• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengelasan - Pegaruh Tekanan Gas Pada Pengelasan Oksi Asetliwn Welding ( OAW ) Terhadap Kekuatan Tarik dan Ketangguhan Pada Bahan Alumunium-Magnesium ( Al+Mg )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengelasan - Pegaruh Tekanan Gas Pada Pengelasan Oksi Asetliwn Welding ( OAW ) Terhadap Kekuatan Tarik dan Ketangguhan Pada Bahan Alumunium-Magnesium ( Al+Mg )"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

xxviii BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengelasan

Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue. Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material).

Teknik pengelasan secara sederhana telah diketemukan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Setelah energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesatnya sehingga menjadi sesuatu teknik penyambungan yang mutakhir. Hingga saat ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan.

(2)

xxix Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

2.1.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvensional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu:

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.

(3)

xxx 3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

Gambar 2.1 Klasifikasi pengelasan.

(Sumber: http://www 2.1.2 Las Oxy-Acetylene

Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam.

(4)

xxxi (3000oC) yang mampu mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan bakar gas yang digunakan adalah acetylene, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini dinamakan las oxy-acetylene atau dikenal dengan nama las karbit.

Gambar 2.2 Tabung oksigen dan acetylene. (Sumber : Sri Widharto, 2007)

Nyala asetilen diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan asetilen yang digunakan untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi.Oksigen diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan udara. Oksigen komersil umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen dipisahkan dari nitrogen. Oksigen ini disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa.Gas asetilen (C2H2) dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan air.Gelembung-gelembung gas naik dan endapan yang terjadi adalah kapur tohor. Reaksi yang terjadi dalam tabung asetilen adalah:

2C2H2 + 5O2 4CO2 + H20

(5)

xxxii dengan mencampurkan karbid dengan air atau kini dapat dibeli dalam tabung-tabung gas siap pakai.Agar aman tekanan gas asetilen dalam tabung tidak boleh melebihi 100 KPa, dan disimpan tercampur dengan aseton.Tabung asetilen diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas asetilen. Tabung jenis ini mampu menampung gas acetylene bertekanan sampai 1,7 MPa.

Nyala hasil pembakaran dalam las oxy-asetilen dapat berubah bergantung pada perbandingan antara gas oksigen dan gas asetilennya. Ada tiga macam nyala api dalam las oxy-asetilen seperti ditunjukkan pada gambar di bawah:

1. Nyala asetilen lebih (Nyala karburasi)

Bila terlalu banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan asetilen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar 2.3 merupakan gambar nyala karburasi.

Gambar 2.3 Nyala karburasi. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

2. Nyala oksigen lebih (Nyala oksidasi)

(6)

xxxiii terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya.Gambar 2.4 merupakan gambar nyala oksidasi.

Gambar 2.4 Nyala oksidasi. (Sumber: Sri Widharto, 2007) 3. Nyala netral

Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan acetylene sekitar satu.Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening.Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara.Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500oC tercapai pada ujung nyala kerucut.Gambar 2.5 merupakan gambar nyala netral.

Gambar 2.5 Nyala netral. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala acetylene berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas

NYALA OKSIDASI

NYALA LUAR WARNA JINGGA KEUNGUAN

NYALA INTI WARNA PUTIH KEMILAU AGAK KEUNGU-UNGUAN BERSUHU

NYALA INTI ( INER CUBE WARNA PUTIH KEMILAU AGAK KEHIJAU-HIJAUAN SUHU DIATAS 5300o

(7)

xxxiv baja. Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000o C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500o C.

Pada posisi pengelasan dengan oxy-asetilen arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu:

1. Pengelasan di bawah tangan

Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.

2. Pengelasan mendatar (horizontal)

Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.

(8)

xxxv Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°. 4. Pengelasan di atas kepala (over head)

Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.

5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)

Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.

6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)

Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas.

Keuntungan dan kegunaan pengelasan oxy-acetylene sangat banyak, antara lain: 1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit. 2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik

(9)

xxxvi 3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di

bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana.

4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.

2.2 Pengelasan Pada Aluminium 2.2.1 Aluminium dan paduannya

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang.

(10)

xxxvii 2.2.2 Sifat Umum Dari Beberapa Jenis Paduan

1. Aluminium murni (seri 1000)

Jenis ini adalah aluminium dengan kemurnian antara 99,0% dan 99,9%. Aluminium dalam seri ini di samping sifatnya yang baik dalam tahan karat, konduksi panas dan konduksi listrik juga memiliki sifat yang memuaskan dalam mampu las dan mampu potong. Hal yang kurang baik adalah kekuatannya yang rendah.

2. Paduan Al-Cu (seri 2000)

Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlaku-panaskan, dengan melalui pengerasan endap atau penyepuhan sifat mekanik paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak, tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibanding dengan jenis paduan yang lainnya. Sifat mampu-lasnya juga kurang baik , karena itu paduannya jenis ini biasanya digunakan pada konstruksi keling dan banyak sekali digunakan dalam konstruksi pesawat terbang seperti duralumin dan super duralumin.

3. Paduan Al-Mn (seri 3000)

(11)

xxxviii 4. Paduan Al-Si (seri 4000)

Jenis paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan. Jenis ini dalam keadaan cair mempunyai sifat mampu alir yang baik dan dalam proses pembekuannya hampir tidak terjadi retak. Karena sifat-sifatnya, maka paduan jenis Al-Si banyak digunakan sebagai bahan atau logam las dalam pengelasan paduan aluminium baik paduan cor maupun paduan tempa.

5. Paduan Al-Mg (seri 5000)

Jenis paduan ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu-lasnya. Paduan Al-Mg banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair dan oksigen cair.

6. Paduan Al-Mg-Si (seri 6000)

Jenis paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadi pelunakan pada daerah las sebagai akibat dari panas pengelasan yang timbul.

7. Paduan Al-Zn (seri 7000)

(12)

xxxix Dalam waktu akhir-akhir ini paduan Al-Zn-Mg mulai banyak digunakan dalam kontruksi, karena jenis ini mempunyai sifat mampu las dan daya tahan korosi yang lebih baik dari pada paduan dasar Al-Zn. Di samping itu juga pelunakan pada daerah las dapat mengeras kembali karena pengerasan alamiah.

2.2.3 Paduan Aluminium Magnesium

Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutetiknya adalah 450 ºC, 35% Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9% Mg, jadi kemampuan penuaan dapat diharapkan.

(13)

xl digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050 dengan 1,4%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan.

Gambar 2.6. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs % Mg

(14)

xli 2.2.4 Sifat Mampu las

Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah:

1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.

2. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium AlO3 yang mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang.

3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas.

4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen.

5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya. 6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena

pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes.

(15)

xlii 2.3 Cacat Pada las

Cacat las dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni: 1. Kelompok cacat visual

Yakni cacat yang tampak di permukaan las, seperti : spatters (percikan las), pin hole (lubang jarum), porosity (gelembung gas/keropos), convacity (cekung), crack (retak) memanjang atau melintang, cold lap (lapis dingin), undercut (longsor pinggir) baik yang bertegangan rendah maupun tinggi (notch), excessive reinforcement (terlalu menonjol), wide bead (terlalu lebar), high low (tinggi rendah/salah penyetelan), stop start (salah sewaktu mengganti elektrode).

2. Kelompok cacat non visual

Yakni cacat yang terdapat di permukaan namun tidak tampak karena berada pada akar las, seperti : porosity, convacity, undercut, crack, excessive penetration (tembusan berlebihan), incomplete penetration (tidak ada tembusan), blow hole (terbakar tembus).

3. Kelompok cacat internal

(16)

xliii Jenis Cacat Permukaan Las:

1. Lubang Jarum (Pin Hole)

Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan.

Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS) asli. Cacat lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Lubang jarum. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

2. Percikan Las (Spatter)

Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi.

Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan.

(17)

xliv Gambar 2.7 Percikan las.

(Sumber: Sri Widharto, 2007)

3. Retak (Crack)

Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar.

Akibat: Fatal.

(18)

xlv Gambar 2.8 Retak.

(Sumber: Sri Widharto, 2007)

4. Keropos (Porosity)

Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.

Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.9.

(19)

xlvi 5. Muka Cekung (Concavity)

Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektroda terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement). Cacat muka cekung ditunjukkan pada gambar 2.10

Gambar 2.10 Muka cekung. (Sumber: Sri Widharto, 2007) 6. Longsor Pinggir (Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.

(20)

xlvii Gambar 2.11 Longsor Pinggir.

(Sumber: Sri Widharto, 2007)

7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.

Akibat: Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji ultrasonik proba sudut (angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir.

Penanggulangan: Gounging 100% dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Welder diperingatkan. Cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.12.

(21)

xlviii 8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)

Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las.

Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir. Cacat jalur terlalu lebar ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Jalur terlalu lebar. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

9. Tinggi Rendah (High Low) Sebab: Penyetelan tidak benar. Akibat: Sambungan diapkir.

Penanggulangan: Gouging 100%, disetel dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Welder diperingatkan. Cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.14.

(22)

xlix 10. Lapis Dingin (Cold Lap)

Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan (sway) tidak tetap (consistent).

Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las jai rapuh.

Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.15.

Gambar 2.15 Lapis dingin. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

11. Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)

Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam (sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar.

(23)

l Penanggulangan: Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang

sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Penetrasi tidak sempurna. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

12. Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam,

menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

(24)

li Gambar 2.17 Penetrasi berlebihan.

(Sumber: Sri Widharto, 2007)

13. Retak Akar (Root Crack)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam,

menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti. Cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.18

(25)

lii Gambar 2.18 Retak akar.

(Sumber: Sri Widharto, 2007)

14. Terbakar Tembus (Blow Hole)

Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun.

Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemah dan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai

dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.19

(26)

liii 15. Longsor Pinggir Akar (Root Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar.

Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch).

Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 Longsor pinggir akar. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

16. Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)

Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada Gas Tungsten Arc Welding), kecepatan las akar terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, potensi terjadi erosi dan karat

(27)

liv Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Akar cekung. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

17. Stop Start A

Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat: Tampak buruk.

Penanggulangan: Cukup disesuaikan dengan sekitarnya. Cacat stop start A ditunjukkan pada gambar 2.22

(28)

lv 18. Stop start B

Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju.

Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak.

Penanggulangan: Bersihkan bagian yang underfill. Cacat stop start B ditunjukkan pada gambar 2.23.

Gambar 2.23 Stop start B. (Sumber: Sri Widharto, 2007)

2.4 Kampuh Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah: 1. Ketebalan benda kerja.

2. Jenis benda kerja.

(29)

lvi Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

Sambungan V tunggal bertujuan untuk mendapatkan penembusan ( penetrasi ) yang lebih dalam. Jenis sambungan ini biasanya digunakan pada plat dengan tebal 5 mm – 20 mm penetrasi dapat dicapai 100%

2. Kampuh Persegi

Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.

3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm. 4. Kampuh Tirus Tunggal

(30)

lvii 5. Kampuh U Tunggal

Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi. Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

6. Kampuh U Ganda

Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.

7. Kampuh J Ganda

Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan. Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka. Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada gambar 2.33.

(31)

lviii 2.5 Proses pengujian

2.5.1 Teori Uji Impak (Impact Test)

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.Pada pengujian ini beban di ayun dari

ketinggian tertentu untuk memukul benda uji,yang kemudian diukur energy yang di serap oleh pepatahannya.Impact test merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji ketangguhan suatu spesimen bila di berikan beban secara tiba-tiba melalui tumbukan.

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat diketahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Metode pengujian impak ada dua yaitu :

1. Metoda Charpy

Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan

(32)

lix yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul. Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik. 2. Metoda Izod

Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit. Angka kuat pukul impak adalah Joule yaitu hasil bagi dari kerja pukul dalam (kg) terhadap penampang dalam (cm) dari benda uji yang diukur dari luas penampang yang diberi takikan dalam cm.

Gambar 2.25 Benda Uji Impak a) Metode Izod b) Metode Charpy

(33)

lx Gambar 2.26. Alat Uji Impact (charpy impact test)

Hasil pengujian impak akan diperoleh banyaknya energi yang diserap (E) oleh spesimen uji. Banyaknya energi yang diserap ini akan menyatakan ketangguhan (toughness) dari material yang diuji. Besarnya energi yang diserap dinyatakan dengan

(

CosA

)

D P

E = . cos β −

Dimana :A = sudut permulaan (147o)

𝛽𝛽 = sudut akhir

P = 251,3 N D = 0,6495 m

(34)

lxi maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.

Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan.

(35)

lxii Gambar 2.27. Struktur Mikro Mekanisme Perpatahan Microvoid Coalescence (Sumbe

Gambar 2.28. Struktur Mikro Mekanisme Perpatahan Cleavage (Sumbe

(36)

lxiii

Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas.

Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

Strainrate

Jika pembebanan diberikan pada strainrate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bukan di batas butir.

(37)

lxiv Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.

Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak baja lebih tinggi dari pada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan berdeformasi plastis hingga patah. Pada proses penilitian ini, bentuk dan dimensi dari uji impak Charpy dengan ukuran yang telah ditentukan berdasarkan ASTM E23-56T. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.29. Bentuk Dan Dimensi Uji Impak Berdasarkan ASTM E23-56T

Balok sederhana berlekuk V tpe charpy

Balok sederhana lubang kunci berlekuk tipe charpy

(38)

lxv 2.5.2 Uji Tarik (Tensile Test)

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung

benda.Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan– pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan regangan.

(39)

lxvi Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar,bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva teganganregangan.Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.

Dimana:

σu= Tegangan nominal (kg/mm2)

Fu = Beban maksimal (kg)

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur (ΔL) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

Dimana:

ε = Regangan (%) Δ L = Panjang akhir (mm)

Lo = Panjang awal (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups pertambahan

σu = 𝐹𝐹𝐹𝐹

𝐴𝐴𝐴𝐴

𝜀𝜀=ΔL

(40)

lxvii panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban.

2.5.3 Uji Kekerasan (Hardness Test)

Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap.Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan, penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu penekanan.

Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara mikro Vickers dengan menggunakan penekan berbentuk piramida intan. Besar sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan 1360. pada pengujian ini bahan ditekan dengan gaya tertentu dan terjadi cetakan pada bahan uji dari intan.Pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan,

(41)

lxviii 2.5.4 Photo Mikro (Metalografi)

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu: metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 - 100 kali dan metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

Gambar 2.31. Alat Uji Photo Mikro (Mikroskop optic)

(42)

lxix Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material, terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya harus ada data pembanding antara data mikro struktur yang di dapat dari percobaan dengan data mikro struktur yang sebenarnya dari suatu material yang dijadikan benda uji. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam percobaan metalografi ini adalah sebagai berikut :

1. Cutting (Pemotongan)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya.

Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM

(Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang

(43)

lxx dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.

2. Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan

pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting).

Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : a. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) b. Sifat eksoterimis rendah

c. Viskositas rendah d. Penyusutan linier rendah e. Sifat adhesi baik

(44)

lxxi g. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidak

teraturan yang terdapat pada sample

h. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting

menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting.

3. Grinding (Pengamplasan)

(45)

lxxii dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

4. Polishing (Pemolesan)

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidak teraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.

(46)

lxxiii Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.

b. Pemolesan Kimia Mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

5. Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat, yaitu:

(47)

lxxiv Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama

(umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi pengelasan.
Gambar 2.2 Tabung oksigen dan acetylene.
Gambar 2.4 Nyala oksidasi.
Gambar 2.6. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C)  Vs % Mg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah Al+Mg dengan melakukan.. pengelasan metode Oxy Asetilen Welding serta melakukan uji impak, hardness, tensile