• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Massa sebagai Faktor Perubah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komunikasi Massa sebagai Faktor Perubah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Terdapat sebuah analogi “Ikan tidak pernah tahu dirinya basah’’. Keberadaan ikan tersebut sudah terdominasi oleh air sehingga hanya dalam kondisi tidak terdapat airlah ia akan menyadari keadaannya. Begitu pula dengan manusia dan media massa. Media sudah memenuhi kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi sadar akan kehadiran dan pengaruh dari media tersebut. Media memberikan sebuah informasi, menghibur, media juga mengerakan emosi dan menantang intelektualitas. Dalam hal ini media tidak berjalan sendiri, media melakukannya dengan kita (manusia) dan juga kepada kita (manusia) melalui sebuah komunikasi massa. Komunikasi adalah sebuah transmisi pesan dari suatu sumber kepada penerima. Menurut seorangg tokoh politik Harold Lasswell (1948), bahwa cara untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan: Siapa, Berkata Apa, Melalui apa, Kepada siapa, Dengan efek apa. Dari sebuah pemikiran tersebut terdapat elemen dasar pada proses komunikasi, dimana komunikasi terjadi ketika: sebuah sumber mengirimkan pesan melalui sebuah media dan akan menghasilkan beberapa efek. Disini komunikasi juga di tekankan bukan hanya sekedar peristiwa pengiriman pesan, akan tetapi komunikasi juga membutuhkan respons dari orang lain. Oleh karena itu, harus tercipta keadaan berbagi makna (korespondensi) agar komunikasi dapat terjadi. Dan oleh karena komunikasi merupakan proses menciptakan makna dengan melakukan encoding dan decoding pesan. Suatu pesan yang sudah terlebih dahulu di encoding, yaitu ditransformasikan ke dalam sistem tanda dan simbol yang dapat di pahami. Berbicara, menulis, membuat sesuatu merupakan encoding. Sesudah pesan diterima, pesan di-decode, yaitu tanda atau simbol yang di interpretasikan. Dan ketika pesan-pesan yang encode dibawa melalui sebuah medium, yaitu alat untuk mengirimkan informasi dan media ini adalah teknologi maka disebut dengan media massa.

(2)

komunikasi dan membebaskan komunikastor untuk menebak-nebak, bereksperimen dengan berbagai pendekatan. Hal ini berbeda dengan komunikasi massa. Adanya jarak antara partisipan dalam proses komunikasi massa sebagai akibat dari adanya teknologi yang telah menciptakan “konservatisme komunikasi”. Selain itu umpan balik yang terlambat, tidak memungkinkan dilakukannya koreksi atau pengubah dalam komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi massa cenderung terkendala dan kurang bebas. Akan tetapi, bukan berarti bahwa komunikasi interpersonal lebih baik daripada komunikasi massa.

Komunikasi massa memiliki beberapa fungsi, diantaranya berfungsi untuk membangun konsep diri dan, pengaktualisasian diri. Selain sebagai sarana penyampaian pesan untuk mencapai suatu kepentingan yang biasanya di pergunakan dalam dunia perpolitikan, komunikasi massa juga di gunakan sebagai sarana untuk membangun moral,di antaranya membentuk jati diri generasi bangsa dan mengubah struktur sosial masyarakat, yang mendapat dukungan dari nilai-nilai, dan norma-norma kebudayaan. Hubungan antara komunikasi dan budaya sangat penting dipahami untuk memahami komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah manusia belajar berkomunikasi. Budaya bersifat komplek, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana komunikasi massa mempengaruhi kebudayaan dan kepentingan politik Indonesia.

I.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi massa mempengaruhi kebudayaan dan kepentingan politik Indonesia.

I.4. Manfaat Penulisan

(3)

BAB II PEMBAHASAN

II.1. Komunikasi Massa sebagai Faktor Perubah Budaya

Media komunikasi massa, baik itu cetak maupun elektronik telah mengubah budaya masyarakat tradisional ke budaya baru “modern”. Komunikasi massa memiliki fungsi untuk membangun konsep diri dan pengaktualisasian diri. Saat melakukan komunikasi lintas budaya, kemungkinan besar akan terjadi hambatan yang disebabkan oleh semantik, konotasi kata, perbedaan nada dan, perbedaan prespektif. Oleh karena itu di perlukan encoding dan decoding pesan.1 Pada masa idustrialisasi mempengaruhi kompleksitasi sistem sosial masyarakat, dimana terjadi proses mekanisasi dan massifikasi faktor produksi, distribusi dan konsusmsi masyarakat. Komunikasi masyarakat tidak lagi dilihat dalam satu proses kebudayaan yang sederhana melainkan, komunitas masyarakat dilihat dari sistem budaya yang mempuyai tingkat budaya yang lebih kompleks.

Dari hal tersebut, terlihat bahwa media massa memiliki peran untuk membentuk keragaman budaya sebagai salah satu akibat dari pengaruh media terhadap sistem nilai, pikir dan tindakan manusia. Pada fungsi komunikasi kultural, budaya sebagai perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan dan mengembangkan budaya. “Budaya adalah komunikasi” dan Komunikasi adalah Budaya” (Edward T.Hall)2 dimana keduanya memiliki hubungan timbal balik. Media komunikasi massa dalam kebudayaan berfungsi sebagai penyampai pesan-pesan ritual yang biasanya dilakukan secara kolektif. Selain itu fungsi komunikasi massa juga mengandung muatan persuasif dalam artian bahwa pembicara menginginkan pendengar untuk mempercayaai fakta informasi yang disampaikan.

(4)

massa, banyak generasi muda yang memilih gaya hidup kebarat-baratan seperti cara berpenampilan, dan setiap tindakan yang dilakukan orang dewasa. Media elektroniklah utamanya,telah terbukti mempercepat proses imitasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini telah terjadi kontak sosial yang lebih luas melalui media massa. Media komunikasi massa merupakan kontak sekunder yang mana pesan dari komunikator melalui pihak ketiga yaitu media. Selain faktor subjektif dan self interesting juga berpengaruh pada pengiriman informasi sehingga banyak prespektif yang keliru, sosial budaya pun mengalami perubahan dan melenceng dari norma-norma yang telah ada. Namun banyak pula perubahan yang membawa diri kita kepada kondisi yang lebiih baik dan maju.

II.2. Komunikasi Massa Merubah Perilaku Masyarakat

Proses dari adanya komunikasi massa telah banyak menimbulkan pergeseran nilai-nilai serta mengubah dan mempengaruhi pola pemikiran masyarakat. Misalnya saja, dengan kehadiran internet memunculkan situs-situs baru seperti website pornografi , emai, chating, yang mana masyarakat mampu mengaksesnya dimana saja melalui ponsel yang mereka miliki. Inilah salah satu penyebab perubahan perilaku sebagai generasi muda bangsa yang tidak sesuai dengan tata nilai dan norma-norma yang berlaku, sehingga hilangnya ciri khas bangsa Indonesia yang ramah, santun dan berbudaya. Akan tetapi disisi lain dampak positif meluasnya komunikasi massa diantaranya, dengan adanya internet, negara kita mampu menjalin menjalin kerja sama bilateral ataupun multilateral dengan negara lain, dan selain itu juga dibidang industri juga mampu mengalami perkembangan yang pesat oleh karena sistem komunikasi yang kuat.

(5)

II.3. Komunikasi Massa sebagai Sarana Kepentingan Politik

Berangkat dari pemikiran M. Harris (1983: 5) mengenai budaya, yang mana budaya adalah tradisi dan gaya hidup yang dipelajari dan didapatkan secara sosial oleh anggota dalam suatu masyarakat, termasuk cara berfikir, perasaan dan tindakan yang terpola dan dilakukan berulang-ulang.3 Begitu pula dengan budaya berpolitik yang mana komunikasi massa merupakan sarana yang paling efektif dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Baik dalam bentuk verbal ataupun non verbal. Dengan adanya media massa sebagai alat untuk menyampaikan segala keinginan yang telah dahulu di rancang, baik oleh kelompok-kelompok tertentu maupun pemerintah untuk menyampaikan tujuan-tujuan tertentu melalui pendekatan persuasif, sehingga audiens terbius dalam ikatan pesan yang telah disampaikan dan mampu memberikan umpan balik. Seperti di ketahui bahwa tindakan komunikatif yang di lakukan oleh elite politik agar mendapatkan simpati dari khalayak. Para calon legislatif yang bertarung dalam pemilu legislatif, misalnya, tentu berharap agar kegiatan kampanye simpatik mereka, seperti pemeberian bantuan kepada korban bencana, dapat terekspos oleh media. Setelah terekspos media, dimana mereka mengharapkan agar khalayak bersimpati sehingga kemudia masyarakat memilihnya.

Menurut Brian McNair, membagi tiga prespektif dalam kajian tentang pengaruh komunikasi massa dalam perpolitikan.4 Pertama, prespektif yang melihat bahwa kegiatan komunikasi politik oleh elite politik dirancang dengan tujuan yang jelas, seperti orasi para elit epolitik, advetorial kegiatan elite politik maupun iklan para elite politik, dapat mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Dalam prespektif yang pertama ini juga dapat di bagi lagi menjadi tingkat mikro, yang menekankan pada individu yang menjdai komunikan dari pesan politik, serta tingkat makro yang lebih berfokus ketika respons khalayak diagregasikan ke dalam bentuk polling opini publik. Dan dari hasil polling inilah yang mengindikasikan keinginan politik secara kolektif. Kedua, melihat proses politik dalam masyarakat demokratis, baik dalam ranah prosedur maupun praktek, sebagai hasil implikasi dari kebangkitan komuniksi politik. Ketiga mengeksplorasi implikasi sistemik dari kebangkitan komunikasi politik,terutama setelah kapitalisme menjadi ideologi yang paling berkembang.

(6)

dalm berbagai pemberitaan. Motif melatari pemilihan iklan sebagai media dalam proses komunikasi politik adalah keyakinan bahawa ilkan memiliki efek yang kuat dalam mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Dengan membuat iklan politik, para elite politik sangat mengharapkan untuk mendapatkan simpati dari khalayak. Alasan lain pemilihan iklan sebagai media komunikasi politik adalah iklan memungkinkan para elite politik menentukan pesan yang hendak disampaikan kepada khalayak. Riset yang dilakukan oleh Bates dan Diamond menunjukan bahwa iklan politik lebih bisa dianalisis dengan menggunakan teori Use and gratifications.5 Teori Use and gratifications menyatakan bahwa bukan hanya media

yang semata-mata mempengaruhi khalayak, akan tetapi khalayaklah yang menentukan yang menentukan pilihan dan selera media, yang mana iklan politik sangat dipengaruhi oleh sikap politik dari khalayak. Demikian juga dengan citra seorang elite politik telah terbentuk dalam benak khalayak, maka iklan politik akan sulit mengubahnya. Dan disinilah kemudian memunculkan peran komunikasi massa, menggunakan peran humas dalam komunikasi politik, memiliki peran yang penting untuk membangun citra elite politik.6 Akitivitas kehumasan dalam komunikasi politik di mata khalayak akan terlihat lebih “alami” dalam membangun simpati khalayak, berbeda dengan iklan politik yang dari awal akan selalu dianggap berpihak oleh khalayak. Sebagai contoh, keberhasilan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan presiden secara langsung dua kali berturut-turutt, di tahun 2004 dan 2009, tidak terlepas dari citra yang telah terbangun atas sosok dirinya sebagai presiden yang cakap. Disatu sisi pada saat pemilu 2009, berbagai iklan politik yang menyerang (attacking advertising) kebijakannya. Namun ternyata, dalam pemilu 2009 rakyat tetap memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Citra yang telah terbangun dan melekat pada sosok Susilo Bambang Yudhoyono ternyata tidak mudah dijatuhkan dengan ikan politik. Para pendukung Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilu 2009 juga tidak kalah dalam pendanaan kampaye, yang telah memiliki modal citra ini, dengan mudah memperkuat citranya melalui iklan politik yang mereka ekspos di berbagai media. Realitas politik dewasa ini membuktikan bahwa iklan politik lebih mudah mengukuhkan sikap dan perilaku politik khalayak yang terlah terbentuk sebelumnya daripada mengubah sikap dan perilaku politik khalayak tersebut. Akan tetapi komunikasi massa, menggunakan iklan politik masih dilihat

5 Fajar Junaedi, Komunikasi Politik: Teori,Aplikasi dan Strategi di Indonesia, Yogyakarta:Buku Litera , 2013,hlm.65.

(7)

sebagai pilihan realistis dari elite politik karena telah membudaya dalam kehidupan para elite politik, terutama para kandidat, dalam meraup simpati dan dukungan publik.

II.4. Media Massa dan Pemasaran Politik

(8)

BAB III PENUTUP

III. 1. KESIMPULAN

Komunikasi massa adalah suatu kebudayaan yang dilakukan secara terus-menerus, dimana hal tersebut di lakukan agar terjadi suatu tindakan atau respons, antara komunikator dan komunikan. Proses pemindahan iden, pesan atau informasi menggunakan media. Dan peran media ini juga sangat penting dalam berbagai bidang seperti, perpolitikan yang mana dengan adanya media, dapat dijadikan sebuah sarana untuk mencapai suatu kepentingan.Di dalam bidang perekonomian juga demikian dapat dijadikan alat untuk memperoleh

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Junaedi, Fajar. 2013. Komunikasi Politik,Aplikasi dan Strategi di Indonesia, Yogyakarta: Buku Litera.

Baran, Stanley J, 2012. Introduction to Mass Communication Media Literacy and Culture, Jakarta: Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait

27,28 Penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar protein darah khususnya albumin dengan kadar hormon tiroid darah pada penderita sindroma nefrotik, dan mengetahui perubahan

a) Bahwa KPU Kabupaten Muna bersama dengan Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, Perwakilan Tim Paslon yang didampingi oleh pihak keamanan dari Polres Kabupaten Muna dan Kodim 1416

Program ini merupakan program penyuluhan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat se-Kabupaten Sukoharjo, dengan cara mendatangi setiap sekolahan untuk

pelatihan pengolahan abon lele dan aneka makanan dari tepung mocaf. Selain itu juga dilakukan pemberdayaan peran bapak-bapak dalam mengembangkan potensi menjadi desa

Melihat fenomena inilah yang menjadi alasan pemerintah meluncurkan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk mencegah penurunan taraf kesejahteraan

Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat

Metode kerja kelompok yaitu dimana siswa dikelompokan dengan cara sesuai kebutuhan. Berdasarkan jumlah siswa ada kelompok yang berjumlah 4, 5, atau 6 siswa.

Hasil sampel menunjukkan bahwa ada indikasi manajemen laba sebelum merger dan akuisisi.Selanjutnya kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Current Ratio, Cash