BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spiritual
2.1.1. Kebutuhan Spiritualitas
Highfield dan Cason (1983 dalam McSherry, 2006) menggunakan pendekatan kebutuhan spiritual dalam penelitian deskriptif mereka
menyelidiki kesadaran perawat bedah tentang kebutuhan spiritual. Para
peneliti mengidentifikasi empat kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan akan
makna dan tujuan dalam hidup, kebutuhan untuk memberi dan menerima
cinta, kebutuhan akan harapan dan kebutuhan akan kreativitas.
Stallwood dan Stool dalam McSherry (2006) menyatakan bahwa
spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Setiap faktor diperlukan untuk membangun dan mempertahankan hubungan
dinamis pribadi seseorang dengan Tuhan atau sebagaimana didefenisikan
oleh individu itu dan keluar dari hubungan itu untuk mengalami
pengampunan, cinta, harapan, kepercayaan, makna dan tujuan dalam hidup.
Kebutuhan spiritual tidak murni terkait dengan agama atau kepercayan
terhadap Tuhan tetapi filosofi semantik terhadap kehidupan atau mencari
makna dan tujuan.
Frankl (1987; Travelbee, 1966 dalam McSherry, 2006) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual dipandang sebagai persyaratan paling dalam pada
persyaratan, maka ia dapat berfungsi secara harmonis, mencari makna, nilai,
tujuan dan harapan dalam hidup bahkan saat hidup mungkin akan terancam.
Burnard (1988 dalam McSherry, 2006) seorang individu dapat menyatakan kebutuhan untuk hubungan yang harmonis setelah mengalami
gangguan pernikahan. Secara psikologis berorientasi untuk melihat
kebutuhan psikologis, ketika pada kenyataannya orang tersebut adalah
menyatakan keinginan untuk mengeksplorasi isu-isu yang mendasar, unik
dan keberadaan mereka berada di tengah. Secara alami spiritual berasal dari
dimensi psikososial, demikian juga, itu akan membuat kesalahpahaman
yang serius dan kesalahan untuk menyimpulkan bahwa seorang ateis atau
agnostik tidak memiliki kebutuhan rohani karena mereka tidak mempunyai
kepercayaan pada Tuhan.
Narayanasamy dan Owens (2001) menyatakan bahwa adanya
kebutuhan spiritual lainnya dengan menerapkan konsep langsung ke
keperawatan dan perawatan kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sejumlah perawat mengidentifikasi pasien dari ekspresi perasaan
emosional dan mencari makna dan tujuan. Dari hasil wawancara yang
diperoleh, ketakutan merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa
tegang, nyeri dan emosional. Para pasien takut akan kematian dan mereka
tidak ingin suaminya mengetahui akan ketakutannya. Mereka membutuhkan
bimbingan, mencari makna dan tujuan untuk mengatasi emosinya.
Yong et al (2008) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual terdiri dari
harmonis, hubungan dengan Tuhan dan menerima kematian. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa kebutuhan harapan untuk kesembuhan,
memiliki ketenangan dengan diri dan kehidupan serta merasakan kedamaian
dan memiliki hubungan telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk
mengatasi penyakit. Makna dan tujuan hidup merupakan komponen utama
dari spiritualitas karena ketika seseorang tidak dapat menemukan makna
dan tujuan hidup selama masa-masa sulit, mereka mungkin mengalami
depresi dan kebutuhan spiritual merupakan intervensi yang penting dalam
mengatasinya. Mencintai dan hubungan yang harmonis dengan orang lain
merupakan kebutuhan manusia secara universal karena menunjukkan
bahwa mereka selalu harus ada dengan keluarga agar pasien menjadi lebih
kuat. Menerimaan kematian termasuk kebutuhan untuk mengatasi tanggung
jawab hidup dan mempersiapkan kematian
Galek et al (2005) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual terdiri dari
enam yaitu kebutuhan akan mencintai, harapan, arti dan tujuan, moral dan
etik, apresiasi keindahan dan kematian. Shelly dan Fish (1988 dalam
McSherry, 2006) mengidentifikasi tiga kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan
akan makna dan tujuan, kebutuhan akan cinta dan keterkaitan dan
kebutuhan untuk pengampunan.
yang tujuannya mengatasi
kekhawatiran setelah kematian.
Colliton (1981 dalam McSherry, 2006) menekankan bahwa
kebutuhan spiritual adalah kebutuhan yang menyentuh inti dari seseorang
profesional perawatan kesehatan untuk membantu individu dalam
memahami dan menemukan makna di saat terjadinya krisis seperti
penerimaan diagnosis terminal, kehilangan orang yang dicintai atau
berpartisipasi dengan kehidupan dengan cacat permanen.
2.1.2. Komponen Kebutuhan Spiritualitas
a. Arti dan tujuan
Kita semua memiliki keinginan dan kebutuhan untuk mengidentifikasi
beberapa makna dalam hidup kita dan keberadaan yang akan membantu
dalam menghasilkan motivasi atau tujuan, yang akan menyebabkan rasa
pemenuhan. Pencarian ini dilakukan dalam masa sehat maupun sakit
(McSherry, 2006). Kebutuhan untuk menemukan arti dan tujuan merupakan
dimensi penting diseluruh literarur. Beberapa penulis menekankan bahwa
penyakit fisik sering bertindak sebagai pemicu. Satu yang terpenting adalah
sebuah perjalanan batin untuk mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan
hidup dan mati serta untuk mengatur ulang prioritas berhubungan dengan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Narayanasamy menyatakan bahwa
penyakit juga dapat sebagai satu tantangan yang sudah ada pada sistem
personal. Kebutuhan untuk memahami eksistensi manusia, dengan melihat
adanya arti, dapat menemukan kedamaian, tidak peduli seberapa parah
penyakitnya (Galek et al, 2005).
b. Kebutuhan akan cinta dan hubungan yang harmonis
Tanpa keintiman dan kenyamanan yang diperoleh dengan orang lain
sendirian dan kehilangan sentuhan, keamanan dan cinta. Kebutuhan akan
hubungan yang harmonis penting yang berasal dari kontak pribadi dan
keterlibatan dengan orang – orang. Namun, kasih sayang yang sama
dihasilkan atau dialami melalui kontak dekat dengan penciptanya.
Pengamantan telah dilakukan dan hasil yang diperoleh bahwa hubungan tidak
akan selalu harmonis dan individu dapat tumbuh dan belajar dari semua
pengalaman (McSherry, 2006).
Mencintai, memiliki dan menghormati merupakan kategori yang
terbesar. Banyak pasien menyatakan bahwa pentingnya seorang ustad atau
pendeta dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Dari hasil survey yang
diperoleh kebutuhan spiritual pasien yaitu agar dapat diterima setiap orang,
kasih sayang dan kebaikan, dapat merasakan hubungan dengan dunia,
persahabatan dan menghargai fungsi tubuh (Galek et al, 2005).
c. Kebutuhan untuk pengampunan
Pada saat hidup akan terjadi hal yang mengganggu dan akan terjadi
konflik. Namun, kemarahan dan rasa bersalah yang belum terselesaikan dapat
menyebabkan hilangnya fisik, psikologis, sosial dan kesejahteraan spiritual.
Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan, ada kebutuhan untuk mencoba
dan menyelesaikan konflik dalam kehidupan dan pada waktu memaafkan
(McSherry, 2006).
Mickley dan Cowles (2001 dalam Kozier et al, 2004) menyatakan
bahwa pengampunan (forgiveness) mendapatkan perhatian meningkat dari
berkaitan dengan rasa malu dan rasa bersalah. Masalah kesehatan
diinterpretasi sebagai hukuman atas dosa dimasa lalu seperti melakukan
hubungan sek sebelum menikah adalah penyebab dari kanker payudara yang
di alaminya. Klien yang sedang menghadapi kematian dapat mencari atau
meminta pengampunan dari yang lain termasuk dari Tuhan. dalam
penelitiannya menganjurkan pada perawat yang mempunyai peran penting,
agar membantu klien dengan memahami proses pengampunan ini dan
memenuhi kebutuhan spiritualitas klien melalui pengampunan ini.
d. Kebutuhan untuk sumber harapan dan kekuatan
Spiritualitas sering disebut sebagai sumber kekuatan batin dan
keyakinan harapan. Keyakinan seseorang, nilai-nilai dan sikap akankah
membawa harapan pada orang, masa depan atau dari perspektif agama,
seperti hidup yang kekal yang memungkinkan individu untuk menimba
kekuatan dari komitmen dan keyakinan mereka (McSherry, 2006).
Galek et al (2005) menyatakan bahwa kekuatan harapan dan rasa
syukur dapat memupuk dan memberi semangat pasien. Meskipun harapan itu
dikonseptualisasikan dalam berbagai cara. Peneliti menekankan kapasitas
harapan dapat berhubungan dengan kemungkinan dan realita dari luar diri.
Dari hasil survey didapatkan bahwa kebutuhan akan harapan dapat
memberikan kedamaian dan kepuasan, menjaga agar pandangan tetap positif,
bersyukur atau berterima kasih.
Stephenson (1991 dalam Kozier et al, 2004) menyatakan bahwa
keberhasilan dalam menghadapi dan mengatasi keadaan sakit dan kematian.
Harapan sebagai suatu proses antisipasi yang melibatkan interaksi pemikiran,
tindakan, perasaan dan relasi, yang arahkan pada masa datang untuk
pemenuhan akan kepribadian yang penuh makna. Jika tidak mempunyai
harapan dan tidak ada yang memberikan harapan tersebut, maka sakit yang
dialami, dirasakan seperti bekembang memburuk lebih cepat.
e. Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang berfikir dan bertingkah
laku. Kreativitas digunakan seseorang untuk mengekspresikan sifat
dasarnya melalui suatu bentuk atau medium sehingga menghasilkan rasa
puas baginya. Kemampuan untuk menemukan makna, ekspresi dan nilai
dalam aspek kehidupan seperti sastra, seni, musik dan kegiatan lainnya yag
berasal dari sifat kreatif individu, menyediakan ekspresi dan makna serta
sarana komunikasi. Kreativitas dapat berbentuk inspirasi, mengangkat emosi
seseorang dan perasaan untuk keindahan hadir dalam bentuk kreasi
(McSherry, 2006).
f. Kepercayaan
Individu terisolasi dan diabaikan ketika kehilangan kepercayaan.
Dipercaya dapat berbentuk diterapkan pada teman-teman masing-masing
keluarga atau masyarakat dunia pada umumnya. Kepercayaan adalah
prasyarat untuk membangun persahabatan dan hubungan terapeutik. Dengan
mengadopsi pendekatan ini, itu akan muncul bahwa kepercayaan adalah
harga diri dan penerimaan oleh orang lain. Kemampuan untuk
mengekspresikan keyakinan pribadi dan nilai-nilai dalam kehidupan adalah
kebutuhan mendasar untuk mengekspresikan keyakinan pribadi dan
nilai-nilai. Kebutuhan ini dipupuk dalam masyarakat modern. Ketidakmampuan
untuk mengekspresikan keyakinan pribadi dan nilai-nilai dapat menyebabkan
frustasi dan akhrinya permusuhan (McSherry, 2006).
Taylor (1997 dalam Kozier et al, 2004) menyatakan bahwa
kepercayaan kepada Tuhan merupakan hal yang sangat penting ditanamkan
dalam diri. Dengan adanya kepercayaan menyadarkan kepada kita bahwa
segala sesuatu yang ada baik alam semesta maupun isinya adalah bersumber
dari Tuhan. Seseorang yang tidak memiliki kepercayaan akan merasa ragu
dana bimbang. Orang yang percaya akan memiliki kepasrahan dalam dirinya
sehingga orang tersebut memiliki kepastian dalam hidupnya.
g. Mempertahankan praktek-praktek kesejahteraan spiritual
Seperti kemajuan hidup kita, praktik kesejahteraan spiritual tertentu
dapat dikembangkan dan dibentuk. Praktek ini dapat berasal dari dalam
kerangka agama seperti kebutuhan untuk doa sehari-hari atau menghadiri
kebaktian gereja, masjid atau kuil. Namun seseorang individu mungkin telah
tumbuh secara rohani melalui perjalanan waktu di daerah pedalaman atau
dengan mengambil keterlibatan dalam olahraga. Selam periode sakit atau
rawat inap, akan ada kebutuhan untuk memastikan praktek tersebut terus bila
h. Keyakinan atau keimanan
Fowler (1981 dalam Kozier et al, 2004) menyatakan bahwa keimanan
adalah kepercayaan atau komitmen kepada sesuatu atau seseorang. Keimanan
dapat ada baik pada orang yang beragama maupun orang yang tidak
beragama. Keimanan memberikan makna hidup, memberikan kekuatan pada
saat individu mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Untuk klien yang
sedang sakit, keimanan terhadap Tuhan, Allah, atau lainnya dalam diri klien
sendiri, dalam setiap anggota tim kesehatan, atau pada keduanya, dapat
memberikan kekuatan dan harapan.
2.1.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Menurut Craven et al (1996 dalam Yani, 2008) menyatakan bahwa
faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah:
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian Craven et al (1996) terhadap anak-anak
dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai
persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia,
seks, agama dan kepribadian anak.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas
anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya
tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan dan
diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Olah karena keluarga merupakan
kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh
pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan
sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama dan
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai
bentuk kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apa pun tradisi agama atau
sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual
adalah hal unik bagi tiap individu.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup, baik yang positif maupun pengalaman negatif
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi
oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau
pengalaman tersebut.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya
pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk.
Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat
individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem
dukungan sosial. Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam ruangan yang
asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga
berubah, antara lain tidak dapat menghadiri secara resmi, mengikuti kegiatan
keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat
yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien
dari ikatan spiritual dapat beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga agama yang
menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik sering kali dapat dipengaruhi
oleh pengajaran agama.
h. Asuhan keperawatan yang sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual pasien, tetapi dengan
berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk
memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat
merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap
penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan atau merasa bahwa pemenuhan spiritual pasien
2.1.4. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Pasien
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi
semua kebutuhan klien termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai
cara perawat untuk memenuhi kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna
dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi klien untuk
mengekspresikan agama dan keyakinannya. Dalam memenuhi kebutuhan
spiritual tersebut perawat memperhatikan tahap perkembangannya, sehingga
asuhan yang diberikan dapat terpenuhi sebagaimana mestinya (Hamid, 2008).
Layanan bimbingan spiritual bagi pasien semakin diakui memiliki
peran dan manfaat yang efektif bagi penyembuhan. Bahkan di tangan para
perawat Rumah sakit yang profesional, perawatan spiritual khususnya
bimbingan spiritual memberikan kontribusi bagi proses penyembuhan pasien.
Dari proses komunikasi yang dibangun oleh para perawat rumah sakit yang
profesional, para pasien bisa memulihkan kondisi psikologisnya. Pendekatan
terapi keagamaan khusunya pemenuhan kebutuhan spiritual dalam bidang
kedokteran bukan untuk tujuan mengubah keyakinan pasien terhadap
agamanya melainkan untuk membangkitkan kekuatan spiritual dalam
menghadapi penderitaan penyakit atau gangguan pada kesehatannya (Sholeh,
2005).
Terapi keagamaan yang diberikan berupa bimbingan tentang konsep
sehat sakit dari sudut pandang agama, bimbingan untuk berdzikir dan berdoa.
Dengan beragama yang benar, hidup menjadi lebih ikhlas atau pasrah
keseimbangan. Semua protektor yang ada di dalam tubuh manusia bekerja
dengan ketaatan beribadah, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan pandai bersyukur sehingga tercipta suatu keseimbangan dari
neurotransmiter yang ada di dalam otak (Hawari, 2007).
Memfasilitasi kebutuhan pasien terhadap pelaksanaan keagamaan,
perawat perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai kebutuhan spiritual pasien.
Misalnya mengetahui masalah-masalah atau kendala pasien dalam
melaksanakan ibadah kemudian berusaha membantu mencari solusi atas
masalah-masalah atau kendala yang dihadapi pasien. Seorang perawat
disarankan untuk tidak langsung memberikan bantuan pada pasien tanpa
mengkaji kebutuhan spiritual pasien terlebih dahulu. Kemudian perawat dapat
memberikan pilihan pada pasien dalam melakukan peribadatan untuk
memberikan kemandirian pada pasien dalam mengambil keputusan. Misalnya
dengan menawarkan bantuan atau pasien ingin melakukan peribadatan secara
personal atau memberikan privasi untuk berdoa. Selanjutnya perawat
memfasilitasi pasien untuk melakukan pilihannya (Sholeh, 2005).
Pada pasien dalam keadaan terminal, perawat memfasilitasi untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien, misalnya menanyakan siapa-siapa
yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan
keluarganya (teman-teman dekat atau anggota keluarga lain). Menggali
perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya. Menjaga penampilan
klien pada saat-saat menerima kunjungan-kunjungan teman-teman
membersihkan diri dan merapikan diri. Meminta saudara atau
teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa
buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya (Hamid,
2008).
Bantuan memenuhi kebutuhan spiritual misalnya dengan menanyakan
kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien
selanjutnya menjelang kematian. Menanyakan kepada klien untuk
mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
spiritual. Disini tokoh agama dapat menuntun pasien untuk mencapai
ketenangan sehingga dapat mencapai good death dan perawat membantu dan
mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya (Sholeh, 2005).
McSherry (2004) menyatakan bahwa tidak semua pasien akan hadir
dengan kebutuhan rohani atau mengangkat semua permasalahan yang
eksistensial atau spiritual sebagai akibat dari penyakit mereka. Olah karena
itu, kita dapat membuat asumsi dalam perawatan kesehatan bahwa semua
pasien atau pengguna jasa akan hadir dengan kebutuhan rohani, atau bahwa
mereka akan ingin membahas hal-hal yang bersifat spiritual dengan
profesional perawatan kesehatan serta pentingnya memiliki beberapa
mekanisme untuk memastikan kebutuhan rohani pasien akan ditangani secara
efektif dan bertemu praktek keperawatan kesehatan.
Narayanasamy (2004) menyatakan bahwa perawat dan pemberi
pasien mereka, karena berbagai alasan. Salah satunya disebabkan banyak
perawat tidak memahami secara utuh apa yang dimaksud dengan
spiritualitas.
2.2. Kecemasan
2.2.1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang
spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif (Stuart, 2001). Kecemasan
sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik secara subjektif dialami dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan,
kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak
jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Suliswati et al, 2005).
2.2.2. Penyebab Kecemasan
Suliswati et al (2005) menyatakan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi kecemasan yaitu :
a. Faktor predisposisi
Terdiri dari peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya
kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional. Konflik emosional yang dialami individu dan
tidak terselesaikan dengan baik, konflik antara id dan superego atau antara
keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. Frustasi akan
menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. Pola
mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani kecemasan akan
mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami
karena mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine dapat menekan
neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi
Terdiri dari ancaman terhadap integritas fisik meliputi sumber internal
meliputi kegagalan mekanisme fisiologi sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap
infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal. Ancaman terhadap harga diri terdiri dari
sumber internal meliputi kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru, berbagai ancaman
meliputi kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.2.3. Tanda dan Gejala Kecemasan
Hawari (2001) menyatakan bahwa tanda dan gejala kecemasan yang
ditunjukkan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari berat atau tingkatan
yang dirasakan oleh individu tersebut. Keluhan yang sering dikemukakan
oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Perasaan cemas meliputi cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri
dan mudah tersinggung.
b. Ketegangan meliputi merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
c. Ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
d. Gangguan tidur meliputi sulit untuk tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk dan mimpi yang
menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan meliputi kesulitan berkonsentrasi, daya ingat
menurun dan daya ingat buruk.
f. Perasaan depresi meliputi hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah
g. Gejala somatik atau fisik pada otot meliputi sakit dan nyeri di otot, kaku,
kedutan otot dan suara tidak stabil.
h. Gejala somatik atau fisik pada sensorik meliputi tinnitus (telinga
berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan
perasaan ditusuk-tusuk.
i. Gejala kardiovaskuler meliputi takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada,
denyut nadi kuat, lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang
atau berhenti sebentar.
j. Gejala respiratori meliputi rasa tertekan atau sesak di dada, rasa tercekik,
sering menarik napas, napas pendek.
k. Gejala gastrointestinal meliputi sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut,
kembung, mual, muntah, buang air besar konsistensinya lembek,
konstipasi dan kehilangan berat badan.
l. Gejala urogenital meliputi sering buang air kecil, tidak dapat menahan
buang air kecil, gangguan menstruasi, darah haid berlebihan, darah haid
sedikit, masa haid lama, masa haid pendek, haid beberapa kali dalam
sebulan, ejakulasi dini, ereksi melemah, impotensi.
m.Gejala autonom meliputi mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit.
n. Tingkah laku meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar, dahi berkerut,
wajah tegang, otot tegang atau mengeras, nafas pendek dan cepat, wajah
2.2.4. Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2001) pada orang yang cemas akan muncul beberapa
respon yaitu:
a. Respon fisiologis
Terdiri dari sistem kardiovaskular meliputi palpitasi, tekanan darah
meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. Pada sistem
pernafasan meliputi nafas cepat dan pendek, nafas dangkal. Pada sistem
gastrointestinal meliputi nafsu makan menurun, mual dan diare. Pada sistem
neuromuskular meliputi tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing. Pada
traktus urinarius meliputi sering berkemih. Pada sistem integumen meliputi
gatal, wajah kemerahan.
b. Respon perilaku
Terdiri dari gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup,
bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan
interpersonal dan melarikan diri dari masalah.
c. Respon kognitif
Terdiri dari perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan
persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada
d. Respon afektif
Terdiri dari mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan,
waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu. Menurut Stuart (2001)
rentang respon individu terhadap cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan
maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisipasi dimana
individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul
sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah panik dimana individu
sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami ganguan fisik dan psikososial.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
2.2.5. Tingkat Kecemasan
Peplau (1963 dalam Stuart 2001) mengidentifikasi kecemasan dalam
empat tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.
a. Cemas ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan
dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya seperti melihat,
mendengar dan gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini
b. Cemas sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan hal yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu seperti
penglihatan, pendengaran dan gerakan menggenggam berkurang.
c. Cemas berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta
tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Cemas berat sekali/panik
Panik berhubungan dengan ketakutan. Individu yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Hal itu
dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang
mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus
2.3. Kanker
2.3.1. Pengertian Kanker
Kanker merupakan proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal
diubah oleh mutasi genetik dari deoxyribo nucleat acid (DNA) selular. Sel
abnormal ini membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal
kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif dan
terjadi perubahan pada sel-sel di sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi
jaringan-jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan
pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh-pembuluh-pembuluh-pembuluh darah tersebut sel dapat
terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase pada bagian
tubuh yang lain (Smeltzer & Bare, 2002).
2.3.2. Penyebab Kanker
a. Umur
Kebanyakan kanker menyerang di atas usia 45 tahun. Bukan berarti
kanker bisa kebal di bawah usia 45 tahun, maka semakin berumur kita harus
memperbaiki faktor-faktor yang bisa merugikan kesehatan tubuh.
b. Kebiasaan buruk
Merokok dapat meningkatkan resiko kanker paru, konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kanker.
c. Lokasi geografis
Negara-negara industri memiliki tingkat resiko terkena kanker tertentu
yang lebih tinggi dibandingkan Negara berkembang. Namun, diyakini
udara memainkan peranan dalam penyebab kanker sehubungan dengan
geografis.
d. Diet
Asupan tinggi lemak dikaitkan dengan kanker payudara, usus besar,
ovarium, ginjal, paru-paru dan endometrium. Asupan serat yang rendah
dikaitkan dengan tingkat resiko terkena kanker usus besar yang lebih tinggi.
e. Kurangnya olahraga
Waktu yang sebagian besar dihabiskan di atas tempat duduk
dihubungkan dengan peningkatan resiko terkena berbagai macam kanker.
f. Tingginya kadar estrogen
Dapat meningkatnya resiko terkena kanker reproduksi seperti
payudara dan endometrium.
g. Genetika
Kebanyakan orang berpikir bahwa genetika adalah faktor resiko utama
penyebab kanker, tetapi riwayat keluarga dan DNA hanyalah salah satu
faktor.
h. Penghasilan
Pendapatan rendah dikaitkan dengan tingkat resiko yang lebih tinggi
terkena kanker lambung, kanker paru-paru (pada laki-laki), kanker serviks
(pada wanita), kanker mulut, faring, laring, esofagus sedangkan pendapatan
yang lebih tinggi dikaitkan dengan resiko yang lebih tinggi pada kanker
i. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih rendah terkait dengan resiko terkena
kanker yang lebih tinggi dan cenderung kurang memiliki akses pada
informasi pencegahan kanker (Rahmad, 2012).
2.3.3. Kebutuhan Spiritual Pasien Kanker
Menurut Rando (1984 dalam Yani 2008) keyakinan beragama dapat
membantu menyokong pasien dalam menghadapi krisis kehidupan termasuk
kematian melalui berbagai hal berikut:
a. Membantu mengeidentifikasi rasa takut dan ansietas tidak saja dengan
mengungkapkan kedukaan, tetapi juga melalui rasa syukur terhadap
karunia dan pengalaman yang telah diberikan Tuhan.
b. Menekankan kepada peristiwa kehidupan dan pengalaman kemanusiaan
yang membuat kehidupan tampak lebih mudah dipahami.
c. Membantu pasien mengalihkan pikiran dan perasaan pada tindakan yang
konstruktif.
d. Memungkinkan pasien untuk mengalihkan peristiwa kehidupan yang tragis
ke arah kekuatan yang memberi harapan dan cinta.
e. Mengarahkan pada kepekaan spiritual dan aspirasi yang tinggi sehingga
mudah menemukan hikmah yang terkandung dalam penderitaan.
f. Mengurangi rasa bersalah dan berduka dalam menghadapi saat-saat akhir
kehidupan.
g. Mengalihkan perhatian dari kematian, tidak untuk mengingkari, tetapi
2.4. Landasan Teoritis
2.4.1. Keperawatan Holistik
Dossey (2005) menyatakan bahwa model yang paling komprehensif
yang tersedia untuk memandu perawatan kesehatan utama adalah biopsycho
sosial- spiritual model. Dalam model holistik, semua penyakit yang
memiliki komponen psikosomatik dan biologis, faktor psikologis, sosial dan
spiritual selalu berkontribusi untuk gejala-gejala penyakit pasien. Dimensi
spiritual dalam model biopsycho-sosial-spiritual menggabungkan
spiritualitas dalam konteks yang luas, nilai-nilai, makna dan tujuan dalam
hidup. Ini mencerminkan sifat manusia yang peduli, mencintai, kejujuran,
kebijaksanaan dan imajinasi. Konsep semangat menyiratkan suatu kualitas
transendensi, sebuah kekuatan membimbing atau sesuatu di luar diri dan
melampaui individu perawat atau klien. Ini mungkin mencerminkan
keyakinan akan adanya kekuatan yang lebih tinggi. Bagi sebagian orang,
semangat dapat menunjukkan perasaan sepenuhnya mistis atau kualitas
dinamis yang mengalir dari kesatuan. Hal ini sulit didefenisikan, namun
merupakan sebuah kekuatan vital secara mendalam yang dirasakan oleh
individu. Roh manusia dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati
serta kesehatan dan penyakit.
Gambar 2.4 The Bio-Psycho-Social-Spiritual Model Biologi
Psikologi
Setiap komponen dari model bio-psiko-sosial- spiritual saling
tergantung dan saling terkait. Hal ini diperlukan untuk mengatasi semua
komponen untuk mencapai hasil terapi yang optimal. Terlepas dari penyakit
yang terlibat, teknologi yang dikembangkan atau terapi yang digunakan,
model bio-psiko-sosial-spiritual menyediakan peta jalan utama keseluruhan
dalam merawat pasien secara keseluruhan.
Dua tantangan utama dalam keperawatan telah muncul di abad kedua
puluh satu. Yang pertama adalah untuk mengintegrasikan konsep teknologi,
pikiran dan jiwa ke dalam praktek keperawatan, yang kedua adalah untuk
mengintegrasikan model untuk keperawatan kesehatan yang memandu
penyembuhan diri dan orang lain. Keperawatan holistik adalah acara yang
paling lengkap untuk konsep dan praktek keperawatan profesional
2.4.2 Elemen Spiritual
a. Keterhubungan dengan sumber suci atau Tuhan
Sumber suci mungkin dijelaskan sebagai orang, kehadiran atau
sebagai sebuah misteri yang melampaui kata-kata. Ketidakcukupan bahasa
sangat jelas ketika kita mencoba untuk mendiskusikan atau menggambarkan
apa yang ada di dalam dan diantara kita, namun di luar dan kekuatan yang
lebih besar dari kita. Pikiran rasional kita tidak bisa memahami Tuhan dan
setiap deskripsi atau kata-kata yang digunakan untuk berbicara tentang
sumber suci masih kurang. Tuhan jauh dari konsep apa pun yang dipikirkan
rasional yang bsia mengarahkan kita kepada Tuhan. Konsep Tuhan yang
dikembangkan oleh pikiran rasional mungkin bersifat pribadi atau kelompok.
Menghubungkan dengan sumber suci bisa melibatkan hal-hal seperti
doa, ritual, rekonsiliasi dan ketenangan. Ajaran dari tradisi keagamaan
menawarkan berbagai perspektif mereka sendiri dan pedoman bagaimana
cara berhubungan dengan sumber suci. Memahami bagaimana orang mencari
dan merasakan hubungan dengan sumber suci dan hambatan yang mungkin
mereka hadapiu adalah penting dalam memberikan perawatan spiritual
(Dossey, 2005).
b. Keterhubungan dengan alam
Spiritualitas sering diungkapkan pada pengalaman melalui rasa
keterhubungan dengan alam, lingkungan dan alam semesta. Hewan, burung,
ikan dan makhluk lainnya di bumi yang memberikan makna dan suka cita
bagi orang-orang dari segala usia. Kesadaran semua bentuk kehidupan di
bumi dan tempat mereka dalam keteraturan alam, merupakan sumber
hubungan dan apresiasi spiritual. Burung-burung atau lebah dengan
bunga-bunga semua menggambarkan keajaiban dari berbagai bentuk kehidupan
yang sangat memberikan pengalaman spiritual. Kesadaran dari
keterhubungan dengan bumi dan alam semesta. Individu bukan penenun dari
jaringan kehidupan, melainkan masing-masing untai dalam jaringan tersebut.
Apa yang mereka lakukan untuk jaringan mereka lakukan untuk diri mereka
sendiri. Dengan demikian, apa yang terjadi pada bumi dan lingkungan
segala hal mempengaruhi alam. Memahami keterkaitan antara roh dan materi
dasar untuk beberapa tradisi dan dikenal di beberapa tingkat dalam semua
tradisi spiritual, khususnya dikalangan mistikus.
Banyak orang mengalami rasa hubungan dengan sumber suci melalui
alam, terlepas dari latar belakang agama mereka. Orang sering
mengekspresikan perasaan tertentu kedekatan dengan diri spiritual mereka
saat berjalan di pantai, duduk didekat pohon kesukaan mereka, melihat
matahari terbenam, mendengarkan air yang mengalir, melihat api, merawat
tanaman dan sebaliknya mengalami tatanan alam. Alam bisa menjadi sumber
kekuatan, inspirasi dan kenyamanan yang semuanya adalah atribut dari
spiritualitas (Dossey, 2005).
c. Keterhubungan dengan orang lain
Spiritualitas diketahui dan dialami dengan adanya hubungan, dengan
kenyamanan, dukungan, konflik dan perselisihan yang menandai hubungan
tersebut. Orang-orang mengekspresikan dan mengalami spiritualitas melalui
apresiasi ikatan yang sama dengan seluruh umat manusia dan hubungan
khusus mereka dengan orang lain. Spiritualitas dibentuk dan dipelihara dalam
pengalaman seseorang dalam masyarakat dimulai dengan keluarga.
Masyarakat, baik formal maupun informal dimana orang menjalani kehidupan
mereka memberikan konteks untuk mengekspresikan rasa spiritual.
Masyarakat memberikan kesempatan untuk berbagi perjalanan spiritual.
Orang sering berbicara tentang spiritualitas dalam hal hubungan
memelihara dan perbaikan hubungan adalah bagian penting dari spiritualitas
seseorang. Berada dengan orang lain dengan cara mencintai dan mendukung
adalah sebuah ekspresi dari spiritualitas, seperti berjuang dengan hubungan
yang menyakitkan dan sulit dengan keluarga, teman dan kenalan. Hubungan
yang memerlukan penyembuhan adalah hal yang penting untuk spiritualitas
seperti halnya orang-orang yang memberikan dukungan dan kenyamanan.
Keterhubungan spiritual dengan orang lain baik dalam hal memberi
dan menerima. Keterbukaan untuk menerima cinta, hidup dan sumber suci
adalah sikap spiritual. Memang, kehadiran yang sejati bahwa seseorang
berbagi dengan yang lain, dengan kejujuran yang tersirat penuh kasih dan
keintiman adalah manifestasi dari spiritualitas. Spiritualitas dapat terlihat
dalam kehidupan sehari-hari dan saat-saat khusus bersama dengan orang lain
saat suka cita, kesedihan, ritual, seksualitas, doa, bermain, semangat,
kemarahan, perdamaaian dan kepedulian (Dossey, 2005).
d. Keterbukaan dengan diri sendiri
Spiritualitas menanamkan kesadaran yang terus menerus tentang
pentingnya menjadi diri sendiri. Kemampuan untuk berada dalam kesadaran
yang mengalir dari jiwa adalah elemen penting dari keterkaitan dengan diri.
Kesadaran untuk membuka pengalaman hidup di saat ini, hadir untuk tubuh
jiwa pikiran mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk menerima
2.5. Kerangka Konsep Teoritis
Barbara Montgomeey Dossey, 2005
Highfield dan Cason (1983)1, Stallwood dan Stool (2006)2, Frankl (1987)3, Burnard (1988)4, Narayanasamy dan Owens ( 2001)5, Shelly dan Fish (1988)6, Colliton (1981)7, Galek et al(2005)8,Yong et al (2008)9.
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konseptual pada penelitian ini menggambarkan hubungan
pemenuhan kebutuhan spiritualitas dengan tingkat kecemasan pasien kanker di
RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada
penelitian ini menjadi variabel bebas (independen) sedangkan tingkat kecemasan Kebutuhan Spiritualitas
1. Harapan 1, 2, 3,8,9
2. Arti dan tujuan 1, 2, 3, 5, 6, 7,8,9 3. Pengampunan 2, 6
4. Keyakinan dan nilai-nilai 3 5. Hubungan yang harmonis 1, 2, 3, 4,
6,8,9
6. Kepercayaan terhadap Tuhan 2 7. Kreativitas 1
Kecemasan
Tanda dan gejala kecemasan
Biologi
Spiritual Manusia Psikologi
pasien kanker menjadi variabel terikat (dependen). Untuk variabel independen
terdiri dari delapan sub variabel yaitu harapan, arti dan tujuan, pengampunan,
keyakinan dan nilai-nilai, hubungan yang harmonis, kepercayaan terhadap Tuhan,
kreativitas dan kebutuhan spiritualitas yang diberikan perawat kepada pasien yang
akan dihubungkan dengan variabel dependen yaitu tingkat kecemasan. Adapun
kerangka konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut
Skema1. Kerangka Konsep Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas dengan Tingkat Kecemasan Pasien Kanker di RSUP. H. Adam Malik Medan
Kebutuhan Spiritualitas
1. Harapan 2. Arti dan tujuan 3. Pengampunan
4. Keyakinan dan nilai-nilai 5. Hubungan yang harmonis 6. Kepercayaan terhadap Tuhan 7. Kreativitas
8. Kebutuhan spiritualitas yang diberikan perawat kepada pasien
Tingkat Kecemasan