Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
IRHAM SUHARJA F0306044
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
(QS. Ar-Ra’d : 11)
“Janganlah takut bermimpi, karena mimpi adalah doa. Allah pasti akan
mengabulkan doa kita, entah cepat, lambat atau diganti dengan hal lain”.
Seiring rasa syukur kepada Allah SWT. Kupersembahkan karya ini untuk : Ibu dan Ayah tercinta
Terima kasih atas kasih sayang, bimbingan, serta segala doanya.
Kakak- kakakku dan Adik-adiku,
Terima kasih atas segala dukungan, serta doa-doanya
Sahabat-sahabatku,
Yang selalu memberi semangat dan doa.
Almamaterku
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta inayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan penulisan yang berjudul, “ANALISIS MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN RIGHT ISSUE” ini
penulis banyak mendapatkan bimbingan, petunjuk, dan dukungan yang berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dan dari lubuk hati yang paling dalam secara tulus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas persetujuan dan bimbingan skripsi yang telah diberikan.
2. Jaka Winarna, M.Si, Ak selaku Ketua Jurusan Akuntansi, yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi.
3. Christiyaningsih Budiwati, M,Si, Ak selaku pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan akademik selama ini. Terima kasih juga pernah sempat menjadi pembimbing nonformal penulis.
7. Ir-1, sahabat pertamaku dan teman seperjuangan di kampus yang telah mendahuluiku wisuda, terima kasih atas bantuanmu selama ini. I will remember you forever.
8. Buat Adit, terima kasih banget buat boncengannya selama kuliah. Kapan kamu nyusul?
9. Satria Negara Demokrat, terima kasih banget buat basecamp tempat ngerjain tugas kelompok, jasa-jasa laptopmu saat komputerku error. Kamu juga kapan nyusul? Jo nglaras wae.
10.Loggar, Supri, Denny, Yach dan teman-teman yang pernah jadi kelompok presentasi, terima kasih bantuan dan kerja samanya selama penulis kuliah.
11.Sahabat-sahabat Ex-SMA Colomadu, Aziz, Kia, Endri, Erwin. Gimana kabar kalian? aku berharap kita tetap langgeng bersahabat.
12.Sahabatku, Sri Siyamti yang selalu membantuku tapi juga sering menyusahkanku. Berusahalah untuk lebih dewasa dan mandiri.
13.Teman-teman angkatan 2006, semoga kita tetap menjadi angkatan TERKOMPAK.
14.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang bersifat membangun demi perkembangan selanjutnya.
Surakarta, Mei 2010
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSERTUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II. LANDASAN TEORI ... 10
A. Right Issue ... 10
B. Manajemen Laba ... 17
1. Pengertian Manajemen Laba ... 17
2. Motivasi Manajemen Laba ... 19
3. Pola Manajemen Laba ... 23
4. Tehnik Manajemen Laba ... 25
C. Kinerja Keuangan ... 29
1. Laporan Keuangan dan Kinerja Keuangan ... 29
2. Metode Analisis Kinerja Keuangan ... 31
3. Rasio Return On Asset ... 32
4. Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan di Seputar Right Issue .. 34
D. Manajemen Laba dan Akrual ... .... 37
E. Manajemen Laba dan Penawaran Saham ... .... 40
F. Penelitian Terdahulu ... .... 41
G. Pengembangan Hipotesis ... .... 49
H. Kerangka Teoritis ... .... 51
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52
A. Desain Penelitian ... 52
B. Populasi dan Sampel ... 52
C. Operasionalisasi Variabel ... 53
1. Variabel Manajemen Laba ... 53
1. Analisis Deskriptif ... 59
2. Uji Normalitas ... 59
3. Uji Hipotesis Pertama ... 59
4. Uji Hipotesis Kedua ... 60
5. Uji Hipotesis Ketiga ... 60
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Deskripsi Sampel Penelitian ... 62
B. Deskripsi Trend Discretionary Current Accrual dan Kinerja Keuangan ... 66
C. Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ... 69
D. Hasil Pengujian Hipotesis Kedua ... 71
E. Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga ... ... 73
BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Keterbatasan ... 77
C. Saran-saran ... 78
Tabel III
1. Hasil Uji Regresi ... 56
Tabel IV 1. Proses Penentuan Sampel ... 63
2. Distribusi Right Issue Berdasarkan Tahun ... 64
3. Distribusi Right Issue Berdasarkan Sektor Perusahaan ... 65
4. Kinerja Keuangan di Seputar Right Issue ... 66
5. Discretionary Current Accrual di Seputar Right Issue ... 67
6. One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 70
7. One Sample t Test ... 71
8. One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 72
9. Paired Sample Test ... 73
Gambar II
1. Prosedur dan Proses Pelaksanaan Right Issue ... 16 2. Kerangka Teoritis ... 51 Gambar IV
LAMPIRAN 1. DAFTAR PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
RIGHT ISSUE ... 84
LAMPIRAN 2. DATA MENTAH TOTAL AKTIVA ... 86
LAMPIRAN 3. DATA MENTAH CURRENT ACCRUAL ... 88
LAMPIRAN 4. DATA MENTAH PENDAPATAN (REVENUE)... 90
LAMPIRAN 5. DATA MENTAH COST OF GOODS SOLD ... 92
LAMPIRAN 6. DATA MENTAH PIUTANG ... 94
LAMPIRAN 7. DATA ROA ... 96
LAMPIRAN 8 . DATA DISCRETIONARY CURRENT ACCRUAL ... 98
LAMPIRAN 9. DATA AKTIVA LANCAR NONKAS ... 100
LAMPIRAN 10. DATA HUTANG JANGKA PENDEK NONHUTANG JANGKA PANJANG YANG AKAN JATUH TEMP ... 102
LAMPIRAN 11. PENGUJIAN HIPOTESIS PERTAMA ... 104
LAMPIRAN 12. PENGUJIAN HIPOTESIS KEDUA ... 105
LAMPIRAN 13. PENGUJIAN HIPOTESIS KETIGA ... 106
ABSTRAK
IRHAM SUHARJA F0306044
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa, (1) Perusahaan melakukan manajemen laba secara naik sebelum right issue. (2) Terdapat perbedaan antara manajemen laba sebelum right issue dengan manajemen laba setelah right issue. (3) Manajemen laba sebelum right issue berhubungan negatif dengan kinerja keuangan setelah right issue.
Populasi penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Sampel diperoleh dengan tehnik purposive sampling dan diperoleh sampel akhir sebanyak 52 perusahaan nonkeuangan yang melakukan right issue antara tahun 1996 hingga tahun 2005. Variabel penelitian yang digunakan adalah manajemen laba dan kinerja keuangan. Manajemen laba diproksi dengan discretionary current accrual. Kinerja keuangan diproksi dengan return on asset. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji one sample t test, paired sample test dan uji korelasi spearman.
Konsisten dengan teori agency dan teori managerial response hypothesis, hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan memiliki discretionary current accrual positif
selama 3 tahun sebelum right issue. Temuan lain menunjukkan kinerja keuangan secara monotonik mengalami kenaikan selama 3 tahun sebelum right issue dan mengalami penurunan selama 3 tahun setelah right issue. Pola ini dikarenakan oleh manajemen laba yang didukung oleh fakta bahwa discretionary current accrual sebelum right issue lebih besar daripada setelah right issue. Terdapat pula hubungan negatif antara discretionary current accrual sebelum right issue dengan perubahan ROA setelah right issue. Investor perlu berhati-hati terhadap perusahaan yang melakukan right issue. Investor juga disarankan untuk memilih perusahaan yang memiliki discretionary current accrual yang minimum karena resiko penurunan kinerja keuangan di masa depan juga kecil.
ABSTRACT
IRHAM SUHARJA F0306044
The aims this research are to document that, (1) Firm do upward earnings management before rights issue. (2) There is different between earnings management before rights issue with after rights issue. (3) Earnings management before rights issue has negative correlation with financial performance after rights issue.
The population is a company registered in the Indonesian Stock Exchange in 2008. Samples obtained by purposive sampling technique and obtained the final sample of 52 nonfinancial companies that make rights issues between the years 1996 to 2005. Research variables used are earnings management and financial performance. Proxy for earnings management with discretionary current accruals. Financial performance as proxy for return on assets. Data analysis are descriptive analysis, test one sample t test, paired sample t test and Spearman correlation rank test.
Consistent with agency theory and the theory of managerial response hypothesis, results showed that firms have positive discretionary current accruals during the three years before the rights issue. Other findings show the financial performance monotonically increases during the three years before the rights issue and has decreased over the three years after the right issue. This pattern is due to the earnings management that is supported by the fact that current discretionary accruals before the rights issue is bigger than after the rights issue. There is also a negative relationship between discretionary current accrual before the rights issue with the change in ROA after the rights issue. Investors should be wary of companies that do right issue. Investors are so advised to choose a company that has a minimum of discretionary current accruals for risk reduction in the future financial performance are also small.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam tataran normatif, standar akuntansi memang dapat memberikan jaminan atas kualitas laporan yang diterbitkan oleh entitas bisnis, karena dengan standar akuntansi tersebut laporan keuangan dari suatu entitas bisnis memiliki tingkat keandalan dan keterbandingan yang tinggi. Sedangkan dalam tataran praktis, standar akuntansi masih memiliki keterbatasan-keterbatasan yang bersifat melekat (Nurfaizi 2006). Surifah (2000) menyebutkan keterbatasan-keterbatasan laporan keuangan, pertama, fleksibilitas penerapan metode akuntansi yang menyebabkan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun metode akuntansi yang dipilih. Kedua, penentuan waktu untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat discretionary dapat dipergunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi laba, yaitu dengan mempercepat atau menunda pengeluaran-pengeluaran tersebut dan menggesernya pada periode-periode yang lain.
laba dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dalam rangka untuk memaksimalkan utilitas mereka.
Menurut Healy dan Wahlen (1999), motivasi pasar modal, motivasi kontrak dan motivasi regulasi adalah beberapa motivasi yang mendorong manajemen perusahaan melakukan manajemen laba. Manajemen laba yang dilakukan karena motif pasar modal banyak disebabkan karena anggapan umum bahwa angka-angka akuntansi, khususnya laba, merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan investor dalam menilai harga saham. Rao dan Dandale (2005) mengatakan, manajemen laba telah menjadi dorongan untuk bereaksi terhadap pengaruh corporate events seperti initial public offerings
(Singer (2008); Spuhr (2002); Joni dan Jogiyanto (2008)), seasoned equity offerings (Teoh et al. (1998); Shivakumar (2000); Chen (2007)), dan manajemen
buyout (Begley et al. (2003); Chou et al. ( 2005)).
Manajemen laba dalam proses penawaran saham ini dapat terjadi karena adanya informasi asimetri antara manajer dan investor. Manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang datang, sehingga manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan (Rahmawati dkk. 2006).
ini menimbulkan kecenderungan pihak manajemen untuk melakukan manipulasi terhadap informasi yang dipublikasikan. Manipulasi ini berupa usaha meningkatkan kinerja perusahaan melebihi kinerja yang sesungguhnya. Usaha ini bisa dipahami karena pihak manajemen akan berusaha keras untuk menarik minat publik dengan meyakinkan kinerja yang optimal melalui informasi keuangan yang dipublikasikan.
Teoh et al. (1998), Ching et al. (2002) dan Iqbal et al. (2008) berhasil membuktikan bahwa asimetri informasi mendorong manajer bersikap opportunistik di seputar seasoned equity offering (selanjutnya akan disingkat sebagai SEO) yaitu memanipulasi informasi kinerja yang dipublikasikan agar saham yang ditawarkan direspon positif oleh pasar dengan tujuan mendapatkan kesempatan memiliki issue fully subscribed (agency theory). Investor secara naif memperhitungkan kinerja laba sebelum issue dan melupakan informasi
discretionary accrual yang terkandung.
Shivakumar (2002) berpendapat lain, bahwa sebenarnya manajemen laba di seputar SEO tidak didesain untuk mencurangi investor atau sikap opportunis dari manajemen, tetapi lebih sebagai tindakan rasional manajer untuk mengantisipasi perilaku pasar pada saat pengumuman penawaran, pasar mempunyai ekspektasi bahwa perusahan-perusahaan yang melakukan penawaran saham telah mengatur labanya dan konsisten dengan harapan tersebut, issuer
pengumuman, investor telah menduga perusahaan melakukan manajemen laba sebelum issue. Sedangkan Chen (2007) mengatakan manajemen laba tidak untuk menaikkan harga saham, tetapi untuk mempertahankan overvalue harga saham (teori agency costs of overvalued equity). Chen (2007) menemukan fakta bahwa
abnormal return sebelum issue tidak berbeda dengan abnormal return pada saat
issue.
Teoh et al. (1998) dan Rangan dalam Rao dan Dandale (2008) berpendapat bahwa perusahaan menaikkan laba mereka sebelum SEO dapat dengan menaikkan pendapatan akuntansi akrual. Akrual diartikan sebagai perbedaan antara laba dengan arus kas dari aktivitas operasi. Hal ini lebih jauh dipecah menjadi nondiscretionary accrual dan discretionary accrual.
Nondiscretionary accrual merupakan kebijakan yang disebabkan oleh tuntutan kondisi perusahaan karena perubahan aktivitas perusahaan yakni dengan meningkatkan volume bisnis. Sedangkan discretionary accrual adalah kebijakan yang dipilih manajemen dalam memilih metode dan estimasi akuntansi. Manajemen dapat membuat kebijaksanaan memilih metode dan estimasi akuntansi yang dapat menaikkan atau menurunkan laba seperti estimasi nilai sisa dan umur aktiva, estimasi penyisihan piutang tak tertagih, estimasi biaya garansi dan lain-lain.
dari normal pada suatu periode harus ditutup dengan dengan akrual yang lebih rendah dari normal pada periode lainnya. Reddy (2004), Shivakumar (2000), Chen (2007) menemukan fenomena kinerja keuangan perusahaan sebelum SEO mengalami kenaikan dan setelah SEO mengalami penurunan yang diakibatkan manajemen laba melalui discretionary accrual. Penelitian di Indonesia seperti Sulistyanto dan Wibisono (2003), Kurniawan (2004) juga menunjukkan adanya penurunan kinerja keuangan setelah SEO.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Rao dan Dandale (2008) yang meneliti perilaku manajemen laba dan kinerja perusahaan yang melakukan right issue di India. Peneliti menganggap kondisi pasar modal di India dan di Indonesia sama-sama masih dalam tahap pasar modal berkembang dan kondisi seasoned equity offering (SEO) di kedua negara ini mayoritas dilakukan dengan right issue. Dalam proses penawaran saham baru melalui right issue pemegang saham akan diberikan hak (right) secara proporsional untuk membeli saham baru tersebut.
Right juga dapat diperjualbelikan di pasar jika pemegang saham lama tidak ingin menggunakannya.
revisi pada akrual setelah right issue. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan terbukti melakukan discretionary current accrual 3 tahun sebelum
right issue. Analisis time series menunjukkan 3 tahun sebelum right issue,
discretionary current accrual dan net income selalu mengalami kenaikan. Sementara 3 tahun setelah right issue, discretionary current accrual dan net income mengalami penurunan. Temuan tersebut membuktikan bahwa perusahaan penerbit right issue telah melakukan manajemen laba diseputar right issue untuk menaikkan laba sebelum right issue dan karena manajemen laba tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang menyebabkan penurunan laba setelah right issue. Penelitian ini juga akan menguji perilaku manajemen laba dan kinerja perusahaan diseputar right issue, sehingga peneliti menggunakan judul penelitian “Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan yang Melakukan Right Issue”. Namun peneliti mengembangkan penelitian terdahulu dengan melakukan:
2. Pengujian apakah terdapat perbedaan antara tingkat manajemen laba sebelum
right issue dengan setelah right issue. Pengujian ini akan dapat lebih membuktikan bahwa manajemen laba melalui discretionary current accrual
tidak dapat dipertahankan selama jangka panjang.
3. Menguji apakah terdapat hubungan negatif antara manajemen laba sebelum
right issue dengan kinerja keuangan setelah right issue. Pengujian ini akan membuktikan bahwa manajemen laba yang dilakukan sebelum right issue
dapat menjadi saran bagi para investor dalam mengambil keputusan investasinya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah perusahaan melakukan manajemen laba secara naik sebelum right issue?
2. Apakah tingkat manajemen laba perusahaan sebelum right issue berbeda dengan tingkat manajemen laba setelah right issue?
3. Apakah ada hubungan negatif antara manajemen laba sebelum right issue
dengan kinerja keuangan setelah right issue?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Menguji bahwa perusahaan melakukan manajemen laba secara naik sebelum
right issue.
2. Menguji bahwa terdapat perbedaan antara tingkat manajemen laba perusahaan sebelum right issue dengan setelah right issue.
3. Menguji bahwa terdapat hubungan negatif antara manajemen laba sebelum
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Mengembangkan pengetahuan yang telah ada mengenai perilaku manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan right issue
khususnya di Indonesia. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Dengan mengetahui perilaku manajemen laba perusahaan yang melakukan right issue, para investor dapat lebih cermat dalam mengambil keputusan investasinya.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun secara teratur dalam 5 bab yang masing-masing bab dibagi menjadi subbab, dengan tujuan mempermudah pembahasan serta untuk mempermudah pembaca memahami garis besar penelitian ini. Isi dan bahasan ini disajikan dalam bentuk sistematika sebagai berikut :
1. BAB I
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini.
2. BAB II
3. BAB III
Pada bab ini merupakan landasan metodologi penelitian, yang merupakan acuan analisis ilmiah dalam mewujudkan hasil penelitian yang mencakup pemilihan sampel, sumber data, variabel penelitian, metode analisis data dan pengujian hipotesis.
4. BAB IV
Pada bab ini akan membahas statistik deskriptif discretionary current accrual dan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan right issue, hasil pengujian hipotesis dan pembahasannya berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
5. BAB V
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Right Issue
1. Pengertian Right Issue
Right issue merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama saat ini (existing shareholder). Dengan kata lain, pemegang saham lama memiliki preemptive right atau hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atas saham-saham baru tersebut. Hak memesan efek terlebih dahulu adalah hak pemegang saham lama mendapatkan saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dibagi secara proporsional atau sebanding dengan saham yang dimiliki.
Dengan melaksanakan right issue perusahaan dapat memperoleh modal dengan menghimpun dana dari masyarakat dan pemegang saham lama dengan tujuan membiayai operasional perusahaaan, melakukan ekspansi atau perluasan perusahaan, membiayai proyek pengembangan usaha yang memerlukan dana besar dan atau untuk refinancing.
2. Keuntungan Melakukan Right Issue
right issue menyebabkan jumlah lembar saham perusahaan yang ada bertambah sehingga diharapkan akan meningkatkan frekuensi perdagangan atau dengan kata lain meningkatkan likuiditas saham.
Sedangkan bagi pemegang saham, dengan adanya right issue
pemegang saham memiliki hak untuk mempertahankan persentase haknya atas laba dan hak suara dalam perusahaan. Jika sejumlah saham baru langsung dijual kepada para pemegang saham baru makin banyak hak suara dari laba dalam perusahaan akan beralih kepada mereka. Namun sifat right issue adalah sebagai hak dan bukan kewajiban, maka jika pemegang saham tidak ingin melaksanakan haknya, ia dapat menjual hak tersebut. Dengan demikian terjadilah perdagangan atas right. Right diperdagangkan seperti halnya saham namun perdagangan right mempunyai masa berlaku tertentu. Pemegang saham lama jika merasa lebih baik membeli saham, maka right dapat dieksekusi pada harga yang tertera pada right dan selanjutnya dapat menjual saham tersebut ke bursa untuk mendapatkan capital gain atau dipertahankan untuk mendapatkan deviden.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam right issue antara lain waktu, harga, dan rasio. Bagi para investor informasi waktu penerbitan sangat penting untuk mengambil suatu keputusan apakah akan melaksanakan haknya atau tidak, sebab proses right issue memiliki masa berlaku relatif singkat.
eksekusi right dapat memberikan keuntungan. Berikut ini adalah hal-hal penting yang berkaitan dengan right issue:
1. Cum-date.
Cum-date merupakan tanggal perdagangan saham emiten yang didalamnya masih terdapat hak mendapatkan right.
2. Ex-date.
Ex-date merupakan tanggal pedagangan saham emiten setelah
cum-date sehingga jika membeli saham pada saat itu tidak mendapatkan
right. 3. DPS-date.
DPS-date merupakan tanggal pengumuman daftar pemegang saham yang berhak mendapatkan right.
4. Tanggal pelaksanaan dan periode right issue.
Periode pelaksanaan right issue umumnya relatif singkat. Umumnya dilaksanakan selama 30 hari.
5. Harga.
5. Standby Buyer.
Standby buyer adalah investor yang siap membeli saham baru yang tidak terjual, yang dapat berasal dari pemegang saham lama atau investor baru.
3. Prosedur dan Proses Right Issue
Berdasarkan Peraturan BAPEPAM Nomor KEP-26/PM/2003 dalam menerbitkan right issue atau hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), terdapat prosedur dan proses yang harus dilakukan oleh perusahaan, yakni: 1. Mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk
mempertimbangkan dan menyetujui rencana penawaran.
2. Menyediakan prospektus bagi pemegang saham selambat-lambatnya 28 hari sebelum RUPS.
3. Mendaftarkan pernyataan pendaftaran BAPEPAM selambat-lambatnya 28 hari sebelum RUPS. Pernyataan pendaftaran dimaksud, menurut peraturan BAPEPAM Nomor KEP-08/PM/2000 adalah berupa:
a. Surat Pengantar Pernyataan Pendaftaran (peraturan BAPEPAM Nomor IX.C.1).
b. Prospektus (peraturan BAPEPAM Nomor KEP-09/PM/2000).
laporan akuntan berkaitan dengan laporan keuangan yang disajikan tersebut.
4. Pemegang saham yang berhak mendapatkan HMETD adalah pemegang saham terdaftar pada 8 hari kerja setelah RUPS.
5. Bukti HMETD wajib tersedia dan distribusikan dalam 1 hari kerja setelah pengumuman daftar pemegang saham yang berhak atas HMETD.
6. HMETD dapat dialihkan atau diperdagangkan. Jika efek yang mendasari hak tersebut tercatat di bursa efek, maka HMETD tersebut wajib dicatatkan pula di bursa efek. Perdagangan HMETD ini dimulai setelah berakhirnya distribusi HMETD dan berlangsung sekurang-kurangnya 5 hari kerja dan paling lama 30 hari kerja setelah distribusi HMETD.
7. HMETD dapat sudah dapat ditukarkan dengan efek baru selama periode perdagangan. Efek baru tersebut wajib diterbitkan dan tersedia dalam 2 hari kerja setelah HMETD dilaksanakan.
9. Dalam hal permintaan efek yang tambahan ini, para pemesan wajib membayar penuh atas efek tambahan ini dalam 2 hari kerja setelah berakhirnya perdagangan HMETD. Penjatahan efek tambahan dilaksanakan dan ditetapkan 1 hari kerja setelah berakhirnya pembayaran efek tambahan ini.
10.Perusahaan wajib mengembalikan uang dari bagian pemesanan efek tambahan yang tidak terpenuhi pada 2 hari kerja setelah penjatahan. 11.Setelah penjatahan efek tambahan ini selesai dilaksanakan, maka dokumen
yang berhubungan dengan pelasanaan HMETD, termasuk tembusan tanda terima, wajib disimpan perusahaan untuk jangka waktu 5 tahun. Perusahaan wajib menunjuk Akuntan yang terdaftar di BAPEPAM untuk melasanakan pemeriksaan khusus mengenai kewajaran pelasanaan HMETD tersebut. Laporan hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada BAPEPAM dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penjatahan.
B. Manajemen Laba
1. Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan utilitas manajer dan atau nilai pasar dari perusahaan (Scott 2003). Menurut Fischer dan Rosenzweig dalam Nurfaizi (2006):
Earnings management as referring to actions of a manager which serve to increase (decrease) current reported earnings of the unit for which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease) in the long-term economic profitability of the unit.
Definisi diatas dapat diartikan bahwa manajemen laba merupakan tindakan manajer yang bertujuan meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan saat ini tanpa melihat hubungannya dengan kenaikan atau penurunan probabilitas ekonomi jangka panjang. Manajer lebih ingin meningkatkan probabilitas pada saat ini tanpa melihat dampaknya pada jangka panjang.
mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Healy dan Wahlen (1999) mengungkapkan:
Earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers
Definisi manajemen laba dari Healy dan Wahlen di atas memiliki arti yang mendalam dan luas. Prihandini (2006) lebih lanjut menguraikan maksud dari definisi tersebut. Pertama, terdapat banyak alasan atau justifikasi yang dapat diajukan oleh manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan perusahaan, misalnya manajer dapat menggunakan berbagai justifikasi untuk mengestimasi berbagai kejadian ekonomi masa depan misalnya umur mesin, nilai sisa (salvage value), aset jangka panjang, penundaan pajak, atau penyisihan piutang tak tertagih. Manajer juga dituntut untuk memilih beberapa metode penyusutan dan juga penggunaan sistem pencatatan persediaan yang diperkenankan.
Ketiga, justifikasi yang dilakukan oleh manajer untuk menggunakan manajemen laba tidak saja berimplikasi pada manfaat tetapi juga pada biaya. Artinya manajemen laba memiliki dua implikasi langsung, yaitu manfaat dan biaya (benefit and cost). Biaya (cost) yang memungkinkan terkait dengan manajemen laba adalah adanya potensi kesalahan alokasi atas sumber-sumber yang muncul dari manajemen laba itu, sementara manfaat (benefit) yang mungkin diperoleh adalah potensi peningkatan dalam kemampuan manajemen dalam menyiratkan informasi penting kepada pihak luar yang akhirnya dapat meningkatkan keputusan alokasi sumber-sumber yang ada.
2. Motivasi Manajemen Laba
Manajemen laba tidak terlepas dari motivasinya dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diharapkan oleh para manajer terhadap pelaporan keuangannya. Motivasi-motivasi tersebut menurut Healy dan Wahlen (1999) ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Motivasi Pasar Modal
melakukan manajemen laba diseputar penawaran saham agar saham yang ditawarkan direaksi positif oleh investor. Singer (2008), Spuhr (2002), Joni dan Jogiyanto (2008), Amin (2007) membuktikan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba diseputar IPO. Temuan lain menunjukkan manajemen laba diseputar SEO seperti Teoh et al. (1998), Ching et al. (2002), Iqbal et al. (2008) serta Rao dan Dandale (2008).
2. Motivasi Kontrak
Data akuntansi digunakan untuk membantu mengawasi dan mengatur kontrak antara perusahaan dengan para stakeholder mereka. Akuntansi menyediakan informasi yang menjadi basis keputusan dalam penentuan kompensasi manajemen dan perjanjian hutang. Guidry et al. (1998) menemukan bahwa manajer divisi dalam perusahaan multinasional akan meningkatkan laba ketika target pendapatan dalam rencana bonus mereka tidak akan terpenuhi. Lebih lanjut Healy dan Wahlen (1999) menyimpulkan bahwa adanya kontrak kompensasi dan hutang mendorong manajer melakukan manajemen laba untuk meningkatkan penghargaan bonus, meningkatkan jaminan pekerjaan, dan mengurangi pelanggaran perjanjian hutang. Achmad dkk. (2007) membuktikan adanya hubungan kompensasi manajemen, pembayaran deviden dan perjanjian hutang terhadap peningkatan laba.
3. Motivasi Regulasi
keuangan dalam bentuk angka akuntansi. Setiawati dan Lilis (2001), Endriani (2004) menemukan adanya indikasi manajemen laba pada bank dalam usahanya memenuhi ketentuan kecukupan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI .
Motivasi-motivasi manajemen laba di atas, secara lebih rinci diungkapkan oleh Scott (2003 377), yang menyatakan terdapat 6 (enam) motivasi dasar yang mendasari manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management), yaitu:
1. Motivasi Skema Bonus (Bonus Scheme)
Motivasi skema bonus adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam rangka memaksimalkan utilitas mereka dalam bentuk perolehan bonus dari pihak pemegang saham (shareholders). Bonus ini dapat diperoleh manajer jika ia bisa mendapatkan laba perusahaan pada angka tertentu yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Manajer yang bekerja di perusahaan dengan rencana bonus akan berusaha merekayasa laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya. Merekayasa laba di sini berarti pihak manajer melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan angka laba (income maximization) yaitu melakukan teknik-teknik manajemen laba yang bisa menaikkan angka laba periode saat ini.
2. Motivasi Kontrak Utang Jangka Panjang (Debt Covenant)
pemberi pinjaman atau kreditor menyaratkan sejumlah ketentuan, seperti tingkat laba yang harus didapatkan perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, perusahaan akan berusaha untuk mempengaruhi angka laba perusahaan agar berada pada level tertentu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman atau kreditor tersebut.
3. Motivasi Politik (Political Motivation)
Motivasi ini muncul bagi perusahaan-perusahaan besar dan industri minyak dan gas serta perusahan penerbangan dan perusahaan energi, karena aktivitas mereka mempengaruhi sejumlah besar masyarakat. Perusahaan akan memanipulasi laba dengan tujuan mengurangi tanggung jawab mereka. Pemerintah juga akan memberikan regulasi yang lebih bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
4. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation)
5. Motivasi Pergantian (Chief Executive Officer (CEO)
Motivasi ini terjadi ketika masa jabatan CEO dalam suatu perusahaan akan berakhir. Dalam hal ini, CEO yang akan berakhir masa penugasannya atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan prestasinya di akhir penugasan. Hal ini bertujuan untuk memberikan citra yang baik sehingga akan mendapatkan bonus yang besar atau agar CEO tersebut dapat dipilih kembali oleh jajaran dewan komisaris sebagai CEO pada periode berikutnya. Usaha untuk memaksimalkan prestasi tersebut biasanya dilakukan dengan cara memaksimalkan laba perusahaan di akhir tahun penugasan. Dalam hal ini CEO akan melakukan manajemen laba terhadap laporan keuangan dengan cara meningkatkan angka laba (income maximization) agar bisa menghasilkan laba perusahaan yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan.
6. Motivasi Penawaran Saham Perdana (Inital Public Offering)
Motivasi ini hampir sama dengan pendapat Healy dan Wahlen (1999), yaitu di saat pelaksanaan IPO, perusahaan cenderung untuk meninggikan angka laba perusahaan dalam rangka menarik investor untuk membeli saham yang perusahaan tawarkan.
3. Pola Manajemen Laba
keuangan perusahaan pada periode tertentu. Modifikasi laporan keuangan ditujukan untuk menunjukkan laba pada angka tertentu sesuai dengan keinginan para manajer. Proses modifikasi laporan keuangan tersebut menurut Scott (2003 383) umumnya dilakukan ke dalam 4 (empat) pola atau bentuk manajemen laba, yaitu:
1. Taking A Bath
Taking a bath adalah pola yang paling ekstrim yang digunakan dalam praktik manajemen laba. Pola ini dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya. Cara ini umumnya dilakukan pada saat pergantian CEO.
2. Minimisasi Laba (Income Minimization)
Minimisasi laba (income minimization) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan pada periode berjalan sangat tinggi dan berusaha dialirkan ke periode mendatang, yang diprediksikan memiliki profitabilitas lebih rendah, sehingga jika dibandingkan antara dua periode tersebut tidak menunjukkan fluktuasi yang tajam.
3. Maksimisasi Laba (Income Maximization)
periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Cara ini dilakukan umumnya dikarenakan adanya motivasi bonus bagi manajer. Bonus atas kinerja tersebut umumnya didasarkan atas perolehan laba perusahaan yang tinggi. Sehingga dengan memaksimalkan laba perusahaan, manajer dapat memperoleh bonus yang tinggi dari pemegang saham.
4. Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba (income smoothing) merupakan pola manajemen laba yang paling populer dan sering dilakukan. Perataan laba adalah upaya yang sengaja dilakukan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat income yang diinginkan (Belkaoui dan Riahi 2000). Perataan laba (income smoothing) juga dapat didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat earnings yang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam pengertian ini perataan merepresentasi suatu bagian upaya manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings pada tingkat yang diijinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat (Beidelman dalam Belkaoui dan Riahi 2000).
4. Teknik Manajemen Laba
bagi manajer untuk mempengaruhi pelaporan keuangan, sehingga dapat menghasilkan angka laba sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Ayres (1994), teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manajemen Akrual (Accrual Management)
Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion). Contoh, mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan (revenue), menganggap suatu beban biaya sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of an investment), misalnya biaya perawatan aktiva tidak lancar, kerugian atau keuntungan atas penjualan aktiva, dan perkiraan-perkiraan akuntansi lainnya seperti beban piutang ragu-ragu, dan perubahan perubahan metode akuntansi.
2. Penerapan Kebijaksanaan Akuntansi Wajib (Adoption of Mandatory Accounting Changes)
menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang baru bila dengan penerapan tersebut akan mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.
3. Perubahan Akuntansi Secara Sukarela (Voluntary Accounting Changes) Perubahan metode akuntansi secara sukarela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang sesuai dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Contoh, merubah metode penilaian persediaan dari FIFO ke LIFO atau sebaliknya, merubah metode penyusutan aktiva dari metode garis lurus ke metode penyusutan yang dipercepat atau sebaliknya, dan atau pengakuan atas biaya produksi, yaitu antara menggunakan metode biaya penuh (absorption atau full costing) dan biaya variabel atau langsung (variable atau direct costing).
Berbeda dengan Ayres (1994), teknik-teknik manajemen laba yang bisa dilakukan oleh para manajer dalam rangka perekayasaan laporan keuangan menurut Setiawati dan Naim (2000) adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan Peluang Untuk Membuat Estimasi Akuntansi
biaya garansi, dan lain-lain. Estimasi akuntansi tersebut oleh manajer ditentukan secara subyektif berdasarkan pertimbangan (judgement) dan kondisi-kondisi tertentu yang diharapkan.
2. Mengubah Metode Akuntansi
Mengubah metode akuntansi adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh manajer untuk mengubah metode akuntansi sebagai dasar pencatatan suatu transaksi pada periode tertentu. Beberapa metode akuntansi yang bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh manajer untuk menghasilkan angka laba yang diharapkan adalah metode depresiasi aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan sebagainya.
3. Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan
tagihan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
E. Kinerja Keuangan
1. Laporan Keuangan dan Kinerja Keuangan
Menurut Weston dan Brigham dalam Uni (2006), kinerja keuangan adalah suatu tampilan tentang kondisi financial perusahaan selama periode waktu tertentu. Untuk mengukur keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya berfokus pada laporan keuangan disamping data-data nonkeuangan lain yang bersifat sebagai penunjang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada. Informasi kinerja terutama profitabilitas juga diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.
Keuangan (SAK) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan sebagai sumber informasi merupakan dasar bagi para pelaku pasar modal dalam mengambil suatu keputusan. Laporan keuangan berisi tentang prestasi perusahaan dimasa lampau dan dipakai sebagai dasar untuk menetapkan perusahaan di masa yang akan datang. Laporan keuangan secara umum digunakan oleh pihak ekstern, yaitu kreditor dan investor untu melihat faktor solvabilitas dan profitabilitas perusahaan.
Bagi seorang investor akan lebih tertarik pada faktor profitabilitas karena kegiatan operasi perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan meningkatkan nilai modal saham. Dengan kata lain, bahwa perusahaan yang profitable akan memberikan capital gain, selain kontiunitas laba masa depan yang akan diterima.
sasaran akhir dari suatu investasi adalah menentukan apakah investasi itu menjanjikan atau tidak. Nugraha (2010) juga mengatakan bahwa salah satu syarat investor memberikan dananya di pasar modal adalah perasaan aman atas investasinya.
Maka dari itu laporan keuangan menjadi sangat penting karena menjadi sumber utama penilaian kinerja keuangan perusahaan sehingga investor dapat menentukan keputusan investasinya. Manajer sebagai pelaku utama proses pelaporan akuntansi akan mempunyai dorongan untuk meningkatkan utilitasnya dengan mempengaruhi laporan keuangan tersebut.
2. Metode Analisis Kinerja Keuangan
Rasio keuangan merupakan salah satu metode penilaian kinerja keuangan yang berhubungan langsung dengan angka-angka dalam laporan keuangan. Menurut Ang (1997 18), analisis rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis berdasarkan ruang lingkupnya, yaitu
1. Rasio Likuiditas
Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Rasio likuiditas terdiri dari: Current Ratio, Quick Ratio, dan Net Working Capital.
2. Rasio Solvabilitas
capitalization ratio, times interest earned, cash flow interest coverage, cash flow interest coverage, cash flow to net income, dan cash return on sales.
3. Rasio Aktivitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya. Rasio Aktivitas terdiri dari: total asset turnover, fixed asset turnover, account receivable turnover, inventory turnover, average collection period, dan day’s sales in
inventory.
4. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio rentabilitas terdiri dari: gross profit margin, net profit margin, return on assets, return on equity, dan
operating ratio. 5. Rasio Pasar
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan dan diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar terdiri dari: dividend yield, dividend per share, dividend payout ratio, price earning ratio,
earning per share, book value per share, dan price to book value.
3. Rasio Return On Asset
asset (ROA). Rasio ini adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktivitas yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba.
Return on asset (ROA) diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih terhadap total aktiva. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat pengembalian yang semakin besar.
Keunggulan ROA menurut Hakim (2006) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.
2. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit
organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. Menurut Munawir (2001 91), manfaat ROA adalah :
menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan.
2. Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi.
3. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan.
Dengan besarnya manfaat ROA, rasio ini menjadi tolok ukur bagi investor dalam mengambil keputusan investasinya. ROA ini juga berkaitan langsung dengan laba, sehingga manajer memiliki dorongan untuk mempengaruhi rasio ini dengan melakukan manajemen laba.
4. Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan di Seputar Right Issue.
pertimbangan oleh investor untuk mengetahui perbandingan antara nilai instrinsik saham perusahaan dengan harga saham perusahaan yang bersangkutan, dan atas pertimbangan tersebut investor dapat mengambil keputusan apakah membeli ataukah tidak saham perusahaan yang bersangkutan.
Berkaitan dengan penawaran saham melalui right issue, Kurniawan (2004) mengatakan bahwa dalam proses penawaran saham baru, perusahaan harus mempublikasikan prospektus penawaran yang berisi informasi keuangan maupun informasi lainnya untuk menarik publik melakukan pembelian. Maka manajer sebagai pelaku utama proses pelaporan akuntansi akan berusaha menampilkan kinerja yang optimal melalui informasi keuangan yang dipublikasikan tersebut. Suatu kenaikan kinerja keuangan akan meningkatkan ekspektasi pemegang saham dalam meramalkan kinerja keuangan perusahaan di masa depan yang akan dapat meningkatkan nilai saham yang dimilikinya. Ekspektasi yang besar tersebut akan dapat mendorong pemegang saham mengeksekusi right yang dimilikinya. Apabila seluruh pemegang saham mengeksekusi right-nya maka saham yang ditawarkan akan terbeli semua (issue fully subscribed), sehingga dana yang diperoleh perusahaan juga besar.
Teoh et all. (1988) dan Rangan dalam Rao dan Dandale (2008) mengatakan bahwa manajer dapat menaikkan laba dengan menaikkan pendapatan akrual.
Penman (2004) juga dapat menjelaskan perubahan kinerja keuangan yang diakibatkan manipulasi akrual. Seperti halnya Sloan dalam Scott (2003), Penman (2004) juga mengatakan bahwa laba operasional (operating income) merupakan free cash flow ditambah dengan perubahan dari net operating asset. Free cash flow tidak dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi (akrual), namun perubahan dari laba operasional akan sejalan dengan perubahan net operating asset. Manajer dapat menaikkan tingkat laba operasional tahun berjalan dengan memanipulasi tingkat net operating asset ini karena berhubungan dengan tingkat beban tahun berjalan seperti cost of goods sold, beban depresiasi, beban piutang tak tertagih, beban pensiun dan lain-lain. Akan tetapi ketika menggunakan manipulasi net operating asset tinggi pada tahun berjalan harus ditutup dengan beban yang tinggi di tahun berikutnya sehingga akan menurunkan laba operasional. Hal ini disebut sebagai reversal property of accounting. Lebih lanjut, manipulasi yang meningkatkan laba operasional tahun berjalan ini disebut sebagai peminjaman laba dari laba masa depan yang dapat berupa mengalihkan baik pendapatan dan beban. Salah satu contohnya adalah perusahaan dapat meningkatkan penjualan kredit atau menurunkan beban piutang tak tertagih. Manajer dalam hal ini ingin membuat profitabilitas terlihat baik daripada yang sesungguhnya.
D. Manajeman Laba dan Akrual
akuntansi dalam pelaporan laba. Namun, fleksibilitas prinsip akuntansi menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba (Achmad dkk. 2007). Akrual merupakan selisih antara laba dengan arus kas dari operasi yang terdiri dari discretionary accrual dan nondiscretionary accrual. Discretionary accrual
merupakan kebijakan yang dipilih manajemen dalam memilih metode dan estimasi akuntansi. Sedangkan nondiscretionary accrual merupakan kebijakan yang disebabkan oleh tuntutan kondisi perusahaan karena perubahan aktivitas perusahaan. Contoh kebijakan (judgment) dalam discretionary accrual oleh Healy dan Wahlen (1998) adalah estimasi kejadian ekonomi masa depan seperti salvage value (nilai sisa) dari aktiva tetap, beban imbalan pensiun dan imbalan lainnya bagi karyawan, penundaan pajak, penyisihan piutang tak tertagih dan revaluasi aktiva. Manajer juga dapat memilih beberapa metode akuntansi seperti metode depresiasi, LIFO, FIFO ataupun metode rata-rata. Lebih lanjut, manajer dapat menentukan kebijakan working capital (seperti tingkat persediaan, penentuan waktu pengiriman atau pembelian persediaan, dan kebijakan piutang) yang berakibat pada alokasi beban dan pendapatan. Manajer juga dapat menunda beban-beban seperti beban research dan development, beban iklan dan beban lain-lain.
Dalam mendeteksi manajemen laba dapat digunakan dengan menganalisis
accrual diperoleh dengan menselisihkan total accrual (net income dikurangi cash flow dari operasi) dengan nondiscretionary accrual yang diekspektasikan.
Teoh et al. (1998) dalam penelitiannya membagi total accrual menjadi
working capital accrual dan nonworking capital accrual. Working capitalaccrual
sendiri adalah kebijakan yang menyangkut current account (aktiva lancar dan hutang jangka pendek) dimana mendukung operasi perusahaan sehari-hari sehingga juga dapat disebut sebagai current accrual. Manager dapat meningkatkan working capital ini dengan mempercepat pengakuan pendapatan seperti penjualan kredit, atau menunda pengakuan beban seperti merendahkan provisi atas pinjaman bermasalah. Sedangkan nonworking capital accrual
merupakan kebijakan yang menyangkut aktiva jangka panjang dan dapat ditingkatkan dengan memperlambat depresiasi sehingga juga dapat disebut sebagai long term accrual.
Teoh et al. (1998) berpendapat bahwa kebijakan menggunakan working capital lebih banyak digunakan daripada nonworking capital untuk manajemen laba. Sloan dalam Ching et al. (2002) juga berpendapat bahwa total accrual lebih banyak dikendalikan oleh current accrual, long term accrual kurang disukai untuk dimanipulasi karena lebih dapat diketahui oleh para pelaku pasar. Scott (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa bahwa accrual dikendalikan oleh dua komponen yakni beban amortisasi dan noncash working capital. Manajer hanya dapat mempengaruhi beban amortisasi dengan estimasi nilai sisa aktiva dan kebijakan metode amortisasi, sedangkan bila dengan noncash working capital
Penggunaan working capital accrual atau juga disebut sebagai current accrual ini kemudian diikuti oleh peneliti lain seperti Chen (2002), Iqbal et al. (2008), Reddy (2004), Rao dan Dandale (2008) dalam mengukur tingkat manajemen laba perusahaan yang melakukan SEO. Dalam penelitian ini juga akan menggunakan komponen discretionary current accrual sebagai proksi manajemen laba.
E. Manajemen Laba dan Penawaran Saham
Terdapat beberapa teori yang mendasari manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di seputar penawaran saham khususnya seasoned equity offering, yakni:
1. Teori Agency
2. Teori Managerial Response Hypothesis
Teori ini diutarakan oleh Shivakumar (2000) yang mengatakan bahwa manajemen laba yang dilakukan sebelum penawaran saham tidak untuk mencurangi investor tetapi lebih sebagai tindakan rasional dalam mengantisipasi perilaku pasar saat penawaran. Terdapat investor yang mempunyai ekpektasi bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham sebelumnya telah mengelola labanya, oleh karena itu manajemen akan mengantisipasi perilaku pasar tersebut dengan overstate laba sebelum mengumumkan penawaran.
3. Teori Agency Cost of Overvalud Equity
Chen (2007) menggunakan teori lain dalam menduga manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen. Manajemen laba dilakukan bukan untuk menaikkan harga saham akan tetapi untuk mempertahankan harga saham yang telah overvalue. Ketika saham yang dimiliki perusahaan overvalue (akibat manajemen laba), perusahaan melakukan penawaran saham, sehingga umumnya harga saham pada saat issue tidak berbeda dengan pada saat sebelum issue.
F. Penelitian Terdahulu
Teoh et al. (1998) melakukan penelitian untuk menguji dugaan bahwa beberapa manajer secara aktif mengatur laporan keuangan mereka untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi saat penawaran SEO dan hal ini kebanyakan diikuti strategi pelaporan yang agresif sehingga dikemudian akan menurunkan kinerja secara signifikan. Berdasarkan analisis time series, baik discretionary working capital accrual dan nondiscretionary working capital sebelum issue
selalu mengalami peningkatan dan setelah issue mengalami penurunan secara signifikan. Sementara discretionary nonworking capital accrual dan
nondiscretionary nonworking capital bergerak secara fluktuatif yakni sebelum
issue dan tidak memperdulikan informasi adanya manajemen laba saat memprediksi kinerja masa depan.
Ching et al. (2002) melanjutkan dengan sampel perusahaan yang melakukan placing dan right issue di pasar Hongkong. Discretionary current accrual digunakan sebagai model pendeteksian manajemen laba. Hasil penelitian mereka dapat disimpulkan, pertama, menunjukkan bukti adanya discretionary current accrual yang positif dilakukan sebelum SEO. Kedua, adanya hubungan signifikan negatif antara discretionary current accrual sebelum issue dengan perubahan ROA setelah issue. Dua kesimpulan ini mengimplikasikan bahwa perusahaan mengalihkan income masa depan untuk mengatur laba pada tahun sebelum SEO dan akhirnya laba menurun setelah SEO. Ketiga, adanya hubungan signifikan negatif antara discretionary current accrual sebelum issue dengan
abnormal return setelah issue. Penelitian ini mengindikasikan bahwa manajemen laba perusahaan yang melakukan right issue telah mencurangi pasar saham karena dalam kasus right issue, manajemen laba berhubungan negatif dengan stock return setelah issue dan pasar tidak dapat melihat manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
Iqbal et al. (2008) juga menggunakan konsep penelitian yang sama. Analisis time series kinerja operasional yang diproksi dengan return on asset dan
return on sales pada 2 tahun sebelum penawaran menunjukkan outperform. Kinerja operasional ini memuncak pada tahun penawaran dan menurun setelah penawaran. Hasil uji regresi juga menunjukkan terdapat hubungan negatif antara
penawaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan
open offer di UK berhasil memanipulasi investor dengan menaikkan laba sementara waktu sebelum penawaran. Investor yang naif tidak mempergunakan informasi yang tersedia pada saat pengumuman penawaran dan salah mengekspektasi kenaikan laba perusahaan adalah tetap. Kemudian ketika laba menurun setelah penawaran, investor yang kecewa merubah ekspektasi mereka sehingga nilai perusahaan menurun.
Penelitian-penilitian diatas termasuk dalam konsep manajemen laba
opportunistic. Manajer mengambil kesempatan investor yang tidak dapat melihat
discretionary accrual untuk memanipulasi laba sehingga kinerja operasional perusahaan outperform. Investor akan overoptismis dan akan memungkinkan saham direspon positif sehingga mendapatkan issue fully subscribed. Manajemen laba yang dilakukan tidak dapat dipertahankan perusahaan yang akan terivisi setelah issue akan menyebabkan kinerja operasional perusahan menurun.
menunjukkan abnormal return pada saat penawaran berhubungan negatif dengan
abnormal accrual sebelum issue yang membuktikan bahwa investor dapat melihat manajemen laba yang dilakukan oleh manajer sehingga saham yang ditawarkan direspon negatif. Namun hasil penelitian juga konsisten dengan teori agency
bahwa accrual tinggi pada saat sebelum issue sehingga laba overstate dan setelah
issue accrual menurun, menyebabkan laba menurun. Lebih lanjut Shivakumar (2002) menyebut teorinya sebagai teori manajerial response hypothesis.
Chen (2007) juga merupakan peneliti yang menganut teori
nonopportunistic. Ia berpendapat bahwa manajemen laba bukan untuk menaikkan harga saham, tetapi untuk mempertahankan harga saham yang overvalued. Lebih jauh teori ini disebut agency cost of overvalued equity. Untuk membuktikan teori ini, sampel perusahaan yang melakukan SEO adalah yang hanya memiliki
abnormal return positif sebelum SEO. Dari 1101 perusahaan yang melakukan SEO, 774 diantaranya memiliki abnormal retun yang positif. Hasil menunjukkan perusahaan melakukan manajemen laba sebelum SEO namun abnormal return
sebelum issue dengan abnormal return pada saat issue tidak berbeda secara signifikan. Analisis time series menunjukkan bahwa discretionary current accrual
mengalami kenaikan sebelum issue dan mengalami penurunan setelah issue. Kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA juga mengalami pola yang sama.
Hasil-hasil penelitian baik dengan konsep manajemen laba opportunistic
issue dan kemudian mengalami penurunan setelah issue, hanya berbeda pada pola kinerja saham (abnormal return).
Penelitian-penelitian diatas merupakan penelitian yang dilakukan dinegara maju, penelitian dinegara berkembang dilakukan oleh Reddy (2004) yang menganalis praktek manajemen laba perusahaan yang melakukan SEO di India. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan tingkat manajemen laba sebelum SEO dengan setelah SEO, membandingkan manajemen laba dan kinerja perusahaan yang melakukan SEO dan dengan yang tidak melakukan SEO. Hasil penelitian menunjukkan discretionary accrual baik
current maupun longterm perusahaan yang melakukan SEO dengan perusahaan
nonissue tidak berbeda secara signifikan, tingkat manajemen laba antara sebelum SEO dengan setelah SEO juga tidak berbeda secara signifikan. Reddy (2004) berpendapat bahwa kondisi pasar yang sedang berkembang menunjukkan perilaku yang berbeda dengan pasar yang maju.
Penelitian perilaku perusahaan yang melakukan SEO di negara berkembang lainnya adalah oleh Lukose dan Rao (2003) yang juga menganalisis kinerja operasional perusahaan yang melakukan right issue di India. Hasil Penelitian menunjukkan perusahaan-perusahaan di India juga menunjukkan peningkatan profitabilitas sebelum issue dan terjadi penurunan profitabilitas setelah issue. Lebih lanjut mereka menyimpulkan bahwa hasil penelitian mereka mendukung model agency cost dan opportunity investment hypothesis.
yakni India. Dalam mengukur manajemen laba juga digunakan discretionary current accrual. Temuan ini konsisten dengan dugaan bahwa perusahaan yang mengeluarkan right issue meningkatkan laba sementara waktu sebelum penawaran dan laba yang tinggi gagal untuk dipertahankan mengakibatkan kinerja menurun (underperform).
Penelitian perilaku manajemen laba diseputar SEO di Indonesia dilakukan oleh Sulistyanto dan Wibisono (2003). Mereka menggunakan konsep agency theory dan windows opportunity dalam menduga penurunan kinerja perusahaan setelah SEO. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa manajemen laba sebelum issue berpengaruh terhadap penurunan baik kinerja keuangan maupun kinerja saham setelah SEO.
Peneliti Indonesia lainnya adalah Kurniawan (2004) yang menguji kinerja perusahaan preseasoned equity offerings. Kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan proksi current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), return on investment (ROI), net profit margin (NPM), dan operating profit margin (OPM). Hasil penelitian menunjukkan kinerja perusahaan yang melakukan right issue
lebih tinggi daripada yang tidak melakukan right issue namun secara statistik tidak berbeda. Terdapat dugaan bahwa peningkatan kinerja keuangan sebelum
issue dan penurunan setelahnya disebabkan perusahaan melakukan manajemen laba.
Variabel motivasi manajemen laba digunakan leverage, size, kepemilikan institusi dan kepemilikan manajer. Hasil penelitian menunjukkan hanya leverage yang berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sementara discretionary accrual
terbukti berbeda antara sebelum dan setelah right issue.
Farinos et al. (2005) melakukan penelitian perusahaan yang melakukan penawaran saham baik IPO maupun SEO di Spayol dengan menggunakan teori
market timing yang menjelaskan bahwa perusahaan melakukan penawaran saham ketika terdapat kesempatan menempatkan saham ke pasar karena mungkin akan sulit menjual di waktu lain. Perusahaan akan melakukan issue ketika pasar
overoptimism dan overvaluation terhadap perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan perusahaan besar yang melakukan SEO terindikasi melakukan manajemen laba sehingga abnormal operating sebelum issue tinggi dan setelah
issue mengalamai penurunan profit. Fakta lain adalah return saham tinggi sebelum issue dan setelah issue menurun.
G. Pengembangan Hipotesis
Rao dan Dandale (2008) berpendapat bahwa right issue adalah high profile event, menempatkan perusahaan dalam lingkungan publik dan manajer ingin perusahaan mereka terlihat berkinerja dengan baik, diperhatikan reputasinya dan dihargai. Lukose dan Rao (2003) juga mengatakan, ketika perusahaan mengumumkan penawaran right issue, manajemen menyampaikan informasi baik tentang investasi dan pembiayaan. Sinyal bahwa dana internal perusahaan tidak akan cukup untuk membiayai aktivitasnya adalah bukan berita bagus. Sinyal investasi yang bagus adalah investasi yang akan berjalan secara agresif. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran right issue pada umumnya akan berusaha menampilkan kinerja yang bagus dan menarik untuk menjadi obyek investasi. Sehingga akan mendorong manajer melakukan manajemen laba untuk menampilkan kinerja yang bagus tersebut.
H1= Perusahaan melakukan manajemen laba secara naik sebelum right issue
Teoh et al. (1998) mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan manipulasi untuk periode jangka panjang. Akrual yang lebih tinggi pada satu periode harus ditutup dengan akrual yang lebih rendah pada periode lain. Perusahaan tidak dapat mempertahankan manipulasi dalam jangka panjang karena akrual-akrual akan terevisi, menyebabkan penurunan pada laba (Rao dan Dandale 2008).
Ching et al. (2002) juga berpendapat bahwa manajemen laba adalah tehnik untuk menempatkan income dari periode masa depan ke periode sekarang. Secara terpisah, tanpa melawan peraturan akuntansi yang ada, perusahaan dapat mempercepat pengakuan pendapatan dan menahan pengakuan beban. Jika perusahaan yang melakukan penawaran meminjam income masa depan untuk mengatur laba pada tahun sebelum issue maka laba akan meningkat pada tahun sebelum issue dan setelahnya akan menurun. Akrual yang menurun setelah issue
akan menyebabkan laba menurun. Maka dari itu, peneliti menggunakan hipotesis kedua dan ketiga sebagai berikut:
H2= Tingkat Manajemen laba sebelum right issue berbeda dengan tingkat manajemen laba setelah right issue.