• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu

masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga

dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana

individu telah mulai meninggalkan periode yang penuh manfaat dan lebih

menyenangkan yang dipengaruhi oleh perubahan peran dalam kehidupan dan

penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

Menurut Sarwono dan Koesoebjono (dalam Suara Pembaruan, 2004) hasil

sensus penduduk pada tahun 2000 dengan jumlah lansia sebesar 7,18% dari

seluruh penduduk Indonesia dan pada tahun 2005 jumlah lansia bertambah lagi

menjadi 8,48% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, jumlah

penduduk lansia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 9,77%, dan pada tahun

2020 diperkirakan sebesar 11,34% dari populasi penduduk Indonesia serta usia

harapan hidup 71,1 tahun. Nugroho (2002) menambahkan jumlah lansia di

seluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan

diperkirakan pula tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar. Berdasarkan data

tersebut dapat diperoleh bahwa jumlah lansia akan terus meningkat dari tahun

(2)

Masa lansia terkait dengan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai

dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi

secara perlahan. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia seperti perubahan

pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, rambut yang menjadi putih

dan jarang, kulit yang makin kering dan keriput serta gigi yang sudah tanggal

(Hurlock, 1999). Perubahan fisik ini akan mempengaruhi perubahan mental

pada lansia sebagai akibat perubahan organ perasa dan kesehatan umum.

Perubahan mental ini juga berkaitan dengan dua hal yaitu memori dan

intelegensi. Perubahan memori mengakibatkan terjadinya perubahan ingatan

baik dalam memori jangka panjang maupun memori jangka pendek dan

perubahan intelegensi terjadi dalam gaya membayangkan (Nugroho, 2000).

Perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah perubahan psikologis

seperti merasa tidak dihargai dan diacuhkan. Hal ini dapat disebabkan

perubahan peran yang terjadi pada lansia sehingga akan mempengaruhi

pandangan lansia terhadap hubungannya dengan diri sendiri dan lingkungan.

Menurut Monks (2002), lansia akan memandang lingkungannya sebagai

lingkungan yang bisa memberikan tantangan atau tidak kepadanya. Sementara

itu, perubahan sosial merupakan perubahan keberfungsian lansia yang dilihat

dari perubahan kekuatannya dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kekuatan

dan energi lansia mengalami penurunan dalam melakukan berbagai

pekerjaannya (Hurlock, 1996). Perubahan sosial ini dapat dilihat dari sejauh

mana individu dapat melakukan peran sosial dibandingkan dengan anggota

(3)

Perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial pada lansia dalam

menghadapi perubahan peran yang terjadi. Semakin banyaknya perubahan

peran yang terjadi maka akan semakin besar pula penolakan terhadap

perubahan tersebut sehingga lansia perlu beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi karena hal ini tentu akan mempengaruhi peran lansia dalam aktivitas

sehari-hari.

Perubahan-perubahan tersebut juga dialami oleh seluruh lansia sehingga

lansia diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri. Penyesuaian diri lansia

bertujuan untuk meningkatkan aktifitas dan interaksi lansia dengan

lingkungannya, serta memiliki aktivitas dalam masyarakat untuk menghadapi

perubahan sosialnya untuk mempertahankan kemandiriannya serta kemampuan

mereka melalui perubahan-perubahan. Salah satu caranya adalah dengan

menyusun kembali pola hidup sesuai dengan kehidupannya setelah masa

pensiun (Monks, 2002).

Penyusunan pola hidup lansia juga dilakukan dengan berbagai kegiatan

diantaranya dengan mengikuti pengajian yang diadakan setiap sore pada hari

tertentu, sholat subuh ke masjid secara bersama-sama dan pergi ketempat kerja.

Hal ini memperlihatkan bahwa lansia dapat mengatasi perubahan peran yang

terjadi. Selain itu, kegiatan lain yang dilakukan antara lain adalah

menghabiskan kegiatan sehari-hari dengan berkebun serta berjualan. Hal ini

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengisi kekosongan

(4)

Berbagai kegiatan lansia juga akan mempengaruhi interaksinya dengan

lingkungan. Salah satunya yang dilakukan oleh lansia yang tinggal di Panti

Sosial Tresna Werdha sering menghabiskan waktunya bersama dengan

teman-temannya seusianya. Tujuannya untuk berbagi cerita pengalaman satu sama

lain yang didukung kemampuannya dalam mengetahui secara tepat kapan

harus meminta saran ataupun pendapat kepada orang lain. Hal ini sesuai

dengan perubahan peran yang terkait dengan usia dan melibatkan

tanggungjawab lebih besar, otoritas dan kemampuan untuk memberi nasehat

(Santrock, 2001).

Kemampuan untuk memberi nasehat berkaitan dengan kemampuan lansia

untuk bertindak dalam situasi sesuai dengan aturan-aturannya. Aturan ini ada

berdasarkan pada kepercayaan agama yang kuat dan pengetahuan serta

pengalaman sebagai sumber pegangan hidup. Hal ini dapat dilihat dari

bagaimana lansia memiliki, menetapkan dan menyadari apa yang dianggap

benar dan salah dalam tindakannya serta tentang apa yang dianggap penting

dan tidak penting (Santrock, 2001).

Keyakinan lansia juga dapat mempengaruhi dalam pandangan lansia

terhadap anak-anaknya serta mampu menjadi penengah dalam mengatasi

masalah yang terjadi di antara keluarga. Berdasarkan komunikasi personal di

Panti Sosial Tresna Werdha bahwa lansia juga mampu menjadi penengah

dalam mengatasi masalah yang muncul diantara teman seusianya karena

mereka semua juga termasuk dalam satu keluarga. Dalam keluarga besar,

(5)

komunitas dan diperkenankan untuk terlibat di dalam fungsi-fungsinya serta

berdampak terhadap hubungannya dengan keluarga (Santrock, 2001).

Dari berbagai kegiatan yang telah dijelaskan merupakan bagian dari

dimensi kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002) yaitu

kemandirian perilaku, kemandirian emosi dan kemandirian nilai. Kemandirian

lansia akan lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi

perkembangan dan kelangsungan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa lansia

akan melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan sendiri dan tidak

bergantung pada keluarga dalam menghadapi perubahan yang menunjukkan

kemandirian lansia (Setiati, 2000).

Kemandirian merupakan kemampuan dalam mengaktualisasikan diri tanpa

ketergantungan dengan orang lain. Pada penelitian terhadap lansia di Sumatera

Barat (Rina, 2011) terlihat bahwa aktivitas sosial lansia yang didukung oleh

kemampuan untuk memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang lain

serta dukungan dari keluarga dan masyarakat. Pada penelitian tersebut juga

menyatakan bahwa kegiatan agama yang memainkan peran mendukung pada

lansia serta mendorong emosi positif pada lansia dan keimanan terhadap Tuhan

sebagai cara hidup yang baik. Oleh sebab itu, nilai agama juga memiliki

pengaruh positif pada lansia. Lansia juga dapat melakukan berbagai kegiatan

baik yang bersifat individual maupun kelompok. Secara individual, lansia

mampu untuk mengambil keputusan mengenai apa yang benar dan salah serta

apa yang penting dan tidak penting. Kondisi ini membuat para lansia merasa

(6)

membuatnya lebih senang hidup secara berkelompok. Sementara itu, dalam

kelompoknya, lansia lebih sering bersama dengan teman seusianya daripada

melakukan aktivitas secara sendiri (Maryam, 2008).

Menurut Sugana (dalam Suwarti, 2010), permasalahan yang banyak

dirasakan lansia adalah munculnya berbagai stigma dalam masyarakat yang

semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku kurang

mandiri. Stigma pada lansia dapat berupa kesulitan lansia dalam mempelajari

keterampilan yang baru serta sulitnya dalam melaksanakan kegiatan

sehari-hari. Disisi lain lansia masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak

menggantungkan hidupnya pada lingkungan (Suwarti, 2010).

Secara fisik, lansia dianggap tidak berdaya, tidak produktif dan menjadi

beban masyarakat. Sementara itu, dalam masyarakat masih banyak dijumpai

lansia yang bekerja karena tidak ingin menjadi beban oleh keluarganya. Dalam

mengambil keputusan lansia dianggap tidak dapat mengambil keputusan untuk

kehidupan dirinya. Hal ini berbeda dengan kehidupan di masyarakat, lansia

dapat mengambil keputusan dengan berbekal pada pengalaman yang

dimilikinya dan juga memberikan referensi dalam memberikan nasehat kepada

keluarga dalam mengambil keputusan (Suwarti, 2010).

Dalam perkembangannya, lansia ingin diakui keberadaan dan

kemandiriannya dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan

kehidupannya. Lansia juga memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dan

(7)

tempat yang mefasilitasi lansia untuk dapat hidup secara berkelompok adalah

panti sosial. Panti sosial merupakan suatu institusi hunian bersama dari para

lansia yang secara fisik dan kesehatan masih mandiri dimana kebutuhan harian

dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti (Darmodjo &

Martono, 1999). Tempat ini dikelola oleh pemerintah dan ada yang dikelola

oleh swasta. Di panti sosial para lansia akan menemukan banyak teman

sehingga mereka dapat saling berinteraksi untuk memberikan bantuan,

dukungan dan perhatian. Selain itu, dalam melakukan aktivitas di panti sosial

lansia dibantu oleh orang lain yang lebih muda untuk dapat menjalankan

kegiatan sehari-harinya (Soni, 2007).

Lansia yang sebaiknya tinggal di panti sosial adalah lansia yang

mengalami masalah kesehatan, status ekonomi atau kondisi lain yang tidak

memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup dirumah masing-masing dan

jika mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat atau sanggup merawat

mereka (Hurlock, 1999). Permasalahan yang banyak dirasakan lansia adanya

munculnya pandangan dalam masyarakat yang semakin mendorong lansia

untuk mengembangkan pola perilaku kurang mandiri. Sementara itu, lansia

masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak menggantungkan kehidupannya

dengan orang lain dan lingkungan (Suwarti, 2010).

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa lansia dihadapkan pada

pandangan bahwa mereka tidak mampu dalam menghadapi perubahan fisik,

mental, psikologis dan sosial sehingga mengembangkan pola perilaku yang

(8)

tinggal di panti sosial umumnya dibantu oleh orang lain dalam beraktivitas.

Namun, dalam hal ini lansia masih merasa mampu dengan dirinya dan tidak

ingin menggantungkan dirinya dengan orang lain sehingga mereka tinggal di

panti sosial hanya untuk dapat berbagi cerita dan hidup secara berkelompok

dengan lansia lainnya. Salah satu panti sosial yang terdapat di Sumatera Utara

adalah panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Panti sosial ini merupakan

salah satu panti sosial terbesar, memiliki jumlah lansia terbanyak dan dikelola

oleh pemerintah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat kemandirian

pada lansia yang tinggal di panti sosial.

B.TUJUAN PENELITIAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

C.PERTANYAAN PENELITIAN

Dari pemaparan diatas peneliti mengajukan pertanyaan penelitian yaitu

bagaimana tingkat kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi

Binjai?

D.MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi

Perkembangan mengenai kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna

(9)

2. Manfaat praktis

Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan

penelitian yang sama di masa mendatang.

E.SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Disini digambarkan tentang berbagai tinjauan literatur dan

fenomena mengenai kemandirian dalam menjalankan

aktivitasnya.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari

masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan

teori tentang kemandirian dan faktor-faktor yang

mempengaruhi lansia dalam menjalankan aktivitasnya

sehari-hari.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional variabel penelitian, populasi dan

metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji

(10)

metode analisa data yang digunakan untuk mengolah data

hasil penelitian.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai

interpretasi dan hasil penelitian tambahan yang didapat serta

pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban hasil

penelitian berdasarkan tingkat kemandirian. Diskusi

membahas mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian

antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada

dan saran penelitian yang meliputi saran metodologis dan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan Jatmiko (2013) menunjukkan bahwa terjadi perubahan skor yang bermakna pada lansia yang mengalami insomnia setelah

74 tahun memiliki tingkat melakukan aktivitas fisik yang lebih baik dibandingkan dengan lansia yang dalam kategori lainnya sehingga semakin bertambah usia maka

Apabila hal ini berkelanjutan lansia akan mengalami krisis mental, bilamana tidak teratasi maka lansia yang bersangkutan akan jatuh kedalam keadaan yang lebih

Lansia berusia 60 – 74 tahun memiliki tingkat melakukan aktivitas fisik yang lebih baik dibandingkan dengan lansia yang dalam kategori lainnya sehingga semakin bertambah

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis dukungan dari diri lansia itu sendiri serta peran dukungan pemerintah yang dapat mempengaruhi

Rasa takut maupun sendiri yang terminimalisirkan membuat para lansia dapat bersosialisasi dengan baik sehingga kehidupan mereka pun dapat menjadi lebih baik di

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pemenuhan personal hygiene sehingga harus diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pemenuhan personal hygiene pada lansia

Personal hygiene pada lansia merupakan upaya individu dalam memelihara kebersihan diri meliputi; kebersihan kulit, mandi, mulut, rambut, kaki dan kuku, dan