• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nuklir Untuk Cinta CINTA CINTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Nuklir Untuk Cinta CINTA CINTA"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

1

(2)

2 PRESS

Nuklir Untuk Cinta

(3)

3 Miswari

Editor:

Jamaluddin Hasbi

Lay out:

Yazid Qulbuddin

Desain Cover:

Muhammad Halim

Cet. I:

September, 2011

Penerbit:

Pelajar islam Indonesia (PI) Press

Jl. Menteng Raya No. 58 Jakarta Pusat

Telp./Fax. (021) 3153572

ISBN:

97-86029-942033

Dilarang memperbanyak sebagian maupun keseluruhan isi buku tanpa izin tertulis dari

(4)

4 Kata Pengantar

Daftar Isi

Madonna

Siang Jadi Malam, Malam Jadi Siang Dua Perempuan Muda

Bukan Awannya, Bukan Airnya

Utuh, Telah Di Hati

Tak Ada Istiqlal, Kathedral-pun Jadi

Cut dan Ampon

Seribu Pancaran Sinar Mentari Malam Ini Tidak Ada Bintang Provokasi

Aku Takut Mimpi Kamu

Jawa Negeri di Awan Raihan

Susu atau Kamu?

Tempat Jatuh Air Matamu Filsuf Berjalan

Mubarak Emirates Ayahku

Jauh di Hati Dekat di Jemuran Jatuh Cinta

Penjual Rambutan Berhenti Membaca Bagi Perempuan Nuklir untuk Cinta Nuklir untuk Cinta II

Pesan Matamu di Ranah Minang

Tidak Ada Kembang di Kota Kembang Cinta

Skeptis

Malam yang Seksi Subang Selalu Senang Sajaan

Ie Bu

Mimpi Metromini

(5)

5 Every Goalkeeper a Prince

(6)

6 Madonna

Setiap kira-kira jam 3 sore, kami sering duduk di pinggir jalan yang menghubungkan Simpang Galon Meunasah Blang Brieuen dengan desa Blang Rheum. Blang Rheum adalah desa seberang bukit Cet Gon Bhan sebagai desa yang paling rawan dilintasi anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena berada di sisi peguningan. Selaku muda-muda lajang, apa lagi yang kami lakukan selain menumpang nongkrong di sebuah warung dengan rokok sebatang di tangan. Hampir setiap hari setiap waktu yang telah saya sebutkan melintas dengan cepat sepeda motor Honda GL-Pro yang dikendarai pemuda tinggi 180cm dengan perawakan tampan, badan tegap, bahu kekar dibungkus kulit kuning langsat. Jambang lebat namun pendek sangat kontas dengan warna kulit wajah menambah sangar ketampanannya.

Setiap setelah pemuda itu melesat ke arah kota Bireuen, kami sudah boleh kembali ke rumah. Ibu-ibu sudah bisa mencari-cari bocah mereka yang sedang bermain di rumah-rumah tetangga untuk diboyong masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu dengan rapat. Kaum ayah yang kebetulan hendak berangkat ke pasar bila ditengah perjalanan menemukan GL-Pro melesat kencang, sudah boleh mengurungkan niat dan balik kanan kembali ke rumah. Para pemuda yang sedang menikmati secangkir kopi hitam kental yang baru diteguk setengah cangkir meski telah berlalu dua jam dihidangkan, sudah boleh bergegas mengeluarkan seribu rupiah dari saku dan menghirup habis sisa setengah cangkir lagi dalam satu tegukan lalu bergegas kembali ke rumah. Pemilik warung sudah harus segera mengemaskan barang dan menutup usaha untuk sementra. Sebab, selalu begitu, paling lama dua Puluh Menit setelah Madona melesat ke arah kota, pastilah mengudara dengan keras beberapa suara tembakan senjata berjenis Colt Revolver R1. Selanjutnya satu menit setelah dua atau tiga bunyi senjata yang dipatenkan Samuel Colt pada 1863 itu, berkejar-kejaran, seolah saling mendahului bunyi bunyi senjata mesih lasar panjang seperti M-16, dll. Saat riuh-riuh itu, semua kendaraan mengarah pada satu tujuan, menjauhi kota Bireuen; tidak peduli jalan masuk-jalan keluar, tak urus, lampu merah maupuh hijau. Kondisi ini persis seperti setiap ada isu air naik (tsunami) yang tersiar hampir setiap hari setelah 2004.

(7)

7

biasanya sering dilakukan di pasar, kendaraan, atupun setiap aparat melakukan operasi militer ke desa-desa.

Madonna sudah beberapa kali meminta dana perjuangan kepada seorang janda kaya di salah-satu desa di Bireuen. Berulang-kali pula janda itu menolak memberikan. Hingga suatu waktu wanita itu meminta Madonna datang sendiri ke rumahnya untuk menjemput dana yang dimintakan. Wanita umur 35-an itu memintanya untuk tidak membawa senjata laras panjang dengan alasan takut ketahuan aparat.

Madonna-pun datang pada jam 3 siang. Setelah GL-Pro-nya melintas dari arah Blang Rhem-Simpang Galon, dia berbelok ke kiri. Motornya tetap melaju kencang. Tiba-tiba dari sebuah lorong kecil keluar mobil Kijang Minibus bewarna hitam pekat. Awalnya Madonna tidak menyadari ada mobil yang mengejarnya dari belakang. Setelah bunyi tembakan M-16 dari belakangnya, melesatlah peluru melintasi sebelah kanan bahunya, barulah dia menoleh ke belakang. Sadar mobil yang dilihatnya adalah milik Brimob, maka dia semakin mengencangkan laji kendaraannya. Sambil mengendarai motor dengan tegang, dia memutar otak mencari jalanan yang bisa membuatnya lolos. Dia terus mejalu hingga menemukan sebuah persimpangan sebelah kanan. Dengan gesit diapun masuk ke jalan kecil itu. Kijang di belakangnya terus mengajar.

Sial bagi Madonna, dia hanya mengantongi Colt. Padahal kadang-kadang dia turut membawa AK-47 bersamanya yang diselipkan dipunggungnya dan ditutupi jaket tebal bewarna hitam.

Madonna terus berpikir cara untuk lolos.

Aku harus memperkirakan jumlah mereka di dalam mobil itu. Aku harus mencari cara agar mereka dapat keluar. Pikirnya sambil terus melesat kencang.

Melintasi jalanan di perkampungan, Madonna menemukan rel kereta api yang masih baru dibangun. Kata Ayahku, rel kereta api adalah proyek yang didanai asing dengan perhitungan anggaran Rp. 1 Milyar per km. Tentu saja perkiraan ini tanpa menempuh obserfasi yang realistis. Mungkin perhitungan anggaran sebesar ini dengan dugaan menimbun rawa atau sawah. Padahal para pemangku kebijakan hanya perlu menambah kerikil setelah mencabuti rel lama, memasang rel baru dan siap pakai. Anggaran Rp. 1 Milyar untuk tiap km-nya tentu saja sangat berlebihan.

(8)

8

depan markas TNI Bireuen terus ke arah timur. Rel yang terpasang waktu itu baru sampai kota Lhokseumawe. Saat itu pasir belum terlalu cukup. Dengan kondisi begitulah Madonna memutar kendaraannya memasuku rel setelah terjebak di desa Cureh. Di antara kedua sisi rel itu dia masih mampu memacu kendaraannya dengan kencang. Tentu saja Brimob itu tak bisa mengejar. Merekapun semuanya berhamburan keluar.

Meleset dari yang dia duga sebelumnya. Jumlah mereka ternyata tujuh. Dia kira enam. Tapi Madonna sudah keburu mencampakkan motornya di bantalan rel. Dia lari ke semak-semak. Aparat itu terus mengejarnya dengan sangat waspada. Tersembunyi di balik dedaunan pohon, Madonna dadat menembak mati satu-persatu aparat tanpa kewalahan. Namun sayang, Colt-nya hanya punya enam peluru. Naas bagi Madonna...

Seorang aparat yang tersisa menyadari Madonna kehabisan peluru langsung meloloskan diri ke semak-semak seberang rel. Dia sadar senjata digunakan Madonna adalah Colt yang isinya enam peluru. Lama dia bersembuni di semak menunggu apakah Madonna sedang mengisi ulang peluru atau dia membawa senjata lainnya.

Lama menunggu tak ada tanda apapun, aparat yang tinggal seorang itu memberanikan diri menyeberang rel menyusuri semak ke arah Madonna dia perkirakan berada. Tiba-tiba dia menemukan pria berkaos putih itu nyaris terbaring menyamping dengan siku kanan dijadikan tempat bertumpu. Dia terlihat sedang menyeret-nyeret bubuhnya. Ternyata paha kiri anggota GAM itu telah tertembak. Dari balik jeansnya keluar darah terus-menerus. Tanpa menghiraukan wajah Madonna yang sedang merintih kesakitan, aparat Brimob langsung menghujamkan peluru M-16 nya. Satu ke perut dan satunya lagi ke kepala.

Berita tentang tewasnya Madonna disebarkan harian "Serambi Indonesia" keesokan harinya. Aku terkagum mendenngar cerita tentang caranya tewas. Dia sangat heroik. Kalau saja ini bukan kisah nyata tapi berada dalam adegan film Hollywood, maka dapat kupastikan Madonna akan dapat melumpuhkan Brimob yang seorang lagi itu.

(9)

9 Siang Jadi Malam, Malam Jadi Siang

Hari pertama, hari senin. Tanggal pertama kalender Isa, tanggal satu. Tanggal pertama kalender Hijrah, tanggal satu.

Matahari sedang berjuang menanjak laut untuk menyapa permukaan bumi. warnanya merah. Tanah merah bercampur air, menyatu bersama. Menjadi lumpur, warnanya merah. Itulah waktu waktu yang kujamin hanya sedikit manusia yang sedang tersadar saat fenomena itu tiba. Kenapa? Karena ini Bulan Ramadhan.

Pagi-pagi di awal bulan Ramadhan begitu sepi. Orang-orang yang pengangguran memilih tidur di siang hari dan bergadang sepanjang malam. Cara ini adalah cara paling efektif mensiasati aneka godaan di bulan Ramadhan.

Kalau menganai shalat di masa depan orang-orang tak peduli dari mana asal, apa ras dan agamanya akan shalat semua kerena mengetahui shalatlah satu-satunya olahraga, terapi dan rileksasi terbaik, maka mengenai puasa juga demikian halnya. Kelak dokter-dokter akan merekomendasikan puasa bagi semua manusia miniman tiga pulih hari berturut-turut setiap tahun untuk sejuta manfaat bagi badan dan pikiran.

Tapi sayangnya, kaum muslim sendiri, terutama yang di Timur, karena orang Timur banyak yang bodoh, maka akan mensiasati kewajiban yang dianggap berat berupa puasa dengan membuka pabrik-pabrik, kantor-kantor, pasar-pasar, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan publik dan segala aktivitas pada malam hari. Sementara siang hari mereka akan tidur mulai dari shalat subuh hingga...

Nah, di sini orang-orang akan menghadapi kendala besar yakni terlalu seringnya kelewatan waktu shalat zuhur. Sama seperti tahajjud, waktu zuhur kala itu dilaksanakan di sela-sela tidur. Sungguh berat untuk bangun bila kantuk masih menyelimuti, bila tidur masih diingin.

(10)

10

teknis peraturan Al-Qur'an harus merujuk pada pelaksanaan Nabi Muhammad Saw.

Mungkin mereka tidak mau merujuk Nabi karena mereka marah Muhammad yang jadi Nabi, bukan Ali.

Dengan berpedoman pada syi'ah, maka ini menguntungkan para pengangguran masa kini dan para pekerja di masa depan sebab mereka dapat bangun jam 5 sore lalu shalat zuhur dan asar. Ada cara yang lebih mudah lagi daripada yang ditawarkan orang syiah:masuk Kristen sebaga solusi yang lebih cerdas lagi karena sembahyangnya seminggu sekali, hihihi.

(11)

11 Dua Perempuan Muda

Kutatap ke arahnya sepintas. Otakku penasaran, ingin kukembalikan penglihatan itu. Setelah memuaskan otak menatap gadis berkulit warna krim dengan bibir merah menyala tak lupa celak hitam mengelilingi bulu matanya, bola matanya yang seolah ingin melimpat keluar itu seperti miliknya ikan mas koki, tetapi terlihat serasi dengan alis mata yang dicat tebal, kuperhatikan bentuk bibir, pipi dan batang hidungnya: dia bukuan wanita pilihanku, kuperiksa kembali otakku kenapa dia meninta untuk menoleh kembali tadi. Padahal dia tidak lebih cantik dari yang kuperkirakan. O, ternyata otakku penasaran karena warna kulitnya yang sangat menarik. Meski warna kulit perempuan berjilbab cokelat itu tidak seputih perempuan yang terkesan selalu mencari perhatian yang posisi duduknya lebih dekat denganku, namun perempuan bercelana jins dengan tas samping bertali panjang bewarna coklat itu jauh lebih menarik. Selain karena dia lebih berisi, tidak seperti perempuan ini yang terlalu kurus, juga perempuan yang lebih dekat dengan ku ini rambutnya seperti lidi sapu terbang Harry Potter.

(12)

12 Bukan Awannya. Bukan Airnya

Bukan karena indahnya gunung di waktu petang yang puncaknya mengagumkan karena diselimuti manja awan-awan tipis. Awan-awan seolah-olah enggan, seakan-akan ingin: merangkul puncak gunung yang terlihat olehku melalui kaca jendela mobil yang sedang melaju kencang, namun terasa terbang manja bagaikan layangan yang enggan menerima hembusan agin padahal dia membutuhkannya sebagai penyangga agar tetap melayang, agar tetap terlihat elok. Mobil kurasa terbang manja meski beberapa penumpangnya memegang dada karena supirnya menginjak pedal gas seakan tak waras, sedang bersiul-siul pula mengikuti alunan irama yang diputarnya melalui mp tiga.

Ya Allah, kau kirimkan sakit gigi yang begitu nyeri selama tiga puluh hari tanpa henti hamba dapat amini. Tapi meninggalkan kenangan pulang dari Pidie menumpang angkutan bus mini bewarna merah, hamba tak mampu. Allah, hamba tak kuasa. Hati hamba lemah, lemah karena kau kuatkan selalu ingatan hamba saat ketika jantung hamba seakan melompat ke lantai tempat taruh kaki, badan hamba seketika menggigil semua. Rasanya semua molekol yang menyusun tubuh hamba meleleh bagaikan gunung garam yang disapu gelombang.

Saat mobil hendak berangkat, aku menawarkannya buku Kahlil Gibran. Bagiku buku itu indah sekali, benar-benar menyentuh rasa. Bahkan telah lusuh karena telah berulangkali kukhatami. Dia mengambil buku itu, mencoba membaca beberapa paragraphnya. Lalu dikembalikannya padaku. "Tidak memahami, saya" katanya.

Aku tidak pernah tertarik untuk menafsirkan ucapannya. Akalku lumpuh dan hanya kalimat ucapannya kuangkat di atas kepala, kuisi di atas nampan, kubungkus kain sutera, kutaruh di atas kepala, kubawa ke mana-mana hingga nanti aku mati.

Baru hampir sepuluh tahun kemudian aku dapat mencerna makna kalimat ucapannya. Memang puisi sulit dipahami banyak orang kecuali yang sedang mabuk kepayang dilanda asmara dipanah cinta. Memahami maknanya

malah hanya menambah luka, memperparah keadaanku.

Terus-terang sangat ingin aku mengetahui kabar tentang dirimu, bagaimana keadaanmu? Apakah kamu sudah menjadi guru Bahasa Inggris? Mengajar di mana? Apa kabar suamimu? Apakah dia sudah naik pangkat? Bagaimana-anak-anakmu? Ah, menyebut yang terakhir aku jadi malu pada masyarakat. Untuk apa mengurus anak orang.

(13)

13

rumahmu dari atas bukit yang kulintasi untuk pergi memancing ikan di sungai Peusangan kenikmatannya takkan dapat digantikan dengan seribu milyar bintang-bintang.

Mencintaimu sampai besar anak-cucumu nanti memang terlihat tidak relistis. Namun bukankah sejak big-bang semuanya tak ada yang real. Aku berhayal ketika kamu tua nanti, suamimu telah mati, anak-anakmu telah pada pulang ke rumah mertuanya, aku, di kamar depan rumahmu yang setiap lebaran selalu kukunjungi saat kita lajang dulu, memelukmu setiap saat. Duhai Tuhan. Inilah jalan paling indah nagi hamba menanti detik-derik kematuan. Menyandarkan kepala pada bahu yang kepalanya jatuh ke bahuku saat aku menatap puncak gunung yang diselimuti awan tipis bewarna putih.

Saat kepalanya jatuh kebahuku aku bergetar dan menggigil, kukira karena awan yang menyapa ujung bukit, kukira karena jernih air sungai Batee Iliek yang berkelok-kelok alirannya karena menabrak kencang batu-batu yang sangat banyak jumlahnya.

(14)

14 Utuh, Telah Di Hati

Malam ini gerimis. Aku keluar membeli susu kental manis, sesaset.Rencana kuseduh panas. Setidaknya menghilangkan dingin. Setiba di warung kubeli sesaset. Seribu dua ratus rupiah harganya. Setelah membelakangi warung, terfikir olehku: bagaimana kalau malam ini akan seperti malam-malam lain, susah tidur. Terlintas di pikiran membeli sesaset lagi. Hati berbisik: nafsu bila diturutkan takkan ada kata "cukup". Akan bisikan pikiran, aku mengurungkan. Melintasi jalan, tiba-tiba sebuah motor matic bewarna putih menerkam ke arahku. Aku terkena, tapi tak sampai jatuh. Motor terjungkal tak beraturan. Ternyata satu laki-laki, satu perempuan ikut terpelanting.Ini gara-gara kamu. Kau memang menyebalkan." kata pemuda setelah bangkit dari badan jalan. Gadis yang dimarahi terlihat tak berdaya. Setelah ikut bangun, wajahnya pasrah. Dari lampu jalan terlihat raut muka sedih dan tertekan."Maafkan, Kang." kata gadis itu sangat lembut padaku, menyadari teman laki-lakinya yang bersalah.Aku tak sempat membalas dengan: "Tidak apa-apa, lupakan saja" atau; "Sudah, lupakan saja, kamu sendiri, tidak apa-apa?""Ya sudah! Kita putus. Kau pulang sama dia aja." pria itu meraih stang motornya dan tancap gas. Anehnya, gadis itu tidak peduli mantan pacarnya pergi meninggalkannya. Dia kembali menanyakan keadaanku."Bener, Akang tidak apa-apa?"Ini aneh. Kenapa pula dia yang menanyakan keadaanku. Bukankah bahkan aku hanya sedikit tersenggol ban depan motor itu tadi dan bahkan tidak sampai terjatuh. Sementara dia sendiri yang terpelanting ke atas aspal sama-sekali tidak mengeluh dan malah memenanyakan keadaanku.Mungkin dia mengharapkan aku balik menanyakan keaadaannya. Tidak, mungkin bukan itu yang dia harapkan, pikirku."Tolong hantarkan aku sampai rumahku. Ke perumahan itu" dia menunjukke arah utara.Aku ingat, kurang-lebih tiga ratus meter ke arah utara ada sebuah perumahan mewah.Mengingat aku harus segera kembali ke lokasi training, sebenarnya aku agak kesulitan mengantarkannya.

Namun, melihat dia terlalu peduli padaku, mengingat gadis baru saja putus cinta dan menimbang tidak aman perempuan berjalan sendirian, apa lagi waktu malam (walaupun berjalan berdua dengan laki-laki bukan muhrim jauh lebih 'tidak aman' lagi), kuputuskan mengantarnya.Sampai di tengah perjalanan kami masih saling bungkam. Sampai dia bertanya:

"Kenapa diam saja?"

"Kalau tidak diam, tidak ada puisi" jawaban itu spontan keluar dari mulutku.

Bahkan aku sendiri tidak menyadarinya. "Kamu seorang penyair?" tanyanya kagum

(15)

15

"Aku suka kamu. Maksudnya, aku suka penyair" katanya "Tidak, aku bukan penyair.

"Tak terasa kami telah berada di depan rumahnya. Rumah itu lumayan indah. Ada taman kecil di halaman. Garasi terbuka, mataku menangkap mobil C-RV keluaran terbaru di dalamnya.

"Mari masuk dulu" dia menawarkan.

―Ah, tidak. Terimakasih" aku teringat training "mungkin lain kali

saja"

"Secangkir teh panas sangat indah di malam yang dingin begini" bujuknya.

"Mungkin segelas susu hangat sangat segar besok sore" aku menawarkan."

―Baiklah. segelas susu menunggumu besok sore di sini" sambil dia

menghadapkan wajahnya ke arah teras rumahnya.

Di sana kutemukan sepasang kursi mungil bewarna ungu bermotif putih dan di antaranya sebuah meja imut bewarna yang sama.

Aku mengharapkan sore besok adalah sore paling indah seumur hidup. Aku membayangkan kamu duduk di sama, mengobrol, berbagi cerita, bercanda dan tertawa bersama.Aku sempat mengucapkan selamat istirahat dan berpesan padanya untuk jangan terlalu khawatir akan keseriusan kata-kata pacarnya itu, sebelum pamit kembali ke lokasi training.

"Mungkin dia sedang emosi. Jangan khawatir. Besok dia akan menelfon dan minta maaf."

Terlihat dia tidak nyaman dengan kata-kataku itu.

"Aku sudah melupakannya sebelum itu terjadi" jawabnya teduh. Aku memelihat dia bersedih. Aku ingin menghibur. Tapi bagaimana caranya?

"Cintamu utuh milikmu. Dia utuh di hatimu. Sampai kapanpun begitu. Engkau berhak menitipkannya ke hati siapa saja dan mengambilnya kembali kapan kau mau. Bukan begitu?" aku mengharapkan senyumannya.

"Sebelumnya memang begitu. Tapi setelah melihat wajahmu tadi saat engkau menyeberang jalan, cintaku telah kesitu. Dia menunjuki dadaku." kulihat dia berubah ceria sedikit.

Tapi ini mustahil. Mungkin dia merayu saja. Mana mungkin cinta semudah itu muncul, diberikan secara utuh dan tak dapat diambil kembali. Melihat aku kebingungan, dia berkata:

(16)

16

utuh telah berada di dalam hatimu, kau biarkan begitu saja? Tegakah hatimu?" kata-kat ini membuat semakin bingung.

"Sekarang pulanglah. Aku dan secangkir susu menunggumu di sini besok jam empat sore." dia menangis lirih.

Kian detik-kian lirih. Ini mengusik dadaku, bahkan nyaris menyayat hati.

"Hati yang di dalamnya ada cinta dia yang utuh." bunyi batinku. Bercucur air mata, sambil terbata-bata dia berkata:

"Kembalilah besok sore."

Aku mengangguk, mencoba menenangkannya. Aku memberanikan diri mengusap rambunya yang panjang terurai lurus. Gerimis berubah hujan. Dia mencoba menyeka airmatnya dari pipinya. Aku memperhatikan wajahnya. Ternyata baru kusadari dia begitu cantik. Lampu taman dan beranda rumahnya memperlihatkan bahwa kulitnya kuning langsat.

Perlahan aku menjauh. Jari-jari tangannya mencoba meraih jari-jari tanganku. Akupun berlalu. Setelah beberapa langkang membelangkanginya, dia memanggilku.

"Hei, boleh kutahu namamu..." aku berbalik dan tersenyum.

"Baiklah, besok sore saja" sambungnya sambil mencoba tersenyum dan melambaikan tangan.

Keesokan harinya agenda berubah. Kami harus kembali ke Mentra siang ini juga!

(17)

17 Tak Ada Istiqlal, Kathedral-pun Jadi

Sep sigee ka jeut keu ubat. Tajak seumayang u meuseujid Istiqlal leubeh jraa teuh daripada takeureuja bak Jeupang.

Si Yanis baroo dua uroe trok u Jakarta. Jih dijak keunoe kareuna ban woo Edvan Trening PII di Palembang. Alasan jih meunyo mita peng eungkoh woe u Aceh di Palembang cukop that sulet. KB PII Aceh tan di sinan. Ohlheuh nyan, meunyoe di Jakarta seulaen KB PII nyang dari Aceh ramee, di sinoe pih na kantoe Perwakilan Aceh. Biasa jih di kantoe nyan kayeem jibi tiket moto PMTOH untuk woe u Aceh.Nyang that meugura nyan keuh watee meuneuk jak u meuseujid Istiqlal. Nyoe dari jioh leumah sang-sang meuseujidnyan toe that. Ban kamoe beurangkat dari Monas rupajih leupah that jioh.

Seopot nyan ujeun. Si Yanis ngen awak nyoe jibeulanja bajee-bajee kaoh nyang na gamba Monas ngen tulisan "Jakarta". Lheuh beulanja kamoe piyoh bak teumpat meukat bakso. Si Yanis peusan bakso, long peusan es campur. Watee si Yanis pajoh eh campur, jiteumee ulat saboh manteng udeep. Si Yanis langsong ji piyoh pajoh, karap meutah. Si Nawar naha jipikee sapuu, ji takat lajuu.Watee tameng u lapangan Monas, peumandangan jih cukop ceudah. Awak nyoe ka lale poto-poto. Han ji thee langet maken seupot. Awan itam meugulong-gulong. Langet bih bacut-bacut jipeuten ie. Kamoe ka bulut.

Plung mita teumpat, boh panee na teupat meusom dari ujeun hinan. Bak kayee lah pelarian terakhir.

Monas adalah tujian kami. "Senja terakhir di Monas" kupeugah lee long. Awak nyan sengeh cet uroe ka jiwoe u Aceh. Jadi, ken, supot nyoe seupot seuneulheuh awaknyan i Jakarta.

"Apdet status" ipeuduk lee si Yanis.

Oh lheuh nyan i lhuk nyang keh. Icok hape. Paih ikeu Istiqlal dari jioh deuh kamoe eu geureja raya that-that, Kathedral. Geureja nyan meurithat awak Kriseuten han item theu taloe. Kukheun i loong

"Nyoe meunyoe han iteumee troh u Iqtiqlal, keunan u Kathedral ji tapeu keu" kukheun i loong.

"Hahaha" kamoe khem mandum: teungeh bulut, teungeh heek. "Tak ada Istiqlal, Kathedralpu jadi" kutamah i loong.

"Apdet status" i peuduk lom lee si Yanis. Ka i kleek-kleek hape lom.

(18)

paleng too lam meuseujid. Iyuu jak ju blah uneun "...setelah itu belok kiri" i kheun.

Rap siteugeh matee meujak, meu saboh pageu tan na teuhah. Rap na siploh boh pageu i top mandum. Lang maa ih. Lageee ek. Pu i peuget maaa ih. Rap meugrep pih pageu i gunci. Puu han ibi seumayang ureung, puu. (Nyang jaga) meuseujid pungoo bui.

Oh rap na sikoloe meuputa-puta akhee jih meurumpek saboh pageu nyang teuhah, bacut that teuhah, pah-pan ubee let badan sagai. Sang meunoe Ajadin han let. Iboh bosoe lom di miyup jih: nyas pasti nak bek i peutameng honda ngen itangeen. Ujeun maken brat. Kamoe meuplung u saboh traih. I peugah lee ureu hinan: teumpat tung ie semayang jioh lom keudeh u likot. Pluung lom lam ujeu. Lam maa ih awak peuget meuseujid, latee kee.

Ban trok bak teumpat tung ie seumayang: suut ipatu. Bak teungeh duk sut ipatu, deuh kudingee su. "Haram. Haram. Haram." Ban ku eu ka awak Arab. Tapi bajee jih lagee kaphee sit. "Hm, awak Arab" latee kee "Nyoe meulikot gop, i reupah awak meukat plaseutip nyan". Na awak meukat plaseutip, ineeng meupadup droe. Plasetip teumpat posoe silop. Ineeng mandum.

Ban meutameng u dalam meurumpek tulisan: Tempat Penitipan Alas kaki Gratis.

"Nyan. Pree bang, i kheu lee si Yanis." Kamoe pih peutoe ju keunan: peuduk ipatu. Pree! Oh lheuh nyan jaak lom. Doo jioh: Bak teumpat tung ie semayang. "Lam maaa ih" latee kee. Ban meu eu ie kaa saket iik. Jaak lom u ujong tempat tung ie seumayang. Doo jioh teumpat toh iek nyan. U ujoong teumpat tung ie seumayang. Doo jioh: Bit-bit hek teu tajak semayang keunoe: Lagee takeureuja bak kaphe!

(19)

19

satnyoe" latee kee. Nyoe koen ka meuri that kamoe ken awak Jakarta. Leet maa ih. Rheet bacut gengsi kamoe. Untong hana cewek watee nyan hinan. Meudeh ka gadeh keren, gadeh ganteng.Bit-bit meutamah beutoy: seumayang bak Isqiqlal sangat merepotkan, lagee takeureuja bak kaphe. Bit keu apa bunoe geutem seumayang bak bineh teumpat tung ie seumayang. Ban troh u teumpat seumayang, na sidroe awak atoe-atoe bareh semayang. But jih peureuseh lagee awak jaga parkir. Ureung nyang meubareh semayang pih lagee motoe meuparkir bak Carrefour i Medan: rapi that. Oh lheu ku teukeubii, kukalen u ateuh awak semayang i bareh i keu. Rupajih ramee that aneuk MTs Istiqlal. Sikula nyan bak lantai dasar Istiqlal. Adak meu hana awak nyan, kurasa ureung agam nyang seumayang rap hantrok saboh bareh puntong pih. "Leet maaa keu (awak kelola meuseujid) paleeh. Puu sit nyang kapeujra ureung, kagunci mandum pageu, puuu sit. Meu ureung seumayang

lagoo tan. Ook maaa keuh."

Lheuh seuleusoe seumayang maken beutoy nyang kukira bunoe watee teungeh seumayang: Nyan awak seumayang pih rap mandum awak jamee: wisatawan nyang meu neuk eu meuseujid terbesar di Asia Tenggara. Cuma kareuna nyoe meuseujid dan kebeutulan nyang jak wisata pih awak Ieseulam, ya, jiseumayang lah. Bek hana mangat sagai ngen alam. Ji teungku imum pih pungoe. Meuteueh nyoe Masjidil Haram bak geubaca ayat meuseulihat that. Oh lheuhnyan panyang tuloe. "Eee teungku imum cireet! Puu neupeuget but. Ureung seumayang dua kreek pih peu hayeu-hayeu droe." latee kee teungeh seumayang.

Lheung semayang kamoe seumayang sunat. Awak si Yanis poto-poto. Rap mandum jamaah poto-poto-poto. "Ken nyoe chek kee bunoe, rap mandum wisatawan. Jamaah nyang beutoy-beutoy meuheut jak seumayang,

nyoe na meu dua droe" latee ke.

(20)

20 Cut dan Ampon

Dalam hidup selalu ada dua pilihan. Engkau lebih senang hidup bahagia dalam kebohongan atau sengsara dalam kejujuran. Karena wanita terlalu memaksakan diri untuk disanjung dan diberikan apresiasi setiap saat maka mau tidak mau, atau lebih tepatnya terrpaksa laki-laki harus

memberikan kebohongn dan ketidak jujuran pada wanita yang dicintainya. Memilih jalan ini terlihat lebih aman bagi kedua belah pihak. Bahkan aku pernah mendengan seorang ibu berkata begini: "Dia (suaminya) mau selingkuh, mau kawin lain, itu hak dia. Asal jangan sampai terdengar ke telingaku, bisa hancur hatiku, sengsara jiwaku, merana batinku" katanya. Cut adalah wanita yang unik dan berbeda, sebelum memutuskan menyambut uluran tangan Ampon untuk bersanding di pelaminan, Cut meminta agar Ampon tidak pernah membohonginya. Cut membiarkan Ampon untuk selingkuh atau bahkan berpoligami atau apa saja boleh dilakukan Ampon, asal jangan membohonginya. Prinsip Cut ini kukira tidak tepat karena hanya untuk memberikan peluang pada Ampon untuk

menduakan cinta Cut. Namun aku berfikir pilihan Cut adalah cara paling ampuh untuk membuktikan kesetiaan cinta Ampon padanya.

Cut dan Ampon terbilang pasangan yang sangat muda dalam ikatan pernikahan. Usia Cut 18 dan Ampon 22, Dari pernikahan mereka aku memperoleh satu pelajaran yang sangat berharga bahwa pernikahan yang dilakukan karena alasan kelamin akan berakhir karena persoalan kelamin pula. Sebelum menikahi Cut, Ampon pernah berkata padaku bahwa alasannya menikah hanya satu yaitu menjaga kehormatan. "Menjaga kehormatan" adalah bahasa yang paling halus dari "memenuhi hasrat

kelamin". Dari ungkapan Ampon aku mengetahui bahwa tujuannya menikahi Cut hanya satu itu saja.

Aku mencoba mencari informasi apakah Cut sendiri mengetahui niat Ampon menikahinya. Aku juga berhasrat untuk mengetahui apakah Cut mengetahui bahwa Ampon tidak benar-benar mencintainya? Atau kalau Cut mengetahui, lantas kenapa dia menerima pinangan Ampon.

(21)

21

"Sakit hati?" tanyaku benar-benar tidak mengerti.

"Tahukah kau bagaimana si Cut itu memperlakukanku sewaktu awal-awal aku mengenalnya?" Ampon diam sebentar dan melanjutkan "Dia mencibirku, menghinaku, memperlakukanku seolah-olah aku ini manusia tidak berguna. Dia menghina pekerjaanku, tampangku dan latarbelakang keluargaku. Di depan kawan-kawannya aku benar-benar manusia yang paling tidak patut untuk diterima cintanya oleh si Cut.

"Aku berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh perhatiannya Cut. Aku tahu satu hal. Setampan apapun kau, kalau pekerjaanmu hina,

kantongmu tak berisi, kau takkan memperoleh perhatian sedikitpun dari wanita sejelek apapun. Apalagi dari seorang wanita secantik si Cut itu. "Akhirnya aku memperoleh pekerjaan yang layak dan mampu membeli rumah dan mobil. Perubahan kondisiku langsung saja membuat Cut tertarik padaku. Kesempatan ini langsung saja kumanfaatkan dengan

menikahinya. Ya, aku menikahinya untuk membalaskan dendam-dendamku" cerita Ampon.

Iklan Citra memperlihatkan untuk membawa seorang wanita ke kehidupnmu, maka bawa serta seluruh kehidupannya padamu. Pohon dalam iklan itu sebagai representasi dari segalahal menyangkut kehidupan si cewek. Dan pekerjaan, adalah bagian daripada kehidupan seseorang yang paling sakral. Bekerja adalah aktivitas yang membuat kita layak menyatakan diri adalah bagian dari keselarasan alam.

Ampon telah mencabut Cut dari bagian kehidupannya dengan

melarangnya bekerja. Padahal Cut adalah sarjana jurusan kesehatan terbaik di daerahnya dan dia tergolong pegawai teladan di tempatnya bekerja.

Kehilangan pekerjaan adalah penderitaan batin pertama dialami Cut setelah menikah dengan Ampon. Selanjutnya penderitan demi penderitaan terus menimpa Cut: Perselingkuhan Ampon dengan puluhan wanita dan isu yang terdengar telinga Cut bahwa Ampon telah menikahi pacarnya waktu SMA akhirnya membuat Cut depresi. Terapi dan karantina di RSJ tidak mampu mengobati guncangan jiwa Cut.

Terpuruknya kondisi mental Cut berimbas pada kondisi fisiknya. Akhrinya Cut masuk rumah sakit. Ampon menyuruhku menjaga Cut di RS. Dia memesan padaku kalau Cut menanyakan dirinya, harus kujawab Ampon di luar negeri karena urusan yang tidak dapat ditinggalkannya. Aku menuruti permintaan Ampon bukan karena takut pada Ampon. Aku melakukannya karena tidak sanggup melihat hati Cut yang memang telah hancur semakin hancur lagi bila dia mengetahui Ampon sedang liburan ke Bali bersama istri barunya.

(22)

22

cintaku dada Cut. Aku tidak ingin cintaku yang tinggi terkontaminasi oleh persoalan-persoalan yang remen-temeh seperti urusan terlambat pulang kerja, urusan rumah yang kotor dan urusan masakan yang kurang garam. Aku memutuskan tidak mengungkapkan cintaku pada Cut karena ingin cintaku tetap tinggi, tetap suci meskipun resikonya adalah dia harus dimiliki orang. Yang membuat hatiku sangat sakit adalah karena yang memiliki Cut adalah orang jahat seperti Ampon.

Tapi aku tetap menganggap itu semua adalah konsekwensi yang harus kuterima untuk terus memelihara cintaku pada Cut. Bagiku cinta yang dimiliki akan menurun kualitasnya. Cinta akan semakin subur bila terus merindui, terus sepi dan sunyi. Caranya adalah dengan tidak mengotori cinta dengan ikatan pernikahan. Itulah caraku merawat cinta.

Sewaktu mengantarkan obat pesanan dokter pada Cut, aku melihat

kondisinya sangat parah. Tubuhnya tinggal kulit dan tulang. Tapi dimataku kecantikan Cut tidak pudar. Bahwa yang sedang terbaring di hadapanku saat ini adalah wanita satu-satunya yang kucintai. Aku tak pernah mencintau wanita yang lain sampai kapanpun. Dan kalau nanti aku harus menikah, itu semata kulakukan karena aku adalah bagian dari mamalia yang harus memiliki keturunan.

Hatiku begitu luka melihat kondisi cintaku yang seperti ini. Cut adalah segalanya bagiku. Aku mencintainya tanpa pamrih sama sekali. Dan itu kubiktikan dengan tidak memiliki dirinya.

Tanpa kusadari airmataku jatuh.

"Kenapa kau tidak mengatakannya waktu itu" suara Cut berat dan pelan sekali saat aku sudah berbalik hendak meninggalkan ruanga. Aku menoleh kembali. Cut mematapku sayu. Aku tak mampu menjawabnya. Yang membuatku heran adalah kenapa Cut mengetahui aku mencintainya. Padahal sama sekali tidak pernah kutunjukkan padanya, dihadapannya bahwa aku mencintainya, baik melalui tindakan maupun ucapan.

"Apa kau senang melihat cintamu seperti ini. Apa ini yang kau inginkan?"

Aku cuma diam. Nafasku tertahan ditenggerokan.

Aku mendekatinya. Memaksakan senyum dan berkata. "Apa yang nyonya ucapkan".

(23)

23

"Sudah sadarkah kau akan kelirunya dirimu memaknai cinta" sambungnya. Aku tak kuat. Air mataku jatuh. Tak mampu lagi aku menduga-duga darimana dia mengetahui segalanya.

Dia menengadahkan tangannya. Aku merangkulnya. Ini seperti mimpi bagiku. Aku bergetar. Seluruh persendianku terasa lumpuh. Baru kali ini aku mengetahui nikmatnya dalam pelukan kekasih. Duh, seandainya ini kuketuhui sepuluh tahun lalu.

(24)

24 Seribu Pancaran Sinar Mentari

Kawan, seharusnya tidak sekarang aku menceritakannya padamu. Ceritaku layaknya kusampaikan saat aku telah berada di Teheran atau Muenchen, saat aku menjadi salah seorang Profesor di sana. Tapi bagaimana kalau cinta lama merangkulku lalu membawaku pergi? Konon, kudengar dia telah berubah menjadi monster mirip Orge dalam game "Tekken".

Ceritaku bermula saat keranjang hijau telah kosong dan hanya menyisakan beberapa plastik keresek dan seikat lidi bambu. Setelah kukayuh sepedaku menjauhi Sambu, tempat di mana sore itu bungkus terakhir mie Aceh yang kujual seribu rupiah perbungkus disapa perut yang sedang lapar, aku telah membelakangi billboard besar tempat di mana iklan rokok "Kennedy" bertengger. Iklan itu telah senyum manis di persimpangan jalan dekat Medan Mall sejak enam tahun lalu saat usiaku masih sebelas tahun. Tiba-tiba aku berhenti dan menoleh ke arah spanduk besar itu. Bulu kudukku berdiri. Terdengan bisikan "Miswari, kamu akan kuliah."

(25)

25

Persis seperti bisikan saat aku di Masjid Muhammadiyah setelah lulus S1. Waktu itu bisikan itu mengatakan aku akan ke Jakarta.Karena kutahu bisikan itu adalah sesuatu yang tak bisa kulawan. Aku memilih mempersiapkan segala sesuatu tentang bisikan itu.Tiga bulan lagi Ujian Nasional. Aku sadar tidak seperti kawan-kawan yang bisa mempersiapkan ujian dengan mengikuti bimbingan belajar di lembaga-lembaga elit seperti Ganesha Operation Atau Primagama, makanya aku berfikir cara lain untuk mempersiapkan diriku.

Malam itu aku mengatakan pada Kak Syah bahwa aku hanya akan bekerja dua bulan lagi. Ini kuberitahukan agar dia bisa mempersipkan diri. Aku, akan mengumpulkan uang sebisa mungkin untuk sebulan menjelang UN karena saat itu aku akan berfokus pada belajar serta mengikutu les tambahan oleh pihak sekolah.

Caraku agar lulus UN adalah dengan membeli sebuah buku tentang penduan mengikuti UJIAN NASIONAL 2004. Aku mengawali dengan mempelajari soal UN dari tahun paling rendah. Strateginya adalah dengan mengisi jawaban atas petanyaan-pertanyaan itu dalam selembar kertas lembar jawaban fotokopian dari contoh lembar jawaban yang dilampirkan pada halaman buku itu. Salahsatu manfaat cara seperti itu adalah belajar mengasah kebiasaan melingkarkan jawaban agar tidak lepas dari bacaan komputer saat pemeriksaan lembar jawaban sesungguhnya nanti.Setelah mengisi lembar jawaban itu, aku memeriksanya dengan berpanduan pada lembaran kunci jawaban yang telah disediakan dalam buku. Aku mempersentasekan jawaban yang benar denga nilai yang kuperolah. Saat itu standar kelulusan 4.01 per mata pelajaran yang di UN-kan. Selanjutnya membaca sepintas lalu jawaban yang benar. Pada jawaban yang salah aku benar-benar mempelajarinya hingga aku paham betul. Demikian setiap mata pelajaran yang di UN-kan hingga sampai pada prediksi soal UN 2004.Setiap mengerjakan mata pelajaran dari tahun terendah dalam buku hingga 2003, nilaiku terus naik. Pada prediksi mata pelajaran 2004 aku memperoleh: Matematika lima koma sekian; Bahasa Inggris enam koma sekian dan: Bahasa Indonesia enam koma sekian.

(26)

26

Hari pertama ujian aku menyelasaikan soal-soal ujian Bahasa Indonesia dengan mudah. Malam harinya, drama dimulai. Setelah mengulang sepintas lalu prediksi soal-soal Matematika UN 2004, aku beranjak tidur. Ayat-ayat pendek kubacakan penuh harapan dan kecamasan. Besok ujian Metematika dan dan Agama Islam. Jadi aku harus konsenterasi betul. Matematika begitu mendebarkan. Agama Islam? Ah, tak masuk dalam hitunganku. Tidak di UN-kan! Saat hendak memejamkan mata, begitu saja masuk sekelompok pemuda berpakaian preman menggeledah seisi ruangan tempat usaha Agam. Aku memang tidak pernah mengunci pintu sebab Agam menyuruhnya begitu. Dia datang bila-bila waktu ke toko. Pemuda-pemuda itu membuka payung yang tersangkut di dinding dan mencari sesuatu di dalam

"Keluar, Bang. Mungkin di rumahnya." jawabku kecut. "Di rumah tak ada" sahut yang lainnya.

"Mana kau simpan barangnya" tanya si gondrong tadi.

Aku diam tak bisa menjawab apapun lagi. Di tengah-tengah kesibukan mereka menggeledah, di dalam otakku terlintas pikiran: Mungkin mereka adalah orang yang akan menyita barang-barang tertentu dalam toko Agam karena dia tidak mampu membayar utang.

Saat aku telah duduk dibarisan kedua sebuah minibus terlintas kesan dalam ingatanku: Bukankah kondisi seperti ini adalah orang yang sedang di gelandang Intel Polisi ke Tempat interogasi seperti yang sering kutonton dalam program "Patroli" di Indosiar. Kesan itu menghilang begitu saja.Aku telah berada di sebuah ruangan dalam kantor Polisi. Karenaa dari pertama saat di naikkan ke dalam moli aku membaca rute tujuan. Aku sadar betul telah berada di Poltabes Medan. Bahkan aku sering melawatkan sore seputaran Markas ini berjualan Mie Aceh dengan sepeda butut itu.

Beberapa saat kemudian aku dibawa keruangan lain. Di sana Agam telah duduk manis. Dia menjawab lugu dan singkat pertanyaan-pertanyaan pemuda yang duduk di balik meja menghadap sebuah komputer di atas meja hitam di depan kami. Aku melihat asbak di depan penginterogasi telah sangat sesak oleh abu rokok dan puting "Sampoerna Mild".

(27)

27

tuaku akan khawatir karena kehilangan diriku, khawatir mereka takkan tau aku ke mana. Kasihan pada kedua manusia yang paling kucintai setelah Nabi Besar Saw. Mereka telah berharap anak-laki laki mereka akan segera menamatkan sekolahnya di rantau. Namun ternyata telah masuk penjara tanpa mereka tau. Satu momen paling penting yang membuyarkan lamunanku terjadi: Penginterogasi: Dia ikut, enggak?

Agam : Sama seka tidak, Bang.

Penginterogasi: Jadi cuma kau sendiri yang makai? Agam : Bener, Bang

Penginterogasi: Jadi benar dia tidak terlibat? Agam : Iya, Bang.

Penginterogasi: Betul, kau!? Agam : Sama sekali tidak, Bang!

Penginterogasi: Hah? (Setengah berdiri mencondongkan muka ke arah Agam. Melotot tajam)

Agam : Ya, Bang. Dia enggak.

Detik itu pula langsung terfikir olehku: Kalau saja Agam ingin berbuat buruk padaku. Mudah saja dia melakukan ini:Penginterogasi: Dia ikut, enggak?

Agam : Benar, Bang! Sebenar setelah "Q", "R"

Penginterogasi: Hah? (Setengah berdiri mencondongkan muka ke arah Agam sambil tersenyum lebar. Melotot dengan memperlihatkan kedua bola mata dengan beningnya)

Kenapa orang yang jauh lebih muda darinya tetap dipanggil "Bang" oleh Agam? Bukankah pengintrogasi yang sangat tampan, berkulit kuning langsat itu jauh lebih pantas menjadi foto model atau bintang iklan jus buah manis bersama gadis-gadis remaja yang cantik-cantik dan centil-centil daripada berprofesi sebagai orang yang kejam, tegas, dibenci semua orang yang pernah duduk di balik mejanya dan didoakan semoga ibunya mati dengan cara terpotong-potong badannya karena ditabrak kereta api dan istrinya dimutilasi setelah diperkosa ramai-ramai dan kemaluannya ditusuk-tusuk besi panas menyala oleh semua orang yang pernah merasakan panas monitor komputer di atas mejanya yang menerpa wajah mereka?

(28)

28

kepalaku untuk memikirkan jawaban-jawaban itu. Otakku penuh dengan kesenangan: Pria tampan anak Teuku Banta Sulaiman tidak perlu panik dan pusing mencari anaknya yang hilang di Medan dan perempuan paling cantik dan paling tajir di Peusangan era 80-an tak perlu gelisah menanti keberadaan dan keadaan anaknya yang paling bandel itu.

Selanjutnya aku dibawa kembali ke ruangan tadi. Aku kembali duduk lemas di atas sofa empuk bewarna hitam itu. Aku sangat mengantuk, sangat lemas. Lebih dari itu mentalku down betul. Sembari tertidur dan terjaga, di sela-sela keduanya, dalam tertidur dan ter bangun, pikiranku tertuju pada satu kata: MATEMATIKA. Sambil itu, hatiku bergumam penuh kekhusyu'-an: Ya Allah, Allah Rabbnya alam semesta, Junjungan Rasulku yang mulia, Sesembahan ibu dan ayahku serta tempat bergantung dan menyerahkan diri kakek-kakek dan buyut-buyutku sepanjang masa: Bila kau tak izinkan hambamu yang semasekali sedang tak bedaya di depan-manusia manusia ini, benar-benar hina di hadapan-Mu dan mereka, maka usahlah Kau kirimkan cinta padaku lagi sampai kapanpun. Aku mencintaimu dalam senang dan susahku, dalam mudah dan pedihku, dalam senyum dan tawa dan dalam murung dan muramku. Aku mencintaimu melebihi cinta seorang ibu rumahtangga akan rumah suaminya. Ya Allah, aku menyayangimu melebihi sayangnya seekor puddle akan bulu-bulu indah yang membuatnya hidup dan menjadi alat kebanggaannya: Maka perkenankan harapanku wahai Yang Maha Suci. Doa itu terus saja mengalir dalam hatiku, kadang tidak beraturan.

Lalu tiba-tiba masuk salah seorang polisi yang samar-samar terlihat di mataku. Dia menghampiriku dan bertanya.

"Jadi kau anggota (a)Gam?"

"Ya, Bang." jawabku lemas, sangat lemasnya aku hingga suaranyapun samar-samar terdengar olehku.

DUUUUP DUUUUUP DUUUP

(29)

Kata-kata itu datang secara berurutan dan berulang-ulang ke dalam kesadaran pkiranku. Kukira kalau aku mati saat itu, maka Matematika, sepatu, Allah dan ayah-ibuku adalah hal-hal yang paling mengsankanku sepanjang hidup di surga.

Samar-samar aku mendengar polisi-polisi lain menegur si penendangku itu."Kok, kau hajar pulak dia?"

"Separatis, katanya dia"

"Bukan, Coy. Anak buahnya si Agam itu" "Ooo"

Aku baru tau, maksud pertanyaannya. Mungkin, adalah untuk sekedar bercanda dengan menanyakan apakah aku anggota atau terlibat dengan gerakan pemberontakan di Aceh saat itu, GAM. Pertanyaan semacam ini sering ditanyakan pada orang Aceh untuk sekedar bercanda atau menggoda.

Aku menjawab "ya" karena kukira maksudnya adalah bertanya apakah aku orang yang bekerja pada Agam, pemuda yang sedang diinterogasi di ruang lain. Di Medan, biasanya, orang-orang yang "bekerja pada" disebut "anggotanya". Melihatku terkapar tidak berdaya sama-sekali si penendang itu hanya memandangi tubuhku yang sedang memiting-miting persis seekor cacing yang sedang dijemur di atas piring melamin di bawah sinar matahari yang sangat terik. Hanya sedikit air muka mengiba sudah cukup bagiku seorang polisi meminta maaf atas sebuah kekeliruan yang hampir saja membuat nyawaku melayang. Untuk berkata "Maaf" atau "Sori Coy" dia enggan. Dia sadar seragamnya lebih berharga dari kata-kata konyol itu. Akupun sadar akan betapa berharganya seorang personil Polisi. Setidaknya berdasarkan pengetahuanku bahwa meski mereka adalah penegak hukum, bila ada seorang anggota mereka mati ditangan seorang warga, maka si pembunuh personil Polisi itu akan mati tanpa perlu menempuh jalur hukum formal manapun. Sebuah penegakan hukum yang begitu tegak dari Penegak Hukum.

(30)

30

mengetahui bahwa aku pelajar. Mereka juga tau aku sedang UN. Kupastika mereka tau aku harus ujian Matematika.

Jam enam pagi aku dibolehkan pulang.

"Tau nya kau jalan pulang?" tanya salah seorang personil Polisi. "Tau, Bang." Spontan.

Aku girang meski mata mengantuk sangat, otot-otot lelah betul dan badan remuk-radam. Aku pulang jalan kaki dari Poltabes ke Tuasan, Pasar Tiga. Sempat terfikir olehku kalau saja tadi kujawab aku tidak tau jalan pulang, mungkin mereka akan mengantarku pulang dengan mobil. Tapi aku ragu kalau kujawab begitu, aku tak jadi dikasih pulang pula. Teringat akan sel tahanan. Aku tidak jadi menyesali jawabanku tadi. Dalam perjalanan tak henti-hentinya aku mengucap syukur.

Jangan tanya bagaimana: Lima belas menit aku tiba di Tuasan. Sebelum sampai di toko saudara-saudara si Agam melempariku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi Agam di Poltabes. Mereka bertanya dengan sangat serius. Kupastikan beberapa di antara mereka sama denganku tidak tidur semalaman. Karena gelisah tentang kondisi Agam.

Shalat subuh antara sadar dan tidak. Melihat tempat tidur ngantukku semakin menjadi-jadi. Aku menghempaskan badan ke tilam. Berfikir kalau saja momen sembilan jam dari sekarang tidak pernah terjadi. Sembilan jam yang lalu aku masih berada disini, di atas tilam ini hendak tidur.

"Matematika!" Terlintas dalam pikiranku akan kata itu.

Tiba-tiba aku teringat kalau saja aku memejamkan mata, aku takkan ke sekolah. Hari ini ujian mata pelajaran yang sangat menentukan hidupku. Aku bergegas mandi. Lalu segera berangkat ke sekolah meski terlalu pagi. Ini lebih baik bila tetap dekat dengan tempat tidur. Aku sempat tertidur ayam dua tiga kali di dalam angkutan umum. Setiba di sekolah orang-orang sudah ramai. Ditangan mereka semua sedang memegang apasaja yang dapat membantu mereka menjawab soal-soal Matematika yang akan diujikan sesaat lagi. Aku masih sibuk dengan perutku yang sangat sakit akibat ditendang polisi tadi malam. Pengalamanku tadi malam begitu mengesankan. Seolah-olah hanya mimpi belaka. Hanya rasa sakit di perut dan serangan kantuk yang membabi-buta yang dapat membuatku sadar bahwa peristiwa tadi malam bukan mimpi. Kalau hal ini kuceritakan pada teman-temanku, pasti tak ada yang percaya, bukan karena mereka terlalu sibuk dengan beban Matematika, namun karena apa yang kualami tadimalam sangat luar biasa.

(31)

31

Masuk keruangan aku mencoba membuang kantuk. Gagal. Aku tersungkur, tertidur di depan lembaran soal dan jawaban Matematika. Aku mecoba sadar dari tidur. Tertidur sejenak saat ujian berlangsung aku bermimpi sedang mengerjakan soal-soal Matematika. Lalu dalam mimpi itu aku jatuh ke bawah meja akibat kursiku patah. Aku tersentak dan terbangun. Saat sadar ternyata benar aku terjatuh ke bawah meja. Ternyata saat mengantuk tadi aku kehilangan keseimbangan dan punggungku merosot dari kursi dan aku terjatuh kedepan kursi, ke bawah meja. Pengawas mengamati. Peserta ujian lain ingin tertawa tapi tidak berani. Masa depan mereka lebih penting daripada menertawakan sesuatu yang sangat layak untuk ditertawakan. Kalaupun mereka tertawa sangat wajar. Namun cita-cita yang tinggi membuat mereka harus mengenyampingkan kewajaran-kewajara.Aku masih berjuang melawan kantuk. Bahkan sakit perut telah menyerah dari rasa kantuk yang sangat besar. Aku terus berjuang.

Pertanyaan pertama coba kubaca. Gagal. Aku kehilangan fokus. Mengantuk ini sangat dalam dan tinggi besar. Aku tidak tidur semalaman. Jadi aku mengantuk. Itu wajar. Namun karena bisikan yang telah kusampaikan padamu itu, kawan, membuatku yakin bahwa cita-citaku besar. Karena cita-citaku besar, maka aku harus melampaui batas-batas kewajaran.Waktu tersisa tinggal empat puluh menit lagi. Sementara lembar jawabanku belum terlingkar satupun. Cita-cita besar itu membuatku kuat melawan kantuk dan lelah. Mataku melototi soal-soal ujian sementara aku terus mencoba memfokuskan pikiran. Fokus. Aku membaca satu soal lalu menghitung dan membuat rumus untuk mencari jawaban yang tepat. Demikian terus menerus hingga pertanyaan terakhir. Dua puluh pertanyaan berhasil kujawab dalam waktu empat puluh menit. Aku bekerja keras.Bekerja keras melawan batas-batas kewajaran demi masadepan yang lebih baik. Dan saat inilah penentuannya. Aku masih ragu, Matematika adalah pelajaran yang amat sulit dan mengerjakannya dalam kondisi sangat sulit. Aku sangat takut tidak lulus Matematika. Bila nilaiku empat koma nol atau lebih rendah darinya, aku takkan lulus. Tidak lulus adalah aib terbesar bagiku.

Sejak hari selesai ujian Mtematika, aku tidak penah berhenti berdoa pada Allah. Aku tak pernah meninggalkan shalat tahajjut.

Tiba hari pengambilan surat pemberitahuan hasil UN, aku berpakaian sangat rapi. Doa dengan sangat tawadhu' dan khusyu' tak henti-hentinya kupanjatkan. Tiba di pekarangan sekolah aku menggigil. Aku paling khawatir dengan nilai Metematikaku.

(32)

32

bergetar saat meraih sebuah amplop putih yang disodorkan Bapak Kepala Sekolah. Bapak Kepala Sekolah menyadari kondisiku, mengetahui apa yang sedang berkecambuk di dalam tempurung kepalaku. Dia tersenyum saja.Saat telah memegang amplop putih itu di dalam pikiranku terlintas seribu refer:

"kaus kaki yang di angkat dan melihat isi sepatu", "sel tahanan di Poltabes",

"Pria yang paling tampan di seluruh dunia yang pernal kulihat sedang binging, panik dan khawatir mencariku di kota Medan". Yang paling membuat hatiku tak menentu ketika itu adalah saat wajah ayah sedang menjengukku di Pesantren dulu. Kukika lebih baik aku tidak pernah ada di muka bumi ini bila tidak lulus karena mengenang wajah ayahku. Ayah yang paling mencintai anaknya adalah ayahku. Ayah adalah seorang pria hidup pas-pasan namun menyekolahkan anaknya yang nakal ini ke Boarding School yang dihuni anak-anak pengusaha, pejabat kelas atas dan kontraktor. Aku tidak sanggup bila mengingat wajah ayah. Aku lebih baik tidak pernah ada di dunia ini bila tidak lulus.

"Baca Bismillah..." Suaraku itu membuatku terkejut. Rupanya Ibu Guru Agama Islam-ku yang menegurku saat aku sedang mencoba menyobek amplop.

(33)

33

Kutemukan selembar kertas bewarna pulit dengan isi tulisan di bagian dalam lipatan seluruhnya. Seingatku itulah surat formal pertama yang kuterima seumur hidupku. Kubuka lipatan itu. Kubaca itu tertuju padaku: MISWARI. Kucari langsung inti daripada Isi surat. Kutemukan: "TIDAK LULUS" tercoret dan "LULUS" tak di coret. Artinya aku lulus UN!

Kulihat nilai ketiga mata pelajaran yang di UN-kan itu: Bahasa Indonesia: 7.69; Bahasa Inggris: 6.89 dan; Metematika: 4.02. Subhanallah! Langsung terfikir olehku kalau satu lagi saja saja soalan Matematika itu terjawab salah, dapat kupastikan nilaiku di bawan empat. Dan, itu artinya aku tidak lulus UN! Tidak tidur semalaman dan terkena sepatu Polisi ditambah mendal yang jatuh terpuruk malam menjelang ujian Matematika membuatku yakin 4.02 untuk nilai Matematika adalah karamah dari Allah SWT.

Meski cinta ayah tingginya tak terlampaui langit tidak ada apa-apanya dengan berhasil lulus STM, perjuangan mengolah sirip hiu dan bersepeda mengelilingi Kota Medan setiap hari pulang sekolah terjawab sudah. Poltabes dan sepatu PDL Polisi-pun lunas.

Aku tersungkur melekatkan keningku ke tanah dekat teras ruang belajar. Mataku mengeluarkan airnya sebanyak-banyaknya. Aku tak peduli Bapak Kepala Sekolah, Tak peduli Ibu Guru Agama Islam. Aku tak peduli semua orang yang ada di sini. Aku tenggelam dalam haru. Ibu Guru Agama Islam ikut menitikkan air mata. Kutahu dia tau sedikit banyak perjuanganku di Medan. Bapak Kepala sekolah yang hampir setiap hari berada di belakang kami: artinya setiap hari kalah berlari dengan kami karena hampir setiap hari kami berhasul lolos dari kejarannya karena suka cabut sekolah; kami yang membuatnya malu sejadi-jadinya di hadapan kepala sekolah lain karena tingkah kami yang kurang ajarnya di atas rata-rata kurang ajar seluruh siswa se-Kota Medan, namun hari ini, kulihat mimik wajahnya, haru melihatku. Kubaca air mukanya. Kutemukan Kalimat-kalimat: Akan kukatakan pada dunia aku pernah punya siswa superhero sepertimu, Nak; Akan kuceritakan kebanggaanku bahwa aku punya siswa yang setiap harinya berjualan mie berkeliling dengan sepededa lusuh namun dia lulus UN.

(34)

34

(35)

35 Malam Ini Tidak Ada Bintang

Kukatakan pada Makku. "Aku ingin berjumpa dan berbicara dengannya sehari penuh. Karena besok adalah hari kematianku."

Tidak ada yang akan mati lebih bahagia dariku. Karena segala hasrat seumur hidupku telah kupenuhi sehari menjelang kematian. Mungkin para syuhada dan pezina yang mati dirajam dengan senyum karena segala dosanya telah dihapuskan bersama butiran-butiran batu yang menghantam tengkoraknya adalah orang-orang yang berbahagia bersamaku.

Aku duduk mengobrol dengannya. Menanyakan segala perjalanan hidupnya sejak terakhir kami berjumpa. Aku mengenang masa indah saat di meunasah desa Paya Cut. Tidak ada yang memotifasiku untuk berjalan kaki sejauh dua kolometer di malam buta untuk shalat tarawih kecuali harapan dia akan datang. Aku tak parnah libur ke meunasah selama 30 malam meski kutahu sepanjang Ramadhan dia hanya datang 4 sampai 6 kali. Karena aku tak tahu malam apa saja dia akan datang, kiputuskan aku tidak boleh absen. Semua demi kamu, Raihan.

Menanti dengan harap dan cemas seperti kualami di setiap malam-malam Ramadhan rupanya dialami juga semua muslim di seluruh dunia. Bedanya, mereka menanti kedangtanga Lailatul Qadar, aku menunggu tibanya kekasihku.

Raihan, malam ini tidak ada bintang. Kulit otakku penuh wajahmu. Malam ini begitu dingin. Tidak ada satupun bunyi kendaraan. Tahukah kamu aku mendengar suara burung-burung. Gedung-gedung di sini senyap seolah menunggu sesuatu. Aku tak tau apa itu. Tapi pepohonan di depan rumahmu kelihatan lebih ramah. Mereka menari-nari dengan perlahan mengikuti hembusan angin.

Raihan rumahmu adalah taman surga. Biarkan saja semuanya menuju Firdaus. Aku ingin tetap di sini, di taman halaman rumahmu. Menunggumu keluar dengan baju pengantin bewarna putih. Kunanti wajahmu hadir kembali di hadapanku.

(36)

36

lelap bersama anak-anak dan suamimu di sebuah rumah bahagia. Aku di sini seperti cacing yang yang dilumuri abu dapur. Setiap malam aku keluar menantang ganasnya udara malam yang menikam hingga sela-sela rusuk. Aku mencari wajahmu di atas langin yang kelihatan hampa. Bila ke laut aku menungu-nunggu bila-bila wajahmu timbul dari dasar samudera.

(37)

37 Provokasi

Ceritakan saja kejelekan seseorang yang dianya benar-benar kamu tidak suka. Maka saya langsung membenci orang itu. Bahkan bila tujuanmu murni untuk memprovokasi, sayapun akan langsung terpengaruh. Mak sering menceritakan sisi-sisi negatif tentang Raihan dan keluarganya karena tidak suka melihat saya selalu menangis hingga kehabisan tenaga setiap setelah bertemu Raihan. Setiap pulang berjumpa Raihan saya langsung mengunci diri di dalam kamar. Terkenang sangat indah bersama dengannya beberapa waktu tadi dan langsung menangis sejadi-jadinya. Saya tidak tau kenapa begitu. Saya menduga karena roh saya telah tau saya akan menderita seumur hidup sebab tidak ditakdirkan menjadi pasangannya.

Di kamar tempat saya mengunci diri dan menangis sejadi-jadinya beberapa tahun ke depan Raihan menyisir rambutnya yang luar biasa panjang. Malam itu pulang dari Pidie usai Basic Training PII. Tidak mungkin saya mengantarnya langsung ke rumah karena kami tiba di Bireuen telah

malam. Jadi dia menginap satu malam di rumahku.

(38)

38 Aku Takut Mimpi Kamu

Kalau malam tiba aku takut untuk tidur. Aku takat akan bermimpi tentang kamu. Yang sebenarnya kutakutkan adalah ketika terbangun dari mimpi. Satu lagi, yang kutakutkan, adalah akhir dari mimpi. Biasanya, akhir mimpi, selalu menakutkanku, menyakitkan. Walau apapun akhir mimpi, ketika terbangun, selalu membuatku gelisah, sakit sekali, tapi tak tau sakitnya di mana.

Allah, saya selalu tersiksa.

Suatu malam aku bermimpi Raihan duduk berdua dengan Ibuku. Aku melihatnya dan yakin bahwa Ibu mencoba merayu Raihan untuk menerimaku sebagai suami. Dalam mimpi itu Raihan belum menikah. Dia hampir akan menikah, tapi pertunangannya batal. Terdengar olehku Ibu berkata padanya.

"Menikahlah dengannya, jangan khawatir meski dia sudah beristri." Maksud Ibu, beliau yakin cintaku kepadanya akan sepenuhnya hingga tak sedikitpun tersisa untuk istriku.

Bahkan aku rela menceraikan istriku bila Raihan menerimaku sebagai suami, Ibu. Aku ingin lebih baik Ibu menyampaikan kalau aku akan menceraikan isteriku. Agar Raihan semakin mantap menerimaku.

Setelah ibu selesai berbincang dengan Raihan, aku mencari-cari kekasih hatiku itu di sekitar pondok tempat Ibu berbincang tadi. Sesuatu memberitahuku Raihan berada di rumah Kakekku. Aku ke sana menemui para penghuni rumah. Aku tidak dibolehkan menjumpai Raihan sebelum sungkeman denga Kakek dan Nenek. Terlebih dahulu aku meraih tangan ayahnya Ayahku, Ampon Banta Leman yang biasa kami panggil Ampon Nek. Aku mencium tangan beliau yang sebenarnya telah Almarhum. Setelah mencium tangannya, beliau memintaku mencium pipi kanannya, saat mencum pipi kanannya, aku melihat segumpal keci darah yang kelihatan mengeras, tapi masih merah segar dekat telinga beliau. Saat mulutku dengan mulut beliau mendekat waktu menarik wajahku, beliau sempat memasukkan sirih yang sedang beliau kunyah kedalam mulutku. Aku mengecap isi mulutku itu, terasa manis air pinangnya yang telah memerah. Apa makna itu? aku masih bertanya-tanya. Mungki sebagai syarat dari belau agar dapat aku

(39)

39

Lalu aku menemui Nenek yang duduk meluruskan dua kaki dan menggempit keduanya sedang beliau menyiapkan bakong asoe untuk disisipkan antara gusi dan kulit dalam bibirnya yang biasa dilakukan orang tua. Setelah mencium tangan Nenek, Raihan dipersilakan naik tangga dekat Nenek duduk dan menemuiku.

Allah, aku menjumpai Raihan. Bagaimana perasaanku, tak bisa kuungkapkan! Jantung hatiku mengenakan jilbab segi empat tipis bewarna merah jambu. Bajunya kombinasi garis-garis warna hitam biru dan hijai, dikit merah dengan warna dasar putih. Rok kembangnya bewarna merah jambu juga. Ya Allah, dia sangat anggun. Bidadarimu tidak ada satupun yang menandingi kecantikannya. Ya, Allah, simpan saja bidadari-bidadari-Mu, di surga, aku mau bersama Raihanku saja.

Aku mengajaknya kencan, saat sedang berjalan bersama akan memasuki sebuah mall, aku menyandarkan bagian kanan kepalaku di bahu kanannya. Dia memiliki tinggi sama denganku karena sedikit dibantu sepatu tinggi. Nyaman sekali. Aku sadar tia tidak nyaman dengan ini. Aku tak bergeming. Dalam hayalanku selalu, aku hanya akan bisa bersandar seperti ini padanya kelak bila dia tua dan suaminya telah mati. Tapi ternyata aku bisa melakukan ini saat ini, saat dia masih jelita dan aku masih muda. Aku sadar akan beresiko besar menyandarkan kepala di bahunya saat ini. Tapi aku tak mau menghentikan tindakanku karena kutahu dalam setiap mimpi dan renunganku, aku menginginkan situasi seperti ini. Raihan, andak kau tahu besarnya cintaku padamu.

Menuju warung makan di sebuah warung kelas bawah di dalam mall, yang tampaknya di sana, Raihan sidah terbiasa makan di sini, aku teringat tidak bawa rokok. Aku berfikir ingin permisi keluar gedung cari rokok karena di warung di dalam gedung mall, harga rokok mahal. Tapi aku tak ingin meninggalkan Raihan. Entah kenapa aku sadar momen ini hanya sementara,

jadi tidak ingin aku mensia-siakannya.

(40)

40

sangat bodoh dan tidak teringat untuk membeli makanan lain seperti sate dan bakso setelah menemukannya tidak selera makan nasi. AKu bodoh, aku ceroboh, akalku pendek, akalku sempit. Aku menyesal, aku menyesal sekali. Aku sangat menyesal.

Aku menyesal kenapa tidak masuk ke ruang saat dia berbaring sakit di kamar peserta. Aku menyesal kenapa aku hanya mengintipnya saja dari balik pintu. Aku menyesal tidak masuk dan mencoba mengobrol dan menghiburnya. Aku menyesal sekali. Tapi, setidaknya, hai belahan hati, kini kamu adalah kader PII, sama seperti diriku.

Mencintaimu adalah masalah sekaligus anugerah bagiku, sekaligus masalah. Aku tidak bisa mensyukuri cinta ini karena hatiku sendiri sebagai bagian dari 'syukur' itu sendiri. Sama seperti aku tidak bisa keluar dari masalah ini, sebab, diriku sendiri adalah bagian dari masalah itu sendiri.

Memang benar adanya, cinta sejati itu tidak membutuhkan badan. Cinta sejati menemukan esensi, bukan bergulat bersama eksistensi.

(41)

41 Jawa Negeri di Awan

"Tajak Beutroh, ta eue beu deueh" kata seniman Aceh, Rafly. Maksudnya, pergilah hingga tiba dan coba memandang hingga benar-benar melihat. Agar, segala sesuatu tidak sebatas diduga, tidak segera percaya dari apa orang kata dan tidak sembarang berasumsi. Maka pesannya adalah dengan mendatangi sendiri sumber berita hingga benar-benar tiba dan melihatnya sendiri dengan mata kepala. Dengan itu, baru bolehlah kita menilai sesuatu.

Jawa adalah bangsa yang mendapatkan stigma negatif bagi kalangan masyarakat Aceh selama konflik (1972-2005?). Karena, masyarakat Aceh menganggap pemerintah pusat hanya berpihak pada masyarakat Jawa. Juga, karena mereka menganggap orang Aceh harus lebih sejatera daripada orang Jawa karena Aceh memberikan sumbangan sumber daya alam (SDA) yang jauh lebih banyak daripada Jawa. Juga, karena aparat keamanan yang dikirim ke Aceh keanyakannya adalah orang Jawa. Secara keseluruhan, menurut anggapan anggota GAM dan masyarakat yang dililit konflik "Jawa" adalah representasi dari masyarakat Indonesia selain Aceh.

Tindakan aparat di Aceh semasa konflik memang sangat biadab. Konon demikian katanya. Menurut radio bergigi, seorang gadis diperkosa di depan Abu-nya.Di Rumoh Geudong, Pidie, konon penyiksaan oleh aparat terhadap anggota GAM yang melanggar HAM manapun sering berlaku.

Para pemuda sering dijemur betelanjang dada di atas aspal di bawah terik siang menyengat. Biasanya ini dilakukan saat aparat melakukan pengejaran terhadap GAM, namun mereka berhasil lolos kembali ke hutan.

Seorang supir angkutan pedesaan, bernama Si Lie Ma'e Inggreh adalah orang pertama yang mampu dan berani mengangkat realita ini ke ranah publik secara kritis. Di tengah pasar Matanggumpangdua dia mengkritik tindakan GAM secara tegas dan suara lantang: "Orang GAM beraninya cuma bunyikan senjata di tengah pemukiman warga, saat aparat akan tiba, mereka lari. Jadilah warga sipil sebagai tumbal".

(42)

42

maka aparat, yang biasanya Brimob suka turun ke kampung sumber bunyi ledakan senjata dan menggeledah semua rumah serta memaksa keluar semua laki-laki kecuali anak-anak dan tua renta. Tidak jarang mereka keliru dengan memaksa keluar orang stres yang telah sakit bertahun-tahun. Orang stres seperti ini biasanya dirantai dan dipasung. Melihat rantai dan pasungan, aparat menemukan pemandanga yang sangat dramatis. Mereka berasumsi macam-macam: Mungkin dia adalah GAM yang ditangkap sendiri oleh keluagranya lalu dirantai sambil menunggu aparat yang menjemput; mungkin dia adalah GAM yang terlebih dahulu ditangkap teman aparat lainnya namun belum sempat diboyong ke markas. Sambil memandang dengan seksama wajah orang stres dalam pasungan, mereka juga berasumsi: mungkin ini adalah teman aparat yang ditangkap GAM.

Laki-laki dewasa yang dipaksa keluar rumah dibariskan di suatu tempat dan diperiksai KTP masing-masing. Musibah bila: satu, dia beralamat pada desa-desa yang digaris merah oleh aparat. Dua, tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik.

Masalah kedua ini pernah dialami Daud. Saat para pemuda dibariskan di pinggir jalan dekat sebuah sungai, mereka diinterogasi. Karena mereka membuat bingung aparat, mereka dibawa ke bibir sungai. Dengan menghadap ke sungai, mereka diperintahkan berjalan beberapa langkah ke depan. Daud, karena sadar tidak bisa berenang, masing hanya beberapa langkah memasuki air. Padahal teman-temannya yang lain sudah hampir tenggelam seluruh dadanya. Kawan-kawannya bahkan sudah berada hampid di tengah aliran sungai.

Geram Daud dianggap tidak patuh, seorang aparat membentaknya, "Ke tengah lagi, kau." Maksudnya agar dia bisa berdiri sejajar dengan teman-temannya yang lain.

Mendengar perintah itu, bergegas Daud menuju bibir sungai. Melihat Daud yang menentang instruksi, aparat spontan marah. Dia ditendang dan terlempar jauh hingga mencapai ke tengah sungai.

Daud yang tidak mengerti bahasa Indonesia mengira, dia diperintang untuk 'teungeh'. Kata itu dalam bahasa Aceh bermakna naik dari bawah ke atas. Orang yang sedang mandi di kolam atau sungai bila diperintahkan atau ingin menepi disebut 'teungeh'. Mengangkat orang yang jatuh ke dalam sumur lalu di angkat disebut: peu'tengeh'.

Sekejam itukah aparat yang notebenenya berasal dari Jawa itu? Apa memang demikian karakter masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak!

(43)

43

dari Lampung. Kalau saja mayoritas aparat itu bukan dari Jawa, entah bagaimana lagi nasib orang Aceh.

Orang Jawa dibesarkan bukan dengan benci, mereka tidak diberi maka dendam. Suku Jawa adalah suku yang paling mudah menerima segala dinamika hidup. Mereka memiliki etos kerja yang luar biasa tinggi.Orang Jawa mampu mengolah hutan rimba menjadi ladang. Mereka menyulap gunung berubah sawah.

Saat transmigrasi diimplementasikan, perekonomian di Aceh berputar kencang. Pribumi merasakan betul dampak positifnya. Namun ada suatu perbenturan kebudayaan yang tidak dapat diterima masyarakat di sana. Masyarakat Aceh marah karena transmigran dari Jawa tidak berpakaian dan bertata hidup sebagaimana dijalankan masyarakat di sana. Mereka menuding Jawa tidak beragama.

Jawa tidak beragama? Aku menilai sebuah masyarakat taat beragama atau tidak, salahsatunya, adalah dengan melihat perempuannya berpakaian. Aku naik bus angkutan di Jawa Tengah. Aku semakin terkejut saat melihat hampir semua perempuannya berpakaian sopan dan berjimbab. Semakin kuoerhatikan semakin aku takjub. Kubuat saja model statistik ala-ku sendiri. Aku menghitung perempuan-perempuan dari sati sampai lima. Lalu diantara lima hitungan kujumlahkan berapa orang yang berjilbab, berapa yang tidak. Hasil perhitunganku diantara empat, satu yang tidak. Selanjutnya dua tidak, tiga berjilbab. Dan seterusnya hingga saat kurata-ratakan. Ternyata empat dari lima perempuan Jawa berjilbab. Ini aneh bagiku. Sebab sebelumnya benakku tak dapat diganggu: orang Jawa tak baik dalam beragama. Tapi kesimpulan yang kudapatkan ini merubah derastis pandanganku. Kusadari selama ini aku keliru.

Aku yang bingung campur keliru terkenang dengan gadis-gadis di Aceh yang memakai jilbab seperti mengisolasi kepala dengan kain. Teringat dengan potongan celana mereka yang menampakkan jelas lekuk selangkangan depan dan belakang. Sesuatu yang telah lama kusadari: kebanyakan perempaun di Acej terpaksa membungkus aurat karena paksaan Perda yang diubah nama: Qanun.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk operasi perkalian dan pembagian dua atau lebih akan mempunyai hasil dengan jumlah angka penting sesuai dengan jumlah angka penting terkecil dari angka-angka yang

Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada sejumlah individu melalui kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok.Winkel (2004:565) berpendapat bahwa

Remaja awal ( early adolecences ) usia 13-17 tahun (malu, tidak PD, takut gemuk, pengen punya kumis) dan remaja akhir usia 17-18 tahun (ikut dalam kelompok- kelompok, cepat

Karies gigi merupakan masalah kesehatan rongga mulut yang perlu mendapat perhatian khususnya pada anak. Anak-anak dalam usia pertumbuhan, mengalami proses pergantian

Platinum Crop International dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat.

Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh

Data dikumpulkan dengan menggunakan data primer, kemudian dilakukan pengumpulan data dengan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi

Yang didefinisikan sebagai kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak