• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa Fruticans Wurmb.) Pada Mencit Yang Diinduksi Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Nipah (Nypa Fruticans Wurmb.) Pada Mencit Yang Diinduksi Aloksan"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN NIPAH (Nypa fruticans Wurmb.) PADA MENCIT YANG

DIINDUKSI ALOKSAN

SKRIPSI

OLEH: AKMAL FARMASI

NIM 121524172

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN NIPAH (Nypa fruticans Wurmb.) PADA MENCIT YANG

DIINDUKSI ALOKSAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: AKMAL FARMASI

NIM 121524172

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN NIPAH (Nypa fruticans Wurmb.) PADA MENCIT YANG

DIINDUKSI ALOKSAN

OLEH: AKMAL FARMASI

NIM 121524172

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 29 Agustus 2015

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195301011983031004 NIP 195103261978022001

Pembimbing II, Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

NIP 195301011983031004

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 197506102005012003 NIP 195208241983031001

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak

Etanol Daun Nipah (Nypa fruticans Wurmb.) pada mencit yang diinduksi aloksan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,

apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Prof. Dr. Urip

Harahap, Apt., dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Ibu Dra., Aswita

Hafni, M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik

(5)

v

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Mardi Syafe’i dan Ibunda Fauziah Muhammad tercinta, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan

penulis, juga kepada teman-teman ekstensi 2012/2013 yang selalu setia memberi dukungan dan motivasi selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, 29 Agustus 2015 Penulis

(6)

vi

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN NIPAH (Nypa fruticans Wurmb.) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Abstrak

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pengobatan penyakit ini memerlukan jangka waktu lama dan membutuhkan biaya yang mahal, oleh karena itu banyak penderita berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya menggunakan bahan alam seperti daun nipah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia daun nipah dan efek ekstrak etanol daun nipah terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

Tahapan penelitian yaitu identifikasi tumbuhan, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, skrining fitokimia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam, pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, dan uji efek antihiperglikemia menggunakan mencit jantan yang diinduksi aloksan dosis 175 mg/kg bb secara intraperitoneal. Mencit diabetes dikelompokkan dalam lima kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok I diberi suspensi CMC 0,5% b/v; kelompok II, III, dan IV diberikan ekstrak etanol daun nipah dengan dosis 100, 200, 300 mg/kg bb; dan kelompok V diberi metformin dosis 65 mg/kg bb per oral selama 15 hari berturut-turut. Selanjutnya, pengukuran kadar glukosa darah diamati dan diukur dengan Glukometer pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan hari ke-15. Data hasil pengujian dianalisis dengan analisis variansi (ANAVA) kemudian dilanjutkan dengan Tukey untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Hasil skrining fitokimia simplisia menunjukkan di dalamnya terdapat saponin, tanin, flavonoid, dan glikosida. Hasil karakteristik simplisia daun nipah diketahui kadar air 7,91%; kadar sari larut dalam air 16,48%; kadar sari larut dalam etanol 13,28%; kadar abu total 5,77%; dan kadar abu tidak larut dalam asam 2,83%. Hasil analisis pemberian ekstrak etanol daun nipah menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah mencit yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol CMC 0,5%. Penurunan kadar glukosa darahyang paling baik pada hari ke-15 ditunjukkan kelompok dosis 100 mg/kg bb dengan persen penurunan 70,9000; dosis 200 mg/kg bb dengan persen penurunan 68,8640; dan dosis 300 mg/kg bb dengan persen penurunan 42,3040. Hasil uji statistik (α = 0,05) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun nipah dosis 100 mg/kg bb dan dosis 200 mg/kg bb tidak berbeda nyata dengan metformin dosis 65 mg/kg bb.

Kata Kunci: Daun Nipah (Nypa fruticans Wurmb.), diabetes mellitus, kadar

(7)

vii

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF NIPAH LEAF (Nypa fruticans Wurmb.) TO DECREASE BLOOD GLUCOSE LEVELS OF

MICE INDUCED ALOXAN

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is one of the disease which the prevalence increase from year to year. Treatment of this disease a require long period of time and relatively expensive, therefore many people try to control their blood glucose levels using natural ingredients eg nipah leaf. The aims of this study were to determine the characteristics of nipah leaves simplex and to evaluate the effect of ethanol extract of nipah leaves in decreasing blood glucose levels in mice induced aloxan.

Steps of this research are identification of plant material, collection and processing of materials, manufacture of the simplex, phytochemistry screening of simplex, the simplex characterization includes macroscopic and microscopic examination, determination of water content, the assay of the water soluble extract, the ethanol soluble extract, the determination of total ash and determination of acid insoluble ash content, manufacture of extract using maseration method with 70% ethanol, and the measurement of mice’s blood sugar levels. Male mice were induced aloxan dose 175 mg / kg bw by intraperitoneal. Diabetic mice were randomly divided into five groups, and each 5 miceper group. Group I was given CMC 0.5% b/v; group II, III, and IV were given ethanol extract of nipah leaf with a dose of 100, 200, 300 mg/kg bw; group V was given metformin dose 65 mg/kg bw by orally for 15 consecutive days. Furthermore, the measurement of blood glucose level was observed with Glucometer on day 3, 6, 9, 12 and day 15. Test result data were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Tukey's method to see the difference among the treatments.

The result of phytochemical screening showed that the simplex contain saponin, tannin, flavonoid, and glycosides. The results of the characterization of simplicia showed moisture content of 7.91%; water-soluble extract concentration of 16.48%; ethanol soluble extract concentration of 13.28%; total ash content of 5.77%; and insoluble ash content in acid of 2.83%.The results of analysis showed that administration of ethanol extract of nipah leaves decreased blood glucose levels significantly compound to CMC 0.5% control group. The average blood glucose levels on day 15 for 100 mg/kg bw, 200 mg/kg bw, and 300 mg/kg bw were 70.9000, 68.8640, and 42.3040 respectively. The results of statistical tests (α = 0.05) showed that ethanol extract of nipah leaves of 100 mg/kg bw and 200 mg/kg bw were not significantly different with metformin of 65 mg/kg bw dosage form.

Keywords: Nipah leaf (Nypa fruticans Wurmb.), diabetes mellitus, blood glucose

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan Nipah ... 7

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Nipah ... 7

2.1.2 Nama Daerah ... 8

2.1.3 Morfologi Tumbuhan Nipah ... 8

2.1.4 Pemanfaatan Tumbuhan Nipah ... 8

(9)

ix

2.3 Metode Ekstraksi ... 9

2.3.1 Cara Dingin ... 10

2.3.2 Cara Panas ... 10

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah ... 11

2.5 Diabetes Mellitus (DM) ... 12

2.5.1 Definisi ... 12

2.5.2 Gejala-Gejala Diabetes Mellitus ... 13

2.5.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 13

2.5.4 Komplikasi Diabetes Mellitus ... 15

2.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ... 16

2.6.1 Obat Antidiabetik Oral (ADO) ... 17

2.6.2 Terapi Insulin ... 21

2.7 Aloksan ... ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Alat dan Bahan ... 23

3.1.1 Alat-alat ... 23

3.1.2 Bahan-bahan ... .. ... 23

3.2 Hewan Percobaan ... 24

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia ... 24

3.3.1 Identifikasi Tumbuhan ... 24

3.3.2 Pembuatan Simplisia ... 24

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 25

(10)

x

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 26

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 26

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 27

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 27

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam 27 3.5 Skrining Fitokimia ... 28

3.5.1 Pembuatan Pereaksi ... 28

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 29

3.5.3 Pemeriksaan Flavonoid ... 30

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida ... 30

3.5.5 Pemeriksaan Tanin ... 31

3.5.6 Pemeriksaan Saponin ... 31

3.5.7 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 31

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nipah ... 32

3.7 Pembuatan Larutan dan Suspensi Pengujian Efek Antihiperglikemia ... 32

3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan ... 32

3.7.2 Pembuatan Suspensi CMC 0,5% ... 32

3.7.3 Pembuatan Suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb ... 33

3.7.4 Pembuatan Suspensi EEDN ... 33

3.8 Pengujian Efek Antihiperglikemia EEDN ... 33

3.8.1 Penggunaan blood gluco test meter GlucoDr® . 34 3.8.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) ... 34

(11)

xi

3.8.4 Pengujian Efek Antihiperglikemia EEDN

Metode Induksi Aloksan ... 36

3.9 Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Karakteristik Daun Nipah ... 38

4.2 Skrining Fitokimia ... 39

4.3 Pengujian Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Nipah ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penggolongan Sediaan Insulin Berdasarkan Mula dan Masa

Kerjanya ... 21

4.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Nipah ... 38

4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Daun Nipah ... 39

4.3 Hasil Rata-rata KGD Mencit Puasa ... 42

4.4 Hasil Rata-rata KGD Setelah diinduksi Aloksan Dosis 175 mg/kg bb ... 42

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 53

2. Surat Persetujuan Etik Penelitian ... 54

3. Gambar Daun Segar dan Simplisia Daun Nipah ... 55

4. Gambar Alat yang Digunakan ... 57

5. Hasil Mikroskopik ... 59

6. Hewan Percobaan ... 61

7. Skema Penelitian ... 62

8. Perhitungan Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia ... 64

9. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air Serbuk Simplisi ... 65

10. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Serbuk Simplisia ... 66

11. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia .. 67

12. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Serbuk Simplisia ... 68

13. Contoh Perhitungan Dosis ... 69

14. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji Sesuai Jalur Pemberian ... 74

15. Tabel Hasil Pengukuran KGD ... 75

16. Tabel Persen Penurunan KGD ... 76

(15)

vi

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN NIPAH (Nypa fruticans Wurmb.) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Abstrak

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pengobatan penyakit ini memerlukan jangka waktu lama dan membutuhkan biaya yang mahal, oleh karena itu banyak penderita berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya menggunakan bahan alam seperti daun nipah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia daun nipah dan efek ekstrak etanol daun nipah terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

Tahapan penelitian yaitu identifikasi tumbuhan, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, skrining fitokimia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam, pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, dan uji efek antihiperglikemia menggunakan mencit jantan yang diinduksi aloksan dosis 175 mg/kg bb secara intraperitoneal. Mencit diabetes dikelompokkan dalam lima kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok I diberi suspensi CMC 0,5% b/v; kelompok II, III, dan IV diberikan ekstrak etanol daun nipah dengan dosis 100, 200, 300 mg/kg bb; dan kelompok V diberi metformin dosis 65 mg/kg bb per oral selama 15 hari berturut-turut. Selanjutnya, pengukuran kadar glukosa darah diamati dan diukur dengan Glukometer pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan hari ke-15. Data hasil pengujian dianalisis dengan analisis variansi (ANAVA) kemudian dilanjutkan dengan Tukey untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Hasil skrining fitokimia simplisia menunjukkan di dalamnya terdapat saponin, tanin, flavonoid, dan glikosida. Hasil karakteristik simplisia daun nipah diketahui kadar air 7,91%; kadar sari larut dalam air 16,48%; kadar sari larut dalam etanol 13,28%; kadar abu total 5,77%; dan kadar abu tidak larut dalam asam 2,83%. Hasil analisis pemberian ekstrak etanol daun nipah menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah mencit yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol CMC 0,5%. Penurunan kadar glukosa darahyang paling baik pada hari ke-15 ditunjukkan kelompok dosis 100 mg/kg bb dengan persen penurunan 70,9000; dosis 200 mg/kg bb dengan persen penurunan 68,8640; dan dosis 300 mg/kg bb dengan persen penurunan 42,3040. Hasil uji statistik (α = 0,05) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun nipah dosis 100 mg/kg bb dan dosis 200 mg/kg bb tidak berbeda nyata dengan metformin dosis 65 mg/kg bb.

Kata Kunci: Daun Nipah (Nypa fruticans Wurmb.), diabetes mellitus, kadar

(16)

vii

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF NIPAH LEAF (Nypa fruticans Wurmb.) TO DECREASE BLOOD GLUCOSE LEVELS OF

MICE INDUCED ALOXAN

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is one of the disease which the prevalence increase from year to year. Treatment of this disease a require long period of time and relatively expensive, therefore many people try to control their blood glucose levels using natural ingredients eg nipah leaf. The aims of this study were to determine the characteristics of nipah leaves simplex and to evaluate the effect of ethanol extract of nipah leaves in decreasing blood glucose levels in mice induced aloxan.

Steps of this research are identification of plant material, collection and processing of materials, manufacture of the simplex, phytochemistry screening of simplex, the simplex characterization includes macroscopic and microscopic examination, determination of water content, the assay of the water soluble extract, the ethanol soluble extract, the determination of total ash and determination of acid insoluble ash content, manufacture of extract using maseration method with 70% ethanol, and the measurement of mice’s blood sugar levels. Male mice were induced aloxan dose 175 mg / kg bw by intraperitoneal. Diabetic mice were randomly divided into five groups, and each 5 miceper group. Group I was given CMC 0.5% b/v; group II, III, and IV were given ethanol extract of nipah leaf with a dose of 100, 200, 300 mg/kg bw; group V was given metformin dose 65 mg/kg bw by orally for 15 consecutive days. Furthermore, the measurement of blood glucose level was observed with Glucometer on day 3, 6, 9, 12 and day 15. Test result data were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Tukey's method to see the difference among the treatments.

The result of phytochemical screening showed that the simplex contain saponin, tannin, flavonoid, and glycosides. The results of the characterization of simplicia showed moisture content of 7.91%; water-soluble extract concentration of 16.48%; ethanol soluble extract concentration of 13.28%; total ash content of 5.77%; and insoluble ash content in acid of 2.83%.The results of analysis showed that administration of ethanol extract of nipah leaves decreased blood glucose levels significantly compound to CMC 0.5% control group. The average blood glucose levels on day 15 for 100 mg/kg bw, 200 mg/kg bw, and 300 mg/kg bw were 70.9000, 68.8640, and 42.3040 respectively. The results of statistical tests (α = 0.05) showed that ethanol extract of nipah leaves of 100 mg/kg bw and 200 mg/kg bw were not significantly different with metformin of 65 mg/kg bw dosage form.

Keywords: Nipah leaf (Nypa fruticans Wurmb.), diabetes mellitus, blood glucose

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama masyarakat pada kota-kota besar di Indonesia menjadi salah satu penyebab meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif dan kemungkinan

akan menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Salah satu yang harus diwaspadai adalah diabetes mellitus(Sudoyo, dkk., 2009).

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan Kadar Glukosa Darah (KGD) atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Suherman dan Nafrialdi, 2012). Hiperglikemia atau KGD yang tinggi disebabkan oleh kekurangan hormon pengatur KGD (insulin), baik secara

mutlak, yaitu memang kadarnya berkurang atau relatif yaitu jumlah insulinnya mencukupi tetapi kerja insulin yang kurang baik mengatur KGD agar tetap normal (Sari dan Perwitasari, 2013).

Banyak yang menganggap penyakit DM merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan, padahal setiap orang

dapat mengidap penyakit DM baik tua maupun muda. Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2000 terdapat lebih dari 150 juta orang penderita DM di dunia. Angka ini akan bertambah menjadi 300 juta orang pada tahun 2025.

(18)

2

Indonesia terdapat 4,5 juta pengidap DM dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025(Sudoyo, dkk.,2009).

Penyakit diabetes bukanlah suatu penyakit yang sangat menakutkan, tetapi

keberadaannya secara umum dapat menjadi faktor pemicu penyakit lainnya. Tidak mengherankan jika seseorang menderita diabetes maka kemungkinan besar akan

muncul penyakit lain seperti hipertensi, jantung, stroke, gangguan ginjal, dan gangguan pada penglihatan. Gangguan organ tubuh memang dirasa sangat mengkhawatirkan. Namun demikian, banyak langkah dan cara untuk memperbaiki

dan mengobati jaringan-jaringan tubuh yang mengalami penurunan fungsi karena penyakit diabetes. Beberapa cara yang ditempuh adalah dengan melakukan diet

serta menjaga pola makan, rajin berolah raga dan mengkonsumsi obat baik sintetis maupun tradisional yang mampu menurunkan kadar gula darah (Mahendra dan Evi, 2008).

Pada penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat mengendalikan kadar gula darah. Pengobatan DM selama ini diterapi dengan

pemberian obat-obat oral antidiabetik (OAD), atau dengan suntikan insulin. OAD mungkin berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak

mengunakan suntikan insulin, sementara penggunaannya harus difahami, karena OAD kebanyakan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Studiawan dan Santoso, 2005).

Penggunaan obat-obat sintesis sebagai antidiabetes, kemungkinan memiliki efek samping yang tidak dikehendaki karena digunakan dalam waktu

(19)

3

relatif rendah dan harga yang murah. Kini masyarakat banyak mencurahkan perhatiannya pada obat-obat herbal untuk terapi suatu penyakit, karena penggunaan obat herbal dianggap lebih aman dan meminimalkan efek samping

terhadap tubuh (Dalimartha dan Adrian, 2012).

Tumbuhan nipah (Nypa fruticansWurmb.) telah dimanfaatkan sebagai

bahan obat tradisional seperti obat sakit perut, diabetes dan obat penurun panas dalam oleh masyarakat pesisir perairan Bayuasin Sumatera Selatan. Di Kalimantan, arang akar nipah digunakan sebagai obat sakit gigi dan sakit kepala

(Putri, dkk., 2013).

Nipah termasuk tanaman suku palmae, tumbuh disepanjang sungai yang

terpengaruh pasang surut air laut. Tumbuhan ini dikelompokkan pula ke dalam tanaman hutan mangrove. Sebagai salah satu produk hasil hutan non kayu hampir semua bagian tumbuhan nipah memiliki manfaat, salah satunya adalah daun

(Subiandono, dkk., 2011).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri, dkk., (2013) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun dan biji buah nipah, dapat

disimpulkan bahwa ekstrak daun nipah dengan pelarut polar memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan ekstrak akar dan biji buah nipah. Antioksidan

bertindak sebagai peredam radikal hidroksil dan superoksidadalam tubuh sehingga dapat menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal (Robinson, 1995).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun nipah terhadap penurunan glukosa darah

(20)

4

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas maka rumusan masalah penelitian adalah: a. apakah kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak

daun nipah dari hasil skrining fitokimia ? b. apakah karakteristik simplisia daun nipah ?

c. apakah Ekstrak Etanol Daun Nipah (EEDN) mampu menurunkan Kadar

Glukosa Darah (KGD) hewan percobaan yang diinduksi aloksan ?

d. apakah terdapat perbedaan antara EEDN dengan metformin terhadap

penurunan KGDhewan percobaan yang diinduksi aloksan ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :

a. kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak daun

nipah dari skrining fitokimia adalah flavonoid, saponin, tanin dan steroid. b. karakteristik simplisia daun nipah dapat diperoleh dengan melakukan

karakterisasi simplisia daun nipah.

c. EEDN mempunyai efek terhadap penurunan KGD hewan percobaan yang

diinduksi aloksan.

d. tidak ada perbedaanantara EEDN dengan metformin terhadap penurunan

KGD hewan percobaan yang diinduksi aloksan.

1.4 Tujuan Penelitian

(21)

5

a. golongan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun nipah

dari hasil skrining fitokimia. b. karakteristik simplisia daun nipah. c. efek EEDN dalam menurunkan KGD.

d. perbandingan efektivitas penurunan KGD antara EEDN dengan

metformin.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan:

a. dapat digunakan sebagai sumber informasi golongan senyawa kimia yang

terdapat dalam daun nipah.

b. karakteristik simplisia daun nipah dapat digunakan sebagai pembanding

dalam pembuatan simplisia.

c. meningkatkan obat tradisional menjadi obat herbal terstandar.

d. untuk menambah daftar inventaris tanaman obat yang telah diuji

khasiatnya secara ilmiah dalam menurunkan KGD.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini digunakan mencit jantan dan hiperglikemia mencit diinduksi menggunakan aloksan. Variabel bebas dalam penelitian adalalah variasi dosis EEDNyaitu dosis 100 mg/kg bb,200 mg/kg bb, dan 300 mg/kg bb.

(22)

6

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

Keterangan :

EEDN = Ekstrak Etanol Daun Nipah

Mencit Diabetes EEDN dosis:

100, 200, dan 300 mg/kg bb

Penurunan kadar glukosa darah

Kadar Glukosa

Darah (mg/dL) Mencit

Suspensi Metformin dosis

65 mg/kg bb Suspensi CMC Na

0,5% Aloksan

(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Nipah

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan

mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm (Siregar, 2012).

Nama ilmiah tumbuhan ini adalah Nypa fruticans, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus nipah, juga merupakan satu-satunya jenis palma dari

wilayah mangrove. Nipah adalah salah satu anggota famili Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di daerah rawa berair payau atau daerah pasang surut di dekat pantai. Tumbuhan nipah tumbuh di lingkungan hutan bakau. Nipah pada

umumnya memiliki keunggulan karena hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan (Siregar, 2012).

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Nipah

Klasifikasi tumbuhan nipah menurut Siregar (2010) sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae Genus : Nypa

(24)

8

2.1.2 Nama Daerah

Di Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti nipah (Lampung), tangkal daon (Sunda), buyuk (Jawa, Bali), bhunyok (Madura), palean,

parinan (Ambon) (Anonim, 1995).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan Nipah

Tumbuhan nipah merupakan palem tidak berbatang. Tumbuhan ini berakar serabut panjang dan bisa mencapai belasan meter. Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada jenis palem lainnya) besar dan panjang dengan tangkai daun

sekitar 1-1,5 m, anak daun berjumlah antara 25-100 dengan ujung lancip. Daun nipah

muda berwarna kuning menyerupai janur kelapa sedangkan yang tua berwarna hijau

(Van steenis, 1975).

Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna coklat

kemerahan. Panjang buahnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm, ujung lancip dan

dinding buah tengah berserabut. Buah berkelompok membentuk bola berdiameter

sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, dapat terdiri antara 30-50 butir buah (Van steenis,

1975).

2.1.4 Pemanfaatan Tumbuhan Nipah

Di Asia Tenggara, terdapat tradisi lama dalam menggunakan cairan nipah

yang disadap dari tandan bunga yang belum mekar berupa nira dikeringkan dengan

memasak lalu dipasarkan sebagai gula nipah, gula tersedia langsung dalam bentuk

sukrosa. Di Filipina dan Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak

yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina), fermentasi lebih lanjut dari tuba akan

menghasilkan cuka. Di Malaysia nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang

dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Daun nipah

(25)

9

dan topi. Endosperma putih biji mudanya manis seperti jelli, dikonsumsi sebagai

makanan ringan, sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan

tepung. Daun muda yang masih menggulung digunakan secara lokal untuk

pembungkus rokok (Siregar, 2012).

Berbagai bagian dari nipah merupakan sumber obat tradisional seperti air

dari batang muda digunakan sebagai obat herpes (Siregar, 2012); obat sakit perut, diabetes dan obat penurun panas dalam (Putri, dkk., 2013); di Kalimantan, arang akar nipah digunakan sebagai obat sakit gigi dan sakit kepala (Anonim, 1995).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak

dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid

dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Dirjen POM., 2000). Hasil yang diperoleh dari penyarian simplisia nabati atau simplisia hewani

menurut cara yang cocok disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental dan cair (Dirjen POM., 1979).

2.3 Metode Ekstraksi

Menurut Dirjen POM., (2000) metode ekstraksi dapat dilakukan dengan

(26)

10

2.3.1 Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu

(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri

dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

(27)

11 c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50ºC. d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 m enit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.4. Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh hati dan pankreas. Hati dan pankreas ini memegang peranan penting untuk menjaga keseimbangan glukosa sehingga kadarnya bisa normal dalam darah. Setelah karbohidrat dari

makanan dirombak dalam usus menjadi glukosa dan diserap ke dalam aliran darah, glukosa disalurkan ke semua sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber

energi. Glukosa memerlukan insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas agar dapat masuk ke dalam sebagian besar sel. Apabila tidak segera diperlukan untuk menghasilkan energi, maka glukosa dapat disimpan sebagai cadangan

sumber energi berupa glikogen di dalam sel terutama di dalam hati. Hati berfungsi sebagai penyangga glukosa untuk darah karena hati dapat menyimpan glikogen

(28)

12

fase absorptif pencernaan, yang berlangsung segera setelah makan saat kadar glukosa tinggi. Glikogenesis adalah proses yang membutuhkan insulin dengan meningkatkan konversi dan simpanan glukosa pada saat jumlahnya berlebih dan

mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal.

Sebaliknya jika kadar glukosa darah rendah maka sel-sel α pankreas akan mensekresikan glukagon. Glukagon ini akan menstimulasi pengubahan glikogen menjadi glukosa sehingga kadar gula darah dinormalkan kembali, penguraian glikogen disebut glikogenolisis. Selain itu, pada saat KGD menurun di antara

waktu makan, hati memulai proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) untuk menjaga KGD konstan. Glukoneogenesis dilakukan dihati dengan

mengubah asam amino menjadi glukosa setelah deaminasi (pengeluaran gugus amino), dan mengubah gliserol dari penguraian asam lemak menjadi glukosa. Penguraian glikogen dan pembentukan glukosa terjadi pada fase pasca-absortif

pencernaan, waktu di antara makan saat sumber makanan eksternal sulit didapat (Corwin, 2009).

2.5 Diabetes Mellitus (DM)

2.5.1 Definisi

(29)

13

2.5.2 Gejala-gejala Diabetes Mellitus

Gejala klasik DM menurut Corwin (2009) dan Soegondo, dkk., (2004) adalah:

a. poliuria(peningkatan pengeluaran urine) karena air mengikuti glukosa

yang keluar melalui urine. Sehingga banyak glukosa yang terkandung

dalam urine (glukosuria).

b. polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar

dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi

intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik. c. polifagia (peningkatan rasa lapar), karena kalori dari makanan yang

dimakan setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak sepenuhnya dapat digunakan, sehingga penderita merasa selalu lapar.

Walaupun banyak makan tetapi berat tubuh menurun.

d. penurunan berat badan, rasa lelah dan kelemahan otot, hal ini disebabkan

glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai

energi, sehingga sel menggunakan lemak dan otot untuk menghasilkan energi, akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus.

e. gangguan saraf tepi/kesemutan

f. gangguan penglihatan (penglihatan kabur), pada beberapa kasus sering

terjadi gangguan penglihatan pada fase awal penyakit diabetes.

2.5.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus

(30)

14

a. Diabetes Tipe 1 (Diabetes mellitus tergantung insulin, DMTI)

Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel β-langerhans, hal ini disebabkan oleh reaksi autoimun karena adanya peradangan pada sel β pankreas, sehingga menimbulkan anti bodi terhadap sel β yang disebut ICA (Islet Cell Antibodi). Reaksi antigen (sel β)

dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel β (Soegondo, dkk., 2004).

Peradangan pada sel β dapat disebabkan virus (virus Cocksakie, rubella,

herpes), dan zat toksin. Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati, lazim terjadi pada

anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. DM tipe 1 merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan KGD (Katzung, 2010).

b. Diabetes Tipe 2 (Diabetes mellitus tak tergantung insulin, DMTTI)

Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi

jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2 jumlah lubang kuncinya kurang, hingga meskipun anak

kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa)

(31)

15

insulin. Beberapa faktor penyebab resistensi insulin yaitu obesitas, kurang gerak badan dan faktor keturunan (herediter) (Soegondo, dkk., 2004).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik

setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon

pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan mengakibatkan

penurunan responsivitas sel. Hormon pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti-insulin, misalnya perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen). Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan

meningkatkan resiko lahir mati dan bayi bertubuh besar untuk masa kehamilan yang dapat menyebabkan masalah persalinan (Corwin, 2009).

d. Diabetes mellitus tipe lain

Beberapa tipe diabetes yang lain seperti kelainan genetik fungsi sel β,

kelainan genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena

obat atau zat kimia, dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Soegondo, dkk., 2004).

2.5.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

(32)

16 a. Komplikasi Metabolit Akut

Komplikasi metabolik akut yang paling serius adalah ketoasidosis diabetik (KAD) yang hanya dijumpai pada DM tipe 1, koma nonketosis hiperglikemia

hiperosmolar, biasa terjadi pada DM tipe 2, efek somogyi (KGD malam menurun, pagi hari terjadi efek rebound dan peningkatan KGD), fenomena fajar (dawn

phenomenom), hipoglikemia (Corwin, 2009; Ganong, 2002). b. Komplikasi-komplikasi Vaskular Jangka Panjang

Melibatkan pembuluh kecil (mikroangiopati), dan

pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan anteriola retina (retinopati

diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot-otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa aterosklerosis (pengerasan arteri) (Price and Wilson, 2005).

2.6 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan DM secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target

utama, yaitu:

a. Menjaga agar KGD berada dalam kisaran normal

b. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Diet

yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik, yaitu karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan

(33)

17

umur, dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga KGD tetap normal, olah raga akan memperbanyak jumlah dan

meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes RI., 2005). Menurut Suherman dan Nafrialdi (2012)

tanpa insulin, kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel. Karenanya pasien DM sangat dianjurkan untuk melakukan olah raga secara teratur agar tidak terlalu banyak membutuhkan insulin.

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan KGD penderita DM, maka perlu dilakukan penatalaksanaan terapi dengan obat

baik dalam bentuk terapi dengan obat antidiabetes oral (ADO), insulin atau kombinasi keduanya.

2.6.1 Obat Antidiabetes Oral (ADO)

Berdasarkan cara kerjanya obat antidiabetes oral dapat dibagi dalam enam kelompok besar yaitu :

a. Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpromazid. Generasi 2 yang potensi

hipoglikemik lebih besar misalnya gliburid (=glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid.

Mekanisme kerja golongan ini sering disebut sebagai insulin

secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP- sensitive

(34)

18

keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dengan jumlah yang

ekuivalen dengan peptida-C. Sulfonilurea juga selanjutnya dapat meningkatkan

kadar insulin dengan cara mengurangi bersihannya di hati. Pada penggunaan yang panjang atau dosis besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Farmakokinetik berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif, untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila

diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin, ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan

paling besar untuk gliburid. Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan disekresikan melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat (Suherman dan Nafrialdi, 2012).

b. Meglitinid (kalium chanel blokers)

Repaglinida dan nateglinida adalah obat antidiabetes dari golongan ini. Senyawa ini sama mekanisme kerjanya dengan sulfonilurea. Repaglinida dan

nateglinida menstimulasi sekresi insulin denga cara memblok saluran kalsium sensitif-ATP pada sel β pankreas (Suherman dan Nafrialdi, 2012). Namun berbeda dengan golongan sulfonilurea, meglitinid memiliki kerja cepat sehingga efektif dalam pelepasan dini insulin yang terjadi setelah makan (postprandial) (Harvey, et al., 2001).

c. Binguanida

Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid: fenformin,

(35)

19

sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

Mekanisme kerja biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi

suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi

glukosa di hepar sebagian besar menghambat glikoneogenesis dan meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes

yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak menimbulkan penurunan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh masa paruhnya sekitar 2 -5 jam (Suherman dan Nafrialdi, 2012; Soegondo, dkk., 2004).

d. Thiazolidindion

Thiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai kerja farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Rosiglitazon dan pioglitazon

merupakan obat dari golongan ini. Berdaya mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitifitas jaringan perifer untuk insulin. Oleh karena itu

penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat, juga kapasitas penimbunannya di jaringan ini. Efeknya kadar insulin, glukosa dan asam lemak dalam darah menurun, begitu pula glikoneogenesis dalam hati (Soegondo, 2004).

e. Penghambat α-glukosidase

Monosakarida seperti glukosa dan fruktosa yang dapat ditransport ke luar

(36)

20

oligosakarida dan disakarida harus dipecah menjadi molekul monosakarida sebelum diabsoprsi. Penyerapan tersebut dipermudah oleh enzim enterik seperti α

glukosidase (Katzung, 2010). Akarbose dan miglitol merupakan obat dari

golongan ini, bekerja menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia postprandial (Soegondo, dkk., 2004). Obat ini bekerja di lumen usus, tidak merangsang pelepasan insulin, juga tidak meringkatkan kerja insulin pada jaringan target (Harvey, et al., 2001).

f. Penghambat Dipeptidil Peptidase-IV (DPP-4) dan Inkretin Mimetik

Sitagliptin dan vildagliptin merupakan obat golongan ini. Obat-obat

kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan efek penurunan hormon inkretin. Inkretin adalah hormon yang dihasilkan epitel usus yang berfungsi dalam glukoregulator, inkretin terbagi dua yaitu GLP-1 (glucagon like peptida-1 ) dan

GIP (gastrointestinal inhibitory peptide). Glucagon like peptida-1 (GLP-1) berikatan dengan reseptor sel β pankreas sehingga memiliki efek meningkatkan

sekresi insulin. Namun, GLP-1 sangat cepat diuraikan oleh suatu enzim khas

DPP-4 (dipeptidylpeptidase), sehingga mempunyai waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-2 menit. Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim

DPP-IV, sehingga GLP-1 bekerja lebih lama (Ratimanjari, 2011).

Exenatide merupakan inkretin mimetik dengan rangkaian polipeptida, sekitar 50% homolog dengan GLP-1. Exenatide memperbaiki sekresi insulin,

(37)

21

tetapi penggunannya sangat jarang karena durasi kerja yang singkat dan memerlukan injeksi yang sering (Harvey, et al., 2001)

2.6.2 Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Sedangkan pada penderita DM tipe 2, terapi insulin dibutuhkan apabila terapi

dengan ADO tidak dapat mengendalikan KGD. Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok berdasarkan mula kerja (onset) dan masa kerja (duration). Penggolongan sediaan insulin dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerjanya

Jenis sediaan insulin Mula kerja (jam)

Puncak (jam)

Masa kerja (jam)

Masa kerja singkat (short-acting)

disebut juga insulin reguler 0,5 1-4 6-8

Masa kerja sedang

(intermediate-acting) 1-2 6-12 18-24

Masa kerja sedang, mula kerja

singkat 0,5 4-15 18-24

Masa kerja panjang (long-acting ) 4-6 14-20 24-36 *Depkes RI., (2005)

Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan secara subkutan (di bawah kulit). Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen,

diikuti daerah lengan, paha bagian atas dan bokong.

2.7 Aloksan

Aloksan merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil, waktu paroh pada suhu 370C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang

(38)

22

intraperitoneal, dan subkutan. Dosis intravena biasanya 65 mg/kg bb, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001).

Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh

pengambilan yang cepat oleh sel β Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Aloksan

mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus SH, glutation tereduksi (GSH), sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein

(misalnya SH-Containing enzyme). Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam dialurat, yang kemudian mengalami reoksidasi menjadi aloksan untuk

membangkitkan radikal superoksida. Reaksi antara aloksan dengan asam dialurat merupakan proses yang diperantarai oleh radikal aloksan intermediet (HA.).

Radikal superoksida dapat membebaskan ion ferri dari ferinitin, dan mereduksi

menjadi ion ferro. Selain itu, ion ferri juga dapat direduksi oleh radikal aloksan. Radikal superoksida mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida, berjalan secara spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh superoksida dismutase (SOD).

Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas, adanya ion ferro dan hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksi yang sangat

(39)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian meliputi pengumpulan dan penyiapan bahan, identifikasi tumbuhan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, dan penyiapan hewan percobaan. Pengujian pengaruh ekstrak etanol daun nipah terhadap

penurunan kadar glukosa darah dilakukan dengan metode induksi aloksan pada mencit jantan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 18.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pengering, blender (panasonic), oven (memmert), neraca listrik (Vibra), neraca hewan

(Presica GW-1500),Rotary evaporator (Heidolph WB 2000),Glukometer (Gluco Dr®)dan strip glukotest (Gluco Dr®), spuit 1 ml, oral sonde, mortir dan stamfer, alat-alat gelas laboratorium.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun nipah.

Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96% (destilasi), etanol 70%, aquadestilata, larutan fisiologis Natrium klorida 0,9%, aloksan monohidrat (Sigma Aldrich), pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, besi (III) klorida 1% b/v,

Molish, timbal (II) asetat 0,4 M, asam sulfat 2 N, asam klorida 2 N, kloroform-isopropanol, Lieberman-Burchard, toluen, CMC (Carboxy Methyl Cellulose),

(40)

24

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan dengan berat 20-35 g dengan usia sekitar 2-3 bulan. Dua minggu sebelum pengujian

dilakukan, hewan diaklimatisasi di animal house Fakultas Farmasi USU. Aklimatisasi bertujuan agar mencit beradaptasi dengan lingkungan baru dan

meminimalkan efek stres yang dapat berpengaruh pada metabolismenya dan dapat mengganggu hasil penelitian. Mencit yang digunakan dalam penelitian harus sehat dengan tanda-tanda bulu tidak berdiri, warna putih bersih, dan mengalami

peningkatan berat badan yang normal.

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia

Sampel yang digunakan adalah daun nipah (Nypa fruticansWurmb.) yang masih muda dan segar. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel tanaman diambil dari kampung Apha kecamatan Labuhan Haji Tengah Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.

3.3.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Botani, Pusat Penelitian

Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor.

3.3.2 Pembuatan Simplisia

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun muda dan

segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain (sortasi basah), lalu dicuci hingga bersih di bawah air mengalir, kemudian ditiriskan dan ditimbang (diperoleh berat

(41)

25

proses pengeringan, kemudian dikeringkan dilemari pengering sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh) untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, kemudian

dibuang benda asing atau pengotor lain yang masih tertinggal pada simplisia kering (sortasi kering), kemudian ditimbang berat keringnya (diperoleh berat

keringsebesar 1,6 kg). Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk, lalu ditimbang sebagai berat serbuk simplisia (960 g), dimasukkan ke dalam wadah kering bertutup, dan disimpan pada suhu kamar (Depkes RI., 1985).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan secara makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan

penetapan kadar abu tidak larut asam.

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik, dilakukan pada daun segar dan simplisia terdiri

dari pemeriksaan warna, rasa, ukuran, dan bentuk daun nipah.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun segar dan serbuk simplisia daun nipah. Daun nipah segar dipotong melintang lalu diletakkan diatas objek glass yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan

(42)

26

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima. Cara penetapan:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

Kemudian kedalam labu yang berisis toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang saksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluena. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua

volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO., 1998).

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat

sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap

(43)

27

1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI., 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai

bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI., 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (Depkes RI., 2010; WHO., 1998).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian

(44)

28

3.5 Skrining Fitokimia

3.5.1 Pembuatan Pereaksi

a. Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air suling secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air

suling sampai 100 ml (Depkes RI., 1995).

b. Pereaksi Dragendorff

Larutan bismut (III) nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml

kemudian dicampurkan dengan 50 ml larutan kalium iodida, didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling

secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI., 2010).

c. Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan

10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI., 1995).

d. Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml (Depkes RI., 2010).

e. Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalm asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml

(Depkes RI., 1995).

f. Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

(45)

29

g. Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 7,293 g asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes RI., 1995).

h. Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g pellet natrium hidroksida ditimbang, kemudian

dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI., 1995).

i. Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml diatambahkan air suling sampai

100 ml (Depkes RI., 1995).

j. Pereaksi Liebermann-Bouchard

Campur secara perlahan 5 bagian volume asam sulfat P dengan 50 bagian volume etanol 95% P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrid ke dalam campuran tersebut, dinginkan (Depkes RI., 2010).

k. Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling (Depkes RI., 2010).

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke

dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring (Depkes RI., 1995). Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Mayer akan terbentuk

(46)

30

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Bouchardat akan

terbentuk endapan bewarna coklat hitam

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Dragendorff akan

terbentuk endapan bewarna merah atau jingga.

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua

atau tiga dari percobaan diatas.

3.5.3 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu

ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1

ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida

Simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya

ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M,

dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian disaring, lalu

filtratnya diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml

(47)

31

air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya

ikatan gula (Reaksi Molish) (Depkes RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan Tannin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida

1 %. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI., 1995).

3.5.7 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru

(48)

32

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nipah

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Menurut Farmakope Indonesia edisi III, (1979) caranya

adalah sebagai berikut :

Sebanyak 10 bagian (200 g) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah

bejana, dituangi dengan 75 bagian (1,5 L) cairan penyari (etanol 70%), ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian diserkai, diperas. Ampas diremaserasi dengan cairan penyari (etanol 70%)

secukupnya hingga diperoleh 2 L (100 bagian). Pindahkan ke bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan

atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu 400C, selanjutnya diuapkan di waterbath pada suhu 400C sampai diperoleh ekstrak kental (18,36 g). Nilai rendemennya sebesar 9,18%.

3.7 Pembuatan Larutan dan Suspensi Pengujian Efek Antihiperglikemia

Pembuatan Larutan mencakup larutan aloksan, suspensi CMC 0,5%,

suspensi Metformin 65 mg/kg bb, suspensi EEDN dosis 100, 200, dan 300 mg/kg bb.

3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan

Aloksan monohidrat ditimbang sebanyak 175 mg, dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% dalam labu tentukur 10 ml. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian

3.7.2 Pembuatan Suspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml air

(49)

33

diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.7.3 Pembuatan Suspensi Metformin Dosis 65 mg/kg bb

Dosis metformin untuk manusia adalah 500 mg, maka dosis untuk mencit

berat 20 g dikonversikan 0,0026 (maka, 0,0026 x 500 mg = 1,3 mg). Dosis per kg berat badan adalah = 20/1000 x 13 mg = 65 mg/kg bb. Timbang serbuk tablet metformin setara dengan 65 mg, dimasukkan ke dalam lumpang lalu ditambahkan

suspensi CMC 0,5 % b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dicukupkan dengan suspensi CMC

0,5% sampai garis tanda (lampiran 13 halaman 69).

3.7.4 Pembuatan Suspensi EEDN

Dalam pengujian digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 100, 200, dan 300

mg/kg bb, sejumlah 100, 200, dan 300 mg EEDN dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dicukupkan dengan

suspensi CMC 0,5% sampai garis tanda.

3.8 Pengujian Efek Antihiperglikemia EEDN

Pengujian efek antihiperglikemia EEDN terdiri dari penggunaan alat bloodglucose test meter GlucoDr®, pengukuran kadar glukosa darah, uji

(50)

34

3.8.1 Penggunaan blood gluco test meter GlucoDr®

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glukometer menggunakan tes strip yang bekerja secara enzimatis, yaitu sampel darah akan masuk ke dalam test strip

melalui aksi kapiler. Glukosa yang ada dalam darah akan bereaksi dengan glukosa oksidase dan kalium ferisianida yang ada dalam strip dan menghasilkan kalium

ferosianida. Kalium ferosianida yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi glukosa yang ada dalam sampel darah. Oksidasi kalium ferosianida akan menghasilkan muatan listrik yang akan diubah oleh glukometer untuk ditampilkan

sebagai konsentrasi glukosa pada layar. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah GlucoDr®. Glukometer ini secara otomatis akan hidup

ketika test strip dimasukkan dan akan mati setelah beberapa menit test strip dicabut. GlucoDr® check strip dimasukkan ke alat GlucoDr®sehingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul

pada layar dengan yang ada pada vial GlucoDr® test strip. Test strip yang dimasukkan pada glukometer pada bagian layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode vial GlucoDr® test strip, kemudian pada layar monitor glukometer

muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya melalui aksi kapiler. Ketika

wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh selama 10 detik.

3.8.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)

Kadar glukosa darah mencit yang dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 18 jam sebelum percobaan diukur menggunakan

(51)

35

pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan dengan etanol 70%, ujung ekor digunting secara aseptik, tetesan darah pertama dibuang, tetesan berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Sejumlah darah

tertentu akan terserap sesuai denga kapasitas serap test strip, setelah itu pendarahan ekor mencit dihentikan, dalam waktu 10 detik pada layar tertera kadar

glukosa darah dalam satuan mg/dl.

3.8.3 Uji Pendahuluan dan Orientasi Dosis

Uji pendahuluan dan orientasi dosis dilakukan dengan metode tes toleransi

glukosa oral (TTGO) yaitu pemberian glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg bb. Mencit sehat yang sudah diaklimatisasi, dipuasakan selama 18 jam kemudian

ditimbang berat badan dan diukur KGD puasa. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:

Kelompok I : suspensi CMC 0,5% b/v

Kelompok II : suspensi EEDN dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi EEDN dosis 150 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi EEDN dosis 200 mg/kg bb

Kelompok V : suspensi EEDN dosis 250 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi EEDN dosis 300 mg/kg bb

Kelompok VII : suspensi EEDN dosis 400 mg/kg bb Kelompok VIII : suspensi Metformin Dosis 65 mg/kg bb

Tiga puluh menit kemudian masing-masing kelompok diberi glukosa 50%

Gambar

Gambar Daun Segar  dan Simplisia Daun Nipah  ..................
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Tabel 2.1 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerjanya
Tabel 4.1 hasil karakterisasi serbuk simplisia daun nipah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, meliputi pengumpulan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia,

Pada keadaan DM tipe 2 jumlah lubang kuncinya kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan

Penelitian ini meliputi identifikasi, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, penetapan kadar air, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

Tahapan penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pengolahan tumbuhan, karakterisasi simplisia dengan metode azeotropi dan gravimetri, skrining