• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2

(3)

Lampiran 2. (Sambungan)

(4)

Lampiran 3.

Gambar 3.3 Mikroskopik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868)pada pembesaran 10 x 40

Keterangan:

a. Spikula bentuk kancing (buttons)

b. Spikula bentuk meja semu (pseudo-tables)

c. Spikula dari tentakel

a

b

(5)

Lampiran 4.

Teripang segar

Dibersihkan isi perutnya

Dicuci dari pengotornya hingga bersih, tiriskan

Ditimbang berat basah Dipotong kecil-kecil

Dikeringkan dalam lemaripengering Simplisia teripang

Ditimbang beratnya

Diperiksa Organoleptis dan makroskopis

Dihaluskan menjadi serbuk dengan blender

Serbuk simplisia

Ditimbang serbuknya

Karakterisasi Uji senyawa kimia Pembuatan

Simplisia (Pemeriksaan Glikosida, Ekstrak Etanol

penetapan kadar (air, sari larut air, Pemeriksaan Saponin , sari larut etanol,abu total, Pemeriksaan

abu tidak Steroid/triterpenoid)

larut asam)

Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan mikroskopik

Gambar 3.4Bagan pembuatan simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(6)

Lampiran 5.

300 g Serbuk simplisia

direndam selama 3 jam

dimasukkan ke dalam alat perkolator dituangkan cairan penyari etanol 96%

secukupnya sampai semua simplisia terendam

ditutup mulut tabung perkolator dengan alumunium foil

dibiarkan selama 24 jam kran perkolator dibuka

perkolat diatur menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit

perkolasi dihentikan ketika hasil 500 mg hasil perkolat diuapkan diatas penangas air tidak meninggalkan sisa.

Ampas Perkolat

diuapkan dengan rotary evaporator

pada suhu 50o C, dikeringkan dengan hairdryer

Ekstrak kentaletanol

Gambar 3.5 Bagan pembuatan ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei

(7)

Lampiran 6.

Aklitimasi tikus untuk uji pendahuluan

8 ekor tikus ditimbang dan dibagi menjadi 4 kelompok

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 kelompok 4

Pengukuran kadar asam urat darah normal (Hari ke-0)

Induksi Kafein dosis 27 mg/200 g BB tikus dan jus hati ayam 2ml/200 g

Pengukuran kadar asam asam urat darah hiperurisemia awal (hari ke-6)

Uji dosis Uji dosis Uji dosis Uji dosis

suspensi suspensi Suspensi Suspensi

ekstrak etanol ekstrak etanol ekstrak etanol ekstrak etanol teripang dosis teripang dosisteripang dosis teripang dosis

50 mg/ kg BB 100 mg/ kg BB 200 mg/ kg BB 300 mg/kg BB

Perlakuan dan pemberian bahan uji selama 3 hari

(8)

Lampiran 7.

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V

Pengujian kadar asam urat darah normal (hari ke-0)

Induksi Kafein dosis 27 mg/200 g BB tikus dan jus hati ayam 2ml/200

Pengukuran kadar asam urat hiperurisemia awal (hari ke-6)

Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Na-CMC Allopurinol esktrak ekstrak ekstrak

0,5% 10 mg/kg BB etanol teripang etanol teripang etanol teripang 100 mg/ kgBB 200 mg/ kgBB 300 mg/ kgBB

Perlakuan dan pemberian bahan uji selama 9 hari

Pengukuran kadar asam urat hiperurisemia awal (hari ke-9)

Pengukuran kadar asam urat hiperurisemia awal (hari ke-12)

Pengukuran kadar asam urat hiperurisemia awal (hari ke-15)

Analisa data

Gambar 3.7Bagan Kerja uji penurunan kadar asam urat darah Aklitimasi Tikus untuk uji

(9)

Lampiran 8.

Gambar 3.8 Alat pengukur kadar asam urat Keterangan :

1. Memori strip

2. Wadah penyimpanan strip 3. Strip

4. Alat Easy Touch

1

2

(10)

Lampiran 9.

(11)
(12)

Lampiran 11.

Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisia teripang

Kadar air =volume air (ml)

berat sampel (g)

x

100%

1. Sampel 1

Berat sampel = 5,010 g

Volume air = 0,5 ml

Kadar air = 0,5

5,010x100%

= 9,98 % 2. Sampel 2

Berat sampel = 5,003 g

Volume air = 0,45 ml

Kadar air = 0,45

5,003

x

100%

= 8,99 % 3. Sampel 3

Berat sampel = 5,026 g

Volume air = 0,65 ml

Kadar air = 0,65

5,026x100%

= 9,45 %

Kadar air rata – rata = 9,98%+8,99%+9,45%

3

(13)

Lampiran 12.

Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teripang

1. Kadar sari yang larutdalam air I

Beratcawan = 45,038 g

2. Kadar sari yang larutdalam air II

Beratcawan = 44,879 g

Beratcawan + berat sari = 45,217 g

Beratsampel = 5,009 g

Berat sari = 0,339 g

Kadar sariyang larut dalam air = 0,339

5,009

x

100

20

x

100% = 33,84 %

3. Kadar sari larutdalam air III

Beratcawan = 44,759 g

Kadar sari yang larutdalam air rata – rata = 44,23%+33,84%+31,73%

3

= 36,6% % Kadar sari yang larutdalam air = berat sari

berat simplisia

x

100

(14)

Lampiran 13.

Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teripang

1. Kadar sarilarut etanol I 3. Kadar sari larut etanol III

Berat cawan = 37,172 g

Berat cawan + Berat Sari = 37,400 g

Berat sampel = 5,009 g

Berat sari = 0.228 g

Kadar sari larut etanol =0,228

5,009

x

Kadar sari larut etanol

=

berat sari

berat simplisia

x

100

(15)

Lampiran 14

Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang

1. Kadar abu total I

Berat kurs kosong = 38,510 g Berat kurs setelah dipijar = 39,943 g

Berat sampel = 2,016 g Berat kurs setelah dipijar = 43,767 g

Berat sampel = 2,007 g Berat kurs setelah dipijar = 41,785 g

Berat sampel = 2,012 g

Berat abu = 0,523 g

Kadar abu total = 0,523 g

2,012 gx 100% = 25,99%

Kadar abu total rata-rata =28,92%+31,34%+25,99%

3

= 28,75 % Kadar abu total = berat abu

(16)

Lampiran 15.

Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang Berat kurs kosong I = 38,510 g

Berat kurs yang telah dipijar I = 38,510 g Berat kurs kosong II = 42,389 g Berat kurs yang telah dipijar II = 42,480 g Berat kurs kosong III = 39,250 g Berat kurs yang telah dipijar III = 39,320 g

• Sampel I

(17)

Lampiran 16.

Perhitungan dosis dan pembuatan bahan uji

a. Allopurinol

Dosis Allopurinol untuk manusia adalah 100-300 mg/hari.

Konversikan ke tikus, faktor konversi dari manusia ke tikus yaitu 0,018 Dosis untuk tikus = 0,018 x 111,11 mg/hari= 2 mg/200 gBB tikus

= 10 mg/kgBB tikus

Berat bahan aktif allopurinol dalam 20 tablet adalah = 20x 100 mg= 2000 mg Misal, waktu ditimbang 20 tablet Allopurinol= 2135 mg.

Maka serbuk yang ditimbang = 10 mg

Jadi dalam serbuk Allopurinol 10,675 mg mengandung 10 mg serbuk.

Dibuat suspensi dengan cara menimbang serbuk Allopurinol sebanyak 10,675mg kemudian ditambahkan sedikit Na-CMC 0,5 % digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah Na-CMC 0,5% sampai batas tanda (konsentrasi 10 mg/10 ml)

Volume pemberian untuk tikus 200 g= 2 mg

10 mg /10 ml = 2 ml.

b. Kafein

Dosis kafein untuk manusia adalah 1500 mg/hari.

Konversikan ke tikus, faktor konversi dari manusia ke tikus yaitu 0,018 Dosis untuk tikus = 0,018 x 1500 mg/hari= 27 mg/200 gBB tikus

= 135 mg/kgBB tikus

Dibuat suspensi dengan menimbang secara seksama kafein 135 mg kemudian ditambahkan sedikit Na-CMC 0,5 % digerus sampai homogen.

Dituang kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah Na-CMC 0,5 % sampai tanda batas (Konsentrasi 135 mg/ 10 ml).

Volume pemberian untuk tikus 200 g= 27 mg

135 mg /10 ml

(18)

Lampiran 17

Perhitungan dosis ekstrak etanol teripang (EET)Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

Dosis ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) yang dibuatadalah 100 mg/ kgBB, 200 mg/ kgBB dan 300 mg/ kgBB.

a. Cara pembuatan ekstrak etanol teripang.

Timbang 100 mg, 200 mg dan 300 mg ekstrak etanol teripang, masing-masing dilarutkan dalam 10 ml Na-CMC 0,5 %.

b. Berapa volume ekstrak etanol teripang yang akan diberikan pada tikus? Misal BB tikus = 200 g

Jumlah EET dosis 100 mg/ kgBB = 200 �

1000 � x 100 mg = 20 mg

Volume larutan yang diberi = 20 ��

100 �� x 10 ml = 2 ml

Jumlah EET dosis 200 mg/ kgBB = 200 �

1000 � x 200 mg = 40 mg

Volume larutan yang diberi = 40 ��

200 �� x 10 ml = 2 ml

Jumlah EET dosis 300 mg/ kgBB = 200 �

1000 � x 300 mg = 60 mg

Volume larutan yang diberi = 60 ��

(19)

Lampiran 18

a. Tabel volume maksimum larutan sediaan uji yang dapat diberikan pada hewan uji (Harmita dan Radji, 2008)

Jenis hewan uji Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian

i.v i.m i.p s.c p.o

(20)

Lampiran 19

Tabel hasil pengukuran kadar asam urat

(21)

Lampiran 20.

Tabel hasil persen penurunan kadar asam urat berdasarkan perbandingan antar individu

Rumus = �������������������� −������������� ℎ��� ����������

(22)

Lampiran 21.

Hasil Perhitungan Persen Penurunan Kadar Asam Urat perbandingan antar individu ANAVA

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

DELTAH3 7.586 4 20 .001

DELTAH6 1.853 4 20 .158

(23)

Lampiran 22.

Tabel hasil persen penurunan kadar asam urat berdasarkan perbandingan antar kelompok

(24)

Lampiran 23.

Hasil Perhitungan persen penurunan Kadar Asam Urat perbandingan antar kelompok ANAVA.

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

DELTAH3 3.468 4 20 .026

DELTAH6 3.716 4 20 .020

(25)

Lampiran 24.

Tabel hasil Perhitungan delta (selisih) kadar asam urat tikus setelah perlakuan dengan kadar asam urat puasa.

Rumus Δ = kadar asam urat hari pengamatan – kadar asam urat puasa (Hari ke-0)

(26)

Lampiran 25.

Hasil Perhitungan nilai delta (selisih) Kadar Asam Urat ANAVA.

Tests of Normality

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

DELTAH3 3.468 4 20 .026

(27)

Tests of Normality

a. Lilliefors Significance Correction

DELTAH9 2.457 4 20 .079

Lampiran 26.

Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan data perbandingan individu.

a. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan kadar asam urat (KUA) hari ke-9

(28)

Allopurinol 5 31.6383

Sig. .053 .852 .998

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

b. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan KUA hari ke-12

Kelompok

Allopurinol 5 46.4283

Sig. 1.000 .059 .844

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

c. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan KUA hari ke-15

kelompok

Allopurinol 5 59.7020

Sig. 1.000 .107

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Lampiran 27.

Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan data perbandingan antar kelompok.

a. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan KUA hari ke-9

kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

EET 100 5 15.8357

EET 300 5 19.5111 19.5111

(29)

EET 200 5 28.0537

Sig. .810 .142

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

b. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan KUA hari ke-12

kelompok N

Allopurinol 5 44.4394

Sig. .065 .325

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

c. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan KUA hari ke-15

kelompok N

Allopurinol 5 59.8424

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Lampiran 28.

Tabel Post Hoc Tukeynilai delta (selisih) Kadar Asam Urat . a. Tabel Tabel Post Hoc Tukey Kadar Asam Urat Hari ke-9.

(30)

EET100 5 1.8200

Na-CMC 5 2.6600

Sig. .302 .263 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

b. Tabel Tabel Post Hoc Tukey Kadar Asam Urat Hari ke-12

KELOMPOK N

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

c. Tabel Tabel Post Hoc Tukey Kadar Asam Urat Hari ke-15

KELOMPOK N

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Albuntana, A., Yasman., dan Wisnu, W. (2011). Uji Toksisitas Ekstrak Empat Jenis Teripang Suku Holothuriidae Dari Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta Menggunakan Brine Shrimp Lethality Test

(Bslt). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(1): 65-72.

Al-Rashdi, K. M., S. S. Al-Busaidi., dan I. H. Al-Rassadi. (2007). Status Of The Sea Cucumber Fishery In The Sultanate Of Oman. SPCBeche de mer information Bulletin. 25(1): 17-21.

Anandagiri, D. A. W., I, B. Putra., dan Ni, G. Dwi. (2014). Pemanfaatan Tehh Kombucha Sebagai Obat Hiperurisemia Melalui Penghambatan Aktivitas Xanthin Oksidase Pada Rattus novergicus.Jurnal Kimia. 8(2): 220-225 Azizahwati, W., Sumali., dan Prihandini, K. (2005). Efek Penurunan Kadar Asam

Urat Dalam Darah Tikus Putih Jantan Dari Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing (Accalypha indica L). Jurnal Bahan Alam Indonesia. 4(1): 213-218.

Bordbar, S., Farooq, A., dan Nazamid, S. (2011). High-Value Components and Bioactives from Sea Cucumbers for Functional Foods—A Review. Marine Drugs Journal. 9: 1761-1805.

Dakrory, I. A., Sohair, R., Amel, M. S., Ayman, S. M., dan Sayed, A. M. A. (2014). Protective and Curative Effects of the Sea Cucumber Holothuria atra Extract agains DMBA-Induced Hepatorenal Disease in Rats. Biomed Research International Article. Halaman 1, 6, 11.

Dhinakaran, I. D., dan Lipton, A. P. (2014). Pharmacological Potentials of Sea Cucumber Holothuria artha extracts from the Indian Ocean. Asian journal of biomedical and pharmaceutical siences. 35(4): 36-43.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 29-31, 175.

(32)

Dipiro, J.T., Robert, L. T., Gary, C.Y., Barbara, G. W., dan L, M. P. (2008).

Pharmacotheraphy a pathophysiologic approach 7th. United States.: McGraw-Hill Companies. Halaman 1539-1547.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 297-307, 321-326, 333-337.

Fitrya., dan Muharni. (2014). Efek Hiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Tumbuhan Tunjuk Langit (Helminthostachys zaylanicaL.) Terhadap Mencit Jantan Galur Swiss. Traditional Medicine Journal. 19 (1): 14-18.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Halaman 123-157.

Harmita., dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi III. Jakarta: Penerbit EGC.

Hasan, H. (2013). Efek Antiurisemia Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) pada Kelinci Jantan (Oryctolagos cuniculus). Jurnal Entropi Universitas Negeri Gorontalo. 8(1): 1-6.

Juwita, D. A., Helmi, A., dan Popy, H. (2014). Pengaruh fraksi air Herba Seledri

(Apium graveolens L.) terhadap kadar asam urat mencit putih jantan hiperurisemia. Prosiding seminar Nasional dan workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik”. Halaman 187-188.

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi kesepuluh. Jakarta: EGC. Halaman 609-611.

Mariani, I., Saiful, S., dan Awaluddin, S. (2012). Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) pada Mencit Jantan.Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1(1): 37-43. Martoyo, J., dan Aji, N., T. (2006). Budi Daya Teripang. Cetakan Keenam. Edisi

Revisi, Penebar Swadaya. Jakarta. Halaman 5, 11, 16, 18, 56.

Mehta, S. K., dan Naira, N. (2014). Natural Xanthine Oxidase Inhibitors For Management Of Gout. Journal Of Medical And Health Sciences. 3(3): 4-13.

(33)

Price, S. A., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Diterjemahkan oleh : Dharma Adji. Edisi VI. Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 1403-1405.

Purcell, W. S., Yves, S., dan Chantal, C. (2012). Commercially Important Sea Cucumber Of The World. Southern Cross University. Halaman 38.

Qiang, Z., Li, Y., dan Guo, F. J. (2012). Aplication of sea cucumber extract rich in triterpen sapogenin. Research of shanghai university of traditional chinese medicine. Halaman 1-5.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung. Penerbit ITB. Halaman 139-132.

Sukandar, E. Y., Retnosari, A., Joseph, I. S., I, K. A., dan Adji, P. S. (2002). Iso farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 272.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: WHO. Halaman 26-27.

Widodo, A. (2014). Budidaya teripang khasiat & cara olah untuk pengobatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Halaman 18, 40-43.

Xu, F., Xueqian, Z., Lingli, Y., Xiuhua, W., dan Jing, Z. (2014). A New Cycloartane-Type Triterpenoid Saponin Xanthine Oxidase Inhibitor From Homonoia riparia Lour. Research of Yunnan Province in China Article. Halaman 6.

Yusron, E. (2009). Keanekaragaman Jenis Teripang (Holothuroidea) Di Perairan Minahasa Utara Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi. Indonesia35(1): 19-28.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi penyiapan

bahan, karakterisasi simplisia, uji golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak

dan uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei

pada tikus putih jantanyang diinduksi kafein dan hati ayam segar.

Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumFarmakognosi dan Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Matrix rancangan

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 .

(35)

3.1Alat dan Bahan 3.1.1Alat – alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering,

blender (Panasonic), oven (Dynamica), neraca listrik (Vibra AJ), neraca hewan (GW-1500), mikroskop (Olympus), penangas air, hair dryer (Panasonic), rotary evaporator (Stuart), alat pengukur kadar asam urat (Easy touch) dan strip kadar asam urat (Easy touch), spuit, oral sonde, mortir dan stamfer dan alat-alat gelas laboratorium.

3.1.2Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang Pearsonothuria graeffei, allopurinol (Kimia Farma), karboksimetilsellulosa (Na-CMC), kafein. Bahan kimia yang digunakan berkualitas proanalisis kecuali dinyatakan lain

adalah kloralhidrat, α-naftol, toluen, asam nitrat, timbal (II) asetat, serbuk seng,

serbuk magnesium, asam asetat anhidrida, isopropanol, asam klorida pekat, asam

sulfat pekat, kloroform, n-heksan, metanol, etanol 96% (teknis) dan air suling

(teknis).

3.2 Penyiapan Teripang 3.2.1 Pengumpulan teripang

Pengumpulan teripang dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan hewan dari daerah lain. Bahan yang digunakan dalam

(36)

3.2.2Identifikasi teripang

Identifikasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

Pusat Penelitian Oseanografi Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta. Teripang

yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan teripang yang digunakan oleh

Claudya Natasya Tobing. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1

halaman 55.

3.2.3 Pengolahan teripang

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara membuang bagian dalam

perut, dicuci di bawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang dan

diperkecil potongannya dengan ukuran 2x2, dikeringkan di lemari pengering,

teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewani. Simplisia hewani

tersebut ditimbang, diblender sampai menjadi serbuk dan ditimbang beratnya.

Serbuk disimpan dalam wadah plastik dan terlindung dari cahaya. Bagan

pembuatan simplisia teripang dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 59.

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Air kloroform

Campur 2,5 ml kloroform P dengan air secukupnya hingga 1000 ml, kocok

hingga larut (Depkes, RI., 1995).

3.3.2 Pereaksi Molish

Larutan α-naftol P 3% b/v dalam asam nitrat 0,5 N(Depkes, RI., 1995).

3.3.3 Asam klorida P

Larutan HCl murni pereaksi, mengandung lebih kurang 25% HCl (Depkes,

(37)

3.3.4 Asam sulfat P

Larutan H2SO4 murni pereaksi, mengandung tidak kurang dari 94% dan

tidak lebih dari 96% H2SO4 (Depkes, RI., 1995).

3.3.5Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida P 7,293 % b/v (Depkes, RI., 1995).

3.3.6 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Larutan timbal (II) asetat P 9,5% b/v dalam air yang baru dididihkan

(Depkes, RI., 1995).

3.3.7 Larutan pereaksi kloralhidrat

Larutkan 50 g kloralhidrat dalam 20 ml air (Depkes, RI., 1995).

3.3.8 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Campurkan 5 bagian volume asam sulfat P dengan 50 bagian volume

etanol 95% P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asetat anhidrida kedalam

campuran tersebut (Depkes, RI., 1995).

3.4Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik

teripang segar dan simplisia teripang, pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

hewani, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan

kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu yang tidak larut dalam asam.

3.4.1Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik teripang segar dilakukan dengan mengamati

bentuk, ukuran dan permukaan dari teripang segar. Pemeriksaan makroskopik

(38)

permukaan dari teripang yang telah dikeringkan serta mengamati organoleptis

simplisia berupa melakukan pemeriksaan terhadap bau, rasa dan warna dari

serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei. 3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei dilakukan dengan cara serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan

kaca penutup kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.4.3Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen),

prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(WHO., 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

kedalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan

(39)

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (WHO., 1998).

3.4.4Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam

cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan(Depkes, RI.,

1995).

3.4.5Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam dan disaring dan diuapkan20 ml

filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah

dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.

Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan(Depkes, RI., 1995).

3.4.6Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

(40)

dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.Kadar abu dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan(WHO., 1998).

3.4.7Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan 5 ml air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan di

desikator dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bobot yang dikeringkan diudara (WHO., 1998).

3.5 Uji Senyawa Kimia 3.5.1 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling (7:3),

direfluk selama 10 menit didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat tambahkan

25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, diamkan selama 5 menit

lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, setiap kali dengan 20 ml campuran 3

bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P, pada sari yang

dikumpukan tambahkan natrium sulfat anhidrida P, disaring dan uapkan pada

suhu tidak lebih dari 50℃. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P, diambil 0,1

mldimasukkan kedalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air, ditambahkan 2

ml air dan 5 tetes Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P, bila terbentuk

cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (reaksi

(41)

3.5.2 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10

cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2N apabila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin(Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g simplisia teripang dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam

cawan penguap ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard.

Timbul warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna

merah, merah muda atau ungu menunjukan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6Pembuatan Ekstrak Teripang

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%.

Cara kerja:

Sebanyak 300 g serbuk teripang dibasahi dengan penyari, ditutup dan

dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Larutan

penyari etanol 96% dituang secukupnya sampai semua simplisia terendam dan

terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan

aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan

tetesan ekstrak mengalir. Perkolasi dihentikan ketika 500 mg perkolat terakhir

diuapkan tidak meninggalkan sisa (Ditjen POM, 1979). Ekstrak diuapkan dengan

(42)

pembuatan ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 60.

3.7Pengujian Aktivitas Antihiperurisemia

Pengujian aktivitas antihiperurisemia meliputi pembuatan sediaan uji,

penyiapan hewan uji, uji pendahuluan dan pengujian ekstrak etanol teripang

terhadap kadar asam urat.

3.7.1 Pembuatan larutan suspensi Na-CMC 0,5%b/v

Pembuatan suspensi Na-CMC 0.5% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai

berikut, ditimbang sebanyak 500 mg Na-CMC, ditaburkan kedalam lumpang yang

berisi air suling panas sebanyak dua puluh kali berat Na-CMC yaitu 10 ml,

didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus

hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air kemudian dituangkan

kedalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai batas.

3.7.2 PembuatanSuspensiekstrak etanol teripang (EET)

Ditimbang masing-masing 50 mg, 100 mg, 200 mg dan 300 mg ekstrak

etanol teripang dimasukkan kedalam lumpang kemudian digerus dengan

penambahan suspensi Na-CMC 0.5% sampai homogen, kemudian dimasukkan

kedalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi

Na-CMC 0.5%. Perhitungan dosis ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman

72.

3.7.3 Pembuatan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb

Ditimbang Allopurinol secara seksama sebanyak 10 mg dimasukkan

kedalam lumpang kemudian digerus dan disuspensikan dengan Na-CMC 0,5 %

(43)

labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan Na-CMC 0,5 % hingga 10 ml.

Suspensi allopurinol yang telah siap kemudian diberikan oral pada hewan uji

dengan volume yang sesuai dengan berat badan. Perhitungan dosis allopurinol

dapat dilihat pada Lampiran 16a halaman 71.

3.7.4 Pembuatan kafein 135 mg/kg bb

Ditimbang secara seksama kafein 135 mg dimasukkan kedalam lumpang,

kemudian ditambahkan sedikit Na-CMC 0,5 % digerus sampai homogen, dituang

kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah Na-CMC 0,5 % sampai batas tanda.

kemudian diberikan secara oral kepada hewan uji sesuai dengan berat badan.

Perhitungan dosis kafein dapat dilihat pada Lampiran 16b halaman 71.

3.7.5 Pembuatan induksi hati ayam

Ditimbang 200 g hati ayam lalu dicuci sampai bersih, dipotong-potong

untuk mempermudah pada waktu dihaluskan, diblender sampai halus, tanpa

penambahan air, diberikan kepada hewan uji secara oral sebanyak 2 ml/200 g bb

(Fitrya dan muharni, 2014).

3.7.6 Penyiapan hewan uji

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan yang

sehat dan dewasa sebanyak 25 ekor dengan berat badan 150-250 g, yang terlebih

dahulu diaklimatisasi selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini telah disetujui

penggunaannya oleh Ketua Komite Etik Penelitian Hewan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Sumatera Utara (Animal Research Ethics

Commitees/AREC). Rekomendasi Persetujuannya dapat dilihat pada Lampiran 10

(44)

3.7.7 Penentuan kadar asam urat

Sebelum percobaan dilakukan, tikus dipuasakan (tidak makan tetapi tetap

minum) selama 10-16 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-masing dan

diberi tanda pada ekor. Kemudian masing-masing tikus diukur kadar asam uratnya

yaitu dengan cara mengambil darahnya melalui pembuluh darah vena ekor. Darah

yang keluar disentuhkan pada test strip yang telah terpasang pada alat pengukuran kadar asam urat Easy touch dan dibiarkan alat mengukur kadar asam urat secara otomatis. Angka yang tampil pada layar alat dicatat sebagai kadar asam urat

(mg/dl).

3.7.8 Uji pendahuluan (uji orientasi dosis ekstrak etanol teripang)

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu.

Hal ini dikarenakan belum adanya penelitian terdahulu mengenai ekstrak etanol

teripang Pearsonothuria graeffei sebagai penurun kadar asam urat. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb

dan 400 mg/kg bb, setelah itu didapatkan rentang dosis uji masing-masing ekstrak

untuk diujikan kepada hewan uji. Sebelum pengujian tikus dipuasakan selama

10-16 jam (tidak makan tetapi tetap diberi minum). Hewan dikelompokkan ke dalam

4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor tikus. Masing-masing

tikus dalam setiap kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor. Tiap

kelompok diukur kadar asam urat dengan meneteskan darah yang berasal dari

vena ekor tikus pada test strip, darah akan langsung meresap keujung strip, dalam

20 detik, kadar asam urat dalam darah tikus akan tampil pada layar alat, kemudian

tikus diberikan suspensi kafein dosis 27 mg/200 g bb tikus dan hati ayam2ml/200

(45)

tikus dikontrol dan diukur pada hari ke-6 untuk meyakinkan bahwa kafein dan

hati ayam dengan dosis tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. Selesai

perlakuan, semua tikus diistirahatkan dalam kandang dan diberi makan dan

minum. Hari ke-7 dilakukan pemberian dosis ekstrak etanol teripang sesuai

dengan dosis yang digunakan dan hati ayam secara oral selama 3 hari setelah tikus

hiperurisemia. Pengukuran kadar asam urat dilakukan 3 hari setelah dilakukan

pemberian esktrak etanol teripang (Azizahwati, et al., 2005). Bagan kerja uji

orientasi dosis ekstrak etanol teripang dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 61.

3.7.9 Pengujian efek ekstrak etanol teripang terhadap kadar asam urat Sebelum pengujian tikus dipuasakan selama 10-16 jam (tidak makan tetapi

tetap diberi minum). Hewan dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang

masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Masing-masing-masing tikus dalam setiap

kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor. Tiap kelompok diukur

kadar asam urat dengan meneteskan darah yang berasal dari vena ekor tikus pada

test strip, darah akan langsung meresap sampai ujung strip sampai terdengar bunyi

beep, dalam 20 detik, kadar asam urat tikus akan tampil pada layar alat, kemudian

tikus diberikan suspensi kafein dosis 27 mg/200 g bb tikus secara oral dan hati

ayam2ml/200 g bb secara oral selama 6 hari.

Setelah penginduksian tersebut, kadar asam urat tikus dikontrol dan diukur

pada hari ke-6 untuk meyakinkan bahwa kafein dan hati ayam dengan dosis

tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. Selesai perlakuan, semua tikus

diistirahatkan dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum. Hari

ke-7 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing

(46)

Kelompok I : Diberikan suspensi Na-CMC 0,5%

Kelompok II : Diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg bb.

Kelompok III : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 100 mg/kg bb

Kelompok IV : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 200 mg/kg bb

Kelompok V : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 300 mg/kg bb.

Bahan uji dan induksi hati ayam secara oral diberikan selama 9 hari setelah

tikus hiperurisemia. Dilakukan pengukuran kadar asam urat pada hari ke-3, hari

ke-6 dan hari ke-9 setelah dilakukan perlakuan. Bagan kerja uji penurunan kadar

asam urat darah dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 62.

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variasi (ANAVA)

pada tingkat kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat

perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan

program SPSS versi 17. Selanjutnya dihitung persen penurunan kadar asam urat

dengan perbandingan antar individu maupun kelompok dan menghitung nilai

delta (selisih) penurunan kadar asam urat dengan rumus sebagai berikut:

Persen penurunan perbandingan antar individu

Persen penurunan perbandingan antar kelompok.

Nilai delta (selisih) kadar asam urat

Δ (Selisih)= kadar asam urat hari pengamatan – kadar asam urat puasa (Hari ke-0)

% penurunan =Kadar asam urat hari pengamatan−kadar asam urat induksi

kadar asam urat induksi x 100%

% penurunan =(Kadar asam urat Na−CMC)−(kadar asam hari pengamatan)

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simplisia dan Ekstrak

Hasil identifikasi teripang segar yang dilakukan di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi, menunjukkan bahwa

teripang yang diteliti adalahPearsonothuria graeffei, divisi Echinodermata, kelas Holothuroidea, bangsa Aspidochirotida, suku Holothuridae Ludwig.

Pearsonothuria graeffei merupakan teripang yang hidupnya diterumbu karang dan hidup pada kedalaman sampai 25 meter (Purcell, et al., 2012).

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air,

penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu tidak larut asam.

Hasil pengamatan makroskopik teripang segar menunjukkan bahwa

teripang mempunyai bentuk tubuh lonjong dan memanjang seperti mentimun,

badannya lunak dan berlendir, mempunyai panjang ±65 cm dan lebar ±10 cm,

berwarna coklat dengan bintik-bintik hitam pada permukaannya.Pemeriksaan

makroskopik simplisia teripang dilakukan dengan melihat perubahan ukuran dan

permukaan dari teripang serta mengamati organoleptis simplisia berupa

melakukan pemeriksaan terhadap bau, rasa dan warna dari serbuk simplisia

teripang Pearsonothuria graeffei. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa simplisia teripang mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, permukaan

(48)

bau yang khas. Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang menunjukkan

terlihat adanya spikula berbentuk kancing (buttons), bentuk meja semu ( pseudo-tables)dan spikula dari tentakel, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa secara mikroskopik Pearsonothuria graeffeimemiliki bentuk spikula yang spesifik dengan bentukbentuk meja semu (pseudo-tables)dan spikula dari tentakel (Purcell, et al., 2012).

Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan metode

azeotropi (destilasi toluen), penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari

larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam

menggunakan metode gravimetri. Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk

simplisia teripangPearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

No Karakteristik serbuk simplisia Kadar (%) SPI-kan

1 Kadar air 9,47 <20%

2 Kadar sari larut dalam air 36,56% -

3 Kadar sari larut dalam etanol 24,01% -

4 Kadar abu total 28,75 -

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 3,66 <7%

Hasil penetapan kadar air yang diperoleh adalah 9,47% dan hasilnyasesuai

dengan standar mutu teripang kering Sistem Pengendalian Intern Perikanan

(SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no.

701/Kpts/TP>830/10/1987 tentang penetapan standar mutu hasil perikanan

standar Indonesia oleh Dewan Standarisasi Nasional,yaitu tidak lebih dari 20%

(49)

pertumbuhan mikroba, jamur atauserangga, serta mendorong kerusakan bahan

aktif (WHO., 1998).

Kadar sari larut air 36,56% menunjukkan bahwa teripang Pearsonothuria graeffeimengandung banyak zat yang larut dalam air seperti saponin, vitamin B1, B2 (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar larut etanol 24,01% menunjukkan bahwa

teripangmengandung zat yang larut dalam etanol seperti lemak, protein, vitamin

A, riboflavin, saponin, steroid-triterpenoid (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar abu

total 28,75% menunjukkan bahwa kadar abu teripang tinggi, hal ini disebabkan

karena teripang mengandung berbagai mineral seperti kalsium, fosfor, besi,

kalium dan natrium (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar abu tidak larut asam 3,66%

dan hasil tersebut sesuai dengan standar mutu teripang kering

(SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no.

701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu tidak lebih dari 7%, kadar abu tidak larut asam

menunjukkan bahwa cemaran dari luar tubuh teripang banyak yang kemungkinan

berasal dari laut (Martoyo dan Aji, 2006).

Hasil uji senyawa kimia serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

, dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Uji senyawa kimia serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

No Pemeriksaan Serbuk simplisia

1 Steroid/Triterpenoid +

2 Glikosida +

3 Saponin +

Berdasarkan hasil uji senyawa kimia diatas, menunjukkan bahwa simplisia

(50)

diantaranya yaitu steroid/triterpenoid, glikosida dan saponin. Hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa teripang Pearsonothuria graeffeimengandung golongan senyawa kimia tersebut (Bordbar, et al., 2011).

4.2 Pengujian Efek Penurunan Kadar Asam Urat

Hiperusemia pada tikus dilakukan dengan cara diinduksi dengan

menggunakan kafein 27 mg/200g bb dan jus hati ayam 2ml/200g bb. Pengukuran

kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat

Easy Touch®.

Kafein digunakan sebagai zat penginduksi asam uratkarena kafein adalah

komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan

dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat

meningkatkan kadar asam urat didalam tubuh (azizahwati,et al., 2005). Jus hati

ayam digunakan juga sebagai penginduksi asam urat karena mengandung senyawa

purin (xantin) yang tinggi nomor 2 setelah otak, setiap 100 gram hati ayam

mengandung sampai 1000 mg purin, adanya purin yang cukup tinggi didalam

darah akan memicu terjadinya hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat didalam

serum yang melewati ambang batasnya sehingga menyebabkan tikus mengalami

hiperurisemia, cara mendapatkannya mudah, harga murah dan tidak toksik

(Juwita, et al., 2014).

Penurunan kadar asam urat dapat dilihat dengan menggunakan

pembanding. Allopurinol dipilih sebagai pembanding karena merupakan obat

sintetik yang umum digunakan untuk menurunkan asam urat pada penderita gout.

(51)

urikostatik yaitu menghambat pembentukan asam urat,sehingga produksi asam

urat yang dihasilkan berkurang.

Untuk menentukan dosis dalam penelitian ini, dilakukan orientasi dosis

terlebih dahulu dengan dosis 50, 100, 200, 300 dan 400 mg/kg bb. Dosis yang

dipilih dalam penelitian adalah 100, 200 dan 300 mg/kg bbkarena memiliki efek

penurunan yang lebih baik, dibandingkan yang lainnya. Selanjutnya dilakukan

percobaan untuk masing-masing kelompok, dimana setiap kelompok diulang

sebanyak 5 kali. Hasil pengukuran kadar asam urat dapat dilihat pada Gambar 4.1

dibawah ini:

Gambar 4.1 Grafik Kadar Asam Urat Rata-rata Vs Waktu

Pada hari ke-0 sebelum diinduksi dengan kafein dan jus hati ayam,

dilakukan pengukuran kadar asam urat darah untuk mengetahui dan memastikan

seluruh kelompok tikus yang digunakan mempunyai kadar asam urat darah yang

normal. Kadar asam urat normal pada tikus adalah 1,7-3,0 mg/dL (Anandagiri, et

(52)

pada tikus untuk memastikan tikus yang digunakan mengalami kenaikan kadar

asam urat.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa setelah terinduksi, kelompok

perlakuan yang diberikan Na-CMC 0,5 %, suspensi allopurinol 10 mg/kg bb,

suspensi EET 100 mg/kg bb, suspensi EET 200 mg/kg bb dan suspensi EET 300

mg/kg bb, kadar asam uratnya mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan kafein dan

jus hati ayam meningkatkan purin sehingga kadar asam urat di dalam darah tikus

meningkat .

Pada hari ke-9, ke-12, dan ke-15 kelompok yang diberikan suspensi

allopurinol 10 mg/kg bb, suspensi EET 100, 200 dan 300 mg/kg bb memberikan

efek penurunan kadar asam urat, sedangkan kelompok yang diberikan suspensi

Na-CMC0,5 % tidak memberikan efek penurunan kadar asam urat, hal ini

dikarenakan tidak terdapat zat berkhasiat yang dapat menurunkan kadar asam urat

pada Na-CMC 0,5% tersebut.

Untuk melihat kekuatan ektrak etanol teripang dan allopurinol dalam

menurunkan kadar asam urat, maka dihitung persen penurunan kadar asam urat

dan mencari nilai selisih (delta) penurunan kadar asam urat. Perhitungan persen

penurunan kadar asam urat rata-rata setiap kelompok perlakuan setelah pemberian

suspensi allopurinol dan suspensi ekstrak etanol teripang baik secara individu

maupun pebandingan antar kelompok. Ekstrak yang memiliki efek

antihiperurisemia yang baik adalah yang mempunyai persen penurunan yang

tinggi baik dengan perhitungan persen penurunan antar individu maupun antar

(53)

karena makin kecil nilai delta maka makin besar penurunan kadar asam uratnya,

bahkan lebih kecil dari nilai sebelum tikus diinduksi.

4.2.1 Hasil Pengujian Efek EET terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Tikus yang Diinduksi Kafein dan Jus Hati Ayam.

Tikus uji dikelompokkan dalam 5 kelompok perlakuan, masing-masing

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus yaitu kelompok kontrol yang diberikan

suspensi Na-CMC 0,5%, kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan suspensi

EET dosis 100 mg/kg bb, suspensi EET dosis 200 mg/kg bb, dan suspensi EET

dosis 300 mg/kg bb dan kelompok pembanding yang diberikan Allopurinol dosis

10 mg/kg bb.

Tikus terlebih dahulu dipuasakan 10-16 jam, kemudian dilakukan

pengukuran kadar asam urat darah untuk memastikan tikus tidak hiperurisemia,

setelah dilakukan pengukuran kadar asam urat, tikus diinduksi dengan kafein

dosis 27 mg/ 200 g bb dan jus hati ayam 2 ml/200 g bb secara oral, diamati

tingkah laku tikus, serta diukur kadar urat darahnya pada hari ke-6. Tikus yang

telah memiliki kadar asam urat ≥ 3,1 mg/dL disebut tikus asam urat.

Tikus asam urat diberi perlakuan dengan pembagian kelompok yaitu

kelompok I diberikan suspensi Na-CMC 0,5%, Kelompok II diberikan suspensi

allopurinol 10 mg/kg bb, III dan IV dan kelompok V masing-masing diberi

suspensi EET dosis 100, 200, 300 mg/kg bb.

Tikus mempunyai suatu enzim uricase yaitu suatu enzim yang dapat mengubah asam urat menjadi alantoin yang dapat larut dapat air (Mariani, et al.,

2012). Untuk mempertahankan kondisi hiperurisemia, tikus tetap diberikan

induksi hati ayam. Persen penurunan kadar asam urat tikus dapat dilihat pada

(54)

Tabel 4.3 Persentase Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Rata-rata berdasarkan perbandingan antar individu

Perlakuan N

Penurunan kadar asam urat ± SEM (mg/dL) Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15 Suspensi EET dosis

100 mg/kg bb 5 10,45± 4,60 19,59± 3,74 33,50± 2,79

Suspensi EET dosis

200 mg/kg bb 5 30,22± 1,45 42,52± 2,12 48,23± 2,92

Suspensi EET dosis

300 mg/kg bb 5 15,40± 4,99 31,32± 2,75 33,99± 4,04

SuspensiAllopurinol

dosis 10 mg/kg bb 5 31,64 ± 3,60 46,43± 2,99 59,70± 2,26 Hasil perhitungan persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari

setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penurunan Kadar Asam Urat Vs Waktu antar individu tikus.

Pada hari ke-9 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkan suspensi allopurinol 10 mg/kg bbmempunyai daya menurunkan

kadar asam urat paling tinggi dimana persen penurunannya adalah 31,64%, diikuti

(55)

asam urat sebesar 30,22%, suspensi EET 300 mg/kg bb dengan persen penurunan

kadar asam urat 15,40% dan yang paling lemah adalah suspensi EET 100 mg/kg

bb dengan persen penurunan kadar asam urat 10,45%.

Pada hari ke-12 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb memiliki daya menurunkan kadar

asam urat paling tinggi persen penurunannya adalah 46,43%, diikuti dengan

suspensi EET dosis 200 mg/kg bb persen penurunannya 42,52%. Suspensi EET

300 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam urat 31,32% dan yang paling

lemah adalah suspensi EET 100 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam

urat 19,59%.

Pada hari ke-15 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkan suspensi allopurinol 10 mg/kg bbmemiliki persen penurunan kadar

asam urat paling tinggipersen penurunannya adalah 59,70%, diikuti dengan

suspensi EET dosis 200 mg/kg bb persen penurunannya 48,23%. Suspensi EET

300 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam urat 33,99% dan yang paling

lemah adalah suspensi EET 100 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam

urat33,50%. Jadi berdasarkan perhitungan persen penurunan kadar asam urat

dengan perbandingan antar individu tikus ekstrak dengan dosis 200 mg/kg bb

memiliki aktivitas antihiperurisemia yang paling bagus diantara dosis lainnya,

persen penurunan paling besar diperoleh pada hari ke-15 dengan persen

penurunan 48,23%.

Kekuatan ekstrak etanol teripang dan allopurinol dalam menurunkan kadar

asam urat dapat juga lebih dipastikan dengan menganalisa persen penurunan

(56)

dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk

melihat perbedaan semua kelompok perlakuan dari hari ke-9 sampai dengan hari

ke-15.

Uji Tukey HSD pada hari ke-9 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok suspensi EET 100 mg/kg bb

memiliki persen penurunan kadar asam urat yang berbeda dengan suspensi EET

200 mg/kg bb dan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg bb, tetapi tidak berbeda

signifikan dengan EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,852 (p>0,05).

Pada tabel juga terlihat EET 200 mg/kg bb menunjukkan persen penurunan kadar

asam urat yang tidak berbeda signifikan dengan allopurinol 10 mg/kg bb dengan

nilai signifikansi 0,998 (p>0,05). Jadi dosis yang menunjukkan efek hampir sama

dengan allopurinol adalah suspensi EET dosis 200 mg/kg bb. Tabel dapat dilihat

pada Lampiran 26a Halaman 81.

Uji Tukey HSD pada hari ke-12 menunjukkan hasil bahwa kelompok

suspensi EET 100 mg/kg bb memiliki persen penurunan kadar asam urat yang

berbeda signifikan dengan suspensi EET 200 mg/kg bb, EET 300 mg/kg bb dan

suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 1,000 (p>0,05).

Suspensi EET 300 mg/kg bb memiliki persen penurunan kadar asam urat yang

berbeda signifikan dengan Allopurinol, tetapi tidak berbeda signifikan dengan

EET 200 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,059 (p>0,05),. Suspensi EET 200

mg/kg bb menunjukkan persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda

signifikan dengan allopurinol 10 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,844

(57)

adalah suspensi EET dosis 200 mg/kg bb. Tabel dapat dilihat pada Lampiran 26b

Halaman 81.

Uji Tukey HSD pada hari ke-15 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok EET 100 mg/kg bb memiliki

persen penurunan kadar asam urat yang berbeda dengan suspensi EET 200 mg/kg

bb dan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg bb, tetapi tidak berbeda signifikan

dengan EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 1,000 (p>0,05). Suspensi

EET 200 mg/kg bb menunjukkan persen penurunan kadar asam urat yang tidak

berbeda signifikan dengan allopurinol 10 mg/kg bb dengan nilai signifikansi

0,107 (p>0,05). Jadi dosis yang menunjukkan efek hampir sama dengan

allopurinol adalah suspensi EET dosis 200 mg/kg bb. Tabel dapat dilihat pada

Lampiran 26c Halaman 81.

Untuk lebih memastikan dosis ekstrak yang memiliki efek hampir sama

dengan allopurinol, dilakukan juga perhitungan kadar asam urat tikus berdasarkan

perbandingan kelompok yang dilakukan dengan cara membandingkan penurunan

kadar asam urat kontrol negatif (Na-CMC 0,5%) dengan bahan uji (ekstrak dan

obat). Persentase rata-rata penurunan kadar asam urat tikus berdasarkan

(58)

Tabel 4.4 Persentase Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Rata-rata berdasarkan perbandingan antar kelompok.

Perlakuan N

Penurunan kadar asam urat ± SEM (mg/dL) Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15

Hasil perhitungan persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini

Gambar 4.3 Grafik Persentase Penurunan Kadar Asam Urat Vs Waktu antar Kelompok tikus

Pada hari ke-9 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkansuspensi EET dosis 200 mg/kg bbmempunyai persen penurunan

kadar asam urat paling tinggi persen penurunannya adalah 28,05%,diikuti dengan

(59)

urat sebesar 26,38 %, kemudian suspensi EET 300 mg/kg bb dengan persen

penurunan kadar asam urat 19,51% dan yang paling lemah adalah suspensi EET

100 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam urat 15, 84%.

Pada hari ke-12 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb mempunyai persen penurunan

kadar asam urat paling tinggi yaitu 44,44%, diikuti dengan suspensi EET dosis

200 mg/kg bb persen penurunannya 42,61%, kemudian suspensi EET 300 mg/kg

bb dengan persen penurunan kadar asam urat 37,5% dan yang paling lemah adalah

suspensi EET 100 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam urat 27,22%.

Pada hari ke-15 setelah pemberian suspensi EET dan allopurinol

menunjukkan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb memiliki persen penurunan kadar

asam urat paling tinggi yaitu59,84%, diikuti dengan suspensi EET dosis 200

mg/kg bb persen penurunannya 50,94%. Suspensi EET 100 mg/kg bb dengan

persen penurunan kadar asam urat 42,61%dan yang paling lemah adalah suspensi

EET 300 mg/kg bb dengan persen penurunan kadar asam urat32,46%. Jadi

berdasarkan perhitungan persen penurunan kadar asam urat dengan perbandingan

antar kelompok tikus, ekstrak dengan dosis 200 mg/kg bb memiliki aktivitas

antihiperurisemia yang paling bagus diantara dosis lainnya. Persen penurunan

paling besar diperoleh pada hari ke-15 dengan persen penurunan 50,94%.

Kekuatan ekstrak etanol teripang dan allopurinol dalam menurunkan kadar

asam urat selanjutnya dipastikan dengan menganalisa persen penurunan kadar

asam urat berdasarkan perbandingan antar individu tikus secara statistik dengan

metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat

(60)

Uji Tukey HSD pada hari ke-9 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok suspensi EET 100 mg/kg bb

memiliki persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda dengan suspensi

EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,810(p>0,05), tetapi berbeda

signifikan dengan EET 200 mg/kg bb dan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb. Pada

tabel juga terlihat EET 300 mg/kg bb menunjukkan persen penurunan kadar asam

urat yang tidak berbeda signifikan dengan allopurinol 10 mg/kg bb dan dengan

suspensi EET 200 mg/kg bbdengan nilai signifikansi 0,142 (p>0,05). Jadi dosis

suspensi EET yang menunjukkan efek hampir sama dengan allopurinol adalah

suspensi EET dosis 300 mg/kg bb dan suspensi EET dosis 200 mg/kg bb. Tabel

dapat dilihat pada Lampiran 27a Halaman 82.

Uji Tukey HSD pada hari ke-12 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok suspensi EET 100 mg/kg bb

memiliki persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda dengan suspensi

EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,065 (p>0,05), tetapi berbeda

signifikan dengan EET 200 mg/kg bb dan suspensi alopurinol. Pada tabel juga

terlihat EET 300 mg/kg bb menunjukkan persen penurunan kadar asam urat yang

tidak berbeda signifikan dengan allopurinol 10 mg/kg bb dan dengan suspensi

EET 200 mg/kg bbdengan nilai signifikansi 0,325 (p>0,05). Jadi dosis suspensi

EET yang menunjukkan efek hampir sama dengan allopurinol adalah suspensi

EET dosis 200 mg/kg bb dan suspensi EET dosis 300 mg/kg bb. Tabel dapat

dilihat ada Lampiran 27b Halaman 82.

Uji Tukey HSD pada hari ke-15 dengan perlakuan masing-masing diulang

(61)

memiliki persen penurunan kadar asam urat yang berbeda dengan suspensi EET

300 mg/kg bb, EET 200 mg/kg bb dan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb dengan

nilai signifikansi 1,000 (p>0,05). Tabel dapat dilihat pada Lampiran 27c Halaman

82.

Pembuktian selanjutnya kekuatan ekstrak dilakukan dengan menghitung

nilai delta (selisih) kadar asam urat, perhitungan ini dilakukan dengan

membandingkan asam urat dihari pengamatan dengan kadar asam urat normal.

Nilai delta (selisih) kadar asam urat dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5. Hasil Selisih (delta) Kadar Asam Urat Rata-Rata Tikus

Perlakuan

N Δ induksi

Kadar asam urat setelah perlakuan Δ hari

ke-9

Δ hari ke-12 Δhari ke-15

Na-CMC 0,5 % 5 2,46±0,11 2,66±0,11 2,86±0,12 3,08±0,24

Suspensi EET dosis

100 mg/kg bb 5 2,3±0,09 1,82±0,13 1,4±0,15 0,74±0,10 Suspensi EET dosis

200 mg/kg bb 5 2,62±0,32 1±0,16 0,4±0,16 0,08±0,13 Suspensi EET dosis

300 mg/kg bb 5 2,16±0,19 1,44±0,24 0,68±0,14 0,56±0,13 SuspensiAllopurino

l dosis 10 mg/kg bb 5 3,12±0,32 1,36±0,10 0,58±0,07 -0,12±0,16

(62)

Gambar 4.4 Grafik Hasil selisih (delta) Rata-Rata Kadar Asam Urat Vs Waktu . Pada hari ke-6, setelah pemberian induksi hati ayam dan kafein

menunjukkan semua kelompok berhasil terinduksi dengan baik akibat pemberian

makanan purin tinggi (hati ayam) dan kafein yang dapat meningkatkan kadar

asam urat, hal ini dapat dilihat dari nilai delta dari tiap kelompok. suspensi

allopurinol memiliki nilai delta (selisih) kadar asam urat paling banyak yaitu

sebesar 3,12, suspensi EET 200 mg/kg bb sebesar 2,62, kemudian Na-CMC 0,5%

sebesar 2,46, suspensi EET 100 mg/kg bb sebesar 2,3 dan suspensi EET 300

mg/kg bb memiliki selisih kadar asam urat paling sedikit dibandingkan yang

lainnya yaitu sebesar 2,16.

Pada hari ke-9, setelah pemberian bahan uji dan induksi hati ayam yang

dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi hiperurisemia, menunjukkan bahwa

suspensi EET 200 mg/kg bb memberikan penurunan asam urat terbaik karena

memiliki nilai delta (selisih) terkecil yaitu sebesar 1,00 kemudian suspensi

allopurinol memiliki nilai delta sebesar 1,36, suspensi EET 300 mg/kg bb

(63)

memiliki nilai delta (selisih) sebesar 1,82 dan Na-CMC 0,5% memiliki nilai delta

paling besar yaitu sebesar 2,66 artinya Na-CMC 0,5% tidak dapat menurunkan

kadar asam urat karena ia tidak mempunyai zat aktif yang dapat menurunkan

kadar asam urat.

Pada hari ke-12, setelah pemberian bahan uji dan induksi hati ayam

menunjukkan bahwa suspensi EET 200 mg/kg bb memberikan penurunan asam

urat terbaik karena memiliki nilai delta (selisih) terkecil yaitu sebesar 0,4,

kemudian suspensi allopurinol memiliki nilai delta sebesar 0,5, suspensi EET 300

mg/kg bb memiliki nilai delta (selisih) sebesar 0,68, kemudian suspensi EET 100

mg/kg bb memiliki nilai delta (selisih) sebesar 1,4 dan Na-CMC 0,5% memiliki

nilai delta yang semakin besar dari hari ke-6 yaitu sebesar 2,86.

Pada hari ke-15, setelah pemberian bahan uji dan induksi hati ayam

menunjukkan bahwa suspensi allopurinol memberikan penurunan asam urat

terbaik karena memiliki nilai delta (selisih) terkecil yaitu sebesar -0,12 artinya

kadar asam urat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan kadar asam urat normal

sebelum diinduksi, kemudian suspensi EET 200 mg/kg bb memiliki nilai delta

sebesar 0,08, suspensi EET 300 mg/kg bb memiliki nilai delta (selisih) sebesar

0,56, kemudian suspensi EET 100 mg/kg bb memiliki nilai delta (selisih) sebesar

0,74 dan Na-CMC 0,5% memiliki nilai delta yang semakin besar dari hari ke-6

yaitu sebesar 3,08.

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa semakin lama maka efek yang

ditimbulkan oleh ekstrak teripang semakin bagus hal ini terlihat dari nilai delta

yang semakin hari semakin kecil, kecuali Na-CMC 0,5% yang semakin hari

(64)

menerus dan tidak diberikan ekstrak. Penurunan kadar asam urat terbaik diberikan

oleh suspensi allopurinol 10 mg/kg bb dengan nilai delta terkecil pada hari ke-15

yaitu sebesar -0,12, ekstrak yang memiliki efek mendekati allopurinol adalah EET

dosis 200 mg/kg bb dengan nilai delta terkecil pada hari ke-15 yaitu sebesar 0,08.

Kekuatan ekstrak etanol dalam menurunkan kadar asam urat kemudian

dibuktikan secara statistik dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji

Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan dari

hari ke-9 sampai dengan hari ke-15.

Uji Tukey HSD pada hari ke-9 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok EET 200 mg/kg bb memiliki

nilai delta (selisih) yang tidak berbeda signifikan dengan suspensi allopurinol

dosis 10 mg/kg bb dan suspensi EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi

0,302 (p>0,05), tetapi berbeda signifikan dengan EET 100 mg/kg bbdan Na-CMC

0,5%. EET 100 mg/kg bb tidak berbeda signifikan dengan allopurinol dan EET

300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,263 (p>0,05). Tabel dapat dilihat pada

Lampiran 28a Halaman 83.

Uji Tukey HSD pada hari ke-12 dengan perlakuan masing-masing diulang

sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok EET 200 mg/kg bb memiliki

nilai delta (selisih) yang tidak berbeda signifikan dengan suspensi allopurinol

dosis 10 mg/kg bb dan suspensi EET 300 mg/kg bb dengan nilai signifikansi

0,586 (p>0,05), tetapi berbeda signifikan dengan EET 100 mg/kg bbdan Na-CMC

0,5%. Tabel dapat dilihat pada Lampiran 28b Halaman 83.

Uji Tukey HSD pada hari ke-15 dengan perlakuan masing-masing diulang

(65)

nilai delta (selisih) yang tidak berbeda signifikan dengan suspensi allopurinol

dosis 10 mg/kg bb dengan nilai signifikansi 0,899 (p>0,05), tetapi berbeda

signifikan dengan EET 100 mg/kg bbdan Na-CMC 0,5% dan suspensi EET 300

mg/kg bb. EET 200 mg/kg bb memiliki nilai delta (selisih) yang tidak berbeda

signifikan dengan suspensi EET 100 mg/kg bb dan suspensi EET 300 mg/kg bb

dengan nilai signifikansi 0,057 (p>0,05). Tabel dapat dilihat pada Lampiran 28c

Halaman 83.

Jadi dapat disimpulkan, ekstrak dengan dosis 200 mg/kg bb memiliki

aktivitas antihiperurisemia yang paling bagus dan mendekati obat pembanding

allopurinol 10 mg/kg bb jika dibandingkan dosis lainnya baik dilihat dari nilai

delta (selisih) penurunan kadar asam urat maupun persen penurunan kadar asam

urat yang dibandingkan antar individu maupun secara kelompok, persen

penurunan paling besar diperoleh pada hari ke-15.

Menurut Zastrow dan Bourne (2001), peningkatan dosis obat harusnya

akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan,

namun dengan peningkatan dosis, peningkatan respon akhirnya akan menurun,

karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.

Hal ini sering terjadi pada obat bahan alam karena komponen senyawa

yang dikandungnya tidak tunggal melainkan terdiri dari berbagai senyawa kimia,

dimana komponen-komponen tersebut saling bekerja sama untuk menimbulkan

efek, namun peningkatan dosis menyebabkan senyawa kimia yang dikandungnya

juga meningkat, sehingga terjadi interaksi merugikan yang menyebabkan

(66)

Umumnya sifat-sifat farmakologi simplisia yang untuk mengobati asam

urat mempunyai sifat inhibitor xantin oksidase dan antiiflamasi. (Mariani, et al.,

2012). Metabolit sekunder sangat berhubungan dengan khasiat simplisia secara

farmakologi, adanya triterpenoid-saponin yang terdapat di dalam hewan ini sangat

mendukung simplisia ini sebagai obat antihiperurisemia. Triterpenoid-saponin

yang terdapat pada teripang berperan dalam menghilangkan nyeri yang biasanya

dialami oleh penderita hiperurisemia dan triterpenoid-saponin pada teripang juga

berperan sebagai inhibitor xantin oksidase yang menghambat pembentukan asam

urat (Xu, et al., 2014). Triterpenoid-saponin yang ada pada teripang juga dapat

menurunkan kadar asam urat didalam tubuh yang telah tinggi (Qiang, et al.,

2012).

Teripang juga dapat meningkatkan kesehatan penderita asam urat. Hal ini

diakibatkan oleh glukosamin dan kondroitin yang merangsang tubuh

mensekresikan cairan sinovial untuk lubrikasi persendian dan memulihkan sendi,

pada penderita asam urat jumlah glukosamin dan kondroitin lebih

sedikit(Widodo, 2014).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol

teripang cukup efektif menurunkan kadar asam urat. Hal ini memberikan

gambaran atas potensi ekstrak etanol teripang yang dapat dikembangkan menjadi

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. hasil makroskopik teripang segarPearsonothuria graeffeimemiliki

panjang65 cm dan lebar 10 cm. Kulit teripang yang lunak dan berlendir

dengan warna cokelat berbintik-bintik hitam. Hasil makroskopik

simplisia teripang menunjukkan bahwa teripang menjadi lebih kecil,

permukaan kulit berkerut, dengan warna coklat, rasa asin dan bau yang

khas. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang terlihat spikula

bentuk buttons, spikula dari tentakel dan bentuk pseudo-tables.Hasil penetapan kadar air teripang Pearsonothuria graeffei sebesar 9,47%. kadar sari larut air 36,6%, kadar sari larut etanol 37,11%, kadar abu

total 28,75%, dan kadar abu tidak larut asam 3,66%.

b. golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei adalah saponin, triterpenoid dan glikosida.

c. ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffeimemiliki efek

antihiperurisemia, dari ketiga dosis yang digunakan, suspensi EET200

mg/kg bb mempunyai efektifitas hampir sama dengan allopurinol 10

(68)

5.2Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk:

a. Mengisolasi senyawa triterpenoid-saponin dari teripang Pearsonothuria

graeffeiyang berkhasiat sebagai antihiperurisemia.

b. Melakukan pengujian toksisitas akut dan kronis untuk menunjang tingkat

Gambar

Gambar 3.1 Teripang segar Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)
Gambar 3.2 Simplisia teripang Pearsonothuria graeffei(Semper, 1868)
Gambar 3.3 Mikroskopik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)pada pembesaran 10 x 40
Gambar 3.4Bagan pembuatan simplisia teripang Pearsonothuria graeffei                        (Semper, 1868)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pengolahan tumbuhan, karakterisasi simplisia dengan metode azeotropi dan gravimetri, skrining

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan hewan, identifikasi hewan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pemeriksaan

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan

aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein. dan

Gout dikaitkan dengan kadar asam urat yang tinggi didalam serum yang merupakan senyawa yang sukar larut (Katzung, et al., 2002).. Istilah gout digunakan untuk menggambarkan

Efek Antiurisemia Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) pada Kelinci Jantan (Oryctolagos cuniculus).. Jurnal Entropi Universitas

Hasil Perhitungan persen penurunan Kadar Asam Urat perbandingan antar kelompok ANAVA. Tests