• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PROD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PROD"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

QUALITY MANAGEMENT REVIEW

Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN PASIEN : EKSPLORASI FAKTOR ATTITUDE, SUBJECTIVE NORM, PERCEIVED BEHAVIORAL

CONTROL, DAN PERCEIVED RISK I Gede Mahatma Yuda Bakti

JENIS KELAMIN SEBAGAI VARIABEL MODERASI DALAM HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) DAN KEPERCAYAAN PASIEN: SEBUAH MODEL KONSEPTUAL Tri Rakhmawati

PERSEPSI PEGAWAI TERHADAP PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 DI SEBUAH INSTITUSI PENELITIAN: DAMPAKNYA TERHADAP EFEKTIVITAS DAN PENINGKATAN KINERJA

Tri Widianti

PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PRODUKTIVITAS KELOMPOK PENELITIAN MANAJEMEN MUTU PUSAT PENELITIAN X DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Sih Damayanti, Tri Rakhmawati

FAKTOR PENGGERAK ASPEK KEPEMIMPINAN DALAM HASIL PENERAPAN ISO 9001 : KERANGKA KONSEPTUAL Muh Azwar Massijaya

e-ISSN : 2443-2431

ISSN : 2407-7399

(2)

75

QMR Vol. 01 No. 01 Tahun 2016 Hal. 75-87

PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PRODUKTIVITAS

KELOMPOK PENELITIAN MANAJEMEN MUTU PUSAT

PENELITIAN X DENGAN METODE

ANALYTIC HIERARCHY

PROCESS

(AHP)

1

Sih Damayanti, 2Tri Rakhmawati

Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian, LIPI e-mail: 1sihdamayanti@gmail.com, 2rakhma_tri@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas personelnya, Kelompok Penelitian Manajemen Mutu di Pusat Penelitian X mengembangkan suatu sistem pengukuran produktivitas personel. Dengan adanya sistem pengukuran produktivitas personel dapat diketahui seberapa besar tingkat produktivitas setiap personel yang dinilai berdasarkan besarnya indeks produktivitas yang dicapai. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks produktivitas personel adalah tingkat kepentingan (bobot) pada setiap rasio produktivitas. Untuk dapat melakukan pengukuran produktivitas, bobot pada setiap rasio produktivitas harus ditentukan terlebih dahulu. Sayangnya, hingga saat ini, penelitian yang membahas pembobotan rasio produktivitas untuk organisasi penelitian masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas personel Kelompok Penelitian Manajemen Mutu di Pusat Penelitian X. Metode pembobotan yang digunakan adalah metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio

produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan (bobot) yang paling tinggi dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan terendah. Lebih lanjut, nilai bobot rasio produktivitas dapat dijadikan acuan dalam menentukan prioritas kebijakan terkait peningkatan produktivitas.

Kata kunci: Bobot, pengukuran produktivitas, Analytic Hierarchy Process (AHP).

ABSTRACT

(3)

76

the highest weight and the productivity ratio of participation in teaching, as speaker in seminars or other scientific activities, and participation in training to working times have the lowest weight. Furthermore, the weight value of productivity ratios can be used as a reference in determining policy priorities related to improve productivity.

Key words: weight, productivity measurement, Analytic Hierarchy Process (AHP)

1. Pendahuluan

Kelompok Penelitian Manajemen Mutu (Keltian MM) merupakan kelompok penelitian yang berada di dalam Pusat Penelitian X. Keltian MM dibentuk pada tahun 2014 yang didasarkan pada SK Kepala Pusat. Personel Keltian MM berjumlah 7 orang yang terdiri atas 2 personel peneliti madya, 2 personel peneliti pertama dan 3 personel kandidat peneliti dengan bidang kepakaran di bidang ilmu Manajemen Mutu.

Dalam upaya peningkatan produktivitas, Keltian MM menetapkan sistem pengukuran dan monitoring produktivitas untuk mengukur dan memantau produktivitas Keltian dari waktu ke waktu. Pengukuran produktivitas tidak hanya dilakukan pada Keltian tetapi juga dilakukan pada setiap personel Keltian. Sistem pengukuran dan monitoring produktivitas Keltian MM telah dilakukan oleh Damayanti dan Widianti (2015), dimana pengukuran dan monitoring produktivitas dilakukan secara berkala yaitu setiap 3 bulan secara akumulatif. Sistem pengukuran dan monitoring produktivitas tersebut telah dilvalidasi dengan melakukan FGD (Focus Group Discussion) seluruh personel Keltian MM.

Pengukuran produktivitas Keltian dan personel Keltian dilakukan dengan mengukur indeks produktivitas. Besarnya nilai indeks produktivitas tersebut dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu nilai rasio produktivitas yang dicapai oleh Keltian, nilai rasio produktivitas yang ditargetkan oleh Keltian dan tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas. Dalam Sistem pengukuran dan monitoring produktivitas Keltian yang dikembangkan oleh Damayanti dan Widianti (2015) telah diidentifikasi rasio-rasio yang digunakan dalam pengukuran indeks produktivitas. Selain itu matriks atau rumus perhitungan dalam pengukuran indeks produktivitas juga telah dikembangkan. Namun, besarnya bobot pada setiap rasio belum ditentukan. Penentuan bobot rasio produktivitas harus dilakukan sebelum melakukan pengukuran produktivitas. Besarnya bobot rasio produktivitas selain berpengaruh dalam penentuan nilai indeks produktivitas juga dapat digunakan dalam penentuan prioritas penerapan kebijakan terkait peningkatan produktivitas.

(4)

77

kepentingan (bobot) rasio produktivitas tersebut akan digunakan dalam pengukuran produktivitas personel Keltian sebagai upaya monitoring dan mendorong pencapaian target personel.

2. Landasan Teori 2.1 Produktivitas

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai rasio atau perbandingan antara output dengan input (Sudit, 1994, Lieberman dan Kang, 2008, Tangen, 2002, Pekuri dkk., 2011, Teng, 2014). Faktor input pada produktivitas meliputi sumber daya baik itu sumber daya manusia (pekerja) atau sumber daya fisik lainnya yang digunakan dalam sebuah proses, sedangkan faktor output merupakan hasil keluaran baik itu produk ataupun jasa dari sebuah proses (Pekuri dkk., 2011).

Produktivitas mulai dikenal pada tahun 1766 (Sumanth, 1983 dan Tangen, 2005). Pada tahun 1883 Littre´ mendefinisikan produktivitas sebagai kemampuan untuk memproduksi (Sumanth, 1983 dan Tangen, 2005). Kemudian pada tahun 1950an Organization for European Economic Cooperation (OEEC) membakukan pengertian produktivitas sebagai “hasil bagi yang diperoleh dengan membagi output dengan salah satu dari faktor-faktor produksi” (Sumanth, 1983). Selain itu, terdapat beberapa tokoh produktivitas bersama dengan pemikirannya yang juga perlu mendapat perhatian. Paul Mali (1978) yang dikutip dalam Taiwo (2010) memandang produktivitas sebagai ukuran seberapa baik sumber daya yang digunakan dalam organisasi dan dimanfaatkan secara bersama-sama untuk menghasilkan satu set hasil. Sumanth (1985) mengembangkan Model Produktivitas Total dimana produktivitas total diperoleh dengan membandingkan output tangible dengan input tangible. Konteks tangible tersebut adalah input dan output harus dapat diukur dan bersifat kuantitatif (Sumanth, 1985). Sink & Tuttle (1989) yang dikutip dalam Tangen (2005) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara output aktual dengan ekspektasi sumber daya yang digunakan. Al-Darrab (2000) menghubungkan antara produktivitas, efisiensi, utilitas dan kualitas dimana produktivitas merupakan hasil kali antara efisiensi, utilitas dan kualitas. Berdasarkan pendekatan produktivitas bisnis, Fisher (1990) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara total pendapatan dengan hasil penjumlahan antara biaya dengan keuntungan yang diinginkan.

(5)

78

meningkatkan produktivitasnya secara terus menerus agar dapat terus berkembang (Herper,1984 dalam Phusavat, 2006). Sink dan Tuttle (1989) dan Neely (2002) yang dikutip dalam Phusavat (2009) menyatakan bahwa dengan meningkatkan produktivitas akan mengarahkan pada pertumbuhan serta peningkatan profit organisasi dalam jangka waktu yang panjang. Peningkatan produktivitas diartikan sebagai “peningkatan rasio terhadap produk atau jasa yang dihasilkan terhadap sumber daya yang digunakan” (Pekkuri dkk., 2011). Peningkatkan produktivitas dijelaskan dalam 2 hal, menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan sumber daya (input) yang sama, atau menghasilkan output yang sama dengan menggunakan sumber daya (input) yang lebih sedikit (Pekkuri dkk., 2011,).

Dalam upaya peningkatan produktivitas, langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan pengukuran produktivitas (Karlsson dkk., 2004). Pengukuran produktivitas dibutuhkan untuk mengevaluasi dan memonitor kinerja organisasi (Karlsson dkk., 2004). Lebih lanjut, pengukuran produktivitas dapat dijadikan sebagai alat komunikasi yang memberikan informasi terkait capaian kinerja organisasi saat ini dan membandingkannya dengan target kinerja organisasi (Wong, 2015). Dalam pengukuran produktivitas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu terkait apa yang akan diukur, bagaimana mengukurnya dan dimana akan dilakukan pengukuran (Phusavat, 2009). Ketepatan dalam pengukuran akan berefek pada kualitas informasi yang diberikan (Phusavat, 2009). Lebih lanjut, kualitas informasi akan mempengaruhi kualitas keputusan yang dibuat yang akan diaplikasikan sebagai upaya peningkatan produktivitas (Phusavat, 2009).

2.2 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

(6)

79

Pengambilan keputusan pada AHP dilakukan dengan menetapkan nilai bobot pada setiap elemen (Cheng dan Li, 2001). Pembobotan elemen berfungsi sebagai penentu prioritas (rangking) elemen dan sebagai alat pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif misalnya pada pemilihan strategi bisnis (Cheng dan Li, 2001).

Pada prosesnya, AHP mempertimbangkan 2 pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Cheng dan Li, 2001). Pendekatan kualitatif digunakan dalam menguraikan permasalahan yang tidak terstruktur menjadi hirarki keputusan yang terstruktur (Cheng dan Li, 2001). Pendekatan kuantitatif digunakan dalam tes konsistensi perbandingan berpasangan untuk memvalidasi konsistensi responden.

Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP terdapat beberapa tahapan (Saaty, 2008). Tahap pertama adalah mendefinisakan permasalahan. Tahap kedua adalah membuat struktur hierarki keputusan. Tahap ketiga adalah membangun matriks perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) digunakan untuk mendapatkan nilai bobot kepentingan dari kriteria-kriteria keputusan (Gao dkk., 2009). Tahap yang keempat adalah menentukan bobot kriteria berdasarkan hasil perbandingan.

3. Metodologi Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas personel Kelompok Penelitian Manajemen Mutu (Keltian MM) yang akan digunakan untuk mengukur produktivitas masing-masing personel Keltian MM secara individu. Metode penentuan bobot rasio produktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytic Hierarchy Process (AHP).

(7)

80

menggunakan software Expert Choice 2000. Rumus-rumus dasar pengolahan data terkait AHP dapat dilihat pada Saaty (1980).

Validasi bobot rasio produktivitas dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap nilai rasio inkonsistensi hasil perhitungan dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Bobot rasio produktivitas dikatakan valid jika rasio inkonsistensi < 0,1. Nilai tersebut merupakan nilai maksimum rasio inkonsistensi (Saaty, 1980). Jika nilai rasio inkonsistensi yang didapatkan ≥ 0,1, maka bobot rasio produktivitas yang dihasilkan tidak valid sehingga harus dilakukan pengumpulan data kuesioner kembali sampai dihasilkan bobot rasio produktivitas dengan nilai rasio inkonsistensi < 0,1.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Identifikasi Rasio Produktivitas Kelompok Penelitian Manajemen Mutu Identifikasi terhadap rasio produktivitas Keltian MM telah dilakukan oleh Damayanti dan Widianti (2015) dalam sebuah penelitian terkait penyusunan sistem pegukuran produktivitas Keltian MM. Rasio produktivitas pada penelitian tersebut dikembangkan berdasarkan analisis terhadap tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh personel Keltian MM. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 7 rasio produktivitas yang digunakan dalam pengukuran produktivitas personel Keltian MM. Rasio produktivitas personel Keltian MM dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM

No Rasio Produktivitas Input Output

1 Produktivitas publikasi ilmiah

terhadap waktu kerja Waktu Kerja Jumlah perolehan angka kredit dari publikasi KTI 2 Produktivitas keikutsertaan

dalam konferensi dan pertemuan ilmiah terhadap waktu kerja

Waktu

Kerja Jumlah konferensi dan pertemuan ilmiah yang diikuti

Kerja Jumlah artikel pada majalah semi populer Keltian MM (Quality

Kerja Jumlah makalah pada jurnal yang dikelola Keltian MM (Quality Management Review) yang telah

(8)

81

Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM (Lanjutan)

No Rasio Produktivitas Input Output

5 Produktivitas keikutsertaan dalam memberikan

pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja

Waktu

Kerja Jumlah pengajaran, narasumber dan bimbingan yang dilakukan

6 Produktivitas dalam

menghasilkan soft technology

terhadap waktu kerja

Waktu

Kerja Jumlah (metode/toolkit/sistem) soft technology yang dihasilkan 7 Produktivitas dalam

menghasilkan improvement

untuk internal Keltian terhadap waktu kerja

Waktu

Kerja Jumlah (metode/toolkit/sistem) improvement yang digunakan oleh internal

4.2 Penentuan Tingkat Kepentingan Indikator Produktivitas

Tingkat kepentingan rasio produktivitas personel Keltian MM diperoleh melalui pengolahan data terhadap kuesioner matriks perbandingan berpasangan AHP rasio produktivitas yang telah diisi oleh personel Keltian MM. Pengolahan data dilakukan menggunakan software Expert Choice 2000. Tingkat kepentingan rasio produktivitas ditunjukkan oleh bobot tiap rasio yang diperoleh dari metode AHP. Hasil pengolahan data menggunakan software Expert Choice 2000 ditunjukkan oleh gambar 1 dan tabel 2.

Gambar 1. Hasil Pembobotan Rasio Produktivitas Personel Keltian MM

(9)

82

Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu kerja (0.074), rasio produktivitas dalam menghasilkan improvement untuk internal Keltian terhadap waktu kerja (0.071), dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja (0.049). Pengolahan data juga menunjukkan nilai rasio inkonsistensi sebesar 0.04. Nilai ini kurang dari 0.1 yang merupakan nilai maksimum rasio inkonsistensi (Saaty, 1980). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa data perbandingan berpasangan rasio produktivitas yang diperoleh dari responden adalah konsisten. Dengan demikian, bobot rasio dapat digunakan untuk analisis selanjutnya maupun untuk pengambilan keputusan. Dalam konteks penelitian ini, bobot rasio dapat digunakan untuk pengukuran produktivitas personel Keltian MM.

Tabel 2. Urutan Rasio Produktivitas Personel Keltian MM Berdasarkan Tingkat Kepentingan

No Rasio Bobot

1 Produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja 0.393

2 Produktivitas keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan ilmiah terhadap waktu kerja 0.180

3 Produktivitas penulisan makalah pada jurnal yang dikelola Keltian MM (Quality Management Review) terhadap waktu

kerja 0.135

4 Produktivitas dalam menghasilkan waktu kerja soft technology terhadap 0.098

5 Produktivitas penulisan artikel pada majalah semi populer Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu

kerja 0.074

6 Produktivitas dalam menghasilkan Keltian terhadap waktu kerja improvement untuk internal 0.071

7 Produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja 0.049

4.3 Pembahasan dan Implikasi

(10)

83

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio produktivitas personel Keltian MM memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Semakin besar bobot rasio, maka menurut responden, rasio tersebut semakin penting untuk mengukur produktivitas personel Keltian MM. Rasio produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja merupakan rasio produktivitas personel dengan bobot tertinggi (0.393). Dengan demikian, rasio tersebut merupakan rasio yang paling penting yang menentukan produktivitas personel Keltian MM. Selanjutnya diikuti oleh rasio produktivitas keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan ilmiah terhadap waktu kerja (0.180), rasio produktivitas penulisan makalah pada jurnal yang dikelola Keltian MM (Quality Management Review) terhadap waktu kerja (0.135), rasio produktivitas dalam menghasilkan soft technology terhadap waktu kerja (0.098), rasio produktivitas penulisan artikel pada majalah semi populer Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu kerja (0.074), rasio produktivitas dalam menghasilkan improvement untuk internal Keltian terhadap waktu kerja (0.071), dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja (0.049).

(11)

84

lebih rendah dibandingkan empat rasio produktivitas sebelumnya. Hal ini disebabkan karena penulisan artikel semi populer tidak diwajibkan bagi peneliti. Selain itu, artikel semi populer memiliki nilai angka kredit yang lebih rendah dibandingkan publikasi dalam bentuk makalah di jurnal maupun prosiding. Lebih lanjut, produktivitas personel dalam menghasilkan improvement untuk internal keltian memiliki tingkat kepentingan yang rendah dikarenakan manfaat yang dirasakan dari improvement yang dilakukan memiliki lingkup yang sempit yaitu hanya internal keltian. Yang terakhir, rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja adalah rasio dengan tingkat kepentingan terendah. Hal ini dikarenakan memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan merupakan tugas tambahan selain tugas pokoknya melakukan penelitian bidang manajemen mutu.

Pengukuran produktivitas dengan menggunakan bobot untuk tiap rasio produktivitas memiliki kelebihan dari segi kualitas. Hal ini karena produktivitas tidak hanya dilihat dari nilai rasio produktivitas, tetapi juga dilihat dari kualitas (yang diwakili dengan tingkat kepentingan) rasio produktivitas. Dengan demikian pengukuran produktivitas menjadi lebih komprehensif dan realistis. Selain itu, pemberian bobot pada rasio produktivitas juga membantu manajemen dalam menentukan prioritas kebijakan terkait peningkatan produktivitas.

Penelitian ini telah mengembangkan bobot rasio produktivitas dalam konteks organisasi penelitian. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya literatur penentuan bobot rasio produktivitas dalam konteks organisasi penelitian belum pernah ada sebelumnya. Disamping itu, penelitian ini melengkapi model pengukuran produktivitas personel kelompok penelitian yang telah dikembangkan Damayanti dan Widianti (2015) sebelumnya. Dengan demikian model tersebut dapat diaplikasikan untuk mengukur produktivitas personel. Secara praktis, adanya bobot (tingkat kepentingan) rasio produktivitas membantu koordinator kelompok penelitian dalam menentukan prioritas pengerjaan tugas masing-masing personel agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hasil pengukuran produktivitas dengan bobot rasio ini layak digunakan sebagai dasar pemberian penghargaan bagi personel yang berprestasi mengingat pengukuran produktivitas yang dilakukan memberikan gambaran yang lebih komprehensif terkait kuantitas dan kualitas output personel.

(12)

85

pengukuran produktivitas personel organisasinya dengan melakukan penyesuaian terkait rasio produktivitas yang digunakan serta pemberian bobot pada setiap rasio. Pemberian bobot untuk tiap rasio dapat dilakukan dengan cara seperti yang disampaiakan pada penelitian ini.

5. Kesimpulan

Pengukuran produktivitas penting dilakukan oleh semua organisasi untuk memantau dan mendorong tercapainya target. Sistem pengukuran produktivitas yang tepat perlu dibangun untuk menjamin efektivitas pengukuran yang dilakukan. Penelitian ini merupakan bagian dari proses pengembangan sistem pengukuran produktivitas di Kelompok Penelitian Manajemen Mutu (Keltian MM) yang merupakan kelanjutan dari penelitian Damayanti dan Widianti (2015). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas personel Keltian MM. Penentuan bobot rasio produktivitas ini penting dilakukan mengingat salah satu faktor yang diperhitungkan dalam sistem pengukuran produktivitas yang dikembangkan adalah nilai bobot rasio produktivitas. Bobot rasio produktivitas hasil penelitian ini akan digunakan dalam melakukan pengukuran produktivitas personel Keltian MM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan (bobot) yang paling tinggi dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan terendah. Dengan adanya nilai bobot rasio produktivitas, selain digunakan dalam proses pengukuran, juga dapat digunakan oleh manajemen dalam menentukan prioritas kebijakan terkait peningkatan produktivitas. Diharapkan kebijakan yang diterapkan tersebut tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan produktivitas personel Keltian secara signifikan. Peningkatan produktivitas personel Keltian akan mengarahkan pada peningkatan produktivitas dan kinerja Keltian dan Satuan Kerja.

Daftar Pustaka

Al-Darrab, I. A. 2000. Relationships between productivity, efficiency, utilization, and quality. Work Study, 49(1): 97–104.

Cheng, E. W. L., & Li, H. 2001. Analytic hierarchy process: an approach to determine measures for business performance. Measuring

(13)

86

Damayanti, S., & Widianti, T. 2015. Pengembangan Sistem Pengukuran dan Monitoring Produktivitas Kelompok Penelitian (Studi Kasus: Kelompok Penelitian Manajemen Mutu Pusat

Penelitian X). Makalah dipresentasikan dalam Prosiding Seminar

Nasional Technopreneurship dan Alih Teknologi, Cibinong.

Fisher, T.J. 1990. Business Productivity Measurement Using Standard Cost Accounting Information. International Journal of Operations &

Production Management, 10(8): 61 –69.

Gao, S., Zhang, Z., & Cao, C. .2009. New Methods of Estimating Weights in AHP. Proceedings of the 2009 International Symposium on

Information Processing (ISIP’09), Huangshan, P. R. China,

2009: 201-204.

Karlsson, M., Trygg, L., & Elfstro, B. O. 2004. Measuring R&D productivity: complementing the picture by focusing on research activities.

Technovation, 24: 179–186.

Lieberman, M. B., & Kang, J. .2008. How to measure company productivity using value-added: A focus on Pohang Steel (POSCO). Asia

Pacific J Manage, 25: 209–224.

Pekuri, A., Haapalaso, H., & Herrala, M. 2011. Productivity and Performance Management – Managerial Practices in the Construction Industry,

International Journal of Performance Measurement, 1: 39-58.

Phusavat, K., & Photaranon, W. 2006. Productivity/performance measurement. Industrial Management & Data Systems, 106(9): 1272–1287.

Phusavat, K., et. al. 2009. When to measure productivity: lessons from manufacturing and supplier-selection strategies. Industrial

Management & Data Systems, 109(3): 425–442.

Saaty, T. L. 1980. The Analytic Hierarchy Process. New York: McGraw-Hill.

Saaty, T. L. 2008. Decision making with the analytic hierarchy process. Int.

(14)

87

Šimunović, K., et. al. 2009. Applying of AHP Methodology and Weighted Properties Method to The Selection of Optimum Alternative of Stock Material. Acta Technica Corviniensis – Bulletin of

Engineering, 66: 65-70.

Sudit, E. F. 1994. Productivity measurement in industrial operations.

European Journal of Operational Research, 85: 435-453.

Sumanth, D.J. 1985. Productivity engineering and management:

productivity measurement, evaluation, planning, and

improvement in manufacturing and service organizations. New York: McGraw-Hill.

Sumanth, D. J., & Yafuz, F. P. 1983. A Formalized Approach to Select Productwity Improvement Techniques in Organizations.

Engineering Management International, 1: 259-273.

Taiwo, A. S. 2010. The influence of work environment on workersproductivity: A case of selected oil and gas industry in Lagos, Nigeria. African Journal of Business Management, 4(3): 299-307.

Tangen, S. 2005. Demystifying productivity and performance. International

Journal of Productivity and Performance Management, 54(1):

34-46.

Tangen, S. 2002. Understanding the concept of productivity. Proceedings of the 7th Asia Pacific Industrial Engineering and Management Systems Conference (APIEMS2002), Taipei.

Teng, H. S. S. 2014. Qualitative productivity analysis: does a non-financial measurement model exist?. International Journal of Productivity and Performance Management, 63(2): 250–256.

Wong, G. 2015. Handbook for SME Productivity Measurement and

Gambar

Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM
Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM (Lanjutan)
Tabel 2. Urutan Rasio Produktivitas Personel Keltian MM Berdasarkan Tingkat Kepentingan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan suami tentang ASI eksklusif dengan dukungan pemberian ASI eksklusif terhadap

Expression of Estrogen Receptors α and β and Aromatase in Myometrium and Uterine Leiomyoma.. Gynecol

Sedangkan pada Gambar 10 pada pengujian bending untuk ketebalan core atau inti 15 mm didapatkan hasil defleksi yang tinggi yaitu pada 2,75 mm dengan nilai 175,6 Kg

P h as e Mulai Mencari Tenaga Kerja Memasang Informasi Lowongan Pekerjaan Melihat Informasi Lowongan Pekerjaan Mengirimkan Lamaran Pekerjaan Menerima Lamaran Pekerjaan

Pasien tidak boleh memegang atau menggerakan earphone (British Society Audiologi, 2004). Dengan pengecualian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat

Indikator adalah wujud dari kompetensi dasar yang lebih spesifik. Mulyasa indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan

Alhamdu lillahirrobil’alamiin segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Berdasarkan pengolahan data dan analisis selisih anomali free air data insitu dan data EGM 2008 pada titik pengukuran maka EGM 2008 cukup sesuai dengan rata-rata selisih