• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1.1 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler

(Samatowa, 2006:2) ”IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala

-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen”.

Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 meliputi aspek-aspek berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan,

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas. 3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Sulistyorini (2007:8) menarik kesimpulan sebagai berikut.

(2)

keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan.

Asy’ari (2006:7) menyebutkan ”Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berasal dari kata natural science”. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. IPA atau sains secara umum dapat dikatakan sebagai pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini mengandung makna bahwa IPA kecuali sebagai produk yaitu pengetahuan manusia juga sebagai prosesnya yaitu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut.

Aly dan Rahma (2008:18) menyimpulkan ”IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain”.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA adalah salah satunya sebagai proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Artinya diperlukan suatu cara tertentu yang sifatnya analitis, cermat, lengkap serta menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain sehingga keseluruhannya membentuk sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamati oleh siswa. Di sini siswa dituntut untuk lebih aktif dan terlibat secara langsung dalam kegiatan proses pembelajaran agar mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Tujuan mata pelajaran IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

(3)

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Berdasarkan panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terkait dengan ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI kelas IV semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebagai berikut.

Kelas IV Semester 2

7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda

7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda

8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya

8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya.

(4)

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik.

9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi.

9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari.

10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut) 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan

lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan

11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan 11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan

(5)

Kompetensi Dasar Indikator Pembelajaran

8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya

1. Membuat daftar sumber-sumber bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar.

2. Menyimpulkan bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar.

3. Menunjukkan bukti perambatan bunyi pada benda padat, cair, dan gas.

4. Menunjukkan bahwa bunyi dapat dipantulkan atau diserap.

Berdasarkan indikator pembelajaran IPA di atas, materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai energi. Materi yang diajarkan dalam penelitian tindakan ini diambil dari Heri Sulistyanto dan Edy Wiyono (2008), Poppy K. Devi dan Sri Anggraeni (2008), serta S. Rositawaty dan Aris Muharam (2008).

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 58, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

(6)

menyimpulkan ”hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam hal sikap dan tingkah lakunya”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil dan proses belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran penguasaan bidang/materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Naniek Sulistya Wardani dkk. 2009). 1. Bentuk Tes

Hakekat tes adalah sebagai alat ukur; tes adalah prosedur pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis, untuk mengukur indikator/kompetensi tertentu, dilakukan dengan prosedur administrasi dan pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama; tes pada umumnya berisi sampel perilaku, cakupan butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya, yang secara keseluruhan mungkin mustahil dapat tercakup dalam tes, sehingga tes harus dapat mewakili indikator dalam kawasan (domain) perilaku yang diukur, untuk itu perlu pem-batasan yang jelas; tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari dengan cara menjawab atau mengerjakan tugas dalam tes.

(7)

a. Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan;

b. Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif (penskorannya sulit dilakukan secara objektif)

2. Non tes

Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian tidak ada jawaban yang benar dan tidak ada yang salah. Teknik non tes ini umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah ketrampilan (phsychomotoric domain) sedangkan untuk teknik tes lebih kepada ranah proses berfikirnya (cognitive domain).

Bentuk teknik non tes menurut Ign. Masidjo (1995: 58-77): a. Pengamatan atau observasi

Suatu teknik pengamatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung dan secara teliti terhadap suatu gejala dalam suatu situasi disuatu tempat.

Jenis-jenis observasi terdiria atas 3 yaitu :

1) Observasi sistematis dan observasi non sistematis, observasi sistematis adalah observasi yang digunakan dengan mempergunakan pedoman observasi sebagai instrumen pengamatan, sedangkan non sistematis dilakukan tanpa menggunakan pedoman.

2) Observasi partisipatif dan non partisipatif, yang dimaksud dengan partisipatif adalah dilakukan pengamat dengan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok yang diamati. Sedangkan non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamati.

(8)

b. Wawancara atau interview

Wawancara adalah suatu proses tanya jawab sepihak antara pewawancara dan yang diwawancarai yang dilaksanakan secara tatap muka baik secara langsung maupun tidak langsung.

Teknik pengukuran non tes yang digunakan dalam penelitian ini sebagi proses belajar siswa dibatasi pada observasi aktivitas siswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuannya agar dalam setiap pembelajaran dapat dilakukan pengukuran perkembangan aktivitas siswa yang ada.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran terdiri atas intrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dengan menggunakan teknik tes, dan bila menggunakan teknik non tes dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan lembar observasi dan wawancara.

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atau penilaian hasil belajar adalah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

(9)

Naniek Sulistya Wardani, dkk. (2012:379) mengemukakan ”pendekatan PAP berarti membandingkan skor-skor hasil tes peserta didik dengan kriteria atau patokan yang secara absolut/mutlak telah ditetapkan oleh guru”. Jadi cara penilaiannya dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan.

Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi atau penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi seperti tes tertulis. Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui teknik tes dan non tes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi observasi aktivitas siswa dan guru saat melakukan kegiatan pembelajaran dan penilaian hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil belajar tersebut dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk mengetahui nilai kompetensi yang dicapai siswa. Atau dapat pula dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan skor kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan nilai proses dan nilai hasil belajar.

(10)

2.1.3 Metode Probing Prompting

Seorang guru yang profesional harus memiliki beberapa keterampilan dasar dalam mengajar. Keterampilan dasar salah satunya adalah keterampilan bertanya. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, bertanya menjadi peranan penting karena merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir peserta didik. Keterampilan bertanya dibedakan atas keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Keterampilan bertanya dasar mempunyai beberapa komponen dasar yang perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan. Komponen-komponen yang dimaksud adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat, pemberian acuan, pemusatan, pemindah giliran, penyebaran, pemberian waktu berpikir, dan pemberian tuntunan. Sedangkan keterampilan bertanya lanjut merupakan lanjutan dari keterampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memperbesar partisipasi dan mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri.

Pertanyaan-pertanyaan yang termasuk dalam kemampuan dasar bertanya diantaranya adalah pertanyaan menggali (probing question) dan pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question). Yang dimaksudkan dengan pertanyaan menggali (probing question) adalah suatu pertanyaan yang diajukan dengan maksud mencari tahu pengalaman atau pengamatan peserta didik yang berkaitan erat dengan materi belajar mereka. Sedangkan pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) adalah suatu pertanyaan yang diajukan dengan maksud mengarahkan pemahaman peserta didik dari hal-hal yang digali dari pengalaman atau pengamatan mereka ke suatu pembentukan konsep baru. Dengan demikian konsep baru yang ditemukan merupakan hasil rumusan sendiri oleh peserta

didik atau dapat juga dibimbing oleh guru

(11)

Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa dan harus menghindari kebiasaan seperti menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya dan mengajukan pertanyaan ganda. Dalam proses pembelajaran di kelas setiap pertanyaan, baik berupa kalimat tanya ataupun suruhan harus dapat menuntut respons siswa sehingga dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

Probing menurut arti katanya adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan disini bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.

Suwandi dan Tjetjep S. (1996:18) menarik simpulan sebagai berikut:

Probing secara bahasa kata ”probing” memiliki arti menggali atau melacak. Sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru.

Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.

Prompting secara bahasa ”prompting” berarti “mengarahkan atau menuntun”. Sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya. Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3:

(12)

b. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan siswanya.

c. Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan yang membantu siswa untuk mengingat atau melihat jawabannya.

Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon (menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan,atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat.

Metode pembelajaran ini, dalam proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberi serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara dan nada yang lembut, ada canda, senyum dan tertawa sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.

Suherman (2001) mengemukakan ”langkah-langkah metode probing prompting” adalah sebagai berikut.

a. Menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyampaikan materi ajar.

c. Memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada siswa yang berkaitan dengan materi.

d. Menampung jawaban siswa. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban.

e. Memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus terarah.

f. Membimbing siswa untuk menyempurnakan jawaban.

(13)

mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari”.

Suherman, dkk., (2001:160) menarik kesimpulan sebagai berikut.

Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan. Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008) menyimpulkan:

Proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru.

Suherman (2001:55) terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi.

(14)

teori taksonomi Bloom, melalui metode probing prompting guru telah menggunakan kata kerja operasional ranah kognitif di mulai dari C1, C2, C3, C4, C5, dan C6.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali yang dilakukan secara acak sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari dan mau tidak mau setiap siswa harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat mereka akan dilibatkan dalam proses tanya jawab. Melalui metode probing prompting mampu membangkitkan motivasi belajar serta daya berpikir siswa lebih meningkat sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini bisa didukung oleh penggunaan media yang variatif seperti media realia.

2.1.4 Media Realia

Media realia adalah benda nyata yang digunakan bahan atau sumber belajar. Solihatin & Raharjo (2007:27) mengemukakan ”pemanfaatan media realia tidak harus dihadirkan secara nyata dalam ruang kelas, melainkan dapat juga dengan cara mengajak siswa melihat langsung (observasi) benda nyata tersebut ke lokasinya”. Sedangkan menurut Asra, dkk. (2007:5.9) ”media realia adalah semua media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun keadaan diawetkan, seperti tumbuhan, batuan, hewan, herbarium, air, sawah dan sebagainya”.

(15)

Pengertian media realia di atas pada dasarnya sama sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa media realia adalah media yang bersifat langsung dalam bentuk objek nyata yang ada di lingkungan sebagai bahan atau sumber belajar bagi siswa.

Langkah-langkah penggunaan media realia menurut Sumarno (http://elearning.unesa.ac.id, 2011) mengemukakan ada tiga langkah yang pokok yang dapat dilakukan dalam penggunaan media, adapun termasuk media realia yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.

1. Persiapan

Persiapan berupa menyiapkan materi dan media realia, media realia yang digunakan adalah benda yang berada disekitar lingkungan siswa. Guru sebelum memulai menggunakan media, guru menjelaskan dan memberikan informasi mengenai materi yang akan dipelajari.

2. Pelaksanaan

Guru pada saat melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. Media sebagai alat bantu digunakan saat bekerja berkelompok guna menggali pengetahuan. Guru mengawasi siswa yang bekerja dalam kelompok dan membantu siswa jika mengalami kesulitan.

3. Tindak lanjut

Aktivitas ini perlu dilakukan untuk menetapkan pemahaman siswa tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media.

(16)

didapat berasal dari benda asli yang dipelajari. Kelemahan dari media realia seperti: ukuran, bila yang akan dipelajari memiliki ukuran yang sulit ditampung didalam kelas, bila ada benda realia yang mahal tentu saja harus diganti dengan media yang lain.

Berdasarkan uraian di atas media realia adalah media yang bersifat langsung dalam objek nyata, sehingga akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam berbagai hal dengan indikator dengan indikator keberhasilan (a) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media realia, (b) melibatkan siswa dalam pemanfaatan media realia, (c) memberikan kesan dan pesan yang menarik dengan media yang digunakan, dan (d) menggunakan media secara efektif dan efisien. Dengan menggunakan media realia serta penggunaan metode probing prompting dapat meningkatkan hasil belajar yang berupa tes khususnya dalam pembelajaran IPA.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Relevan

Penelitian Tindakan Kelas mengenai Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015 ini dilaksanakan dengan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya yaitu:

(17)

diperoleh siswa berdasarkan hasil tesnya. Dengan demikian dikatakan bahwa metode probing prompting mempengaruhi hasil belajar IPA SD Negeri Cukilan 03.

Kajian penelitian yang lainnya pernah dilaksanakan oleh Dyah Ayu Widyastuti, Ni Nyoman Ganing, dan I Ketut Ardana mahasiswa PGSD FIP Universitas Pendidikan Ganesha dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Probing Prompting untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dengan rata-rata secara klasikal pada tahap observasi awal sebesar 61 yang berada pada kategori kurang dengan keterangan tidak tuntas. Pada siklus I rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 69. Terjadi peningkatan sebesar 8% yang berada pada kategori cukup dengan keterangan cukup tuntas. Pada siklus II rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 78. Terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 9% yang berada pada kategori baik dengan keterangan tuntas. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes yang diperoleh siswa saat mengerjakan soal evaluasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran probing prompting dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam siawa kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan.

(18)

siklus 1 ke siklus 2. Hal itu menunjukkan bahwa teknik probing prompting dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk menerapkan metode probing prompting dan media realia dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah mengulang materi yang telah diajarkan oleh guru kelas IV. Walaupun peneliti bertindak sebagai pengulang, tetapi peneliti bisa mengembangkan materi yang akan diajarkan. Tidak hanya dari LKS yang sudah dipegang oleh siswa, tetapi peneliti harus menggunakan buku paket dari beberapa sumber serta materi pendukung lain dari internet supaya pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Bedanya dengan hasil kajian peneliti terdahulu adalah jika peneliti terdahulu hanya menggunakan hasil belajar saja yang berupa tes, sedangkan dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan hasil belajar yang berupa tes saja melainkan dalam proses pembelajaran yaitu keterampilan bertanya juga dinilai.

2.3Kerangka Pikir

Pembelajaran di SD cenderung berpusat pada guru dan tidak melibatkan siswa aktif bertanya dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan bersifat konvensional yaitu didominasi oleh metode ceramah sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa tidak optimal, bahkan 95,65% tidak tuntas belajar. Untuk itu, permasalahan ini perlu segera dipecahkan melalui pembelajaran inovatif yakni menggunakan metode probing prompting dan media realia.

(19)

Langkah-langkah metode probing prompting adalah sebagai berikut. a. Menyampaikan kompetensi tentang energi.

b. Menyampaikan materi energi.

c. Memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada siswa yang berkaitan dengan materi energi.

d. Menampung jawaban siswa. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban.

e. Memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus terarah tentang energi.

(20)

Adapun skema itu adalah sebagai berikut:

Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA tentang Energi melalui Metode probing prompting dengan media realia

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam tindakan ini adalah metode probing prompting dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015.

Kondisi awal

Guru:

Masih menggunakan metode ceramah seta

minim media pembelajaran

Siswa: Hasil belajar serta

keterampilan bertanya siswa

rendah

Tindakan

Menerapkan metode probing prompting dengan media realia

Siklus I: Menerapkan metode

probing prompting dengan media realia

Siklus II: Menerapkan metode

probing prompting dengan media realia

Kondisi akhir

Melalui penerapan metode probing prompting dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Disimpulkan bahwa deskripsi penerapan model quantum teaching dengan metode inkuiri dalam peningkatan pembelajaran bilangan pecahan siswa kelas IV SD N 2

(Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII-C SMP Negeri 7 Ciamis pada tanggal 12 Nopember 2016).. Keadaan seperti di atas jika

2) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan: (1) Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan memori dengan prestasi belajar pada materi Koloid, dari uji t-dua pihak

gambaran dari arsitektur fisik perangkat lunak, perangkat keras, dan artefak dari sistem. Deployment diagram dapat dianggap sebagai ujung spektrum dari kasus

[r]

Data-data yang diperoleh berasal dari validator yang terdiri atas 2 dosen ahli, 2 guru sebagai reviewer dan 2 peer reviewer serta responden yang terdiri atas 10