• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1Kerang

Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau Pelecypoda.

Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1) kaki (foot byssus),

(2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass), (4) selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-organ syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi tergantung

pada jenis, habitat dan makanannya.

Kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa

daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang

oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel.

Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan

menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur. Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni

(Rina Hudaya, 2010):

a. Lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang

melindungi.

b. Lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c. Lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel

dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal

saat hewannya bertambah tua.

2.1.1 Kandungan Cangkang Kerang

Menurut (Setyaningrum, 2009) Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral yang

pada umumnya berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami

penggilingan dan mempunyai karbonat tinggi. Kandungan kalsium dalam cangkang

(2)

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Serbuk Cangkang Kerang

Komponen Kadar (% berat)

CaO 66,70

SiO2 7,88

Fe2O3 0,03

MgO 22,28

Al2O3 1,25

Sumber : Shinta Marito Siregar 2009

2.1.2 Jenis-Jenis Kerang

Rina Hudaya (2010) mengemukakan bahwa kerang merupakan sumber bahan

makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan

lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau

(Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata).

2.1.2.1Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi

yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain

pada batas cangkang. Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi

cangkangnya. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi oleh rambut-rambut serta cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah

(Anadara granosa).

(3)

Kerang darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat,

dan bergerigi dibagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut. Kerang

bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi.

Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia

Ordo : Arcioda

Family : Arcidae

Genus : Anadara

Spesies : Anadara antiquate

2.1.2.2Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan

melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya.

Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau

termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk

kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

(4)

Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut:

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia,

namun dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau

antara lain suhu perairan berkisar antara 27oC – 37oC, pH air antara 3 – 4 , arus air

dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10 m-20 m.

Laju pertumbuhan kerang hijau berkisar 0,7-1,0 cm/ bulan. Ukuran konsumsi yang

panjangnya sekitar 6 cm dicapai dalam waktu 6-7 bulan.

2.1.2.3Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada

batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang

berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap

belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk.

Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat.

Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah

memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar dimiliki oleh A.

granola, yaitu sebesar 24,3%. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan

puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan

berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai

ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan

(5)

Gambar 2.3 Kerang Darah

Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah

pantai pasir berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28

g/kg, kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai

berikut

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Bivalvia

Ordo : Arcioda

Family : Arcidae

Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

2.2 Hidroksiapatit

2.2.1 Deskripsi Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan jenis biomaterial keramik yang mampu menggantikan

mineral jaringan tulang. Hal ini karena hdroksiapatit mempunyai komposisi yang

hampir mirip dengan tulang manusia yaitu tersusun dari mineral kalsium dan fosfat.

Sebagai bahan rehabilitasi jaringan tulang hidroksiapatit dapat meningkatkan

pertumbuhan sel-sel yang akan memperbaiki fungsi daur kehidupan jaringan yang

(6)

Pada umumnya berat hidroksiapatit dapat mencapai 69% dari berat tulang

alami. Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan merupakan senyawa yang

paling stabil diantara berbagai kalsium. Hidroksiapatit juga sangat stabil dalam cairan

tubuh serta diudara kering atau lembab hingga 1200o C. Kesamaan hidroksiapatit

dengan komposisi mineral pada tulang dan gigi manusia membuat hidroksiapatit ini

cocok untuk pengganti segmen yang rusak pada sistem kerangka manusia (Mahreni,

2012).

Menurut Sopyan et al. (2002) Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsiumfosfat dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 yang merupakan

paduan dua senyawa garam trikalsiumfosfat dan kalsiumhidroksida dengan persen

berat ideal 39,9% Ca, 18,5%P dan 3,38% OH dan rasio ideal antara Ca/P sebesar 1,67

2.2.2 Sifat-Sifat Hidroksiapatit

Pane (2004) mengemukakan bahwa sifat-sifat hidroksiapatit adalah sebagai berikut:

2.2.2.1Sifat Fisis

Hidroksiapatit merupakan contoh biokeramik bioaktif. Biokeramik ialah keramik

yang secara inovatif dimanfaatkan secara khusus yang dipergunakan untuk

memperbaiki dan merekonstruksi bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat.

Bioaktif berarti kemampuan suatu bahan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru

disekitar implan.

Permukaan bahan biokeramik bioaktif melekat pada jaringan sehingga

mampu menahan beban gaya mekanis diatasnya. Sering terjadi adhesi dipermukaan

lebih besar daripada kohesi tulang atau implan, bila terjadi keretakan mekanis. Hal ini

terjadinya tidak pada permukaan melainkan pada tulang atau implan.

2.2.2.2Sifat Kimia

Pada suhu tubuh, ada dua jenis kalsium phospat yaitu dikalsium phospat atau brushit

dan hidroksiapatit yang dapat berkonta dengan stabil pada media berair misalnya

cairan tubuh. Dikalsium phospat (CaHPO4.H2O) atau brushit (C2P) stabil pada pH

(7)

Pemadatan keramik kalsium phospat terjadi pada suhu antara 1000-1500oC.

perubahan bentuk yang terjadi pada keramik phospat yang terjadi pada suhu tinggi

tidak hanya tergantung pada suhu tetapi juga pada tekanan persisi air dalam atmosfer.

Bila ada air, maka kalsium phospat dapat terbentuk menjadi hidroksiapatit stabil

sampai suhu 1350oC. Stabilitas suhu hidroksiapatit meningkat sesuai dengan tekanan

parsial.

2.2.2.3Sifat Mekanis

Perbandingan dari pengamatan sifat mekanis hidroksiapatit dapat dilihat pada tabel

2.2 berikut:

Tabel 2.2 Kuat Tekan dan Kuat Tarik dari Jaringan Keras dan Hidroksiapatit

Keramik/Jaringan Keras Kuat Tekan (MPa)

Kuat Tarik (MPa)

Tulang Kortikal 135-160 69-110

Dentin 295 51,7

Enamel 270 70

Hidroksiapatit porus (tipis) 30-170 4,8 Hidroksiapatit non porus (padat) 917 78-196

Sumber: Mai Sarah Pane 2004

Ukuran porousitas dari partikel hidroksiapatit tampaknya memegang

peranan penting pda proses pertumbuhan jaringan tulang, melalui lubang porousitas

ini cairan dari jaringan ikat masuk kepermukaan.

2.2.2.4Sifat Biologis

Hidroksiapatit memiliki kemampuan bertahan terhadap korosi, terhadap efek toksis

yang dihasilkan korosi dan kemampuan bertahan terhadap perubahan selama

pemakaian bahan dilingkungan tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi penolakan dari

jaringan tubuh, sehingga dikatakan bahwa hidroksiapatit memiliki sifat

(8)

Hidroksiapatit yang digunakan sebagai pelapis pada logam berpori dapat

mempercepat laju pembentukan tulang dalam pori-porinya. Tetapi besarnya pori-pori

dapat mengurangi kekuatan bahan.

2.2.3 Sintesis Hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya:

1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan),

merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan

menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit Kristal atau amorf.

2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan

menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat

kristalinitasnya tinggi.

3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi

padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan Kristal tunggal.

4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi

padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis dan

hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.

5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi

padatan), menghasilkan hidroksiapatit Kristal tunggal yang mengandung

unsure lain seperti boron apatit, fluorapatit dan kloroa

Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah yaitu dengan menggunakan

larutan dan akan dihasilkan padatan. Pada metode basah ini melalui proses

presipitasi. Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat.

Pada struktur hidroksiapatit, dapat menggantikan ion OH- membentuk Kristal apatit

karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO43- membentuk Kristal apatit karbonat

tipe B. Pada umumnya, presipitasi pada temperature rendah akan membentuk apatit

karbonat tipe B, sedangkan apatit hasil presipitasi dari reaksi pada suhu tinggi akan

menghasilkan apatit karbonat tipe A.Proses sintesis dengan metode basah ada 2

(9)

1. Proses yang melibatkan reaksi antara kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan garam

posfat (NH4)2HPO4

2. Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H3PO4) dan basa (Ca(OH)2)

Keuntungan utama sintesis dengan metode basah, adalah bahwa hasil

samping sintesisnya air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah

dan biaya pengolahan rendah. Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk produksi

industry skala besar dan tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Sintesis

dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi

(Muntamah, 2011).

2.2.4 Aplikasi Hidroksiapatit

Hidroksiapatit banyak diaplikasikan pada dunia medis karena sifatnya yang sangat

mirip dengan komponen pada organ-organ tertentu dari manusia. Salah satu aplikasi

hidroksiapatit adalah sebagai bahan dasar implant tulang.

Prasetyanti (2008) mengemukakan bahwa tulang terdiri atas matriks organik

keras yang sangat diperkuat oleh endapan garam kalsium. Tulang padat rata-rata

mengandung matriks 30% berat dan 70% garam. Garam kristal yang diendapkan di

dalam matriks tulang terdiri atas kalsium dan fosfat. Garam kristal utama dikenal

sebagai hidroksiapatit (HAp) dengan formula Ca

10(PO4)6(OH)2.

Garam kalsium yang pertama diendapkan dalam tulang adalah bukan kristal

hidroksiapatit tetapi senyawa amorf seperti dikalsium fosfat dihidrat yang merupakan

tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Dikalsium fosfat dihidrat

ukurannya kecil sehingga dalam profil XRD masih tampak seperti amorf. Kalsium

fosfat amorf memiliki rumus kimia bervariasi, rasio molar unsur Ca dan P rendah,

dan kaya akan HPO

4

2-. Strukturnya dapat terganggu dengan kedatangan ion asing2-.

Garam kalsium yang kedua, trikalsium fosfat. Peluang trikalsium fosfat kecil

akan terbentuk kristal dalam salah satu komponen mineral jaringan keras. Garam

yang ketiga, oktakalsium fosfat, strukturnya mirip dengan hidroksiapatit. Garam

(10)

atom-atom, atau melalui proses reabsorpsi dan pengendapan kembali, garam-garam ini

diubah menjadi kristal hidroksiapatit dalam waktu beberapa minggu atau beberapa

bulan. Jadi, garam kalsium dapat berada dalam berbagai fasa, yaitu fasa amorf dan

fasa kristal. Hidroksiapatit ini merupakan fasa kristal yang paling stabil dengan grup

ruang P63/m, dan struktur kristal berbentuk heksagonal.

Ion magnesium, natrium, kalium dan karbon ditemukan di antara garam

tulang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Karbonat juga terdapat pada tulang. Kombinasi

yang demikian memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk

penyangga tubuh dan pendukung gerakan, karena hidroksiapatit yang tumbuh berada

di dekat setiap segmen serat kolagen yang terikat kuat untuk menjaga kekuatan

tulang.

Tabel 2.3 Kandungan elemen inorganik pada tulang

Sumber: Fitriani Prasetyanti 2008

2.2.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

2.2.5.1Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

FT-IR merupakan variasi instrumental dari spektroskopi IR yang menggunakan

prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran

sampel yang kecil, perkembangan spectrum yang cepat, dan arena instrument ini

memiliki computer yang terdedikasi memiliki kemampuan untuk menyimpan dan

memanipulasi spectrum (Sopyan, 2001).

Spektroskopi fourier Transform infrared merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks

(11)

unsur penyusunnya. Bahan yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, dan gas.

Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalam metode spektroskopi

absorpsi, yang didasarkan pada perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh

molekul suatu materi. Pada spektroskopi inframerah, spectrum inframerah terletak pada daerah panjang gelombang yang dimulai dari 0.75 μm sampai 1000 μm atau bilangan gelombang dari 12800 cm-1 sampai 1 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan

instrumentasi, spectrum infrared dibagi menjadi tiga jenis radiasi yaitu infrared dekat (bilangan gelombang 12800-4000 cm-1), infrared pertengahan (bilangan gelombang 4000-200 cm-1), dan infrared jauh (bilangan gelombang 200-10 cm-1). FTIR termasuk dalam kategori radiasi infrared pertengahan.

Gambar 2.4 Prinsip Kerja FT-IR

Absorpsi infrared oleh suatu materi dapat terjadi jika adanya kesesuaian

antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan

perubahan momen dipole selama bervibrasi. Pada FTIR terdapat komponen

interferometer Michelson yang berfungsi untuk mengurai radiasi inframerah menjadi

komponen-komponen frekuensi. Cara kerja FTIR yaitu dengan mengumpulkan data

(12)

2.2.5.2XRD (X-ray Difractometer)

Teknik difraksi yang paling umum digunakan adalah metode serbuk. Dalam hal ini

sampel ditumbuk hingga membentuk partikel dengan ukuran tertentu.

Partikel-partikel tersebut akan berada pada orientasi tertentu yang memenuhi kondisi hokum

Bragg. Analisis Kristal modern menggunakan difraktometer sinar X yang dilengkapi

dengan sebuah pencacah radiasi (radiation counter). Untuk mencatat sudut dan intensitas difraksi, sebuah recorder mencatat berkas difraksi seiring dengan gerakan goniometer sinkron dengan gerakan sampel pada rentang 2θ.

Gambar 2.5 Prinsip Kerja XRD

Panjang gelombang sinar-X untuk difraksi berada pada rentang 0.05 hingga

0.25 nm (panjang gelombang sinar tampak sekitar 600 nm). Sinar-X untuk tujuan

difraksi diproduksi dengan tegangan antara katoda dan anoda sebesar 35 kV dalam

kondisi vakum. Bila filament tungsten dipanaskan, electron terlepas dari katoda melalui proses emisi termionik dan dipercepat menuju target, dan sinar-X terlepas.

Sebagian besar energi kinetik elektron dikonversi menjadi panas sehingga perlu

didinginkan dari luar (Subaer, 2008).

Berdasarkan pada hukum Bragg, suatu X-Ray dengan panjang gelombang

(13)

yang berjarak d. interferensi konstruktif dari X-Ray dihamburkan hanya akan terjadi,

jika beda lintasannya memenuhi persamaan (2.1) berikut:

𝑛𝜆 = 2𝑑 sin 𝜃 (2.1)

Berdasarkan harga hkl yang yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan

parameter kisi untuk struktur heksagonal dengan menggunakan persamaan (2.2)

berikut:

Untuk menentukan apakah sampel yang dihasilkan memiliki ukuran dalam

daerah butir (grain) ataukah partikel, berdasarkan data hasil uji XRD dilakukan

perhitungan diameter grain dengan menggunakan menggunakan persamaan Scherrer

(Djamas, 2010) sebagai berikut:

2.2.5.3Scanning Electron Microscopy (SEM)

Prinsip kerja SEM adalah berkas electron yang dipergunakan untuk memindai

specimen dihasilkan oleh electron gun yang tersusun atas tiga komponen yaitu : 1. Filament katoda yang terbuat dari kawat tungsten, Kristal lanthanum

hexaboride (LaB6) atau cerium hexaboride (CeB6),

2. Tudung bercelah (Wehnelt Cylinder) yang mengontrol aliran dari electron (bias),

3. Plat anoda bermuatan positif yang menarik dan mempercepat electron menuju

specimen.

Ketika electron dengan energi tinggi menumbuk specimen, electron tersebut

akan dihamburkan oleh atom dari specimen. Hamburan electron menyebabkan

(14)

terjadi pada volum tertentu dibawah permukaan specimen. Dari interaksi tersebut

dihasilkan apa yang disebut dengan Secondary Electron (SE) dan Backscattered Electron (BSE) yang nantinya dipergunakan sebagai sumber sinyal untuk membentuk gambar. Zona ini biasa disebut dengan pears-head karena bentuknya yang mirip buah pir dan ukurannya bertambah dengan meningkatnya energi dari electron yang datang

(Suryadi, 2011).

Gambar 2.6 Prinsip Kerja SEM

Analisis mikrostruktur dengan SEM dapat dilakukan pada sampel yang telah

dipoles atau sampel yang tidak dipoles atau sampel fraktur (fractured specimen).

Sampel yang digunakan didalam penyelidikan SEM dipersiapkan dengan cara

sebagai berikut: Sampel dipotong hingga berukuran tebal 2.00 mm dengan diameter

10 mm. Selanjutnya material tersebut dipoles hingga ukuran 1 μm dengan pasta intan.

Sampel yang telah dibersihkan dan dikeringkan kemudian dilapisi dengan emas untuk

(15)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di :

1. Laboratorium SMK-SMAK Padang.

2. Laboratorium Farmasi Universitas Andalas, Padang.

3. Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan, Medan.

Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Mei – 19 Juni 2014.

3.2Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. X-Ray Diffractometer (XRD)

Untuk mengetahui struktur Kristal dan susunan senyawa dari Hidroksiapatit.

2. Scanning Electron Microscopy EDX (SEM-EDX)

Untuk melihat struktur permukaan Hidroksiapatit dan unsur-unsur yang

terkandung didalamnya.

3. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada hidroksiapatit.

4. pH Universal

Untuk mengukur pH dari suatu larutan

5. Tabung Erlenmenyer

Sebagai wadah menampung filtrat

6. Mortar dan Pestle

Untuk menghaluskan cangkang kerang

7. Pipet Tetes

Untuk meneteskan larutan dengan kecepatan tertentu

8. Magnetic Stirrer

(16)

9. Timbangan Digital

Untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan.

10. Beaker Glass

Sebagai wadah sintesis HA

11. Kertas Saring

Untuk menyaring endapan HA dari larutan

12. Cawan keramik

Sebagai wadah untuk mensintering sampel

13. Corong

Untuk menyaring endapan

14. Furnace

Untuk mensintering sampel dengan suhu yang telah di tentukan.

15. Buret

Untuk mentitrasi larutan

16. Standar dan Klem

Sebagai penyanggah buret

17. Cawan Penguap

Sebagai wadah untuk memanaskan sampel

(17)

3.3Prosedur

3.3.1 Preparasi sampel.

Cangkang kerang yang digunakan adalah cangkang kerang bulu yang

dikumpulkan dari limbah masyarakat, dimana cangkang kerang bulu yang

akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dikeringkan.

Setelah dikeringkan, cangkang kerang bulu dihaluskan dengan mortar dan

pestle lalu diayak dengan ukuran 200 mesh.

3.3.2 Pembuatan CaO

1. Ditimbang cangkang kerang yang telah dihaluskan sebanyak 20 gr.

2. Dipanaskan pada suhu 900o C selama 2 jam.

3. Didinginkan didalam desikator.

3.3.3 Pembuatan Ca(OH)2

1. Ditimbang CaO sebanyak 8 gr.

2. Dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan HCl 1 M sebanyak 200

ml.

3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm hingga larut.

4. Ditambahkan NH4OH hingga larutan basa pH 12.

3.3.4 Sintesis Hidroksiapatit

1. Disediakan Ca(OH)2 yang telah dihasilkan.

2. Dititrasi larutan H3PO4 0,3 M dengan kecepatan 1 ml/detik.

3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm selama 6 jam.

4. Diatur pH dengan menambahkan NH4OH agar larutan basa pH 10.

5. Didiamkan selama 15 jam sampai terbentuk endapan HA.

6. Disaring endapan yang dihasilkan.

7. Dicuci endapan dengan aquades panas untuk menghilangkan ion Cl.

(18)

9. Disinterring pada suhu 700o C , 800o C , 900o C, 1000o C dan 1100o C selama

2 jam.

3.3.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

Sampel HA yang telah disinterring pada suhu 700oC , 800oC , 900oC, 1000oC dan

1100oC diuji dengan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada

sampel HA tersebut. Setelah diuji dengan FT-IR, akan diambil tiga sampel yang

karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni. Selanjutnya ketiga sampel HA

tersebut akan diuji dengan XRD untuk mengetahui tingkat kristalinitasnya.

Setelah diuji dengan XRD, akan diambil satu sampel lagi yang

karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni dan selanjutnya akan diuji

dengan SEM-EDX untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel HA tersebut

(19)

3.4Diagram Alir penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Sampel

3.4.2 Pembuatan CaO

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan CaO Ditimbang 20 gr

CaO

Dipanaskan T:900oC, t:2 jam

Sampel

Cangkang Kerang Bulu

Dicuci dengan air bersih

Dikeringkan

Sampel

(20)

3.4.3 Pembuatan Ca(OH)2

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2 Ditimbang 8 gr

Ca(OH)2

Ditambah HCl 1 M 200 ml CaO

(21)

3.4.4 Sintesis Hidroksiapatit

Gambar 3.4 Diagram Alir Sintesis Hidroksiapatit Disaring endapan

FT-IR

Ca(OH)2

Dititrasi dengan H3PO4 0,3 M dan diaduk kec:

700 rpm t:6 jam

Didiamkan 15 jam hingga terbentuk endapan HA Ditambah NH4OH

hingga pH 10

Dicuci dengan aquadest panas hingga ion Cl hilang

Dikeringkan

Disinterring dengan suhu yang ditentukan

Dikarakterisasi

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Serbuk Cangkang Kerang
Gambar 2.2 Kerang Hijau
Gambar 2.3 Kerang Darah
Tabel 2.2 Kuat Tekan dan Kuat Tarik dari Jaringan Keras dan Hidroksiapatit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga tidak ada salahnya dengan kerendahan hati serta perasaan yang tulus dari hati terdalam, penulis memberikan penghargaan berupa ucapan terima kasih atas berbagai bantuan

Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulisan Laporan Tugas Akhir/ dengan judul “ Motivasi Wisatawan Berkunjung ke Agrowisata Usada

Tanggal Perdagangan terakhir IDKM di Pasar Reguler dan Negosiasi 25 April 2013 Tanggal Recording Date Penggabungan 30 April 2013 Tanggal Distribusi saham hasil Penggabungan

Berdasarkan uji statistik didapatkan odd ratio (OR) yaitu 7,000 yang artinya adalah responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki peluang untuk 7 kali lebih

Seperti pada Gambar 2, Bapak Mulyono, guru SDN Rangkah VI, menambahkan bahwa ada beberapa komponen penyebab ketakutan dan kesulitan dalam belajar matematika

Metode empiris melalui pendekatan pengambilan sampel digunakan untuk mengevaluasi kinerja sistem dalam rangka mengetahui kapasitas sistem penyimpanan yang dibutuhkan

GCP adalah suatu lokasi titik di permukaan bumi yang dapat diindentifikasi dengan menyesuaikan koordinat piksel pada citra dengan koordinat objek yang sama pada peta

The 20 th CEReS International Symposium or The Symposium on Microsatellites for Remote Sensing (SOMIRES 2013) is kick-off event of Chiba University