• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Serta Gambaran Histologi Pankreas Mencit (Mus Musculus L) Diabetes"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi Tumbuhan

Sirih secara umum adalah salah satu jenis tumbuhan memanjat yang termasuk familia piperaceae. Sirih tumbuh subur di sepanjang Asia hingga Afrika timur. Sirih dapat ditemukan di bagian timur pantai Afrika, dipulau Zanzibar, kepulauan Bonin, kepulauan Fuji, dan kepulauan Indonesia (Moeljanto dan Mulyono, 2003).

Sirih merah (Piper crocatum) termasuk familia Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun berwarna merah keperakan dan mengkilap. Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki jenis yang beragam, seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih merah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang seling dari batangnya (Anonim, 2009).

(2)

dalam pemeliharaannya. Umumnya sirih merah tumbuh tanpa pemupukan, yang penting selama pertumbuhannya di lapangan adalah pengairan perlu yang baik dan cahaya matahari sebesar 60-75%. Tanaman sirih merah siap untuk dipanen minimal berumur 4 bulan, daun yang akan dipanen harus cukup tua, bersih dan warnanya mengkilap karena pada saat itu kadar bahan aktifnya tinggi (Anonim, 2009).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan sirih merah adalah sebagai berikut (Anonim, 2012). Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan) Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.

2.1.3 Khasiat dan Kandungan Kimia

(3)

penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia (Hariana dan Arief, 2007).

Bagian tanaman sirih yang dimanfaatkan adalah daun, dalam pengobatan modern tanaman ini sering digunakan sebagai adstrigensia, diuretika dan antiinflamasi. Sirih juga digunakan untuk memperbaiki sirkulasi darah, pengobatan keputihan, bisul, wasir, sakit gigi, mimisan, bau mulut, sariawan, penghilang bau badan, obat batuk, obat kumur, obat jerawat, antiseptik luka bakar, tetes mata, dan mengurangi produksi air susu (Kartasapoerta, G., 1992; Moeljanto dan mulyono, 2003; Syukur dan Hernani, 2002).

Daun sirih merah mengandung senyawa fitokimia diantaranya alkoloid, tanin, dan flavonoid (Salim, 2006). Studi senyawa bahan alam menunjukkan aktivitas hipoglikemi, seperti yang dilaporkan Baldeon et al (2012); senyawa alkaloid yang berasal dari Lupinus mutabilis, menurunkan kadar glukosa darah penderita DM Tipe 2. Sedangkan senyawa flavonoid quersetin dan rutin dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Jahdav et al, 2012).

(4)

2.2 Penyarian

Penyarian dikenal juga dengan ekstraksi (extraction) berasal dari perkataan extrahere yang berarti to draw out atau menarik sari, yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Hasil penyarian disebut sebagai sari atau ekstrak; dikelompokkan tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental (spissum) dan cair (liquidum), yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai dan terhindar dari pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan adalah air, eter serta campuran etanol dan air (Syamsuni, 2006). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut, pengawet atau keduanya. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mililiter ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang beningnya dienaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia (Ditjen POM, 1995). Beberapa metode penyarian/ekstraksi, adalah sebagai berikut:

(5)

Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia pada suhu kamar dalam wadah yang sesuai selama beberapa hari dengan menggunakan pelarut tertentu. Metode ini dilakukan bila jaringan tumbuhan lunak dan konstituen kimia yang dikandungnya tidak tahan pemanasan. Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan tertentu ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.

Perkolasi dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari terus menerus dalam keadaan dingin melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi di dalam perkolator (DitJen POM, 1974). Ekstraksi secara perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml per menit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1989). b. Cara panas, terdiri dari: refluks, digesti, infus, sokletasi.

(6)

dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

Digesti merupakan modifikasi cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50 oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

Infus adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit, sedangkan dekok diperoleh selama 30 menit.

Sokletasi, ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Ditjen POM, 1995).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Pankreas 2.3.1 Pankreas

(7)

ke dalam duodenum lewat saluran pankreas. Posisi kelenjar pankreas mencit atau tikus dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Posisi kelenjar pankreas dan organ dalam/internal lainnya yang terdapat pada mencit/tikus setelah saluran pencernaan diambil. Ilustrasi dikutip dari Ward dan Parsoneault, 2012

Pankreas manusia mengandung sampai 2 juta pulau-pulau yang bertebaran secara luas, pulau-pulau itu berdiameter 20 sampai 300 mikron dan jaringan pulau total menyusun hanya 1 sampai 2 persen massa pankreas (Handoko dan Suharto, 1995) dapat dilihat di Gambar 2.2, sedangkan pada mencit memiliki volume sekitar 0,13 cm3 dan jumlah pulau-pulau langerhans pankreas sekitar 3200 (Bock et al, 2003). Jumlah volume dan volume distribusi pulau-pulau langerhans pankreas dapat dijadikan parameter untuk menentukan derajat kesehatan pankreas dan perbandingan antara normal dengan diabetes (Berclaz, et al., 2012).

1. Kelenjar saliva

2. Tulang rusuk

3. Diafragma

4. Liver

5. Lien/kel. Anak limfa

6. Pankreas

7. Perut bagian depan

8. Lambung

9. Ginjal

10. Kolon menaik

(8)

Bagian endokrin pankreas mempunyai berat sekitar 1% dari berat pankreas. Bagian endokrin ini mempunyai 4 macam sel yaitu sel α menseksresi glukagon, sel β mensekresi hormone insulin, sel δ mensekresi gastrin dan polipeptida pankreas (sel PP). Hormon glukagon dan insulin bekerja memetabolisme karbohidrat yang bekerja antagonistis (meningkatkan konsentrasi glukosa darah), merupakan efek yang berlawanan dengan efek insulin. Sedangkan hormon gastrin bekerja menstimulasi asam lambung, sementara fungsi polipeptida pankreas masih belum jelas (Handoko dan Suharto, 1995).

Gambar 2.2 Anatomi kelenjar pankreas (Sherwood, 2001)

Pankreas terdiri dari atas dua jenis jaringan utama, yakni (a) Asini, yang mensekresikan getah pencernaan kedalam duodenum, dan (b) pulau Langerhans, tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya ke luar namun sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter 0,3 milimeter dan tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil

(9)

sebagai tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung 3 jenis sel utama, yakni sel α, β, dan δ, yang dapat dibedakan dari ciri morfologi dan pewarnaannya. Sel β mencakup kira-kira 60% dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel α mencakup kira-kira 25% dari seluruh sel, mensekresikan glukagon. Sel δ, yang merupakan 10% dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin, selain itu paling sedikit terdapat 1 jenis sel lain, yang disebut sel PP, terdapat dalam jumlah sedikit didalam pulau Langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas.

2.3.2 Insulin

(10)

meningkat. Dalam keadaan seperti itu tubuh akan lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Dalam keadaan seperti tadi, meskipun jumlah insulin meningkat namun jumlah reseptor tidak mencukupi maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga terjadi kekurangn glukosa di dalam sel sedangkan di dalam pembuluh darah meningkat (Waspadji, 2002).

Insulin merupakan protein kecil, pada manusia mempunyai berat molekul sebesar 5.808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 2.2). Bila dua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional insulin akan hilang. Insulin disintesis oleh sel-sel β dengan cara yang mirip dengan protein, diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat kira-kira 11.500, dan selanjutnya akan berikatan dengan retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin, lalu melekat erat pada badan golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretori. Akan tetapi, kira-kira 1/6 dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin.

Ketika insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak terikat dengan waktu paruh plasma rerata hanya 6 menit, sehingga dalam waktu 10 sampai 15 menit sudah dibersihkan dari sirkulasi darah. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel target, sisa insulin dipecah oleh enzim insulinase terutama dalam hati, sebagian kecil dipecah di dalam ginjal dan otot, dan sedikit di dalam jaringan lain.

(11)

rendah yakni 25 ng/menit/kg berat badan, karena kadar glukosa darah hanya mempunyai aktivitas fisiologis yang kecil. Bila konsentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba meningkat 2 sampai 3 kali dari kadar normal dan jika kadar ini dipertahankan maka, sekresi insulin akan meningkat dengan nyata dan berlangsung dalam 2 tahap.

Dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah terjadi peningkatan kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dulu oleh sel-sel β pulau Langerhans. Akan tetapi, laju sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, karena dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian laju sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari normal.

Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, biasanya laju sekresi bahkan lebih besar dari laju pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu terbentuk, dan oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel.

(12)

Gambar 2.2 Ilustrasi insulin pada mencit dalam bentuk proinsulin (A) (Wakabayashi, 2012), Struktur Insulin Manusia (B) (Hvorost, 2010)

2.4 Diabetes Melitus

2.4.1 Uraian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) disebut juga diabetes merupakan suatu penyakit metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula yang disebabkan jumlah sekresi insulin menurun, aktivitas insulin melemah atau keduanya. Diabetes kronis dalam jangka panjang akan mengakibatkan kerusakan bahkan kegagalan fungsi berbagai organ, diantaranya mata, ginjal, sel saraf, jantung dan pembuluh darah (ADA, 2012). Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel β Langerhan kelenjar

A

(13)

pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005).

2.4.2 Gejala Diabetes Melitus

Tanda dan gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien antara lain rasa haus, sering kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, berat badan turun, rasa gatal pada kulit, kesemutan, mata kabur, kulit kering. Komplikasi yang mungkin timbul diantaranya adalah gangguan pembuluh darah besar (makroangiopati) dan gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Mikroangiopati menyebabkan kerusakan ginjal, mata dan saraf. Adapun makroangiopati mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan kaki.

2.4.3 Penyebab Diabetes Melitus

Penyebab DM adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan kerja insulin yang sebenarnya jumlahnya mencukupi (Tipe II). Kekurangan insulin bisa disebabkan kerusakan sebagaian kecil atau sebagian besar sel-sel ß pulau langerhans kelenjar pankreas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM.

a. Faktor keturunan

Para ahli menyatakan bahwa faktor bibit adalah salah satu penyebab utama DM. Pada perbandingan keluarga DM dengan keluarga sehat, ternyata angka kejangkitan keluarga diabetes mencapai 8,33 dan 5,33% bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1,96% dan 0,61%. b. Virus dan Bakteri

(14)

sel ß pankreas merupakan predisposisi terjadinya kegagalan sel ß setelah infeksi virus. Demikian juga gen-gen khusus yang diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merangsang sistem imun tertentu selama predisposisi terhadap respon autoimun sel-sel pulau-pulau langerhan (autoegresi) (Serwot, 2008).

c. Bahan Toksik atau Beracun

Beberapa bahan toksik dapat merusak sel ß secara langsung seperti aloksan, difenil tiokarbazine, oksin-9-hidroksikuinolon, dan streptozosin (Mistri Sunil, 2008).

d. Nutrisi

Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang diketahui penyebab DM. Semakin lama dan semakin berat obesitas akibat nutrisi berlebihan maka semakin besar kemungkinan terjangkitnya penyakit DM (Mistri Sunil, 2008).

2.4.4 Klasifikasi Diabetes

Klasifikasi diabetes menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 dan Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 yaitu Diabetes tipe I, Diabetes Tipe-II, dan Diabetes kategori lain. Namun, menurut American Diabetes Association (2012), klasifikasi diabetes terbagi 4 dengan tambahan yaitu diabetes Tipe 1, diabetes Tipe 2, diabetes tipe spesifik lain dan gestational diabetes.

2.4.4.1 Diabetes Tipe-1

(15)

yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan oleh hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel ß pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia, dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2001).

Gejala yang tampak pada penderita DM Tipe I adalah peningkatan ekskresi urine (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar (polipagia), berat badan turun, pandangan terganggu, dan lelah. Gejala ini dapat terjadi sewaktu-waktu (tiba-tiba) (WHO, 2012).

2.4.4.2 Diabetes Tipe-2

(16)

2.4.4.3 Diabetes Tipe Spesifik Lain

Diabetes tipe ini dikelompok berdasarkan pada beberapa faktor, di antaranya kelainan genetik sel β pankreas, kelainan genetik kerja insulin, penyakit

pada bagian eksokrin pankreas, endokrinopati hormon-hormon (hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, epineprin) yang bekerja antagonis terhadap insulin, obat atau senyawa yang dapat menginduksi diabetes, kelainan autoimun serta sindrom genetik lain yang menyebabkan diabetes (ADA, 2012).

2.4.4.4 Gestational Diabetes

Diabetes ini terjadi disebabkan kenaikan kadar gula darah karena kehamilan (WHO, 2012). Wanita hamil yang belum pernah terkena diabetes sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita diabetes gestational (ADA, 2012).

Mekanisme DM gestational belum diketahui secara pasti. Namun, mekanisme yang bisa diketahui berasal dari plasenta yang mendukung perkembangan bayi. Hormon plasenta membantu bayi untuk berkembang. Tetapi hormon ini juga memblok kerja insulin ibu dalam bayinya. Hal ini menyebabkan resistensi insulin. Resistensi insulin membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari banyaknya insulin.

(17)

2.5 Metformin

Metformin ditemukan pada tahun 1920 dan mulai dipasarkan sejak tahun 1957. Obat ini banyak digunakan di kalangan masyarakat dalam pengobatan resistensi insulin pada pasien DM Tipe 2.

Target obat ini adalah organel sel mitokondria dengan daerah spesifik di kompleks 1, namun belum diketahui secara pasti molekuler yang mana menjadi target. Di samping itu metformin juga bekerja menurunkan Nikotinamida Adenin Dinukleutida (NADH) sehingga gradien proton tetap terpelihara mengakibatkan terjadi peningkatan ATP di membran mitokondria. Metformin juga mengaktivasi AMP kinase yang akan menghambat glukogenesis hepatik di hati (Foretz et al, 2010) dan bermanfaat mencegah kardiomiopati jantung (Xie et al, 2011). Gambar 2.3 berikut mengilustrasikan mekanisme kerja metformin.

(18)

Gambar 2.3 Mekanisme kerja metformin (Foretz et al, 2010)

Efek samping penggunaan metformin di antaranya adalah gangguan saluran pencernaan/gastrointestinal dan peningkatan asam laktat, namun jika dibandingkan dengan obat antihiperglikemi sulfonilurea atau insulin memiliki faktor risiko yang lebih kecil (Scarpello, 2001).

2.6 Aloksan

(19)

Gambar 2.4 Struktur aloksan (Sigma-Aldrich, 2012)

Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas yang memproduksi

insulin, dengan cara terakumulasi aloksan melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Aktivitas toksik aloksan diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Aloksan dan produk reduksinya yaitu asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yang menyebabkan destruksi sel β yang cepat (Watskin et al, 2008). Gambar 2.5 berikut adalah preparat histologi pankreas mencit normal dan diabetes.

Gambar 2.5 Histologi pankreas mencit diabetes (A) dan normal (B). Dikutip dari Lee et al, 2006)

Gambar

Gambar 2.1 Posisi kelenjar pankreas dan organ dalam/internal lainnya yang terdapat pada mencit/tikus setelah saluran pencernaan diambil
Gambar 2.2  Anatomi kelenjar pankreas (Sherwood, 2001)
Gambar 2.2  Ilustrasi insulin pada mencit dalam bentuk proinsulin (A) (Wakabayashi, 2012), Struktur Insulin Manusia (B) (Hvorost, 2010)
Gambar 2.3 Mekanisme kerja metformin (Foretz et al, 2010)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) terhadap kadar gula darah (KGD), berat pankreas dan dan berat badan mencit

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jus jambu biji (Psidium guajava) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas mencit

Penderita diabetes mellitus tipe 2 akan menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) terhadap kadar gula darah (KGD), berat pankreas dan dan berat badan mencit

Berat pankreas mencit diabetes yang diberi ekstrak etanol sirih merah dengan kontrol positif metformin... Test distribution