• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaito41s Blog Makalah Etika Profesi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kaito41s Blog Makalah Etika Profesi dan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Kaito41’s Blog

Just another WordPress.com weblog

Makalah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan

BAB I

PENDAHULUAN

Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada dokter, tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya.

(2)

tuntas. Karena itu sangat perlu bagi kita terutama tenaga medis untuk mengetahui sejauh mana malpraktek ditinjau dari segi etika dan hukum.

BAB II

LANDASAN TEORI

Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.

Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat.

Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit. Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.

A. PENGERTIAN MALPRAKTEK

(3)

dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi bidan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethica malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893). B. MALPRAKTEK DI BIDANG HUKUM

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,Civil malpractice dan Administrative malpractice.

Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).

1. Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):

1. Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang berbunyi:

(4)

Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut ata pengaduan orang itu.

1. Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal 346 KUHP Mengatakan:

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

1. Pasal 348 KUHP menyatakan:

Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau me¬matikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita ter¬sebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

1. Pasal 349 KUHP menyatakan:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan di¬lakukan.

1. Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi:

Ayat (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5)

II. Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

1. Pasal 347 KUHP menyatakan:

Ayat (l) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan me¬matikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Ayat (2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakart pidana penjara paling lama lima belas tahun.

1. Pasal 349 KUHP menyatakan:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan di¬lakukan.

III. Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.

Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.

1. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:

Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.

Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka

sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

(6)

melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.

Pasal 361 KUHP menyatakan:

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan

kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

Civil malpractice

Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).

Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain: 1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas

kesalahan yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

5. Administrative malpractice

(7)

bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

C. LANDASAN HUKUM WEWENANG BIDAN

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan ditetapkan di dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur di dalam peraturan atau Keputusan Menteri Kesehatan. Kegiatan praktik bidan dikontrol oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan profesionalnya. Oleh karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan cara mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya.

1. Syarat Praktik Profesional Bidan

1. Harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) baik bagi bidan yang praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan Bdan Praktek Swasta (BPS).

2. Bidan yang praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administrasi.

3. Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta berdasarkan standar profesi.

4. Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus menghormati hak pasien, memperhatikan kewajiban bidan, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan dan melakukan medical record dengan baik.

5. Dalam menjalankan praktik profesionalnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan.

1. Wewenang Bidan dalam Menjalankan Praktik Profesionalnya

(8)

 Pasal 14 : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :

a. Pelayanan kebidanan

b. Pelayanan keluarga berencana c. Pelayanan kesehatan masyarakat

 Pasal 15 :

a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf (pelayanan kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak

b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa hamil, masa bersalin , masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval)

c. Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,masa bayi,masa anak balita dan masa pra sekolah.

 Pasal 16 :

Pelayanan kebidanan kepada meliputi :

a. Penyuluhan dan konseling b. Pemeriksaan fisik

c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis grafidarum tingkat 1, pre eklamsi ringan dan anemia ringan.

e. Pertolongan persalinan normal

f. Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post aterm dan preterm.

(9)

h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta,renjatan dan infeksi ringan

i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan,perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.

Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:

a. Pemeriksaan bayi baru lahir b. Perawatan tali pusat

c. Perawatan bayi

d. Resusitasi pada bayi baru lahir e. Pemantauan tumbuh kembang anak f. Pemberian imunisasi

g. Pemberian penyuluhan

 Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16,berwenang untuk :

a. Memberikan imunisasi

b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas c. Mengeluarkan plasenta secara secara manual

d. Bimbingan senam hamil

e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi f. Episiotomi

g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat 2 h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm

(10)

j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonik k. Kompresi bimanual

l. Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul

n. Pengendalian anemi

o. Peningkatan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu p. Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia

q. Penanganan hipotermi

r. Pemberian minum dengan sonde/pipet

s. Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran ,permintaan , obat sesuai dengan formulir IV terlampir

t. Pemberian surat kelahiran dan kematian. 1. Standar Kompetensi Kebidanan

Standar kompetensi kebidanan yang berhubungan dengan anak dan imunisasi : Undang-Undang

UU Kesehatan No. 23 Th 1992 pasal 15

ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwaibu hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.

Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :

(11)

2. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;

3. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; 4. pada sarana kesehatan tertentu.

pasal 80

ayat (1): Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). BAB III

Pembahasan Masalah

A. KAJIAN KASUS

Berikut ini adalah salah satu contoh kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur berhubungan dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut. Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu :

Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu, Malang ini sungguh tragis.Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis.Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim!

Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi

kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan

mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.

(12)

Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji saat ditemui, Jumat (11/8).

Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. “Setiap pembantu Bu Han keluar ruang

persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat

perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar,” papar Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong bantu saya!” teriaknya kepada Wiji. Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak. “Ia hanya bisa merinih kesakitan saja,” imbuh Wiji.

Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. “Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar,” tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendung air matanya. Ia paham, anak

bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan istrinya. “Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.”

Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, “Aduh yok opo iki”. (aduh bagaimana ini). “Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya,” ujar Wiji.

(13)

berhasil dikeluarkan. “Saya tak berani memandangi wajah anak saya. Pikiran saya sangat kalut,” urainya.

Dengan nada setengah berteriak lantaran panik, bidan mengajak Wiji untuk

membawa istrinya ke BKIA Islam Batu, untuk penanganan lebih lanjut. Beruntung ada mobil pick up yang siap jalan. Setiba di sana, istri Wiji segera ditangani. Dr. Sutrisno, SpOG, langsung melakukan tindakan untuk mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. “Baru setelah itu, kepala disambung kembali dengan tubuh bayi,” urai Wiji.

Si jabang bayi segera dimakamkan. Wiji pun memberi nama anaknya Ratna Ayu Manggali. “Nama itu memang permintaan istri saya sejak mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat hidup,” ujar Wiji.

Kepergian si jabang bayi mendatangkan duka mendalam bagi Wiji. Lantas apa langkah Wiji? “Setelah melakukan rapat keluarga, kami sepakat untuk melaporkan kasus ini polisi,” kata Wiji yang selama wawancara ditemani Riyanto, sepupunya. Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan tindakan sang bidan. Sebab, kalau keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal bidan merujuk ke dokter kandungan. “Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani. Makanya saya mempercayakan persalinan istri saya kepadanya,” papar Wiji.

Selain itu, Riyanto melihat ada upaya untuk mengaburkan kasus ini dengan mengalihkan kesalahan kepada Wiji. “Misalnya saja pada saat bidan kesulitan mengeluarkan kepala bayi, bidan berusaha memanggil Wiji dan memintanya untuk menarik. “Untung saja Mas Wiji tidak mau melakukan. Coba kalau ditarik beneran lalu putus, pasti yang disalahkan oleh Bu Han adalah Mas Wiji,” urai Riyanto.

Lelaki yang sehari-hari sebagai takmir masjid sekaligus tukang memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan bidan senior di Batu. Ia sudah

menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak Wiji. “Namun dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak ajakan damai meski banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari diselesaikan secara hukum,” tegas Riyanto.

Sementara Nunuk sendiri sepulang dari rumah sakit masih tampak lemas dan syok. Ia sempat dirawat selama tiga hari. Para tetangga sekitar berbondong-bondong

memenuhi kamarnya yang sempit dan sangat sederhana. Nunuk tak sanggup menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya. “Saya tak ingat persis bagaimana bisa seperti itu. Waktu itu perasaan saya antara sadar dan tidak karena sakitnya luar biasa,” ucapnya lirih.

(14)

Malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada

misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidak-kompetenan yang tidak beralasan. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau

improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper

performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.

Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini sangat perlu tidak hanya untuk melindungi pasien dari kesewenangan tenaga kesehatan seperti dokter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malpraktek.

Apabila bidan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah

merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal bidan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya, yakni: apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela dan apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila bidan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung

(15)

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien, bidan haruslah bertindak berdasarkan

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti 3) Bekerja sesuai standar profesi 4) Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.

c. Direct Causation (penyebab langsung) d. Damage (kerugian)

Bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan bidan.

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan (doktrin res ipsa loquitur).

Doktrin res ipsa loquitur (doktrin pembuktian dalam hukum perdata yang membantu pihak korban (penggugat) untuk membuktikan kasusnya) dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:

(16)

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.

Tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan bidan atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian bidan. Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:

1) Contractual liability

Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.

2) Vicarius liability

Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan sebagai karyawannya.

3) Liability in tort

Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).

(17)

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malapraktek bidan, adalah sebagai berikut:

1. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan bidan.

2. Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan teknologi kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan

semakin banyaknya kasus malapraktek yang disidangkan di Pengadilan dan bermunculannya berita-berita tentang malapraktek bidan di mass media karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau

meninggalkan pasien, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.

3. Sedangkan altematif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk

sementara waktu ini belum memadai, sehingga kasus-kasus malapraktek dijuimpai kandas di pemeriksaan sidang pengadilan. Oleh sebab sangst diperlukan adanya suatu pemikiran-pemikiran yang jernih dari para arsitek hukum untuk mene-mukan

altematif apa yang dapat dipakai dalam menghadapi kasus-kasus malapraktek tersebut, sebab kasus ini sangat banyak berkaitan dengan kepentingan masyarakat, khususnya bagi yang merasa dirugikannya.

B. Saran

(18)

 Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

 Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

 Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

 Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.

 Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam menghadapi tuntutan hukum:

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka bidan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan.

Apabila tuduhan kepada bidan merupakan criminal malpractice, maka bidan dapat melakukan :

 Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

 Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

 Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.

 Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau

(19)

Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta. Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.

http://khanzima.wordpress.com/2010/01/13/makalah-etika-profesi-dan-hukum-kesehatan/

http://purwanto78.wordpress.com/2008/09/14/malpraktik-dalam-bidang-medis/

About these ads

Referensi

Dokumen terkait

Miranda menjelaskan bahwa manajeman Bank Global melakukan banyak kesalahan fatal tyang mebuat BI harus mebekukan kegiatan untuk meperbaiki kondisi

Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan

.emungkinan terjadina peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap laanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainna dapat terjadi sebagai akibat dari (a)

Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet, Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi

Illegal Contents Illegal Content adalah kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar

Perancangan aplikasi ini sangat membantu apotik dalam melakukan transaksi penjualan obat dengan menggunakan resep dokter ataupun tanpa resep dokter dan pembuatan laporan secara

Media massa kemudian sering memberitahukan tentang kasus gugatan tuntutan hukum (perdata dan/atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau

Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan