• Tidak ada hasil yang ditemukan

r p n n m o a S e n n a d d n e n g o

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "r p n n m o a S e n n a d d n e n g o"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Kara t i t k T a u y m n o e r P p n a a d il a a S d e n n e g g o n n e P ngh e a P si n l a Ga m h a a n r a u T a d a p a m a H na il a d n e g n e P

2

Pen

y

n

a

a

k

d

it

a

Ta

m

n

a

a

H

m

n

a

ai

n

l

a

H

d

u

n

t

e

a

g

n

n e

P

(2)

Ku a tu m a Li H lin n a p i l a a d d a n P e i g n n u e s P tuk n P u e i n t g a e b n a d N a a li d a i n si t H s a e m P a

(3)

alah satu masalah yang dihadapi dalam

S

pengembangan sengon saat ini adalah wabah

penyakit karat tumor (gall rust). Penyebab penyakit karat tumor pada sengon ialah jenis fungi

Uromycladium tepperianum (Sacc.) McAlpine. Pada tanaman muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Gejala serangan pada sengon berupa hiperplasia (pembengkakan/pertumbuhan lebih) pada bagian tanaman (daun, cabang, dan batang) yang terserang. Bagian yang bengkak akan berubah menjadi bintil-bintil kecil atau disebut tumor (gall). Pada tanaman siap panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun. Pengelolaan penyakit secara terpadu perlu dilakukan sesegera mungkin. Pencegahan penyakit berbasis ekologi dapat dilakukan melalui penerapan teknik silvikultur yang tepat. Pengendalian dilakukan dengan perpaduan teknik mekanik (pemangkasan tumor sebelum perlakuan) dan pemberian formula campuran belerang-kapur-garam.

Pengendalian Penyakit Karat Tumor

pada Sengon

Hampir seluruh areal tanaman sengon terutama di Pulau Jawa terserang penyakit karat tumor dan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Serangan penyakit ini telah mencapai tingkat epidemik dan belum dapat teratasi. Kondisi ini, akan berdampak pada ketersediaan dan kesinambungan bahan baku untuk industri kayu berbasis sengon. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan teknik berbasis ekologi. Teknik ini dilakukan melalui penggunaan varietas yang resisten atau toleran terhadap patogen dan tindakan silvikultur yang tepat. Tindakan silvikultur meliputi penerapan persemaian yang sehat, pola tanaman multikultur dan pemeliharaan tanaman (pemupukan dan penjarangan).

Teknik pengendalian yang sudah dilakukan adalah teknik pengendalian terpadu. Teknik ini mencakup perpaduan teknik mekanik (pemangkasan tumor sebelum perlakuan) dan pemberian formula campuran belerang-kapur-garam dengan komposisi tertentu untuk menghambat

pertumbuhan karat tumor pada sengon. Teknik pengendalian tersebut terbukti efektif sampai 96% untuk menghambat pertumbuhan karat tumor pada sengon.

Gall pucuk Foto: Illa Anggraeni

D e s k r i p s i

15

(4)

Upaya pencegahan dan pengendalian dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu:

1. Tahap praepidemi, dengan cara promotif meliputi sosialisasi/diseminasi cara pencegahan kepada petani sengon, serta preventif dengan menghindari tanaman monokultur. Tindakan preventif meliputi kegiatan silvikultur berupa pengaturan jarak tanam, pemupukan yang tepat, pemangkasan, pengendalian gulma secara selektif, menggunakan pola tanam multikultur.

2. Tahap epidemi, dengan cara eradikasi (tebang pohon yang berpenyakit), isolasi (penjarangan pohon), terapi (pengobatan larutan belerang, kapur dan garam) dengan komposisi kapur:belerang (1:1), belerang:garam (10:1) dan kapur:garam (10:1) yang dicampur air. Bagian tanaman yang terserang dibersihkan dari tumornya kemudian disemprot /dioles larutan tersebut.

3. Tahap pasca epidemi, dengan cara rehabilitasi tanaman dan pemuliaan pohon (benih dan bibit unggul tahan penyakit). Informasi lebih detil terdapat dalam buku Penyakit Karat Tumor pada Sengon (2011) yang diterbitkan oleh Pusprohut.

Gejala gall pada ranting pohon Foto: Illa Anggraeni

Gall tua pada batang pohon Foto: Illa Anggraeni

Aplikasi

Sengon merupakan tanaman yang masih menjadi primadona bagi petani hutan rakyat, yang didukung oleh semakin banyaknya industri pengolahan kayu sengon. Hal ini membutuhkan dukungan IPTEK untuk mendukung keberhasilan budidaya dan menghasilkan kayu berkualitas, diantaranya pencegahan dan pengendalian serangan penyakit.

Tantangan Gall tua pada batang pohon

Foto: Illa Anggraeni Pencegahan penyakit karat tumor dengan cara memotong rantingFoto: Illa Anggraeni Pencegahan penyakit karat tumor dengan cara pemangkasanFoto: Illa Anggraeni

Keterangan

Inovator : Illa Anggraeni dan Neo Endra Lelana

Unit Kerja : Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) E-mail : illa_anggraeni@yahoo.co.id dan lelana_n@yahoo.com Gambar : Koleksi Illa Anggraeni

Info detil : www.forda-mof.org/publikasi

Terapi terhadap pohon yang berpenyakit Foto: Illa Anggraeni

(5)

Pengendalian Hama pada

Tanaman Penghasil Gaharu

alah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya pohon penghasil gaharu melalui penanaman secara monokultur

S

adalah rentannya jenis tersebut terhadap serangan hama. Serangan hama ulat daun (Heortia vitessoides Moore) meningkat tajam dari tahun ke tahun. Serangan tesebut menghambat

pertumbuhan tanaman dan bahkan menimbulkan kematian apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Untuk mengatasi serangan hama tersebut, harus diterapkan strategi pengendalian yang tepat baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Hama daun yang menyerang pohon penghasil gaharu adalah ulat daun jenis Heortia vitessoides Moore. Ulat tersebut berwarna hijau sedikit kekuning-kuningan di bagian kepala dan ekor. Warna hitam yang membentuk garis terlihat terbentang dari ujung kepala sampai ekor.

Akibat serangan ini, daun pohon penghasil gaharu menjadi rusak, pohon menjadi meranggas, bahkan mati. Dari hasil pengamatan di lapangan, tingkat serangan hama ulat daun di Hutan Penelitian Carita pada 2008 mencapai 100% dengan intensitas serangan daun bervariasi dari 20-100%.

Pada serangan tingkat awal, terlihat permukaan daun yang muda dimakan oleh larva instar pertama. Pada stadia lebih lanjut, ulat-ulat tersebut menyerang daun-daun hingga ke pucuk pohon sehingga menyebabkan tanaman menjadi gundul.

D e s k r i p s i

Ulat daun Heortia vitessoides Moore Foto: Koleksi Puskonser

17

7

Foto: Koleksi Puskonser Intensitas serangan Heortia vitessoides Moore di KHDTK Carita (Banten) pada Oktober 2008

(6)

Pengendalian jangka pendek

1.Secara mekanis, pengendalian yang sangat sederhana dengan cara mengambil ulat atau telur yang ada di tanaman tersebut, khususnya pada persemaian atau bibit yang baru dua tahun. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemangkasan ranting-ranting bagian bawah pohon agar tidak dihinggapi ngengat pembawa telur ulat. 2.Secara kimiawi, pengendalian ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida kontak, sistemik atau dengan

insektisida yang berbahan aktif mikroorganisme, seperti Beauveria bassiana atau Bacillus thuringiensis. Teknik ini dikombinasikan dengan pupuk daun seperti gandasil, growmore untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru.

Pengendalian jangka menengah

Pengendalian secara biologi dengan cara menyebarkan semut rangrang (Oecophylla smaradigna) pada pohon penghasil gaharu dalam jumlah yang memadai sehingga mampu untuk memakan telur dan ulat dan ulat daun (Gambar 1).

Pengendalian jangka panjang

1.Menggunakan musuh alami, dengan bantuan parasit atau predator dari ulat daun Heortia vitessoides Moore.

2.Menggunakan teknik silvikultur, untuk mencegah agar serangan hama ulat daun tidak meluas dan berlangsung cepat. Penanaman pohon penghasil gaharu dilakukan dengan teknik mencampur dengan tanaman lain, misalnya: tanaman pertanian ( jagung, singkong, cabai, kacang panjang, pisang dan lain-lain) atau tanaman hutan/perkebunan (karet, durian, kelapa sawit, coklat, pohon meranti, jati, pulai, sengon, mimba dll).

Informasi detil terdapat dalam buku Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (2011) yang diterbitkan Puskonser.

Aplikasi

Foto: Titi Kalima dan Jasni

Keterangan

Inovator : Kelompok Peneliti Mikrobiologi

Unit Kerja: Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) E-mail : ragilirianto@yahoo.com, turjaman@gmail.com Gambar : Koleksi Puskonser

Info detil : www.forda-mof.org/publikasi Pusat Litbang

Keterangan

Tingginya minat masyarakat untuk menanam gaharu harus diimbangi dengan dukungan IPTEK yang baik sehingga tercipta kondisi yang sehat bagi pengembangan gaharu. Untuk itu dalam pengusahaannya diperlukan dukungan inovasi ilmu dan teknologi secara terus menerus.

Tantangan

Gambar 1. Semut rangrang (Oecophylla smaradigna) yang memakan ulat daun

Foto: Koleksi Puskonser

(7)

Diagnosis Penyakit Tanaman Hutan

Foto: Sentot

Diagnosis penyakit tanaman adalah proses mengidentifikasi suatu penyakit tanaman melalui gejala atau tanda yang khas, termasuk faktor lain yang berhubungan dengan proses penyakit tersebut.

Penyakit hutan adalah adanya kerusakan proses fisiologi yang disebabkan oleh tekanan/gangguan yang terus menerus dari penyebab utama (biotis/abiotis). Gangguan ini mengakibatkan aktivitas sel/jaringan menjadi abnormal, yang diekspresikan dalam bentuk patologi yang khas disebut gejala.

Gejala tersebut memberikan petunjuk apakah tanaman sehat atau sakit. Gejala penyakit tanaman dibagi atas tiga tipe utama, yakni gejala nekrotik, hipoplastik dan hiperplastik.

erangan penyakit adalah salah satu resiko yang dihadapi hutan tanaman.

S

Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan tanaman yang berujung pada kerugian finansial yang besar.

Informasi mengenai karakteristik penyakit tanaman hutan sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit tersebut secara dini.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, disarikan informasi gejala 15 jenis penyakit pada 21 jenis pohon tanaman hutan dalam buku ‘Diagnosis Penyakit Tanaman Hutan’.

Dengan diagnosis penyakit yang cepat dan tepat, dapat dilakukan teknik pengendalian yang sesuai, sehingga kerusakan yang lebih berat dapat dicegah.

D e s k r i p s i

Gejala penyakit embun tepung pada daun akasia

Foto: Illa Anggraeni Gejala penyakit antraknosa pada daun nyatohFoto: Illa Anggraeni

19

(8)

Agar diagnosis akurat diperlukan pembuktian dengan menggunakan metode Postulat Koch sebagai berikut: 1.Patogen yang diduga harus selalu berasosiasi pada tanaman sakit

2.Patogen harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni

3.Biakan murni tersebut jika diinokulasikan ke tanaman sehat, harus menghasilkan gejala dan tanda penyakit yang sama

4.Bila penyebab penyakit direisolasi dari tanaman yang diinokulasi tersebut, akan dihasilkan biakan murni yang sama dengan penyebab yang diisolasi dari tanaman sakit yang didiagnosa.

Informasi detil terdapat dalam buku Diagnosis Penyakit Tanaman Hutan (2011) yang diterbitkan Pusprohut.

Aplikasi

Penyusun : Illa Anggraeni dan Neo Endra Lelana

Unit Kerja : Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) E-mail : illa_anggraeni@yahoo.co.id dan lelana_n@yahoo.com Gambar : Koleksi Illa Anggraeni

Info detil : www.forda-mof.org/publikasi

Keterangan

Dari hasil diagnosis, dapat dikembangkan metode pengendalian penyakit yang efektif. Metode yang dikembangkan harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan makhluk hidup lainnya.

Tantangan

Bercak, layu, gosong, mati pucuk, dan rebah semai adalah beberapa ciri gejala nekrotik, yang terjadi akibat kerusakan atau kematian pada sel tanaman.

Gejala hipoplastik ditunjukkan dengan ciri tanaman kerdil, terhambatnya pertumbuhan pada bagian tertentu, menguning, pertumbuhan yang cepat karena kekurangan cahaya, dan daun tampak terpusar membentuk satu karangan. Gejala ini disebabkan oleh terhambat/terhentinya pertumbuhan sel.

Sedangkan ciri mengkriting, gall/tumor, kudis dan perubahan warna (selain menguning) adalah gejala hiperplastik, yang disebabkan oleh pertumbuhan sel yang lebih dari biasanya.

Deskri psi (lanjutan)

Gejala penyakit karat daun pada jati Foto: Illa Anggraeni

Gejala penyakit bercak daun pada jabon Foto: Illa Anggraeni

Gejala penyakit bercak daun pada tusam Foto: Illa Anggraeni

(9)

Pengendalian Hama Kutu Lilin pada Pinus

ondisi hutan tanaman yang

monokultur sangat beresiko

K

mendapat serangan hama dan

penyakit. Jenis serangga Pineus boerneri atau kutu lilin adalah salah satu hama yang menyerang hutan tanaman Pinus merkusii. Saat ini serangan hama kutu lilin pada pinus telah menyebar di sebagian besar tegakan pinus di Jawa. Hama ini menyerang pinus di semua kelas umur, mulai tanaman muda sampai dengan tanaman akhir daur.

Pohon yang diserang mengalami

penurunan produksi getah dan di beberapa wilayah menyebabkan kematian pohon dalam skala luas.

Kondisi tersebut tentunya sangat merugikan, karena pohon pinus sangat potensial baik getah dan kayunya. Teknik pencegahan dan pengendalian yang efektif sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

D e s k r i p s i

Pinus yang terserang Pineus boerneri Foto: S.E. Intari dan Illa Anggraeni

Pineus boerneri adalah jenis serangga

dari famili Adelgidae dan ordo Hemiptera yang dikenal dengan nama kutu lilin. Serangga ini hidup di daerah tropis dan subtropis. Pada umumnya kutu lilin tubuhnya lunak, berukuran kecil (±1 mm), hidup dan bereproduksi di pangkal pucuk bagian luar pohon. Kutu ini mengeluarkan lilin putih dari lubang yang terdapat di bagian dorsal (belakang). Kutu lilin dapat memproduksi telur secara parthenogenesis (berkembang biak tanpa perkawinan), sehingga populasi kutu ini cepat sekali berlipat ganda.

Tanda-tanda adanya serangan kutu lilin dapat dilihat berupa adanya bintik-bintik putih atau lapisan putih menempel pada ketiak daun di pucuk-pucuk ranting pinus. Lapisan putih ini merupakan benang-benang lilin yang dikeluarkan kutu, dan merupakan tempat berlindung kutu. Pucuk yang terserang daunnya

menguning, kemudian daun dan pucuk menjadi rontok dan kering. Pada tegakan (pohon besar), indikasi serangan dapat diamati secara okuler dengan perubahan warna dan kelebatan tajuk pohon.

Tajuk pohon yang sehat berwarna hijau dan segar, sedangkan tajuk pohon pinus yang sakit (terserang) berwarna hijau kusam, kekuningan. Tajuk pohon yang terserang juga berubah menjadi tipis akibat daun-daun yang rontok.

21

(10)

Aplikasi

Penyusun : Illa Anggraeni, Neo Endra Lelana dan Wida Darwiati Unit Kerja : Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) E-mail : illa_anggraeni@yahoo.co.id, lelana_n@yahoo.com dan

wdarwiati@yahoo.com

Gambar : Koleksi Illa Anggraeni dan S.E. Intari Info detil : www.forda-mof.org/publikasi

Keterangan

Pinus adalah salah satu jenis pohon hutan penghasil kayu dan getah andalan yang potensial terutama di Jawa dan Sumatera. Hal ini membutuhkan dukungan IPTEK untuk mendukung keberhasilan budidaya dan menghasilkan produk berkualitas, diantaranya pencegahan dan pengendalian serangan hama.

Tantangan

Deskri psi (lanjutan)

Kondisi pohon pinus yang terserang kutu lilin Foto: Illa Anggraeni

Populasi serangga meningkat pada musim kemarau terutama jika kelembaban pada siang hari dibawah 75% dan berlangsung terus selama 3 – 4 bulan dengan curah hujan kurang dari 10 hari/bulan.

Pada tanaman pinus muda, pengendalian hama kutu lilin sebaiknya dilakukan pada waktu serangan hama masih ringan agar tanaman dapat dipulihkan dengan cepat. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida hayati berbahan aktif Bacillus thuringiensis (4 gram/liter air) yang dicampur dengan cuka kayu (40 cc/liter air). Perbandingan pestisida hayati B. thuringiensis : cuka kayu bila

dicampur dengan air 10 liter adalah 20% : 80% atau 8 gram B. thuringiensis + 320 cc cuka kayu. Perlakuan diulang setiap 1-2 bulan sekali dengan cara semprot. Upaya lain yang dapat diterapkan antara lain:

1. Melakukan survei dan monitoring untuk mengetahui penyebaran dan dampak serangan hama kutu lilin dari waktu ke waktu secara detil, sehingga langkah pengendalian dapat diambil secara tepat.

2. Menerapkan teknik silvikultur dengan menggunakan jenis-jenis spesies alternatif, pemilihan tapak yang tidak cocok bagi hama kutu lilin, penjarangan tegakan yang terserang untuk meningkatkan kesehatan (vigoritas) pohon, penanaman lebih dari satu jenis spesies pada suatu lokasi pertanaman (tanaman campuran).

3. Pengendalian secara biologi, dilakukan dengan cara mengintroduksi musuh alami hama kutu lilin.

Informasi detil mengenai hama-hama tanaman kehutanan lainnya terdapat dalam buku Sintesa Hasil Penelitian Hama, Penyakit dan Gulma Hutan Tanaman (2010) yang diterbitkan oleh Pusprohut.

(11)

Pestisida Nabati untuk Pengendalian Hama

dan Penyakit

Pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) dan US EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.

Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk dalam 235 famili yang berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati. Namun sampai saat ini pemanfaatannya sebagai pestisida nabati belum dilakukan secara maksimal.

Beberapa famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, Rutaceae dan Zingiberaceae. Namun tidak tertutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru atau jenis tumbuhan baru yang termasuk dalam famili tersebut.

23

D e s k r i p s i

anyak dampak negatif yang timbul akibat penggunaan insektisida kimia

B

sintetik yang kurang bijaksana. Resistensi, ledakan hama sekunder, terbunuhnya organisme yang berguna, pencemaran lingkungan dan beresiko terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya adalah beberapa masalah yang ditimbulkan.

Oleh karena itu diperlukan alternatif cara pengendalian hama dan penyakit tanaman, yang selain efektif juga mampu

meminimalisasi dampak negatif akibat penggunaan insektisida kimia. Salah satunya adalah penggunaan pestisida nabati/botani. Pemanfaatan agens pengendali hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sudah merupakan kebijakan nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995.

Akar tuba

Foto: Asmaliyah Foto: AsmaliyahSitawar Foto: Asmaliyah Sicerek

(12)

Beberapa keuntungan/kelebihan penggunaan pestisida nabati : 1.Mempunyai cara kerja yang unik (tidak meracuni/non toksik) 2.Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan.

Selain itu relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya mudah hilang

3.Penggunaannya dalam jumlah (dosis) yang kecil atau rendah 4.Mudah diperoleh di alam dan relatif lebih mudah pembuatannya. Dari kegiatan penelitian Badan Litbang Kehutanan di Palembang, diperoleh hasil:

1.Ditemukan sekitar 174 jenis tumbuhan yang diduga kuat sangat potensial sebagai sumber penghasil pestisida nabati

2.Dari 174 jenis tersebut, 14 jenis sudah diuji potensinya sebagai insektisida nabati dalam skala laboratorium dengan

menggunakan pelarut air, yaitu: belimbing wuluh (Averrhoa bilimbii), nango (Canangium odoratum), tukas (Caryota mitis), sicerek (Clausena axcavata Burm F), sitawar (Costus spiralis), serai (Andropogon nardus), puar (Nicolaia atropurpurea), edang selasih (Litsea sp.), akar tuba (Derris elliptica), legundi (Vitex trifolia), tubo seluang, rumput kumpeh (Ischaemum

intermedium),rumput senyeluang (Commelina nudiflora),

Deskri psi (lanjutan)

sirsak (Annona muricata) dan srikaya (Annona squamosa). Hasil uji coba 14 jenis tersebut, semuanya dapat menyebabkan kematian ulat Spodoptera litura dengan persentase kematian bervariasi antara 32–98%. Dua jenis lainnya, yaitu daun sirsak (Annona muricata) dan daun srikaya (A. squamosa) dengan pelarut metanol juga dapat menyebabkan kematian ulat kupu kuning (Eurema sp.) masing-masing rata-rata sebesar 70% dan 80%.

3.Satu jenis tumbuhan, yaitu puar/honje (N. atropurpurea) sudah diuji aktivitas biologinya dalam skala laboratorium. Hasilnya menunjukkan ekstrak dengan pelarut etil asetat paling tinggi aktivitas biologinya terhadap ulat S. Litura. Kondisi ini menyebabkan kematian ulat, memperpanjang lama perkembangan ulat, menghambat aktivitas makan dan menurunkan laju pertumbuhan serta menurunkan berat pupa yang diaplikasikan secara kontak.

4.Dua jenis diantaranya yaitu tukas (Caryota mitis) dan sicerek (Clausena axcavata Burm F) sudah dianalisis kandungan bahan aktifnya yang diduga berperan sebagai insektisida, yaitu dari golongan á-ß Organoklorin.

Inovator : Asmaliyah, Sri Utami, dan Etik Ernawati Hadi Unit Kerja : Balai Penelitian Kehutanan Palembang E-mail : asmaliyah_bp2ht@yahoo.com Gambar : Koleksi Asmaliyah

Info detil : www.forda-mof.org/publikasi

Keterangan

Penelitian dan pemanfaatan biopestisida, khususnya pestisida nabati umumnya masih terbatas pada skala laboratorium dan persemaian. Namun peluang pemanfaatan biopestisida dalam pengendalian hama dan penyakit cukup menjanjika karena beberapa keunggulan yang dimilikinya.

Tantangan

Gambar

Gambar  : Koleksi Illa Anggraeni dan S.E. Intari Info detil : www.forda-mof.org/publikasi

Referensi

Dokumen terkait

Penggabungan Kelurahan juga mempunyai maksud untuk mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan dan Permendagri Nomor

Belanja Bagi Hasil Retribusi Daerah Kepada Pemerintahan Desa ...... Belanja Bantuan Keuangan kepada

Sesuai dengan tujuan peneliti yaitu: mendeskripsikan persepsi petani terhadap peran penyuluh dalam pengembangan kelompok tani di desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten

Sesuai rekomendasi IMO, klasifikasi barang/ muatan berbahaya haru diberi tanda (markings) dan nama teknisnya yang jelas. Tanda muatan berbahaya dengan nomor

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kota Balikpapan meliputi Perlindungan persyaratan hubungan kerja,

Dengan bertambahnya jumlah siswa, maka BPK PENABUR Cicurug memiliki kepercayaan diri sebagai sekolah yang diakui perkembangannya, walaupun daya saing dengan sekolah negeri

Berdasarkan dari latar belakang dan batasan masalah yang telah disebutkan tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini antara lain mampu menganalisa perubahan profil benda

Ekstrak etanol daun jati belanda adalah bahan yang praktis tidak toksik dan bermakna menurunkan berat badan pada kelompok tikus wistar yang mendapat