• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA

EKSTRAK ETANOL TERIPANG Pearsonothuria graeffei

(Semper) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI KAFEIN DAN HATI AYAM

SKRIPSI

OLEH:

Mona Asiah

NIM 131524014

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA

EKSTRAK ETANOL TERIPANG Pearsonothuria graeffei

(Semper) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI KAFEIN DAN HATI AYAM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MONA ASIAH

NIM 131524014

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA

EKSTRAK ETANOL TERIPANG Pearsonothuria graeffei

(Semper) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI KAFEIN DAN HATI AYAM

OLEH: MONA ASIAH NIM 131524014

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal12Oktober 2015

Disetujui Oleh :

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195107231982032001 NIP195301011983031004

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195107231982032001

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001 NIP 197506102005012003

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah

satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, yang berjudul Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia

Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang

Diinduksi Kafein dan Hati Ayam.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.,

selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, motivasi dan

saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap., Apt., selaku ketua

penguji, Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., dan Bapak Drs, Suryadi

Achmad, M.Sc., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk

menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Prof. Dr.Hakim Bangun., Apt., selaku

dosen pembimbing akademik, Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku kepala

Laboratorium Farmakologi Farmasi USU dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.,

selaku kepala Laboratorium Farmakognosi Farmasi USU yang telah memberikan

(5)

menyelesaikan penelitian. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU

yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis juga mempersembahkan rasa terimakasih dan penghargaan yang

tulus kepada Ayahanda (Alm) Abdul Razak dan Ibunda Nuraini dan kakanda

Hayaton, Liza Maulidar, Muhammad Saleh dan Arief Rahman yang selalu

memberikan doa, nasehat, motivasi, semangat dan pengorbanan baik moril

maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Oktober 2015 Penulis,

(6)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL TERIPANG Pearsonothuria graeffei

(Semper) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEIN DAN HATI AYAMFa

rmasi ABSTRAK

Teripang merupakan salah satu biota laut yang banyak tersebar diseluruh perairan laut Indonesia. Masyarakat Indonesia menggunakannya sebagai sumber makanan dan diekspor keluar negeri. Teripang juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional karena kandungan Senyawa triterpen dan saponin yang terdapat didalamnya mempunyai berbagai khasiat diantaranya, dapat menurunkan asam urat dengan cara menghambat aktivitas xantin oksidase pada purin sehingga akan menurunkan produksi asam urat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper) dan uji aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein dan hati ayam.

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air simplisia dengan metode azeotropi (destilasi toluen), penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dengan menggunakan metode gravimetri, pembuatan ekstrak etanol teripang dengan menggunakan metode perkolasi dan uji aktivitas antihiperurisemia dari ekstrak etanol teripang dengan menggunakan alat Easy Touch® dan sebagai penginduksinya adalah kafein dan hati ayam segar. Ekstrak etanol teripang dengan dosis 100, 200 dan 300 mg/kg bb diberikan secara oral dan pengamatan dilakukan selama 9 hari setelah kondisi tikus hiperurisemia. Allopurinol dosis 10 mg/kg bb digunakan sebagai kontrol positif dan Natrium-karboksimetilsellulosa (Na-CMC) 0,5% sebagai kontrol negatif. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus jantan. Data hasil pengujian kemudian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey HSD.

Hasil Penetapan kadar air serbuk simplisia teripang adalah 9,47%, kadar sari larut air 36,6%, kadar sari larut etanol 24,01%, kadar abu total 28,75%, kadar abu tidak larut asam 3,66%. Hasil uji aktivitas antihiperurisemia pada tikus jantan menunjukkan bahwa ekstrak etanol teripang efektif pada dosis 200 mg/kg bb.

(7)

CHARACTERIZATION AND ACTIVITY TEST ANTIHIPERURISEMIA OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper) ON MALE RATS WHICH ARE INDUCED BY CAFFEINE AND

HOMOGENATED CHICKEN LIVER

ABSTRACT

Sea cucumbersareone of many marine biota which is widely spreads throughout themarineregions inIndonesia. Indonesian people use it generally as a source of food and being exported overseas. Sea cucumbers are also being used as a source of traditional medicine due to Triterpene and Saponin that contained in it, which has a variety of efficacious for reducing uric acid level by inhibit the activity of xantin oxide in purine, in order to decrease the production of uric acid.

The purpose of this study is to determine the simplicia characteristic of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper) and antihiperurisemiaactivity testonmale rats which are induced bycaffeineand homogenated chickenliver.

The phases in this study are gathering and processing the materials, simplicia manufacturing, simplicia characterization including macroscopicalexamination, microscopical examination, determination of simplicia water contentbyazeotrophmethod(toluene distillation), the assay ofthe watersoluble extractandethanolsoluble extractassay byusing gravimetricmethod, determination oftotalash content, the assay ofacid insoluble ash, manufacture of ethanol extract ofsea cucumberby usingpercolationmethod and antihiperurisemia activity testof ethanol extract ofsea cucumberby usingthe EasyTouch® instrument with caffeine and fresh homogenated chicken liver as the inducers. Ethanol extractof sea cucumbers with doses are 100, 200 and 300 mg/Kg which is given orally and observation for 9 days after rats reach hyperuricemia condition. Allopurinol with dose 10 mg/Kg used as positive control and Natrium Carboxymethylcellulose (Na-CMC) 0.5% as negative control. Eachtreatment groupconsistedof5male rats.

Test results data analyzedbyanalysis ofvariance(ANAVA) method, then followed byPostHocTukeyHSD. The water content determination result ofsimplicia powder of sea cucumberis9.47%, watersoluble extractcontent is36.6%, soluble extractethanol content is24.01%, total ash content is 28.75%, acid insolubleash content is3.66%. The result of antihiperurisemia activity test on male rats showed that ethanol extract of sea givesdecreasing effect onuricacid levelsin male ratswithan effective doseis 200mg/kg.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Hewan ... 6

2.1.1 Sistematika hewan ... 6

2.1.2 Habitat ... 6

2.1.3 Morfologi ... 7

(9)

2.2 Ekstraksi ... 9

2.2.1 Metode ekstraksi ... 10

2.3 Asam Urat ... 11

2.3.1 Metabolisme asam urat ... 12

2.3.2 Hiperurisemia dan gout ... 13

2.4 Obat Antihiperurisemia ... . 15

2.5 Kafein ... . 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... ... 20

3.1.1 Alat- alat yang digunakan ... 20

3.1.2 Bahan - bahan yang digunakan ... 20

3.2 Penyiapan Teripang ... 20

3.2.1 Pengumpulan teripang ... 20

3.2.2 Identifikasi teripang ... 21

3.2.3 Pengolahan teripang ... 21

3.3 Pembuatan Pereaksi …. ………. . 21

3.3.1 Air kloroform ... 21

3.3.2 Pereaksi molish ... 21

3.3.3 Asam klorida P ... 22

3.3.4 Asam sulfat P ... 22

3.3.5 Larutan Asam klorida 2 N ... 22

3.3.6 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M ... 22

3.3.7 Larutan kloralhidrat ... . 22

(10)

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 23

3.4.3 Penetapan kadar air ... 23

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 24

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 24

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 24

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 25

3.5 Uji Senyawa Kimia ... 25

3.5.1 Pemeriksaan glikosida ... 25

3.5.2 Pemeriksaan saponin ... 26

3.5.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 26

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Teripang ... 26

3.7 Pengujian Aktivitas Antihiperurisemia ... 27

3.7.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% ... 27

3.7.2 Pembuatan suspensi ekstrak etanol teripang (EET)... ... 27

3.7.3 Pembuatan suspensi allopurinol 10 mg/kgBB .. 27

3.7.4 Pembuatan suspensikafein 135 mg/kgBB ... 28

3.7.5 Pembuatan induksi hati ayam... ... 28

3.7.6 Penyiapan hewan uji ... 28

3.7.7 Penentuan kadar asam urat... .... 29

3.7.8 Uji pendahuluan ... 29

(11)

3.8 Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Simplisia dan ekstrak ... 32

4.2 Pengujian efekpenurunan kadar asam urat ... 35

4.2.1 Hasil pengujian efek EET terhadap kadar asam urat ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Matrix Rancangan Penelitian ... 19

4.1 Hasil Karakteristik Simplisia Teripang ... 33

4.2 Hasil Skrining Uji Senyawa Kimia Teripang ... 34

4.3 Persentase Penurunan Kadar Asam Urat antar Individu Tikus ... 39

4.4 Persentase Penurunan Kadar Asam Urat antar Kelompok Tikus 43

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2.1 Rumus Bangun Asam Urat ... 12

2.2 Mekanisme Kerja Allopurinol ... 17

2.3 Struktur Kafein ... 17

3.1 Teripang Segar Pearsonothuria graeffei ... 58

3.2 Simplisia teripang Pearsonothuria graeffe ... 59

3.3 Mikroskop serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei 60 3.4 Bagan Pembuatan simplisia teripang Pearsonothuria graeffei 61 3.5 Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol teripang Pearsonothuria graeffei ... 62

3.6 Bagan Kerja Uji Pendahuluan ... 63

3.7 Bagan Kerja Uji Penurunan Kadar Asam Urat ... 64

3.8 Alat Pengukur Kadar Asam urat ... 65

3.9 Gambar Hewan Percobaan ... 66

4.1 Grafik Penurunan Kadar Asam Urat ... 36

4.2 Grafik Persen Penurunan Kadar Asam Urat antar Individu tikus ... 39

4.3 Grafik Persen Penurunan Kadar Asam Urat antar Kelompok tikus ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi Sampel ... 57

2. Makroskopik teripang Pearsonothuria graeffei ... 58

3. Hasil Mikroskopik simplisia teripang ... 60

4. Bagan Pembuatan Simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 61

5. Bagan Pembuatan ekstrak etanol teripang ... 62

6. Bagan Kerja Uji pendahuluan ... 63

7. Bagan Kerja Uji Penurunan Kadar Asam Urat Darah ... 64

8. Gambar Alat Pengukur Kadar Asam Urat ... 65

9. Gambar Hewan Percobaan ... 66

10. Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian ... 67

11. Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia Teripang ... 68

12. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air ... 69

13. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 70

14. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 71

15. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 72

16. Perhitungan Dosis dan Pembuatan Bahan Uji ... 73

17. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Teripang (EET) ... 74

18. Tabel Konversi ... 75

19. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat ... 76

20. Tabel Hasil Persen Penurunan Kadar Asam Urat antar Individu tikus ... 77

(15)

\

22. Tabel Hasil Persen Penurunan Kadar Asam Urat antar

Kelompok tikus ... 79

23. Tabel Hasil Persen Penurunan Kadar Asam Urat antar

Kelompok tikus ANAVA ... 80

24. Tabel hasil Perhitungan delta (selisih) kadar asam urat tikus

setelah perlakuan dengan kadar asam urat puasa ... 81

25. Tabel hasil Perhitungan delta (selisih) kadar asam urat tikus

setelah perlakuan dengan kadar asam urat puasa ANAVA... 82

26. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan data perbandingan

individu... 83

27. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan data perbandingan

kelompok ... 84

28. Tabel Post Hoc Tukey persen penurunan data perbandingan

(16)

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL TERIPANG Pearsonothuria graeffei

(Semper) PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEIN DAN HATI AYAMFa

rmasi ABSTRAK

Teripang merupakan salah satu biota laut yang banyak tersebar diseluruh perairan laut Indonesia. Masyarakat Indonesia menggunakannya sebagai sumber makanan dan diekspor keluar negeri. Teripang juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional karena kandungan Senyawa triterpen dan saponin yang terdapat didalamnya mempunyai berbagai khasiat diantaranya, dapat menurunkan asam urat dengan cara menghambat aktivitas xantin oksidase pada purin sehingga akan menurunkan produksi asam urat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper) dan uji aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein dan hati ayam.

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air simplisia dengan metode azeotropi (destilasi toluen), penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dengan menggunakan metode gravimetri, pembuatan ekstrak etanol teripang dengan menggunakan metode perkolasi dan uji aktivitas antihiperurisemia dari ekstrak etanol teripang dengan menggunakan alat Easy Touch® dan sebagai penginduksinya adalah kafein dan hati ayam segar. Ekstrak etanol teripang dengan dosis 100, 200 dan 300 mg/kg bb diberikan secara oral dan pengamatan dilakukan selama 9 hari setelah kondisi tikus hiperurisemia. Allopurinol dosis 10 mg/kg bb digunakan sebagai kontrol positif dan Natrium-karboksimetilsellulosa (Na-CMC) 0,5% sebagai kontrol negatif. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus jantan. Data hasil pengujian kemudian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey HSD.

Hasil Penetapan kadar air serbuk simplisia teripang adalah 9,47%, kadar sari larut air 36,6%, kadar sari larut etanol 24,01%, kadar abu total 28,75%, kadar abu tidak larut asam 3,66%. Hasil uji aktivitas antihiperurisemia pada tikus jantan menunjukkan bahwa ekstrak etanol teripang efektif pada dosis 200 mg/kg bb.

(17)

CHARACTERIZATION AND ACTIVITY TEST ANTIHIPERURISEMIA OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper) ON MALE RATS WHICH ARE INDUCED BY CAFFEINE AND

HOMOGENATED CHICKEN LIVER

ABSTRACT

Sea cucumbersareone of many marine biota which is widely spreads throughout themarineregions inIndonesia. Indonesian people use it generally as a source of food and being exported overseas. Sea cucumbers are also being used as a source of traditional medicine due to Triterpene and Saponin that contained in it, which has a variety of efficacious for reducing uric acid level by inhibit the activity of xantin oxide in purine, in order to decrease the production of uric acid.

The purpose of this study is to determine the simplicia characteristic of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper) and antihiperurisemiaactivity testonmale rats which are induced bycaffeineand homogenated chickenliver.

The phases in this study are gathering and processing the materials, simplicia manufacturing, simplicia characterization including macroscopicalexamination, microscopical examination, determination of simplicia water contentbyazeotrophmethod(toluene distillation), the assay ofthe watersoluble extractandethanolsoluble extractassay byusing gravimetricmethod, determination oftotalash content, the assay ofacid insoluble ash, manufacture of ethanol extract ofsea cucumberby usingpercolationmethod and antihiperurisemia activity testof ethanol extract ofsea cucumberby usingthe EasyTouch® instrument with caffeine and fresh homogenated chicken liver as the inducers. Ethanol extractof sea cucumbers with doses are 100, 200 and 300 mg/Kg which is given orally and observation for 9 days after rats reach hyperuricemia condition. Allopurinol with dose 10 mg/Kg used as positive control and Natrium Carboxymethylcellulose (Na-CMC) 0.5% as negative control. Eachtreatment groupconsistedof5male rats.

Test results data analyzedbyanalysis ofvariance(ANAVA) method, then followed byPostHocTukeyHSD. The water content determination result ofsimplicia powder of sea cucumberis9.47%, watersoluble extractcontent is36.6%, soluble extractethanol content is24.01%, total ash content is 28.75%, acid insolubleash content is3.66%. The result of antihiperurisemia activity test on male rats showed that ethanol extract of sea givesdecreasing effect onuricacid levelsin male ratswithan effective doseis 200mg/kg.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi laut yang cukup

besar, salah satunya adalah teripang. Di Indonesia teripang (Sea cucumber)

tersebar di seluruh perairan laut, beberapa daerah penyebaran antara lain perairan

pantai di Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Pantai Barat

Sumatera, Sumatera Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

(Martoyo dan Aji, 2006). Teripang hidup di daerah terumbu karang, perairan yang

berdasar pasir, berbatu karang dan pasir bercampur lumpur (Yusron, 2009).

Di Indonesia teripang telah dimanfaatkan cukup lama terutama oleh

masyarakat disekitar pantai. Salah satunya masyarakat Pulau Barang Lompo

Kecamatan Ujung Tanah, Makassar menggunakan teripang sebagai bahan

makanan dan untuk diekspor keluar negeri, salah satu teripang yang digunakan

adalah teripang Orange fish(Pearsonothuria graeffei).Indonesia adalah

pengekspor teripang terbesar di dunia, teripang terutama diekspor ke Cina,

Jepang, Korea, Singapore, Taiwan, Afrika dan Australia dalam bentuk kering

(Al-Rashdi, et al., 2007).

Teripang juga dapat digunakan sebagai sumber obat tradisional karena

teripang berkhasiat sebagai antioksidan, antitumor, antikoagulan

(antipenggumpal), analgetik dan antiinflamasi (Dhinakaran dan Lipton, 2014).

Manfaat dan fungsi teripang untuk kesehatan dikaitkan dengan kandungan

teripang yang mengandung berbagai senyawa bioaktifterutama triterpenoid,

(19)

cerberosida dan lektin (Bordbar, et al., 2011). Senyawa triterpenoid-saponin

mempunyai berbagai khasiat diantaranya dapat menurunkan asam urat dengan

cara menghambat aktivitas xantin oksidase pada purin sehingga akan menurunkan

produksi asam urat (Mehta dan Naira, 2014). Hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa teripang (Holothuria scabra) memiliki aktivitas

antihiperurisemia terhadap kelinci jantan (Hasan, 2013). Hasil penelitian lain

terhadap teripang jenis lain yaitu Holothuria artha juga dapat menurunkan kadar

asam urat tikus putih jantan (Dakrory, et al., 2014).

Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu

komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar

asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan

pegal linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri bagi

penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut.

Penyakit ini sering disebut hiperurisemia atau lebih dikenal masyarakat sebagai

penyakit asam urat (Price dan Wilson, 2005).

Asam urat dapat diobati dengan menggunakan obat sintetik maupun

alamiah. Obat sintetik mempunyai berbagai efek samping, seperti alergi dan iritasi

lambung, pengobatan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada

merupakan salah satu alternatif. Salah satu biota laut Indonesia yang berpotensi

sebagai sumber daya alam penyedia bahan baku untuk industri farmasi adalah

teripang.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian uji aktivitas

antihiperurisemia ekstrak etanol teripang dengan jenis lain yaitu Pearsonothuria

(20)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Terdapat empat variabel pada penelitian ini yaitu waktu, kontrol negatif

(Na-CMC), kontrol positif (allopurinol) dan variasi dosis ekstrak etanol teripang

sebagai variabel bebas dan efek antihiperurisemia pada tikus sebagai variabel

terikat seperti yang ditunjuk pada Gambar 1.1

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Kontrol Negatif Suspensi Na-CMC 0.5%

Kontrol positif : Suspensi allopurinol Dosis 10 mg/kg BB

EET100 mg/kg BB,

200 mg/kg BB, Efek Kadar asam Urat 300 mg/kgBB antihiperurisemia Nilai normal tikus

1,7-3,0

Waktu pengamatan − 9 Hari

− 12 hari − 15 hari

(21)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah:

a. apakah karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei yang

diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum?

b. apakah golongan senyawa kimia yang terdapat dalam teripang

pearsonothuria graeffei?

c. apakah ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei mempunyai

aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein

dan hati ayam?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah:

a. karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei memenuhi

persyaratan mutu simplisia secara umum.

b. golongan senyawa kimia yang terdapat dalam teripang Pearsonothuria

graeffei adalah saponin, triterpenoid/steroid dan glikosida.

c. ekstrak etanol teripangPearsonothuria graeffei mempunyai aktivitas

antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein dan hati

(22)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk:

a. mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffeiyang

diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum.

b. mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam teripang

Pearsonothuria graeffei yang berpengaruh terhadap penurunan kadar asam

urat.

c. mengetahui ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei mempunyai

aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein

dan hati ayam.

.

1.6Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi:

a. informasi dan bukti ilmiah untuk mengembangkan obat baru

antihiperurisemia dari alam bahari.

b. informasi tentang aktivitas antihiperurisemia ekstrak etanol teripang

Pearsonothuria graeffei pada tikus putih jantan yangdiinduksi kafein dan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri dari

(Echinodermata), Namun tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada

kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri. Diantara empat famili

teripang hanya suku Holothuridae pada marga Holuthuria, Muelleria, dan

Stichopus yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Martoyo dan Aji, 2006).

Teripang merupakan salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber

senyawa bioaktif dari laut. Senyawa tersebut memiliki efek biologi seperti anti

kanker, jamur, hemolisis dan aktivitas kekebalan tubuh (Albuntana, et al., 2011).

2.1.1 Sistematika hewan

Identifikasi sampel teripang dilakukan di pusat penelitian Oseanografi

LIPI (Semper, 1868), dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Bangsa : Aspidochirotida Grube, 1840

Suku : Holothuriidae Ludwig, 1894

Marga : Pearsonothuria Levin, Kalin & Stonink, 1984

Jenis : Pearsonothuria graeffei

2.1.2 Habitat

Teripang dapat ditemukan hampir diseluruh perairan pantai di indonesia,

mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam.

(24)

Umumnya, masing-masing jenis teripang mempunyai habitat yang spesifik, ada

jenis teripang yang hidup berkelompok ada pula yang hidup sendiri. Makanan

utama teripang adalah organisme-organisme kecil, detritus (hasil dari penguraian)

binatang laut yang telah mati dan rumput laut. Jenis makanan lainnya adalah

hancuran karang dan cangkang- cangkang hewan lainnya (Widodo, 2014).

Pearsonothuria graeffei merupakan salah satu teripang yang tersebar di

Makassar. Habitat dari Pearsonothuria graeffei yaitu terumbu karang, lereng

terumbu, di perairan dangkal pada kedalaman 0 dan 25 meter, ia mencari makan

pada malam hari dan membenamkan diri di pasir pada pagi hari (Purcell, et al.,

2012).

Beberapa daerah penyebaran antara lain perairan pantai di Jawa Timur,

Maluku, Irian, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Pantai Barat Sumatera,

Sumatera Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat Dan Nusa Tenggara Timur (Martoyo

dan Aji, 2006).

2.1.3 Morfologi

Tubuh teripang berbentuk lunak, berdaging dan berbentuk silindris

memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu hewan ini disebut ketimun laut.

Warna tubuh teripang bermacam-macam mulai dari hitam, abu-abu,

kecoklat-coklatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan sampai putih. Ukuran tubuh

setiap teripang berbeda-beda. Diseluruh permukaan badan teripang terdapat

bintil-bintil halus. Teripang mudah dikenali karena warnanya indah. Sebagian besar

bagian punggungnya berwarna hitam keungu-unguan atau kebiru-biruan.

Sementara bagian perut, sisi sekitar mulut dan duburnya kemerah-merahan

(25)

Pearsonothuria graeffei berwarna krim sampai cokelat dengan bintik yang

berwarna hitam tersebar ditubuhnya. Tubuhnya memanjang, lonjong dibagian

perut terdapat lipatan melintang, mempunyai 23-28 tentakel pada mulut bagian

depan. Permukaan punggung (dorsal) dan perut (ventral) tampak kasar. Ukuran

teripang Pearsonothuria graeffei kering adalah sekitar 15 cm. Duri-duri pada

teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat menggunakan mikroskop dengan

bentuk batang, rossete (20-90 µm), pseudo-tables (30-50 µm) yang berasal dari

tubuh teripang. Pearsonothuria graeffei segar biasanya mempunyai panjang ± 45

cm dan berat yang beragam mulai dari 130 g- 700 g (Purcell, et al., 2012).

2.1.4 Kandungan kimia dan manfaat

a. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoid dan sterol yang

merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat

dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel

darah merah, struktur saponin cukup rumit karena banyak saponin yang

mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam

glukuronat (Harborne, 1987).

Saponin sangat beracun untuk ikan dalam larutan yang sangat encer, dan

tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan dan

beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin yaitu

glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang

mempunyai rantai samping spirorektal, kedua jenis saponin ini larut dalam air dan

(26)

dengan hidrolisi dalam suasan asam atau memakai enzim, dan tanpa bagian gula

ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson, 1995).

b. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik

yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid

sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpenoid atau steroid yang

terutama terdapat sebagai glikosida merupakan senyawa yang tidak berwarna,

berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar

dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia. Kebanyakan senyawa ini

memberikan warna hijau-biru dengan pereaksi Liebermann-Burchard (asam asetat

anhidrid-asam sulfat) (Harborne, 1987).

Penelitian menyebutkan bahwa triterpenoid-saponin yang terdapat di

dalam hewan ini dapat menghilangkan nyeri yang biasanya dialami oleh penderita

penyakit asam urat dan berperan sebagai inhibitor xantin oksidase, sehingga dapat

menghambat proses pembentukan asam urat (Xu, et al., 2014).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut cair (Ditjen, POM., 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

(27)

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes, RI., 1995).

2.2.1 Metode ekstraksi

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan:

a. Cara Dingin

Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi:

i. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan.

b. Cara Panas

Metode dengan cara panas dibedakan menjadi:

i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

ii. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

(28)

pendingin balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

90oC selama 15 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus

tercelup dalam penangas air mendidih.

v. Dekoktasi

Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut airdengan waktu

yang lebih lama (≥ 30 menit) pada temperatur 90oC(Ditjen, POM.,

2000).

2.3 Asam Urat

Asam urat merupakan suatu senyawa yang sukar larut yang merupakan

produk akhir katabolisme purin dalam tubuh yang tidak memiliki tujuan fisiologis

sehingga dapat dianggap sebagai produk buangan. Akumulasi yang berlebih ini

dapat disebabkan pembentukan asam urat tubuh yang berlebih dan penurunan

eksresi asam urat (Katzung, et al., 2002). Nama kimia asam urat adalah 2,6,8

(29)

Gambar 2.1 Rumus bangun asam urat (Murray, et al., 2003)

Kadar serum asam urat normal pada laki-laki adalah 5,1 ± 1.0 mg/dl dan

pada perempuan adalah 4,0 ± 1.0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10

mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005). Sedangkan pada

Kadar asam urat normal pada tikus adalah 1,7-3,0 mg/dL, dan tikus dikatakan

hiperurisemia jika kadar asam uratnya diatas 3,0 (Anandagiri, et al., 2014).

Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari hewan mamalia lain

karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim yang menguraikan

asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, et al., 2002). Asam urat

yang terbentuk setiap hari dibuang melalui saluran pencernaan atau ginjal. Pada

kedaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang lebih 1200

mg dan pada perempuan 600 mg. Jumlah akumulasi ini meningkat beberapa kali

lipat pada penderita gout. Berlebihan akumulasi ini dapat berasal dari produksi

asam urat berlebih atau ekskresi yang kurang (Dipiro, et al., 2008)

2.3.1 Metabolisme asam urat

Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat

(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah

menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan

guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim

(30)

dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa

ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanin membentuk

xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase.

Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam

urat (Murray, et al., 2003).

2.3.3 Hiperurisemia dan gout

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat

darah di atas normal (Price dan Wilson, 2005).

Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai atritis akut berulang karena

endapan natrium urat dipersendian dan tulang rawan, dapat juga terjadi

pembentukan batu asam urat diginjal. Gout dikaitkan dengan kadar asam urat

yang tinggi didalam serum yang merupakan senyawa yang sukar larut (Katzung,

et al., 2002). Istilah gout digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang

berkaitan dengan hiperurisemia. Gout adalah diagnosis klinis sedangkan

hiperurisemia adalah kondisi biokimia (Mariani, et al., 2012).

Gout dapat bersifat primer dan sekunder. Gout primer merupakan akibat

langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan

eksresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang

berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain

atau pemakaian obat-obat tertentu. Masalah akan timbul jika terbentuk

kristal-kristal natrium urat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal-kristal

berbentuk seperti jarum ini akan mengakibatkan reaksi peradangan yang jika

berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang disertai dengan gout (Price dan

(31)

Gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal sejak masa

Hippocrates. Pada masa itu penyakit ini sering disebut dengan “ penyakit para

raja” dan “raja dari penyakit”. Julukan ini muncul karena asam urat sering terjadi

pada kelompok masyarakat dengan kemampuan sosial ekonomi tinggi yang sering

mengkonsumsi daging, khususnya daging dari alat dalaman seperti hepar, ginjal,

pankreas, dan otak (Price dan Wilson, 2005).

Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai

meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar asam urat tidak meningkat

sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat

melalui ginjal. Setelah menopause, kadar asam urat pada perempuan akan

meningkat seperti pada pria (Price dan Wilson, 2005).

Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu:

a. Tahap hiperurisemia asimtomatik

Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari

peningkatan kadar asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia

asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.

b. Tahap arthritis gout akut

Serangan gout akut terjadi ketika kristal urat mulai terbentuk pada cairan

sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang

akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Keluhan berupa nyeri,

bengkak, merah dan hangat, disertaidemam, menggigil dan merasa lelah.

c. Tahap interkritis

Tahap interkritis merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara

(32)

ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus

berlangsung progesif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa bulan sampai

beberapa tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam

waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

d. Tahap gout kronik

Pada tahap ini terjadi timbunan asam urat yang terus bertambah.

Peradangan kronik akibat kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku

disertai pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Timbunan natrium urat

(tofi) terbentuk pada tahap ini akibat sukar melarutnya timbunan natrium urat.

Gout dapat merusak ginjal sehingga eksresi asam urat akan bertambah buruk.

Batu ginjal juga dapat terbentuk sebagai akibat dari gout (Price dan Wilson,

2005).

2.4 Obat Antihiperurisemia

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi

kondisi hiperusemia:

a. Golongan urikosurik

Golongan urikosurik yaitu golongan obat yang dapat meningkatkan eksresi

asam urat. Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi asam

urat di tubulus ginjal sehingga peningkatan eksresi asam urat melalui urin.

Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baiksangat mendukung mekanisme

kerja obat golongan ini. Probenesid dan sulfinpirazon adalah contoh obat

(33)

b. Golongan urikostatik

Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat

pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja menghambat aktivitas

enzim xantin oksidase yang berperan dalam metabolisme hipoxantin

menjadi xantin menjadi asam urat, berdasarkan mekanisme tersebut,

produksi asam urat akan berkurang(Dipiro, et al., 2008).Allopurinol adalah

satu-satunya obat golongan urikostatik yang digunakan sampai saat ini.

Allopurinol dan metabolitnya oksipurinol (alloxantine) merupakan

inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin

menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat.Oleh karena waktu paruh

metabolitnya panjang dan mampu mempertahankan hambatan xanthin

oxidase lebih dari 24 jam dengan dosis harian tunggal, allopurinol cukup

diberikan satu kali sehari. Selain menghambat xantin oksidase, Allopurinol

juga dapat mengecilkan ukuran tophi yang terbentuk akibat tumpukan

asam urat (Sukandar, et al., 2002). Dosis awal untuk allopurinol adalah

100 mg sehari dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung pada

respon kadar asam urat.Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu

terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi

reaksi alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, et al.,

2002). Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat

(34)

Gambar 2.2 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, et al., 2002)

2.5 Kafein

Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol, tidak

berbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai

jarum mengkilap putih, tidak berbau dan rasanya pahit (Ditjen, POM., 1979).

Rumus bangun kafein dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Rumus kafein (Ditjen, POM., 1979)

Kafein merupakan komponen alkaloid derivat xanthin yang mengandung

gugus metil yang akan dioksidasi oleh xanthin oksidase membentuk asam urat

dalam tubuh (Azizahwati, et al., 2005). Kafein merupakan stimulan sistem saraf

(35)

pusat, diabsorpsi cepat pada saluran cerna dan mempunyai nilai T1/2 3,5 jam-4

jam. Konsumsi kafein secara rutin juga dapat menimbulkan toleransi. Tanda-tanda

dan gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain kecemasan,

insomnia, wajah memerah, diuresis, dan gangguan saluran cerna (Sukandar, et al.,

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi penyiapan

bahan, karakterisasi simplisia, uji golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak

dan uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei

pada tikus putih jantanyang diinduksi kafein dan hati ayam segar.

Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumFarmakognosi dan Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Matrix rancangan

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 .

(37)

3.1Alat dan Bahan

3.1.1Alat – alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering,

blender (Panasonic), oven (Dynamica), neraca listrik (Vibra AJ), neraca hewan

(GW-1500), mikroskop (Olympus), penangas air, hair dryer (Panasonic), rotary

evaporator (Stuart), alat pengukur kadar asam urat (Easy touch) dan strip kadar

asam urat (Easy touch), spuit, oral sonde, mortir dan stamfer dan alat-alat gelas

laboratorium.

3.1.2Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang Pearsonothuria

graeffei, allopurinol (Kimia Farma), karboksimetilsellulosa (Na-CMC), kafein.

Bahan kimia yang digunakan berkualitas proanalisis kecuali dinyatakan lain

adalah kloralhidrat, α-naftol, toluen, asam nitrat, timbal (II) asetat, serbuk seng,

serbuk magnesium, asam asetat anhidrida, isopropanol, asam klorida pekat, asam

sulfat pekat, kloroform, n-heksan, metanol, etanol 96% (teknis) dan air suling

(teknis).

3.2 Penyiapan Teripang

3.2.1 Pengumpulan teripang

Pengumpulan teripang dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan hewan dari daerah lain. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teripang Pearsonothuria graeffei yang diperoleh dari Pulau

(38)

3.2.2Identifikasi teripang

Identifikasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

Pusat Penelitian Oseanografi Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta. Teripang

yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan teripang yang digunakan oleh

Claudya Natasya Tobing. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1

halaman 55.

3.2.3 Pengolahan teripang

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara membuang bagian dalam

perut, dicuci di bawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang dan

diperkecil potongannya dengan ukuran 2x2, dikeringkan di lemari pengering,

teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewani. Simplisia hewani

tersebut ditimbang, diblender sampai menjadi serbuk dan ditimbang beratnya.

Serbuk disimpan dalam wadah plastik dan terlindung dari cahaya. Bagan

pembuatan simplisia teripang dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 59.

3.3 Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Air kloroform

Campur 2,5 ml kloroform P dengan air secukupnya hingga 1000 ml, kocok

hingga larut (Depkes, RI., 1995).

3.3.2 Pereaksi Molish

Larutan α-naftol P 3% b/v dalam asam nitrat 0,5 N(Depkes, RI., 1995).

3.3.3 Asam klorida P

Larutan HCl murni pereaksi, mengandung lebih kurang 25% HCl (Depkes,

(39)

3.3.4 Asam sulfat P

Larutan H2SO4 murni pereaksi, mengandung tidak kurang dari 94% dan

tidak lebih dari 96% H2SO4 (Depkes, RI., 1995).

3.3.5Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida P 7,293 % b/v (Depkes, RI., 1995).

3.3.6 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Larutan timbal (II) asetat P 9,5% b/v dalam air yang baru dididihkan

(Depkes, RI., 1995).

3.3.7 Larutan pereaksi kloralhidrat

Larutkan 50 g kloralhidrat dalam 20 ml air (Depkes, RI., 1995).

3.3.8 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Campurkan 5 bagian volume asam sulfat P dengan 50 bagian volume

etanol 95% P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asetat anhidrida kedalam

campuran tersebut (Depkes, RI., 1995).

3.4Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik

teripang segar dan simplisia teripang, pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

hewani, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan

kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu yang tidak larut dalam asam.

3.4.1Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik teripang segar dilakukan dengan mengamati

bentuk, ukuran dan permukaan dari teripang segar. Pemeriksaan makroskopik

(40)

permukaan dari teripang yang telah dikeringkan serta mengamati organoleptis

simplisia berupa melakukan pemeriksaan terhadap bau, rasa dan warna dari

serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei dilakukan dengan cara serbuk simplisia diletakkan di atas

kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan

kaca penutup kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.4.3Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen),

prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(WHO., 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

kedalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan

(41)

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (WHO., 1998).

3.4.4Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam

cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan(Depkes, RI.,

1995).

3.4.5Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam dan disaring dan diuapkan20 ml

filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah

dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.

Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan(Depkes, RI., 1995).

3.4.6Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

(42)

dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.Kadar abu dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan(WHO., 1998).

3.4.7Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan 5 ml air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan di

desikator dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bobot yang dikeringkan diudara (WHO., 1998).

3.5 Uji Senyawa Kimia

3.5.1 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling (7:3),

direfluk selama 10 menit didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat tambahkan

25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, diamkan selama 5 menit

lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, setiap kali dengan 20 ml campuran 3

bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P, pada sari yang

dikumpukan tambahkan natrium sulfat anhidrida P, disaring dan uapkan pada

suhu tidak lebih dari 50℃. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P, diambil 0,1

mldimasukkan kedalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air, ditambahkan 2

ml air dan 5 tetes Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P, bila terbentuk

cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (reaksi

(43)

3.5.2 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10

cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2N apabila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin(Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g simplisia teripang dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama

2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam

cawan penguap ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard.

Timbul warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna

merah, merah muda atau ungu menunjukan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6Pembuatan Ekstrak Teripang

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%.

Cara kerja:

Sebanyak 300 g serbuk teripang dibasahi dengan penyari, ditutup dan

dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Larutan

penyari etanol 96% dituang secukupnya sampai semua simplisia terendam dan

terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan

aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan

tetesan ekstrak mengalir. Perkolasi dihentikan ketika 500 mg perkolat terakhir

diuapkan tidak meninggalkan sisa (Ditjen POM, 1979). Ekstrak diuapkan dengan

alat rotary evaporator pada temperature tidak lebih dari 50ºcsampai diperoleh

(44)

pembuatan ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Lampiran

5 halaman 60.

3.7Pengujian Aktivitas Antihiperurisemia

Pengujian aktivitas antihiperurisemia meliputi pembuatan sediaan uji,

penyiapan hewan uji, uji pendahuluan dan pengujian ekstrak etanol teripang

terhadap kadar asam urat.

3.7.1 Pembuatan larutan suspensi Na-CMC 0,5%b/v

Pembuatan suspensi Na-CMC 0.5% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai

berikut, ditimbang sebanyak 500 mg Na-CMC, ditaburkan kedalam lumpang yang

berisi air suling panas sebanyak dua puluh kali berat Na-CMC yaitu 10 ml,

didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus

hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air kemudian dituangkan

kedalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai batas.

3.7.2 PembuatanSuspensiekstrak etanol teripang (EET)

Ditimbang masing-masing 50 mg, 100 mg, 200 mg dan 300 mg ekstrak

etanol teripang dimasukkan kedalam lumpang kemudian digerus dengan

penambahan suspensi Na-CMC 0.5% sampai homogen, kemudian dimasukkan

kedalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi

Na-CMC 0.5%. Perhitungan dosis ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman

72.

3.7.3 Pembuatan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb

Ditimbang Allopurinol secara seksama sebanyak 10 mg dimasukkan

kedalam lumpang kemudian digerus dan disuspensikan dengan Na-CMC 0,5 %

(45)

labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan Na-CMC 0,5 % hingga 10 ml.

Suspensi allopurinol yang telah siap kemudian diberikan oral pada hewan uji

dengan volume yang sesuai dengan berat badan. Perhitungan dosis allopurinol

dapat dilihat pada Lampiran 16a halaman 71.

3.7.4 Pembuatan kafein 135 mg/kg bb

Ditimbang secara seksama kafein 135 mg dimasukkan kedalam lumpang,

kemudian ditambahkan sedikit Na-CMC 0,5 % digerus sampai homogen, dituang

kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah Na-CMC 0,5 % sampai batas tanda.

kemudian diberikan secara oral kepada hewan uji sesuai dengan berat badan.

Perhitungan dosis kafein dapat dilihat pada Lampiran 16b halaman 71.

3.7.5 Pembuatan induksi hati ayam

Ditimbang 200 g hati ayam lalu dicuci sampai bersih, dipotong-potong

untuk mempermudah pada waktu dihaluskan, diblender sampai halus, tanpa

penambahan air, diberikan kepada hewan uji secara oral sebanyak 2 ml/200 g bb

(Fitrya dan muharni, 2014).

3.7.6 Penyiapan hewan uji

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan yang

sehat dan dewasa sebanyak 25 ekor dengan berat badan 150-250 g, yang terlebih

dahulu diaklimatisasi selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini telah disetujui

penggunaannya oleh Ketua Komite Etik Penelitian Hewan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Sumatera Utara (Animal Research Ethics

Commitees/AREC). Rekomendasi Persetujuannya dapat dilihat pada Lampiran 10

(46)

3.7.7 Penentuan kadar asam urat

Sebelum percobaan dilakukan, tikus dipuasakan (tidak makan tetapi tetap

minum) selama 10-16 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-masing dan

diberi tanda pada ekor. Kemudian masing-masing tikus diukur kadar asam uratnya

yaitu dengan cara mengambil darahnya melalui pembuluh darah vena ekor. Darah

yang keluar disentuhkan pada test strip yang telah terpasang pada alat pengukuran

kadar asam urat Easy touch dan dibiarkan alat mengukur kadar asam urat secara

otomatis. Angka yang tampil pada layar alat dicatat sebagai kadar asam urat

(mg/dl).

3.7.8 Uji pendahuluan (uji orientasi dosis ekstrak etanol teripang)

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu.

Hal ini dikarenakan belum adanya penelitian terdahulu mengenai ekstrak etanol

teripang Pearsonothuria graeffei sebagai penurun kadar asam urat. Dosis yang

digunakan adalah 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb

dan 400 mg/kg bb, setelah itu didapatkan rentang dosis uji masing-masing ekstrak

untuk diujikan kepada hewan uji. Sebelum pengujian tikus dipuasakan selama

10-16 jam (tidak makan tetapi tetap diberi minum). Hewan dikelompokkan ke dalam

4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor tikus. Masing-masing

tikus dalam setiap kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor. Tiap

kelompok diukur kadar asam urat dengan meneteskan darah yang berasal dari

vena ekor tikus pada test strip, darah akan langsung meresap keujung strip, dalam

20 detik, kadar asam urat dalam darah tikus akan tampil pada layar alat, kemudian

tikus diberikan suspensi kafein dosis 27 mg/200 g bb tikus dan hati ayam2ml/200

(47)

tikus dikontrol dan diukur pada hari ke-6 untuk meyakinkan bahwa kafein dan

hati ayam dengan dosis tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. Selesai

perlakuan, semua tikus diistirahatkan dalam kandang dan diberi makan dan

minum. Hari ke-7 dilakukan pemberian dosis ekstrak etanol teripang sesuai

dengan dosis yang digunakan dan hati ayam secara oral selama 3 hari setelah tikus

hiperurisemia. Pengukuran kadar asam urat dilakukan 3 hari setelah dilakukan

pemberian esktrak etanol teripang (Azizahwati, et al., 2005). Bagan kerja uji

orientasi dosis ekstrak etanol teripang dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 61.

3.7.9 Pengujian efek ekstrak etanol teripang terhadap kadar asam urat

Sebelum pengujian tikus dipuasakan selama 10-16 jam (tidak makan tetapi

tetap diberi minum). Hewan dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang

masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Masing-masing-masing tikus dalam setiap

kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor. Tiap kelompok diukur

kadar asam urat dengan meneteskan darah yang berasal dari vena ekor tikus pada

test strip, darah akan langsung meresap sampai ujung strip sampai terdengar bunyi

beep, dalam 20 detik, kadar asam urat tikus akan tampil pada layar alat, kemudian

tikus diberikan suspensi kafein dosis 27 mg/200 g bb tikus secara oral dan hati

ayam2ml/200 g bb secara oral selama 6 hari.

Setelah penginduksian tersebut, kadar asam urat tikus dikontrol dan diukur

pada hari ke-6 untuk meyakinkan bahwa kafein dan hati ayam dengan dosis

tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. Selesai perlakuan, semua tikus

diistirahatkan dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum. Hari

ke-7 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing

(48)

Kelompok I : Diberikan suspensi Na-CMC 0,5%

Kelompok II : Diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg bb.

Kelompok III : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 100 mg/kg bb

Kelompok IV : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 200 mg/kg bb

Kelompok V : Diberikan suspensi ekstrak etanol teripang dosis 300 mg/kg bb.

Bahan uji dan induksi hati ayam secara oral diberikan selama 9 hari setelah

tikus hiperurisemia. Dilakukan pengukuran kadar asam urat pada hari ke-3, hari

ke-6 dan hari ke-9 setelah dilakukan perlakuan. Bagan kerja uji penurunan kadar

asam urat darah dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 62.

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variasi (ANAVA)

pada tingkat kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat

perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan

program SPSS versi 17. Selanjutnya dihitung persen penurunan kadar asam urat

dengan perbandingan antar individu maupun kelompok dan menghitung nilai

delta (selisih) penurunan kadar asam urat dengan rumus sebagai berikut:

Persen penurunan perbandingan antar individu

Persen penurunan perbandingan antar kelompok.

Nilai delta (selisih) kadar asam urat

Δ (Selisih)= kadar asam urat hari pengamatan – kadar asam urat puasa (Hari ke-0)

% penurunan =Kadar asam urat hari pengamatan−kadar asam urat induksi

kadar asam urat induksi x 100%

% penurunan =(Kadar asam urat Na−CMC)−(kadar asam hari pengamatan)

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simplisia dan Ekstrak

Hasil identifikasi teripang segar yang dilakukan di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi, menunjukkan bahwa

teripang yang diteliti adalahPearsonothuria graeffei, divisi Echinodermata, kelas

Holothuroidea, bangsa Aspidochirotida, suku Holothuridae Ludwig.

Pearsonothuria graeffei merupakan teripang yang hidupnya diterumbu karang dan

hidup pada kedalaman sampai 25 meter (Purcell, et al., 2012).

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air,

penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu tidak larut asam.

Hasil pengamatan makroskopik teripang segar menunjukkan bahwa

teripang mempunyai bentuk tubuh lonjong dan memanjang seperti mentimun,

badannya lunak dan berlendir, mempunyai panjang ±65 cm dan lebar ±10 cm,

berwarna coklat dengan bintik-bintik hitam pada permukaannya.Pemeriksaan

makroskopik simplisia teripang dilakukan dengan melihat perubahan ukuran dan

permukaan dari teripang serta mengamati organoleptis simplisia berupa

melakukan pemeriksaan terhadap bau, rasa dan warna dari serbuk simplisia

teripang Pearsonothuria graeffei. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa

simplisia teripang mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, permukaan

(50)

bau yang khas. Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang menunjukkan

terlihat adanya spikula berbentuk kancing (buttons), bentuk meja semu

(pseudo-tables)dan spikula dari tentakel, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan

bahwa secara mikroskopik Pearsonothuria graeffeimemiliki bentuk spikula yang

spesifik dengan bentukbentuk meja semu (pseudo-tables)dan spikula dari tentakel

(Purcell, et al., 2012).

Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan metode

azeotropi (destilasi toluen), penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari

larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam

menggunakan metode gravimetri. Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk

simplisia teripangPearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei No Karakteristik serbuk simplisia Kadar (%) SPI-kan

1 Kadar air 9,47 <20%

2 Kadar sari larut dalam air 36,56% -

3 Kadar sari larut dalam etanol 24,01% -

4 Kadar abu total 28,75 -

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 3,66 <7%

Hasil penetapan kadar air yang diperoleh adalah 9,47% dan hasilnyasesuai

dengan standar mutu teripang kering Sistem Pengendalian Intern Perikanan

(SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no.

701/Kpts/TP>830/10/1987 tentang penetapan standar mutu hasil perikanan

standar Indonesia oleh Dewan Standarisasi Nasional,yaitu tidak lebih dari 20%

(51)

pertumbuhan mikroba, jamur atauserangga, serta mendorong kerusakan bahan

aktif (WHO., 1998).

Kadar sari larut air 36,56% menunjukkan bahwa teripang Pearsonothuria

graeffeimengandung banyak zat yang larut dalam air seperti saponin, vitamin B1,

B2 (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar larut etanol 24,01% menunjukkan bahwa

teripangmengandung zat yang larut dalam etanol seperti lemak, protein, vitamin

A, riboflavin, saponin, steroid-triterpenoid (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar abu

total 28,75% menunjukkan bahwa kadar abu teripang tinggi, hal ini disebabkan

karena teripang mengandung berbagai mineral seperti kalsium, fosfor, besi,

kalium dan natrium (Martoyo dan Aji, 2006). Kadar abu tidak larut asam 3,66%

dan hasil tersebut sesuai dengan standar mutu teripang kering

(SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no.

701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu tidak lebih dari 7%, kadar abu tidak larut asam

menunjukkan bahwa cemaran dari luar tubuh teripang banyak yang kemungkinan

berasal dari laut (Martoyo dan Aji, 2006).

Hasil uji senyawa kimia serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

, dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Uji senyawa kimia serbuk simplisia teripang Pearsonothuria

graeffei

No Pemeriksaan Serbuk simplisia

1 Steroid/Triterpenoid +

2 Glikosida +

3 Saponin +

Berdasarkan hasil uji senyawa kimia diatas, menunjukkan bahwa simplisia

(52)

diantaranya yaitu steroid/triterpenoid, glikosida dan saponin. Hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa teripang Pearsonothuria

graeffeimengandung golongan senyawa kimia tersebut (Bordbar, et al., 2011).

4.2 Pengujian Efek Penurunan Kadar Asam Urat

Hiperusemia pada tikus dilakukan dengan cara diinduksi dengan

menggunakan kafein 27 mg/200g bb dan jus hati ayam 2ml/200g bb. Pengukuran

kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat

Easy Touch®.

Kafein digunakan sebagai zat penginduksi asam uratkarena kafein adalah

komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan

dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat

meningkatkan kadar asam urat didalam tubuh (azizahwati,et al., 2005). Jus hati

ayam digunakan juga sebagai penginduksi asam urat karena mengandung senyawa

purin (xantin) yang tinggi nomor 2 setelah otak, setiap 100 gram hati ayam

mengandung sampai 1000 mg purin, adanya purin yang cukup tinggi didalam

darah akan memicu terjadinya hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat didalam

serum yang melewati ambang batasnya sehingga menyebabkan tikus mengalami

hiperurisemia, cara mendapatkannya mudah, harga murah dan tidak toksik

(Juwita, et al., 2014).

Penurunan kadar asam urat dapat dilihat dengan menggunakan

pembanding. Allopurinol dipilih sebagai pembanding karena merupakan obat

sintetik yang umum digunakan untuk menurunkan asam urat pada penderita gout.

Gambar

Gambar 2.2  Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol  (Katzung, et al., 2002)
Tabel 3.1. Matrix rancangan penelitian Waktu
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei
Gambar 4.1 Grafik Kadar Asam Urat Rata-rata Vs Waktu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pengolahan tumbuhan, karakterisasi simplisia dengan metode azeotropi dan gravimetri, skrining

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan hewan, identifikasi hewan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pemeriksaan

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan

aktivitas antihiperurisemia pada tikus putih jantan yang diinduksi kafein. dan

Gout dikaitkan dengan kadar asam urat yang tinggi didalam serum yang merupakan senyawa yang sukar larut (Katzung, et al., 2002).. Istilah gout digunakan untuk menggambarkan

Efek Antiurisemia Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) pada Kelinci Jantan (Oryctolagos cuniculus).. Jurnal Entropi Universitas

Hasil Perhitungan persen penurunan Kadar Asam Urat perbandingan antar kelompok ANAVA. Tests