• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Manajemen Laba 2.1.1.1. Defenisi Manajemen Laba - Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Manajemen Laba 2.1.1.1. Defenisi Manajemen Laba - Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Manajemen Laba

2.1.1.1. Defenisi Manajemen Laba

Manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk

mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan

dengan tujuan untuk mengelabui

stakeholder

yang ingin mengetahui kinerja dan

kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008:6).

Schipper (dalam Sulistyanto 2008:49),

manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan

eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak

setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi operasi yang

tidak memihak dari sebuah proses).

Menurut Sugiri (dalam Widyaningdyah, 2001) membagi definisi manajemen

laba menjadi dua yaitu:

1.

Definisi sempit

Earning management

dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan

metode

akuntansi.

Earning

management

dalam

arti

sempit

didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan

komponen

discretionary accrual

dalam menentukan besarnya earning.

(2)

Earnings management

merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan

(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer

bertanggung

jawab,

tanpa

mengakibatkan

peningkatan

(penurunan)

profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Permasalahan manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali

dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemilik

(pemegang saham) dengan pengelola (manajemen) perusahaan. Menurut Healy dan

Wahlen (1998) manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan

tertentu dalam pelaporan keuangan untuk menyesatkan

stakeholder

yang ingin

mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi

hasil kontraktual yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

2.1.1.2. Motivasi Manajemen Laba

Scott (2009:406)

menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba,

yaitu:

1.

Bonus purposes

Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan

laba

saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.

2.

Political motivation

Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat. Terutama untuk perusahaan

yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan minyak, gas, dll.

Beberapa perusahaan melakukan earnings management

untuk mengurangi

visibilitasnya.

(3)

Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen

laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi

mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup

perusahaan untuk melakukan manuver.

4. Perubahan CEO

Beberapa dari motivasi manajemen laba ada pada saat adanya perubahan CEO.

Hipotesis perencanaan bonus memprediksikan bahwa pengunduran diri

CEO

akan beberapa terlibat dalam strategi maksimalisasi laba untuk meningkatkan

bonus mereka.

5. IPO (Initial Public Offering)

Perusahaan yang akan melakukan IPO belum memiliki nilai pasar yang

telah terbangun. Dan memungkinkan manajer dari perusahaan going public

akan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham mereka.

6. Informasi kepada investor

Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang

prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan

estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar

saham.

2.1.1.3. Pola Manajemen Laba

Menurut Scott (2009:405), mengidentifikasikan adanya empat pola yang

dilakukan manajemen untuk melakukan pengelolaan atas laba sebagai berikut:

(4)

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru

dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan

dapat

meningkatkan

laba

di

masa

datang.

Manajemen

mencoba

mengalihkan

expected future cost

ke masa kini, agar memiliki peluang

yang lebih besar mendapatkan laba di masa yang akan datang.

2.

Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat laba yang tinggi

sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis

dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. Manajemen

mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang yang

lebih besar mendapatkan laba di masa yang akan datang.

3.

Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun dengan cara memindahkan beban ke

masa mendatang. Tindakan atas

income maximization

bertujuan untuk

melaporkan

net income

yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola

ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

4.

Income Smoothing

(5)

2.1.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Menurut Watt dan Zimmerman (Denies, 2009) dalam

positive accounting

theory

terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, yaitu:

1

.

The bonus plan hypothesis

Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan

akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke

masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih

menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus

dikenal dua istilah yaitu

bogey

(tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan

cap

(tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah

bogey

, tidak ada bonus yang

diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas

cap

, manajer tidak akan

mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah

bogey

, manajer

cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada

periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas

cap

. Jadi hanya jika laba

bersih berada di antara

bogey

dan

cap

, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih

perusahaan.

2.

The debt covenant hypothesis

Pada perusahaan yang mempunyai rasio

debt to equity

tinggi, manajer

perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan

pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio

debt to equity

yang tinggi akan

mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan

perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

(6)

Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih

memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode

sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang

dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi

dapat menarik perhatian media dan konsumen.

2.1.2.

Good Corporate Governance

Berkaitan dengan masalah keagenan,

corporate governance

merupakan konsep

yang didasarkan pada teori keagenan. Dengan adanya

corporate governance

diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada para

investor dan kreditur bahwa mereka akan menerima

return

atas dana yang telah

mereka investasikan di suatu perusahaan. Prinsip – prinsip dasar dari

corporate

governance

pada dasarnya bertujuan untuk memajukan kinerja nperusahaan.

Pentingnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik

(good corporate governance)

masih menjadi fokus utama pengembangan iklim usaha di Indonesia dalam rangka

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Organization of Economic Corporation and Developmnt

(2004:12)

mendefinisikan

corporate governance

sebagai suatu sistem dimana sebuah

perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka

struktur dari

Corporate Governance

menjelaskan distribusi hak-hak dan

tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu

antara lain Dewan Komisaris dan Direksi, Manajer, Pemegang saham, serta

(7)

Governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan dan

pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua maka tujuan perusahaan

dan pemantauan kinerjanya dapat dipertangungjawabkan dan dilakukan dengan baik.

Sedangkan menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance

(KNKG, 2009)

mendefinisikan

corporate governance

merupakan suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ perusahaan untuk memberikan nilai tambah pada perusahaan

secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan

peundang-undangan dan norma yang berlaku.

Mekanisme

corporate governance

dibagi menjadi dua kelompok yaitu (1)

internal mechanism (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/ komisaris,

kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif. (2)

external mechanisms

(mekanisme eksternal) seperti pengendalian oleh pasar dan level

debt financing

(Barnhart & Rosentein, 1998). Mekanisme corporate governance yang mempengaruhi

manajemen laba yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit,

dan komposisi dewan komisaris independen.

2.1.3. Struktur Kepemilikan Institusional

(8)

kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja

manajemen.

Tujuan adanya kepemilikan institusional yang dimilki pihak luar perusahaan

yang berbentuk institusi karena dianggap pihak yang independen, sehingga diharapkan

dapat mengurangi tindakan kecurangan yang dilakukan manajemen. Menurut Moh’d

et al,

(dalam Wahidahwati, 2002) suatu konsentrasi kepemilikan oleh investor yang

berbentuk institusional dapat mengurangi biaya keagenan karena mewakili suatu

sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya tentang

keberadaan dan kebijakan manajemen.

2.1.4. Struktur Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen

perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh

manajemen Sujono dan Soebiantoro (2007). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan

kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial,

manajemen tidak hanya berfungsi sebagai pengelola perusahaan namun juga sebagai

pemegang saham. Ross

et al

(dalam Siallagan dan Machfoedz, 2008) menyatakan

bahwa semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen

akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan

pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.

2.1.5.

Leverage

(9)

yang dibiayai dengan hutang. Semakin tinggi nilai

leverage

maka risiko yang akan

dihadapi investor akan semakin tinggi dan para investor akan meminta keuntungan

yang semakin besar. Leverage dalam Van Horne (2007:182) adalah penggunaan biaya

tetap dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas.

Leverage

merupakan pedang

bermata dua menurut Van Horne (2007:182) yang mana jika laba perusahaan dapat

diperbesar, maka begitu pula dengan kerugiannya. Dengan kata lain, penggunaan

leverage dalam perusahaan bisa saja meningkatkan laba perusahaan, tetapi bila terjadi

sesuatu yang tidak sesuai harapan, maka perusahaan dapat mengalami kerugian yang

sama dengan persentase laba yang diharapkan, bahkan mungkin saja lebih besar.

Leverage

dalam konteks bisnis terdiri atas dua macam yaitu

leverage

operasional

(operating leverage)

dan

leverage

keuangan

(financial leverage).

Van

Horne (2007:183) juga menyatakan bahwa leverage ini menjadi tahapan dalam proses

pembesaran laba perusahaan. Sebagai tahap pertama yaitu leverage operasional, yang

akan memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan atas perubahan laba

operasional. Dalam tahap kedua, manajer keuangan memiliki pilihan untuk

menggunakan leverage

keuangan agar dapat makin memperbesar pengaruh perubahan

apa pun yang dihasilkan dalam laba operasional atas perubahan EPS

(Earning Per

Share).

2.1.6. Profitabilitas

Menutur Sudarmadji (2007), profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja

yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan

oleh laba yang dihasilkan. Selain dari itu, profitabilitas didefinisikan sebagai

(10)

diproduksinya (Astuti, 2004:36). Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan

dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan

keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat

dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat

perkembangan posisi keuangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik

penurunan atau kenaikan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kinerja manajemen

sehingga dapat diketahui penyebab dari perubahan kondisi keuangan perusahaan

tersebut. Semakin tinggi rasio yang diperoleh maka semakin efisien manajemen aset

perusahaan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan dan kinerja

keuangan terhadap manajemen laba telah banyak dilakukan sebelumnya. Tabel 2.1

menjabarkan penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

(tahun)

Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis

1. Kepemilikan institusional dan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba.

2.Leverage dan profitabilitas berpengaruh positif

signifikan terhadap

(11)

Karina Praditya

2. Kepemilikan keluarga dan ukuran perusahaan

1. Kualitas audit dan

leverage berpengaruh

3. Firm size dan proporsi

komisaris independen

1. Komite audit, kepemilikan institusional, dan profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba

(12)

kepemilikan Bayu (2010) Pengaruh Mekanisme

Corporate Governance 3. Ukuran komite audit

berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba

2.3. Kerangka Konseptual

Manajemen laba adalah intervensi manajemen dengan sengaja dalam

penentuan laba, untuk kepentingan pribadi, maupun perusahaan. Tindakan dan

tanggung jawab manajemen dalam melakukan penentuan laba dipengaruhi oleh

struktur kepemilikan perusahaan. Investor institusional dengan kepemilikan saham

dalam jumlah besar akan mempunyai dorongan yang cukup kuat untuk

mengumpulkan informasi, mengawasi tindakan-tindakan manajemen dan mendorong

kinerja yang lebih baik. Bilamana investor institusional mempunyai kepemilikan

saham dalam jumlah yang relatif rendah, maka para investor institusional hanya

memiliki sedikit dorongan untuk melakukan pengawasan terhadap tindakan

oportunistik manajer. Oleh karena itu, keberadaan investor institusi ini dipandang

mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan.

Kepemilikan

manajerial

juga mempengaruhi terjadinya manajemen laba. Sesuai dengan yang dikemukakan

Ross

et. al. (1999) dalam Sandra (2004), semakin besar proporsi kepemilikan

(13)

memaksimalkan kepentingan pemegang saham yang juga termasuk dirinya. Hal ini

mengindikasikan perlunya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan

perusahaan.

Leverage

sebagai salah satu usaha dalam peningkatan laba perusahaan, dapat

menjadi tolok ukur dalam melihat perilaku manajer dalam hal manajemen laba.

Perusahaan yang mempunyai

leverage

finansial tinggi akibat besarnya hutang

dibandingkan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba

karena perusahaan terancam

default,

yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban

membayar hutang pada waktunya (J.C. Shanti dan C. Bintang Hari Yudhanti, 2007).

Keadaan ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan

leverage

tinggi memiliki

pengawasan yang lemah terhadap manajemen yang menyebabkan manajemen dapat

membuat keputusan sendiri, dan juga menetapkan strategi yang kurang tepat.

Profitabilitas juga akan mempengaruhi manajer dalam melakukan tindakan

manajemen laba (Salno dan Baridwan dalam Rahmawati, 2008). Pihak principal

cenderung menuntut manajemen untuk mencapai profitabilitas yang tinggi. Apabila

manajemen mampu mencapai target dari principal, manajemen akan dianggap

mempunyai kinerja baik. Manajemen cenderung akan melakukan aktivitas tersebut

karena dengan laba yang rendah atau bahkan menderita kerugian, akan memperburuk

kinerja manajemen di mata pemegang saham atau principal, dan nantinya akan

memperburuk citra perusahaan di mata publik.

Hubungan antara kepemilikan institusional, struktur kepemilikan manajerial,

leverage

dan profitabilitas terhadap manajemen laba dapat digambarkan dalam

(14)

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka

penelitian ini akan menguji pengaruh struktur kepemilikan yang terdiri dari struktur

kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial dan kinerja keuangan

yang diukur dengan rasio keuangan leverage

dan profitabilitas berpengaruh terhadap

manajemen laba. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

1. Struktur kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.

2. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba.

3.

Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba.

4. Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba.

Kepemilikan

Institusional (X

1

)

Manajemen Laba

Kepemilikan

Manajerial (X

2

)

Leverage (X

3

)

Gambar

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Shared Value , Komunikasi , Opportunistic Behavior Control Terhadap Kepercayaan Pengguna Internet Banking.. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh shared value

1. Didapatkan hasil perhitungan dari perencanaan sistem hidrolik adalah dengan daya motor sebesar 0,56 kW, kapasitas pompa sebesar 18,85 lpm atau 13,76 cc/rev, dan tekanan

HASIL UJIAN TULIS CALON ANGGOTA PANITIA PEMUNGUTAN SUARA (PPS) PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI PIDIE JAYA TAHUN

Jika Freg > Ft 5% atau 1% maka hasilnya atau hipotesis yang diajukan signifikan, berarti ada pengaruhnya kepemimpinan Kepala Madrasah terhadap kinerja guru

- Guru merespon dan menampung semua jawaban siswa kemudian memberikan aplaus untuk semua jawaban siswa. - Siswa mengamati gambar yang dipasang guru di depan kelas. -

Jika Penawar yang Berjaya ingkar dalam mematuhi mana-mana syarat di atas atau membayar apa-apa wang yang harus dibayar, maka Pihak Pemegang Serahhak/Pemberi Pinjaman boleh (tanpa

Sedangkan atas permasalahan yang kedua yakni mengenai alasan bagian pertanahan pemerintah Kabupaten Malang dalam melakukan penyelesaian sengketa tanah mengunakan

Bila penge-luaran (point 6) lebih besar dibandingkan penghasilan (point 7), usaha apa yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah itu.. Kepemilikan aset keluarga,