakit yaitu bulai dan cendawan lainnya.

- Pada lahan tegalan terdapat semak-semak atau sisa tanaman lain seperti padi gogo atau palawija lainnya.

1.2. Perencanaan budidaya dan pengelolaan ekosistem.

- Pada fase ini dilakukan persiapan untuk melakukan pola tanam (penentuan varietas, pergiliran tanamaan, waktu tanam dan tanam serempak), penyiangan lahan yang baik, menghilangkan sumber serangan pada awal pertumbuhan tanaman.

- Di daerah serangan penggerek tongkol dilakukan penanaman tanaman perangkap.

- Di daerah serangan lundi dilakukan pengolahan tanah, pengumpulan uret untuk dimusnahkan dan dilakukan penggenangan agar uret mati.

a. Perencanaan tanam serempak.

- Tanam serempak harus diprogramkan secara matang jauh sebelum musim tanam tiba, termasuk padi gogo apabila akan ditanam tumpangsari.

- Tanam serempak diupayakan meliputi batas alamiah ataupun batas-batas penggolongan air yang meliputi hamparan yang cukup luas sesuai kemampuan dukungan sumberdaya yg ada.

b. Perencanaan pergiliran tanaman.

(38)

- Jagung dapat ditanaman secara monokultur atau tumpangsari dengan padi gogo, palawija lain atau sayuran. Selain yang berhubungan dengan upaya penekanan hama dan penyakit juga perlu diperhatikan penataan tanaman yang baik agar kompetisi antar tanaman dalam mengambil unsur hara, radiasi matahari dan ruang tumbuh tidak berpengaruh buruk pada hasil panen.

c. Perencanaan waktu tanam.

- Perlu dipertimbangkan ketersediaan air irigasi maupun air hujan, penggolongan air pengairan, kehadiran dan kemungkinan berkembangnya hama utama.

- Dengan mengatur waktu tanam yang tepat dimaksudkan agar pertanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit atau dapat mengurangi serangan yang lebih berat.

d. Pemilihan varietas dan persiapan benih.

- Pemilihan varietas unggul hendaknya mempertimbangkan ketahanan atau toleransinya terhadap hama dan penyakit utama.

- Gunakan benih bermutu tinggi, baik mutu genetik atau tahan penyakit bulai, fsik maupun mutu fsiologinya, murni, mulus, berdaya kecambah tinggi untuk menjamin potensi yang tinggi.

30.

e. Pengolahan tanah.

- Di daerah serangan ulat tanah, dilakukan pengolahan tanah atau penggenagan lahan untuk mematikan ulat tanah.

Lahan sawah (irigasi dan tadah hujan). - Setelah padi tidak perlu pengolahan tanah.

- Bila gulma menjadi masalah tanah diolah secara dangkal (untuk menghilangkan gulma).

Lahan tegalan.

- Pada lahan dengan kemiringan lebih dari 30%, lakukan pengolahan tanah secara dangkal (minimum tillage) yang diikuti pembuatan sengkedan

(39)

- Pada lahan datar tanah diolah hingga gembur dan gulma dibersihkan. Di daerah endemis lundi, penggerek batang dan penyakit cendawan, tanah dibalik dan diolah lebih dalam.

Lahan bertekstur berat.

- Pengolahan tanah hendaknya dilakukan secara intensif. Lahan bertesktur ringan.

- Pengolahan tanah dapat dilakukan secara minimum, yaitu dengan mencangkul tanah pada barisan yang akan ditanami selebar 20-40 cm.

f. Saluran drainase.

- Pada lahan bekas padi, pengeringan lahan dilakukan 10 hari sebelum panen. - Khusus tanah berat yang kelebihan air perlu dibuat saluran drainase.

g. Sanitasi selektif dan pengendalian gulma.

- Pada lahan bekas jagung, adanya sisa-sisa tanaman jagung maupun serealia lain dibersihkan dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum bulai, hawar pelepah, hawar daun karat, dan penggerek batang.

- Di daerah yang sukar mendapatkan tenaga kerja dan gulma menjadi masalah (terutama di luar Jawa), herbisida pratumbuh dapat digunakan.

2. TANAM.

2.1. KARAKTERISTIK EKOSISTEM.

- Pengolahan yang baik, lahan terbebas dari serangan hama dan penyakit. - Pengolahan tanah yang kurang baik di lahan bekas jagung, biasanya masih

terdapat sumber serangan yang berpotensi yaitu lundi, penggerek batang dan penyakit bulai.

(40)

- Waktu tanam pada suatu hamparan dianjurkan secara serentak yaitu hanya berlangsung 10 hari.

- Di tegalan, jagung ditanam pada musim labuhan atau permulaan musim hujan sekitar September-Nopember, ataupun musim marengan (saat musim hujan hampir berakhir) sekitar Pebruari-April. Di daerah serangan lalat bibit, tanam serentak dan hindarai penanaman pada awal musim hujan (Oktober-Nopember).

31.

- Di sawah, jagung ditanam pada musim labuhan (varietas genjah), musim marengan dan musim kemarau.

- Di daerah serangan penyakit bulai, dapat digunakan benih yang diperlakukan dengan fungisida sistemik (“seed treatment”) dan jangan digunakan benih yang berasal dari daerah atau pertanaman yang terserang bulai.

b. Jarak tanam.

- Jarak tanam jagung pada pertanaman monokultur tergantung jenis varietas, kesuburan tanah, dan musim tanam.

- Jagung varietas unggul, yaitu Kalingga, Arjuna, Hibrida C1, Pioneer, Nakula, Sadewa, Bromo, Abimanyu dan Bayu ditanam dengan jarak tanam 75 cm x (25-40 cm), sedang varietas genjah Kretek dan Kodok dengan jarak tanam 75 cm x (10-25 cm).

c. Cara tanam.

Pada lahan sawah maupun tegalan penanaman jagung dilakukan dengan cara tugal dengan sistem larikan. Tiap lubang tugal diisi 2 biji jagung, kemudian ditutup dengan tanah, tanah berpasir atau abu jerami.

d. Pemupukan.

- Gunakan pupuk secara berimbang, terutama di daerah serangan hawar pelepah.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Evaluasi Sistem Pengendalian Internal Atas. Persediaan Benda Filateli pada

5 Apakah pengendalian umum dan pengendalian aplikasi sistem informasi dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, dan telah

Data yang diperoleh dari studi literatur akan dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran pengendalian kualitas yang saat ini digunakan dan pengendalian kualitas yang

Novrial, SE, MA, Akt (Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Sumatera Barat) dengan Materi Evaluasi Capaian Target Akta Kelahiran

Pada kondisi makanan yang baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya

Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan KDH terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan Pemeriksaan Reguler

BDT untuk Program Perlindungan Sosial adalah sistem data elektronik yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi dari sekitar 24,5 juta rumah tangga atau

Untuk melakukan pencetakan peta fase pertanaman padi pada tingkat kecamatan, masuk ke website http://sig.pertanian.go.id/fasetanamanpadi/ dan cari lokasi kecamatan yang