BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan
digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau
perakitan, untuk dijual kembali, atau suku cadang dari suatu peralatan atau mesin
(Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang
dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Pengendalian persediaan produksi
dapat diartikan sebagai semua aktivitas ataupun langkah-langkah yang digunakan
untuk menentukan jumlah yang tepat untuk persediaan suatu item. Pengendalian
persediaan juga merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan menambah persediaan, dan berapa besar
pesanan yang harus diadakan.
Pengendalian persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun
barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah
solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang
serendah-rendahnya. Timbulnya persediaan suatu item dapat disebabkan oleh:
a. Mekanisme atas pemenuhan permintaan.
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang
tersebut tidak ada tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang
diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga dengan adanya
persediaan hal seperti ini dapat diatasi.
b. Keinginan untuk meredam ketidakpastian
Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam
tidak konstan, dan waktu tenggang yang cenderung tidak pasti karena banyak
faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan
persediaan.
c. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan
Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang
dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya
hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di
pasaran akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan mengakibatkan
perusahaan kehilangan mereka, sedangkan kelebihan persediaan akan menimbulkan
biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko kerusakan karena
penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh suatu perusahaan.
(Subagyo, 1984: 205)
Oleh karena itu pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua
fungsi yang berhubungan sangat erat yaitu: (Siagian, 2006: 16)
a. Perencanaan persediaan
Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang
akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan
barang-barang.
b. Pengawasan persediaan
Aspek pengawasan yaitu:
1. Bilamana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.
Fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu:
(Subagyo, 1984: 206)
a. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan
bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama
jangka waktu pengiriman. Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang
dagangan harus cukup untuk melayani permintaan langganan selama jangka
waktu pengiriman barang dari penyedia atau produsen.
b. Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam
jumlah yang besar pada umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian
barang/bahan yang belum digunakan disimpan sebagai persediaan.
c. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi
setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan
tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti
fluktuasi permintaan. Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih disukai
karena biaya-biaya untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru, upah lembur,
dan sebagainya (bila tingkat produksi berfluktuasi) akan lebih besar daripada
biaya penyimpanan barang di gudang (bila tingkat persediaan berfluktuasi).
d. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan
apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan
barang/bahan (stock out cost) relatif besar.
2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dijalankan untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat
yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan pada persediaan tersebut
yaitu untuk menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat
menjaga kontonuitas produksi dengan biaya yang ekonomis.
Dari pengertian di atas, maka tujuan pengendalian persediaan adalah sebagai
a. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat.
b. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang berakibat terhentinya proses
produksi.
c. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
d. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat
mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar.
e. Menjaga agar persediaan di gudang tidak berlebihan, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya resiko dan juga biaya penyimpanan di
gudang.
2.4 Komponen Biaya Persediaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem
persediaan terdiri dari: (Nasution, 2008: 121)
2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya
biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan
barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli
tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini bias disebut sebagai quantity discount
atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang
dibeli banyak.
Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak
dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga
pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini tidak
akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus dipesan.
2.4.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:
a. Biaya pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan
barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier),
pengetikan pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini
diasumsikan konstan untuk sekali pesan.
b. Biaya pembuatan (setup cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam
mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi
biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja
dan seterusnya.
2.4.3 Biaya penyimpanan (Holding Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang.
Biaya ini meliputi:
a. Biaya Modal
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank.
Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus
diperhitungkan dalam suatu biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka
biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan
penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya
diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya
untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk
2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi
keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena
proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan
atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehiggan beralih ke tempat lain.
Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:
a. Kuantitas tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini
diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur
tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur
berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.
c. Biaya Pengadaan Darurat
Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan
biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan
biaya kekurangan persediaan.
2.5 Uji Lilliefors
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing
kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data akan diuji dengan uji
Liliefors. Menurut Nana Sudjana, uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan
uji Liliefors dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Diawali dengan penentuan
taraf sigifikansi, yaitu pada taraf signifikasi 5% (0,05) dengan hipotesis yang diajukan
H0 : Sampel berdistribusi normal
H1 : Sampel tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria pengujian :
Jika Whitung < Wtabel terima H0, dan
jika Whitung > Wtabel tolak H0
nilai Whitung didapat dari rumus | ( ) ( )|
dengan:
( ) = fungsi distribusi normal baku
( ) = fungsi distribusi kumulatif sampel
Adapun langkah-langkah pengujian normalitas adalah :
1. Data pengamatan X1, X2 , X3, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2 , Z3,..., Zn
dengan menggunakan rumus (dengan ̅ dan S masing-masing merupakan
rata-rata dan simpangan baku),
̅ ∑
√∑( ̅)
̅
dengan:
̅ = Rata-rata hitung S = Simpangan baku
= Bilangan baku
= Data ke-i
n = Jumlah data
2. Untuk setiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal
baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z < Zi).
3. Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2 , Z3, …, Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi) maka :
1. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.
2. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
Untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H0), dilakukan dengan cara
membandigkan W0 ini dengan nilai Wkritis yang terdapat dalam tabel untuk taraf nyata
yang dipilih 5%. Untuk mempermudah perhitungan dibuat dalam bentuk tabel.
2.6 Model Persediaan EOQ Back Order
Yamit (2005) mengemukakan bahwa untuk model persediaan back order, pelanggan
yang tidak dapat dipenuhi permintaannya menyetujui untuk menunggu pengiriman
pada pesanan berikutnya. Hal ini berarti perusahaan tidak akan kehilangan penjualan
tetapi perusahaan menanggung biaya tambahan untuk melakukan pemesanan kembali
dan biaya dari nama baik pelanggan, meskipun biaya nama baik ini sulit untuk
dihitung.
Persediaan model back order dapat ditunjukkan oleh gambar 2.1 dimana
kekurangan persediaan adalah unit dan persediaan maksimum adalah atau .
Jika jumlah permintaan adalah , maka persediaan maksimum dapat memenuhi
permintaan selama ⁄ . Setelah itu back order mulai terjadi, sebab permintaan tidak
dapat dipenuhi dari persediaan. Dengan demikian siklus persediaan adalah ⁄ .
Rata-rata persediaan adalah ⁄ , dan waktu kehabisan persediaan adalah ⁄ .
Sehingga biaya simpan per siklus:
( ) ( )
dengan jumlah siklus per tahun ⁄ , maka biaya simpan menjadi
Q L Cc
2
2
(2.1)
Biaya back order per siklus:
= (biaya back order)(rata-rata back order)(periode back order)
( ) (
( ) ( )
dengan jumlah siklus per tahun ⁄ , maka biaya back order menjadi
Q J CP
2
2
(2.2)
Biaya pesan per tahun:
= (frekuensi pemesanan)(biaya pesan)
( )
Q DCS
(2.3)
Sehingga total biaya persediaan tahunan:
Q L Q C Q
L C Q DC
TC S C P
2 2
2
2
persediaan
Gambar 2.1 Persediaan model back order
Persediaan Q optimal menurut Siagian (2006) didapat dengan mencari
turunan pertama persamaan (2.4) terhadap Q dan kemudian disamakan dengan nol,
maka diperoleh:
Dan jika persamaan (2.4) diturunkan terhadap L yang disamakan dengan nol,
Dari (2.5) dan (2.6) diperoleh:
P
Frekuensi pemesanan optimal per tahun:
*
= jumlah pemesanan optimal
= jumlah back order optimal
= jumlah waktu operasi per tahun
= ordering cost per pemesanan
= jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode
= holding cost (biaya simpan)
= biaya backordering per unit dalam satu periode
= total biaya persediaan tahunan = tingkat persediaan maksimum