• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa Fruticans Wurmb.) Pada Mencit Yang Diinduksi Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa Fruticans Wurmb.) Pada Mencit Yang Diinduksi Aloksan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Nipah

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm (Siregar, 2012).

Nama ilmiah tumbuhan ini adalah Nypa fruticans, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus nipah, juga merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Nipah adalah salah satu anggota famili Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di daerah rawa berair payau atau daerah pasang surut di dekat pantai. Tumbuhan nipah tumbuh di lingkungan hutan bakau. Nipah pada umumnya memiliki keunggulan karena hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan (Siregar, 2012).

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Nipah

Klasifikasi tumbuhan nipah menurut Siregar (2010) sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Nypa

(2)

8 2.1.2 Nama Daerah

Di Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti nipah (Lampung), tangkal daon (Sunda), buyuk (Jawa, Bali), bhunyok (Madura), palean, parinan (Ambon) (Anonim, 1995).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan Nipah

Tumbuhan nipah merupakan palem tidak berbatang. Tumbuhan ini berakar serabut panjang dan bisa mencapai belasan meter. Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada jenis palem lainnya) besar dan panjang dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m, anak daun berjumlah antara 25-100 dengan ujung lancip. Daun nipah muda berwarna kuning menyerupai janur kelapa sedangkan yang tua berwarna hijau (Van steenis, 1975).

Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna coklat kemerahan. Panjang buahnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm, ujung lancip dan dinding buah tengah berserabut. Buah berkelompok membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, dapat terdiri antara 30-50 butir buah (Van steenis, 1975).

2.1.4 Pemanfaatan Tumbuhan Nipah

(3)

9

dan topi. Endosperma putih biji mudanya manis seperti jelli, dikonsumsi sebagai makanan ringan, sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung. Daun muda yang masih menggulung digunakan secara lokal untuk pembungkus rokok (Siregar, 2012).

Berbagai bagian dari nipah merupakan sumber obat tradisional seperti air dari batang muda digunakan sebagai obat herpes (Siregar, 2012); obat sakit perut, diabetes dan obat penurun panas dalam (Putri, dkk., 2013); di Kalimantan, arang akar nipah digunakan sebagai obat sakit gigi dan sakit kepala (Anonim, 1995).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Dirjen POM., 2000). Hasil yang diperoleh dari penyarian simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental dan cair (Dirjen POM., 1979).

2.3 Metode Ekstraksi

(4)

10 2.3.1 Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.2 Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhletasi

(5)

11 c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50ºC.

d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 m enit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.4. Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

(6)

12

fase absorptif pencernaan, yang berlangsung segera setelah makan saat kadar glukosa tinggi. Glikogenesis adalah proses yang membutuhkan insulin dengan meningkatkan konversi dan simpanan glukosa pada saat jumlahnya berlebih dan mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal.

Sebaliknya jika kadar glukosa darah rendah maka sel-sel α pankreas akan mensekresikan glukagon. Glukagon ini akan menstimulasi pengubahan glikogen menjadi glukosa sehingga kadar gula darah dinormalkan kembali, penguraian glikogen disebut glikogenolisis. Selain itu, pada saat KGD menurun di antara waktu makan, hati memulai proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) untuk menjaga KGD konstan. Glukoneogenesis dilakukan dihati dengan mengubah asam amino menjadi glukosa setelah deaminasi (pengeluaran gugus amino), dan mengubah gliserol dari penguraian asam lemak menjadi glukosa. Penguraian glikogen dan pembentukan glukosa terjadi pada fase pasca-absortif pencernaan, waktu di antara makan saat sumber makanan eksternal sulit didapat (Corwin, 2009).

2.5 Diabetes Mellitus (DM)

2.5.1 Definisi

(7)

13 2.5.2 Gejala-gejala Diabetes Mellitus

Gejala klasik DM menurut Corwin (2009) dan Soegondo, dkk., (2004) adalah:

a. poliuria(peningkatan pengeluaran urine) karena air mengikuti glukosa yang keluar melalui urine. Sehingga banyak glukosa yang terkandung dalam urine (glukosuria).

b. polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik. c. polifagia (peningkatan rasa lapar), karena kalori dari makanan yang

dimakan setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak sepenuhnya dapat digunakan, sehingga penderita merasa selalu lapar. Walaupun banyak makan tetapi berat tubuh menurun.

d. penurunan berat badan, rasa lelah dan kelemahan otot, hal ini disebabkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi, sehingga sel menggunakan lemak dan otot untuk menghasilkan energi, akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

e. gangguan saraf tepi/kesemutan

f. gangguan penglihatan (penglihatan kabur), pada beberapa kasus sering terjadi gangguan penglihatan pada fase awal penyakit diabetes.

2.5.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus

(8)

14

a. Diabetes Tipe 1 (Diabetes mellitus tergantung insulin, DMTI)

Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel β-langerhans, hal ini disebabkan oleh reaksi autoimun karena adanya peradangan pada sel β pankreas, sehingga menimbulkan anti bodi

terhadap sel β yang disebut ICA (Islet Cell Antibodi). Reaksi antigen (sel β)

dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel β (Soegondo, dkk., 2004).

Peradangan pada sel β dapat disebabkan virus (virus Cocksakie, rubella,

herpes), dan zat toksin. Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati, lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. DM tipe 1 merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan KGD (Katzung, 2010).

b. Diabetes Tipe 2 (Diabetes mellitus tak tergantung insulin, DMTTI)

(9)

15

insulin. Beberapa faktor penyebab resistensi insulin yaitu obesitas, kurang gerak badan dan faktor keturunan (herediter) (Soegondo, dkk., 2004).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan mengakibatkan penurunan responsivitas sel. Hormon pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti-insulin, misalnya perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen). Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan meningkatkan resiko lahir mati dan bayi bertubuh besar untuk masa kehamilan yang dapat menyebabkan masalah persalinan (Corwin, 2009).

d. Diabetes mellitus tipe lain

Beberapa tipe diabetes yang lain seperti kelainan genetik fungsi sel β,

kelainan genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Soegondo, dkk., 2004).

2.5.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

(10)

16 a. Komplikasi Metabolit Akut

Komplikasi metabolik akut yang paling serius adalah ketoasidosis diabetik (KAD) yang hanya dijumpai pada DM tipe 1, koma nonketosis hiperglikemia hiperosmolar, biasa terjadi pada DM tipe 2, efek somogyi (KGD malam menurun, pagi hari terjadi efek rebound dan peningkatan KGD), fenomena fajar (dawn phenomenom), hipoglikemia (Corwin, 2009; Ganong, 2002).

b. Komplikasi-komplikasi Vaskular Jangka Panjang

Melibatkan pembuluh kecil (mikroangiopati), dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan anteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot-otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa aterosklerosis (pengerasan arteri) (Price and Wilson, 2005).

2.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan DM secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:

a. Menjaga agar KGD berada dalam kisaran normal

(11)

17

umur, dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga KGD tetap normal, olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes RI., 2005). Menurut Suherman dan Nafrialdi (2012) tanpa insulin, kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel. Karenanya pasien DM sangat dianjurkan untuk melakukan olah raga secara teratur agar tidak terlalu banyak membutuhkan insulin.

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan KGD penderita DM, maka perlu dilakukan penatalaksanaan terapi dengan obat baik dalam bentuk terapi dengan obat antidiabetes oral (ADO), insulin atau kombinasi keduanya.

2.6.1 Obat Antidiabetes Oral (ADO)

Berdasarkan cara kerjanya obat antidiabetes oral dapat dibagi dalam enam kelompok besar yaitu :

a. Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpromazid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemik lebih besar misalnya gliburid (=glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid.

(12)

18

keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dengan jumlah yang

ekuivalen dengan peptida-C. Sulfonilurea juga selanjutnya dapat meningkatkan kadar insulin dengan cara mengurangi bersihannya di hati. Pada penggunaan yang panjang atau dosis besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Farmakokinetik berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif, untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin, ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid. Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan disekresikan melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

b. Meglitinid (kalium chanel blokers)

Repaglinida dan nateglinida adalah obat antidiabetes dari golongan ini. Senyawa ini sama mekanisme kerjanya dengan sulfonilurea. Repaglinida dan nateglinida menstimulasi sekresi insulin denga cara memblok saluran kalsium sensitif-ATP pada sel β pankreas (Suherman dan Nafrialdi, 2012). Namun berbeda dengan golongan sulfonilurea, meglitinid memiliki kerja cepat sehingga efektif dalam pelepasan dini insulin yang terjadi setelah makan (postprandial) (Harvey, et al., 2001).

c. Binguanida

(13)

19

sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

Mekanisme kerja biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar sebagian besar menghambat glikoneogenesis dan meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak menimbulkan penurunan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh masa paruhnya sekitar 2 -5 jam (Suherman dan Nafrialdi, 2012; Soegondo, dkk., 2004).

d. Thiazolidindion

Thiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai kerja farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Rosiglitazon dan pioglitazon merupakan obat dari golongan ini. Berdaya mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitifitas jaringan perifer untuk insulin. Oleh karena itu penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat, juga kapasitas penimbunannya di jaringan ini. Efeknya kadar insulin, glukosa dan asam lemak dalam darah menurun, begitu pula glikoneogenesis dalam hati (Soegondo, 2004).

e. Penghambat α-glukosidase

(14)

20

oligosakarida dan disakarida harus dipecah menjadi molekul monosakarida sebelum diabsoprsi. Penyerapan tersebut dipermudah oleh enzim enterik seperti α

glukosidase (Katzung, 2010). Akarbose dan miglitol merupakan obat dari golongan ini, bekerja menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, dkk., 2004). Obat ini bekerja di lumen usus, tidak merangsang pelepasan insulin, juga tidak meringkatkan kerja insulin pada jaringan target (Harvey, et al., 2001).

f. Penghambat Dipeptidil Peptidase-IV (DPP-4) dan Inkretin Mimetik

Sitagliptin dan vildagliptin merupakan obat golongan ini. Obat-obat kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan efek penurunan hormon inkretin. Inkretin adalah hormon yang dihasilkan epitel usus yang berfungsi dalam glukoregulator, inkretin terbagi dua yaitu GLP-1 (glucagon like peptida-1 ) dan GIP (gastrointestinal inhibitory peptide). Glucagon like peptida-1 (GLP-1) berikatan dengan reseptor sel β pankreas sehingga memiliki efek meningkatkan

sekresi insulin. Namun, GLP-1 sangat cepat diuraikan oleh suatu enzim khas DPP-4 (dipeptidylpeptidase), sehingga mempunyai waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-2 menit. Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim DPP-IV, sehingga GLP-1 bekerja lebih lama (Ratimanjari, 2011).

(15)

21

tetapi penggunannya sangat jarang karena durasi kerja yang singkat dan memerlukan injeksi yang sering (Harvey, et al., 2001)

2.6.2 Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Sedangkan pada penderita DM tipe 2, terapi insulin dibutuhkan apabila terapi dengan ADO tidak dapat mengendalikan KGD. Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok berdasarkan mula kerja (onset) dan masa kerja (duration). Penggolongan sediaan insulin dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerjanya

Jenis sediaan insulin Mula kerja (jam)

Puncak (jam)

Masa kerja (jam) Masa kerja singkat (short-acting)

disebut juga insulin reguler 0,5 1-4 6-8 Masa kerja sedang

(intermediate-acting) 1-2 6-12 18-24

Masa kerja sedang, mula kerja

singkat 0,5 4-15 18-24

Masa kerja panjang (long-acting ) 4-6 14-20 24-36 *Depkes RI., (2005)

Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan secara subkutan (di bawah kulit). Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti daerah lengan, paha bagian atas dan bokong.

2.7 Aloksan

(16)

22

intraperitoneal, dan subkutan. Dosis intravena biasanya 65 mg/kg bb, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001).

Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh pengambilan yang cepat oleh sel β Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Aloksan

Gambar

Tabel 2.1 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerjanya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun nipah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml, dengan diameter daerah hambat

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun nipah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml, dengan diameter daerah hambat

golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam daun nipah adalah tanin,. glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid

Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60 o C,. temperatur optimum adalah 25-40

Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah (Nypa fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan.. Medan: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

diletakkan pencadang kertas yang telah direndam ke dalam larutan uji ekstrak dengan berbagai konsentrasi dan pelarut DMSO sebagai blanko. diinkubasi pada suhu 37 o C selama 18 - 24

Dalam keadaan seperti tadi, meskipun jumlah insulin meningkat namun jumlah reseptor tidak mencukupi maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga terjadi kekurangn

Pada keadaan Diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang kuncinya yang kurang, meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa