BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PengertianPengelasan
Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau
tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue.
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan
dan material tambahan (filler material).
Teknik pengelasan secara sederhana telah diketemukan dalam rentang waktu antara 4000
sampai 3000 SM. Setelah energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju
dengan pesatnya sehingga menjadi sesuatu teknik penyambungan yang mutakhir. Hingga saat ini
telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan.
Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan
hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting.Tapi setelah
melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan
proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konsturksi las merupakan hal yang umum
di semua negara di dunia.
Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang
lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat
dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting
dalam masyarakat industri modern.
2.1.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan
Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam
bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara
golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang
digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan
lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti
las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci
lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur.
Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja
lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas
utama yaitu:
1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai
mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan
kemudian ditekan hingga menjadi satu.
3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan
menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam
induk tidak turut mencair.
Klasifikasi cara pengelasan dapat dilihat pada gambar 2.1.
2.1.2 Las Oxy-Acetylene
Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manual dengan
pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas
acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2
Pengelasan dengan gas dilakukan dengan membakar bahan bakar gas yang dicampur
dengan oksigen (O
dengan atau tanpa logam pengisi. Proses
penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapatmencairkan logam.
2) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu tinggi(3000oC) yang mampu
mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan bakar gas yang digunakan adalah
acetylene, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini dinamakan las oxy-acetylene atau
dikenal dengan nama las karbit. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada gambar
2.2.
Gambar 2.2 Tabung oksigen dan acetylene. (Sumber : Sri Widharto, 2007)
Nyala asetilen diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan asetilen yang digunakan
untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat dilakukan
dengan atau tanpa logam pengisi.Oksigen diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan
udara. Oksigen komersil umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen
asetilen (C2H2
2C
) dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan air.Gelembung-gelembung gas
naik dan endapan yang terjadi adalah kapur tohor. Reaksi yang terjadi dalam tabung asetilen
adalah:
2H2 + 5O2 4CO2 + H2
Karbida kalsium keras, mirip batu, berwarna kelabu dan terbentuk sebagai hasil reaksi
antara kalsium dan batu bara dalam dapur listrik. Hasil reaksi ini kemudian digerus, dipilih dan
disimpan dalam drum baja yang tertutup rapat. Gas asetilen dapat diperoleh dari generator
asetilen yang menghasilkan gas asetilen dengan mencampurkan karbid dengan air atau kini dapat
dibeli dalam tabung-tabung gas siap pakai.Agar aman tekanan gas asetilen dalam tabung tidak
boleh melebihi 100 KPa, dan disimpan tercampur dengan aseton.Tabung asetilen diisi dengan
bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas asetilen. Tabung
jenis ini mampu menampung gas acetylene bertekanan sampai 1,7 MPa. 0
Nyala hasil pembakaran dalam las oxy-asetilen dapat berubah bergantung pada
perbandingan antara gas oksigen dan gas asetilennya. Ada tiga macam nyala api dalam las
oxy-asetilen seperti ditunjukkan pada gambar di bawah:
1. Nyala asetilen lebih (Nyala karburasi)
Bila terlalu banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di antara
kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di
antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang
berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan asetilen.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak
digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan
bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar 2.3 merupakan gambar
nyala karburasi.
Gambar 2.3 Nyala karburasi.
2. Nyala oksigen lebih (Nyala oksidasi)
Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral
maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu.
Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam
cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari
kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya.Gambar 2.4
merupakan gambar nyala oksidasi.
Gambar 2.4 Nyala oksidasi.
(Sumber: Sri Widharto, 2007)
3. Nyala netral
Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan acetylene sekitar
satu.Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar
yang berwarna biru bening.Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara.Suhu
maksimum setinggi 3300 sampai 3500oC tercapai pada ujung nyala kerucut. Gambar
2.5 merupakan gambar nyala netral.
Gambar 2.5 Nyala netral.
(Sumber: Sri Widharto, 2007)
NYALA
NYALA LUAR WARNA JINGGA KEUNGUAN
NYALA INTI WARNA PUTIH KEMILAU AGAK KEUNGU-SUHU DIATAS 5300o
Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala asetilen berlebih
dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja.Suhu Pada ujung kerucut
dalam kira-kira 3000o C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500o
Pada posisi pengelasan dengan oxy-acetylene arah gerak pengelasan dan posisi
kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan
dikenal beberapa cara yaitu:
C.
1. Pengelasan di bawah tangan
Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah
tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander)
terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara
30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan
jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan.Pada sambungan sudut
luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.
2. Pengelasan mendatar (horizontal)
Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan
arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan
brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja
menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat
pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.
3. Pengelasan tegak (vertikal)
Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke
bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang
bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.
4. Pengelasan di atas kepala (over head)
Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi
lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari
bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis
vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.
5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)
Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri
melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena
cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.
6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)
Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri.
Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke
atas.
Keuntungan dan kegunaan pengelasan oxy-acetylene sangat banyak, antara lain:
1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit.
2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang
tinggi sehingga mudah untuk dipelajari.
3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di
bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana.
4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat
ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.
2.2 Pengelasan Pada Aluminium 2.2.1 Aluminium dan paduannya
Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan
tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik.Logam ini dipakai
secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat
penyimpanan.Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia
menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat
dipercaya.Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang
telah berkembang.
Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan,
dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan
klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan
unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu
2.2.2 Sifat Umum Dari Beberapa Jenis Paduan
1. Aluminium murni (seri 1000)
Jenis ini adalah aluminium dengan kemurnian antara 99,0% dan 99,9%.
Aluminium dalam seri ini di samping sifatnya yang baik dalam tahan karat, konduksi
panas dan konduksi listrik juga memiliki sifat yang memuaskan dalam mampu las dan
mampu potong.Hal yang kurang baik adalah kekuatannya yang rendah.
2. Paduan Al-Cu (seri 2000)
Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlaku-panaskan, dengan melalui
pengerasan endap atau penyepuhan sifat mekanik paduan ini dapat menyamai sifat dari
baja lunak, tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibanding dengan jenis paduan
yang lainnya. Sifat mampu-lasnya juga kurang baik , karena itu paduannya jenis ini
biasanya digunakan pada konstruksi keling dan banyak sekali digunakan dalam
konstruksi pesawat terbang seperti duralumin dan super duralumin.
3. Paduan Al-Mn (seri 3000)
Jenis paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan sehingga
penaikan kekuatannyahanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses
pembuatannya. Bila dibandingkan dengan jenis aluminium murni paduan ini
mempunyai sifat yang sama dalam hal tahan korosi, mampu potong dan mampu
lasnya. Dalam hal kekuatan jenis paduan ini lebih unggul dari pada jenis aluminium
murni.
4. Paduan Al-Si (seri 4000)
Jenis paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan.Jenis ini dalam
hampir tidak terjadi retak.Karena sifat-sifatnya, maka paduan jenis Al-Si banyak
digunakan sebagai bahan atau logam las dalam pengelasan paduan aluminium baik
paduan cor maupun paduan tempa.
5. Paduan Al-Mg (seri 5000)
Jenis paduan ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan, teapi
mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan
dalam sifat mampu-lasnya.Paduan Al-Mg banyak digunakan tidak hanya dalam
konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair dan
oksigen cair.
6. Paduan Al-Mg-Si (seri 6000)
Jenis paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat diperlaku-panaskan dan
mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup.Sifat
yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadi pelunakan pada daerah las sebagai
akibat dari panas pengelasan yang timbul.
7. Paduan Al-Zn (seri 7000)
Jenis paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlaku-panaskan.Biasanya kedalam
paduan pokok Al-Zn ditambahkan Mg, Cu, Cr. Sifat mampu-las dan daya tahannya
terhadap korosi kurang menguntungkan. Dalam waktu akhir-akhir ini paduan
Al-Zn-Mg mulai banyak digunakan dalam kontruksi, karena jenis ini mempunyai sifat
mampu las dan daya tahan korosi yang lebih baik dari pada paduan dasar Al-Zn.Di
samping itu juga pelunakan pada daerah las dapat mengeras kembali karena
pengerasan alamiah.
2.2.3 Paduan Aluminium Magnesium
Dalampaduanbiner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al
adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam Al3Mg2. Sel satuannya merupakan
rumit. Titik eutetiknya adalah 450ºC, 35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature
eutektik adalah 17,4% yang menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi
kemampuan penuaan dapat diharapkan.
Paduan Al-Mg mempunyaiketahanan korosi yang sangat baik disebut hidrinalium.Paduan
dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi.Paduan Al-Mg umumnya non heat
tretable.Seri 5052 banyak digunakan pada pipa hidrolik, lembarlogampembuatanmobil, truk, dan
lain-lain.Seri 5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan.Paduan 5056 adalah paduan paling
kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan tinggi. Paduan
5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan mudah dilas sehingga banyak
digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG. Seri 5005 dengan 0,8%Mg banyak
digunakansebagaibatangprofil extrusi. Seri 5050 dengan 1,4%Mg dipakaisebagaipipa saluran
minyak dan gas pada kendaraan.
2.2.4 Sifat Mampu las
Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila
dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah:
1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi sekitar 30000
2. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium AlO
C maka sukar sekali
untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.
3
3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar> 3000
yang
mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar
dan logam las menjadi terhalang.
0
4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam
padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus
bekas kantong-kantong hidrogen.
C, maka mudah sekali terjadi
deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung
membentuk retak-panas.
5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang
terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan
6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah
mencair dan jatuh menetes.
Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las
yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama
pengelasan.Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih
baik lagi.
2.3 Cacat Pada las
Jenis Cacat Permukaan Las:
1. Lubang Jarum (Pin Hole)
Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan
belerang dalam bahan.
Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat.
Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai pembuatan
prosedur pengelasan (WPS) asli. Cacat lubang jarum ditunjukkan
pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Lubang jarum. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
2. Percikan Las (Spatter)
Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere
capping terlalu tinggi.
Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak
boleh mengingat akan memakan bahan induk.Cacat percikan las
ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Percikan las. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
3. Retak (Crack)
Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas
panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan
tanpa perlakuan panas yang benar.
Akibat: Fatal.
Penanggulangan:Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak
dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi
dengan bahan yang cocok sesuai dengan pembuatan prosedur
pengelasan(WPS). Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil
atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las
berikut bahannya diganti. Cacat retak ditunjukkan pada gambar
Gambar 2.8 Retak. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
4. Keropos (Porosity)
Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus
dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas,
ampere capping terlalu besar.
Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.
Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuaidengan
pembuatan prosedur pengelasan (WPS). Cacat keropos
ditunjukkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Keropos. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
5. Muka Cekung (Concavity)
Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las
capping terlalu tinggi, elektroda terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu
besar.
Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi
keretakan akibat tegangan geser.
Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat
(reinforcement).Cacat muka cekung ditunjukkan pada gambar
Gambar 2.10 Muka cekung. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
6. Longsor Pinggir (Undercut)
Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi.
Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.
Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.Undercut yang tajam seperti takik,
dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan
keretakan notch.Cacat longsor pinggir ditunjukkan pada gambar
2.11.
Gambar 2.11 Longsor Pinggir. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)
Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping
terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.
Akibat: Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji ultrasonik proba sudut (angle
probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir.
Penanggulangan: Gounging 100% dan dilas ulang sesuaidengan pembuatan prosedur
pengelasan (WPS). Welder diperingatkan.Cacat penguat berlebihan
Gambar 2.12 Penguat berlebihan. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)
Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las.
Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir. Cacat jalur terlalu lebar ditunjukkan
pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Jalur terlalu lebar. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
9. Tinggi Rendah (High Low)
Sebab: Penyetelan tidak benar.
Akibat: Sambungan diapkir.
Penanggulangan: Gouging 100%, disetel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder
diperingatkan. Cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar
2.14.
(Sumber: Sri Widharto, 2007)
10. Lapis Dingin (Cold Lap)
Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan (sway)
tidak tetap (consistent).
Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam.
Karenanya mutu las dipertanyakan.
Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh
lagi dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat lapis dingin ditunjukkan
pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Lapis dingin. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
11. Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)
Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap,
celah tidak seragam (sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las
rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar.
Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak.
Penanggulangan: Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai
WPS.Cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar
Gambar 2.16 Penetrasi tidak sempurna. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
12. Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)
Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi,
kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.
Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq
(bola pembersih dalam pipa).
Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS. Cacat
penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.17.
Gambar 2.17 Penetrasi berlebihan. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
13. Retak Akar (Root Crack)
Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi,
kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.
Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq
Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.Jika
retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti. Cacat
retak akar ditunjukkan pada gambar 2.18.
Gambar 2.18 Retak akar. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
14. Terbakar Tembus (Blow Hole)
Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik
turun.
Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor,
mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat.
Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS.Cacat
terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.19.
Gambar 2.19 Terbakar tembus. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
15. Longsor Pinggir Akar (Root Undercut)
Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu
Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak
takik (notch).
Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat
longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 Longsor pinggir akar. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
16. Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)
Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW),
kecepatan las akar terlalu tinggi.
Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan.
Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS. Cacat
akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Akar cekung. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
17. Stop Start A
Akibat: Tampak buruk.
Penanggulangan: Cukup disesuaikan dengan sekitarnya.Cacat stop start A
ditunjukkan pada gambar 2.22
Gambar 2.22 Stop start A. (Sumber : Sri Widharto, 2007)
18. Stop start B
Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju.
Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak.
Penanggulangan: Bersihkan bagian yang underfill. Cacat stop start B ditunjukkan
pada gambar 2.23.
Gambar 2.23 Stop start B. (Sumber: Sri Widharto, 2007)
Cacat las dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni:
1. Kelompok cacat visual
Yakni cacat yang tampak di permukaan las, seperti : spatters (percikan las),pin
hole (lubang jarum), porosity (gelembung gas/keropos), convacity (cekung), crack
(retak) memanjang atau melintang, cold lap (lapis dingin), undercut (longsor pinggir)
menonjol), wide bead (terlalu lebar), high low (tinggi rendah/salah penyetelan), stop
start (salah sewaktu mengganti elektrode).
2. Kelompok cacat non visual
Yakni cacat yang terdapat di permukaan namun tidak tampak karena berada pada
akar las, seperti :porosity, convacity, undercut, crack, excessive penetration (tembusan
berlebihan), incomplete penetration (tidak ada tembusan), blow hole (terbakar
tembus).
3. Kelompok cacat internal
Yakni cacat yang terdapat di dalam bahan las yang baru dapat dideteksi dengan
menggunakan teknik uji tanpa merusak seperti : radiografi, ultrasonik maupun
magnetik partikel, seperti : slag inclusion (inklusi terak), porosity, slag lines (jajaran
terak) atau wagon track (jejak gerobak), crack, worm metal (inklusi tungsten/ logam
berat), incomplete fussion (fusi tidak sempurna), cold lap.
2.4 Kampuh Las
Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus
diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar
lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah:
1. Ketebalan benda kerja.
2. Jenis benda kerja.
3. Kekuatan yang diinginkan.
4. Posisi pengelasan.
Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang
akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu
menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).
Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat
1. Kampuh V Tunggal
Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga
lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan
yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat
dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.
2. Kampuh Persegi
Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup
dan sambungan terbuka.Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk
beban tekuk.
3. Kampuh V Ganda
Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban
statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil
mungkin.dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.
4. Kampuh Tirus Tunggal
Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar.Sambungan ini lebih
baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya
disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.
5. Kampuh U Tunggal
Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka.Sambungan ini lebih kuat
menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi.Dipakai
pada ketebalan 12 mm-25 mm.
6. Kampuh U Ganda
Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini
lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25
mm dapat dicapai penetrasi 100%.
7. Kampuh J Ganda
Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V
ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan. Sambungan ini dapat
dibuat secara tertutup ataupun terbuka.Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada
Gambar 2.24 Jenis sambungan las. (Sumber: Harsono Wiryosumarto, 2000)
2.5Teori Uji Impak (Impact Test)
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid
loading).Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap
beban kejut.Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan
dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan.Pengujian impak merupakan suatu upaya
untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan
transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan
melainkan datang secara tiba-tiba.
Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk
spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip
perbedaan energi potensial.Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga
benda uji mengalami deformasi.Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh
tersebut. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu:
• Deformasi plastis
• Efek Hysteresis
• Efek Inersia
Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat
dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak.Umumnya pengujian impak
menggunakan batang bertakik.Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan
untuk menentukan kecenderunganbahan untuk bersifat getas.Dengan jenis uji ini dapat diketahui
perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik.Metode pengujian impak ada dua yaitu
:
1. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy
mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik
V-45˚, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan
ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan
patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik.
2. Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler.Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris, namun saat
ini jarang digunakan.Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau
lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.Angka kuat pukul impak adalah
Joule yaitu hasil bagi dari kerja pukul dalam (kg) terhadap penampang dalam (cm) dari
Gambar 2.25 Benda Uji Impak a) Metode Izod b) Metode Charpy
Pada penelitian ini alat uji impak yang digunakan adalah metode charpy (gambar 2.26)
dimana spesimen disokong pada kedua ujungnya, dan takikan dibuat ditengah dari spesimen uji.
Gambar 2.26 Alat Uji Impact (charpy impact test)
(Sumber: http://www.twi.co.uk/technical-knowledge/)
Hasil pengujian impak akan diperoleh banyaknya energi yang diserap (E) oleh spesimen
uji.Banyaknya energi yang diserap ini akan menyatakan ketangguhan (toughness) dari material
yang diuji. Besarnya energi yang diserap dinyatakan dengan :
(
CosA)
D P
E = . cos β −
Dimana :
A = sudut permulaan (147o
� = sudut akhir
)
P = 251,3 N
Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji charpy sering kali dinyatakan
sebagai energi yang diserap tiap satuan luas penampang lintang benda uji. Pengukuran lain yang
biasa dilakukan dalam pengujian Impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk
menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis
perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang
kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat
yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan
granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari
bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). Perpatahan campuran (berserat dan
granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran ketangguhan suatu
bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan
kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak
persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat
dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan.
Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan laju regangan atau penurunan suhu. Usaha dari
perpatahan pembelahan jauh lebih sedikit dari usaha perpatahan penggabungan rongga
mikro,karenamelibatkan lebih sedikit deformasi plastis. Perubahan pada mekanisme perpatahan
kemudian akan menyebabkan transisi ulet ke getas secara tajam pada energi impak Charpy.
2.5.1 Jenis Patahan
Pada spesimen yang telah dilakukan pengujian impak, akan dapat diketahui jenis
patahan yang dihasilkan. Adapun jenis-jenis patahan tersebut antaralain:
1. PatahanGetas
Ciri-ciri patahan getas adalah memiliki permukaan rata dan mengkilap, apabila
potongan ini disambung kembali maka kedua potongan ini akan menyambung dengan
mengalami deformasi. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan
impak yang rendah.
2. PatahanLiat
Ciri-ciri permukaan patahan jenis ini tidak rata dan tampak seperti beludru, buram dan
berserat. Jika potongan disambungkan kembali maka sambungan tidak akan rapat.
Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang tinggi,
karena sebelum patah bahan mengalami deformasi terlebih dahulu.
3. Patahan Campuran
Ciri-cirinya patahan jenis ini adalah permukaan patahan sebagian terdiri dari patahan getas dan
sebagian yang lain adalah patahan liat. Sifat-sifat patahan ditunjukkan pada gambar 2.27.
(a) (b) (c)
Gambar2.27 Sifat-sifatPatahan (a)Patahangetas,(b)Patahanliat,dan
(c)Patahan campuran
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah:
Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah
yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan
menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan
Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang
semakin rendah, begitupun sebaliknya.
Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strainrate yang biasa-biasa saja, maka material akan
sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi).
Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji
impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat
bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah
transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bukan di batas butir.
Dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan
buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga
impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range
temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi
material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan
harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan
mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil
Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak baja lebih tinggi
dari pada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan
dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan
berdeformasi plastis hingga patah.Pada proses penilitian ini, bentuk dan dimensi dari uji impak
Charpy dengan ukuran yang telah ditentukan berdasarkan ASTM E23-56T. Dapat dilihat bentuk
dan dimensinya pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.28. Bentuk Dan Dimensi Uji Impak Berdasarkan ASTM E23-56T
2.6Uji Tarik (Tensile Test)
Uji tarik merupakan salah satu pengujian bahan yang sangat mendasar, dengan menarik suatu
bahan maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi akibat pembebanan tarik. Alat uji
tarik ini memiliki pencengkeram (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi. Hasil pengujian
akibat pembebanan tarikmerupakan grafik tegangan regangan. Tegangan teknik (S) ditentukan
dengan membagikan beban (P) pada setiap waktu dengan luas penampang yang awal (Ao) dari
o A
P S =
Regangan teknik (ε) diperoleh dengan membagikan pertambahan panjang dari panjang ukur
spesimen (Δl) dengan panjang ukur awal (lo)
(
)
Bentuk grafik tegangan regangan yang dihasilkan dari pengujian tarik akan bergantung kepada
jenis material yang diuji.
Pengujian tarik ini sangat berguna untuk memperoleh informasi mengenai kekuatan dan
keuletan dari suatu material dibawah pembebanan tegangan uniaxial. Hasilnya akan diperoleh
tegangan maksimum dari material yang dapat digambarkan sebagai kekuatan material tersebut.
2.4Uji Kekerasan (Hardness Test)
Pada pengujian kekerasan aluminium magnesiumini digunakan metode Brinell.
Pengujian brinell menggunakan indentor bola baja dengan diameter 10mm (0,394”) dan
tungsten karbida diameter 10mm (0,394”). Beban yang diberikan berkisar 500 – 3000kg, step
500kg. Nilai kekerasan brinel merupakan fungsi beban dan diameter lobang hasil injakan
indentor.
Prosedur pengujian untuk bola baja 10mm dan beban 3000kg digunakan untuk
logam-logam ferous, atau 500kg untuk logam-logam non ferous. Waktu indentasi sekitar 10 detik, 30 detik
Gambar 2.29 Skema Indentasi Pengujian Kekerasan Brinell
( Sumber internet
2.5Photo Mikro (Metalografi)
Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan
menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa mikro struktur, kita dapat
mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses
perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat
teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari
logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk
(deformasi) dari logam yang akan diuji.Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat
dibagidua,yaitu:metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali
Gambar 2.30 Alat Uji PhotoMikro (Mikroskop optic)
( Sumber Laboratorium Ilmu Logam FT. USU )
Gambar diatas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk mengambil gambar
dari spesimen yang di uji dengan ukuran 200 x pembesaran (metalografi).
Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material, terlebih dahulu harus
ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya harus ada data pembanding antara data
mikro struktur yang di dapat dari percobaan dengan data mikro struktur yang sebenarnya dari
suatu material yang dijadikan benda uji. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
percobaan metalografi ini adalah sebagai berikut :
1. Cutting (Pemotongan)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang
sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang
hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel
yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan
sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai
dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan
memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel
Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan,
yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi
(abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan
tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu teknik
pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda dan teknik pemotongan
dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamondsaw. Sebagai contoh, untuk
pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil
sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah),
untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari
daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah
kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses
pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.
2. Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit
untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai
contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan
yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen
tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting).
Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
a. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
b. Sifat eksoterimis rendah
c. Viskositas rendah
d. Penyusutan linier rendah
e. Sifat adhesi baik
f. Memiliki kekerasan yang sama dengan sample
g. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidak teraturan
h. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus
kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang
akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik.
Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau
bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana
dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan
castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok
untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah
menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini
berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas
(1490˚C) pada mold saat mounting.
3. Grinding (Pengamplasan)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan
yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah
untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang
ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan
dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180
hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran
permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang
harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai
pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah
struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang
harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah
yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.
4. Polishing (Pemolesan)
untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti
cermin dan menghilangkan ketidak teraturan sampel. Permukaan sampel yang akan
diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar
atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena
cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan pemolesan halus.
Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material
yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan,
dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada
tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
b. Pemolesan Kimia Mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan
serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan
pengetsa yang umum digunakan.
c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring
pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan
perunggu.
5. Etching (Etsa)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan
terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik
maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan
terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika
diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang
tepat, yaitu:
a. Etsa Kimia
etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya
disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid
/ nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride,
hydroflouric acid, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu
lama (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air
mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro etsa. Cara ini
dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu
pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa