2.1 Konsep Anak Prasekolah 2.1.1 Definisi anak usia 4 -6 tahun
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002,
anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Menurut Wong (2008), anak prasekolah adalah anak yang mempunyai
rentang usia tiga sampai enam tahun.
Pengertian anak usia prasekolah adalah anak usia 4-6 tahun dimana
oada masa ini anak telah mencapai kematangan dalam berbagai macam
fungsi motorik dan diikuti dengan perkembangan intelektual dan
sosioemosional. Selain itu, imajinasi intelektual dan keinginan anak untuk
mencari tahu dan bereksplorasi terhadap lingkungan juga merupakan ciri
utama anak pada usia ini (Sillalahi, 2005).
2.1.2 Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
sebagai hasil dari proses pematangan. Menurut Nursalam (2005)
perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan,
dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh,
organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Ikatan Dokter Anak
Indonesia memberikan pengertian perkembangan anak bertambahnya
kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses
diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang
terorganisasi (IDAI, 2002).
2.1.3 Karakteristik perkembangan sosial anak usia 4-6 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 4-6 tahun meliputu aspek
perkembangan motorik, sosial/emosional, disiplin, intelektual dan bahasa.
Depdiknas (2002: 39) menjelaskan gambaran karakteristik perkembangan
anak usia 4-6 tahun diantaranya:
1. Aspek perkembangan motorik
a. Sudah memiliki gerakan yang bebas dan aman seperti memanjat,
berlari dan menaiki tangga.
b. Memiliki keseimbangan badan, misalnya ketika berjalan di atas
papan.
c. Merangkak, merayap, berjalan dengan berbagai variasi.
d. Bergerak sesuai dengan irama
e. Melompak dengan 1 kaki dan dengan 2 kaki
f. Menendang, memantulkan, melempar dan menangkap bola.
g. Menirukan gerakan binatang.
h. Mengikuti berbagai macam permainan.
i. Menirukan gerakan-gerakan tari.
2. Aspek perkembangan sosial/emosional
a. Dapat melepaskan ikatan emosional.
b. Menunjukkan penghargaan terhadap guru.
c. Tidak terlalu cepat menangis bila ada hal-hal yang diinginkan tidak
terpenuhi.
d. Tidak menunjukkan sikap yang murung.
e. Tidak menunjukkan sifat/sikap marah dalam kondisi yang wajar.
f. Tidak suka menentang guru.
g. Tidak suka mengganggu teman.
h. Tidak suka menyerang teman
i. Senang bermain dengan orang lain.
j. Tidak suka menyendiri.
k. Telah memiliki kemampuan untuk menceritakan sesuatu pada
temannya.
l. Mampu bermain dan bekerjasama dengan temannya dalam
kelompok.
m. Menolong dan membela teman.
n. Dapat bertindak sopan dan menunjukkan sikap ramah.
3. Aspek perkembangan disiplin
a. dapat makan dan berpakaian sendiri.
b. Dapat mengerjakan tugas ringan sendiri.
c. Mencuci tangan sebelum makan.
d. Mengetahui perbuatan buruk akan mendapat hukuman.
4. Aspek perkembangan intelektual
a. Membentuk permainan sederhana secara kreatif.
b. Menciptakan suatu bentuk dengan menggunakan tanah liat.
c. Menggunakan balok-balok menjadi bangunan-bangunan.
d. Menyebut dan membilang 1-20.
e. Mengenal lambang bilangan.
f. Menghubungkan konsep dengan lambang bilangan.
g. Mengenal konsep sama, lebih banyak, lebih sedikit.
h. Mengenal penjumlahan dengan benda-benda. Mengenal waktu
dengan menggunakan jam.
i. Menyusun kepingan-kepingan puzzle sederhana menjadi benda
utuh.
j. Mengenal alat-alat untuk mengukur.
k. Mengenal sebab akibat.
l. Mengetahui asal usul terjadinya sesuatu.
m. Menunjukkan kejanggalan suatu gambar.
5. Aspek perkembangan bahasa
a. Dapat berbicara dengan kalimat sederhana yang lebih baik.
b. Dapat melaksanakan 3 perintah lisan secara sederhana.
c. Senang mendengarkan dan menceritakan cerita sederhana secara
berurut dan mudah dipahami.
d. Menyebut nama, jenis kelamin dan umur.
e. Menyebut nama panggilan orang lain.
g. Mengajukan banya pertanyaan.
h. Menggunakan dan menjawab beberapa kata tanya.
i. Membandingkan 2 hal
j. Memahami hubungan timbal balik.
k. Mampu menyusun kalimat sederhana.
l. Mengenal tulisam sederhana
2.2 Konsep Perkembangan Sosial
2.2.1 Perkembangan Sosial Anak Prasekolah
Menurut Wong (2008), perkembangan sosial anak prasekolah
dibagi atas perkembangan kepribadian dan fungsi mental.
1 . Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian terdiri dari:
a. Perkembangan Psiko sosial
Tinjauan Erikson dalam Muscari (2005) masalah
psikososial, mengatakan krisis yang dihadapi anak pada usia antara
3 dan 6 tahun disebut “inisiatif versus rasa bersalah”. Dimana
orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga, anak normal
telah menguasai perasaan otonomi, anak mengembangkan perasaan
bersalah ketika orang tua membuat anak merasa bahwa imajinasi
dan aktivitasnya tidak dapat diterima.
Anak usia prasekolah adalah pelajar yang enerjik, antusias
dan pengganggu dengan imajinasi yang aktif. Kesadaran moral
dapat menoleransi penundaan kepuasaan dalam periode yang lama.
Pengalaman anak selama periode usia prasekolah umumnya lebih
menakutkan dibandingkan dengan periode usia lainnya, rasa takut
yang umumnya terjadi antara lain adalah; kegelapan, ditinggal
sendiri terutama pada saat menjelang tidur, binatang terutama
binatang yang besar, hantu, mutilasi tubuh, nyeri dan objek serta
orang-orang yang berhubungan dengan pengalaman yang
menyakitkan. Perasaan takut anak usia prasekolah mudah muncul
dan berasal dari tindakan dan penilaian orang tua. Memberikan
anak tidur dengan lampu tetap menyala dan menganjurkan bermain
untuk menghalau rasa takut dengan boneka atau mainan lain.
Menghadapkan anak dengan objek yang membuatnya takut dalam
lingkungan yang terkendali.
b. Perkembangan Psikoseksual
Pada tahap ini anak prasekolah termasuk pada tahap falik,
dimana masa ini genital menjadi area tubuh yang menarik dan
sensitif.
Keterlambatan pengembangan personal sosial berbahaya
karena tidak menyediakan landasan bagi ketrampilan berinteraksi
dengan lingkungan. Tidak adanya landasan bagi ketrampilan personal
sosial menyebabkan balita akan terlambat dalam bersosialisasi dengan
teman sebayanya sehingga balita juga bermasalah dalam hubungan
sosial awal karena tidak diterima oleh teman sebayanya yang akan
menyebabkan balita merasa kesepian dan tidak mempunyai
(Monks, 2005).Keinginan membina kepribadian anak secara baik
dan seimbang selain memiliki kecerdasan secara intelektual, anak
juga harus memiliki kecerdasan sosial dalam hal ini kemampuan
bersosialisasi secara baik di lingkungannya. Keterampilan sosial
dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam
masyarakat dimana anak berada seperti bermain dengan teman
sebayanya. Kegagalan dalam menyesuaikan diri menyebabkan
seseorang menjadi pemalu, kurang percaya diri, menyendiri dan keras
kepala (Hurlock, 2002).
2. Perkembangan Mental
Menurut Wong (2008), pada perkembangan kognitif salah satu
tugas yang berhubungan dengan periode prasekolah adalah kesiapan
untuk sekolah dan pelajaran sekolah. Disini terdapatnya fase
praoperasional (Piaget) pada anak usia 3-5 tahun. Fase ini meliputi
fase prakonseptual pada usia 2-4 tahun, dan fase pikiran intuitif pada
usia 4-7 tahun. Salah satu transisi utama selama kedua fase adalah
perpindahan dari pikiran egosentris total menjadi kesadaran sosial dan
kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
Selama periode prasekolah proses individualisasi-perpisahan
sudah komplit. Anak prasekolah telah mengatasi banyak ansietas yang
berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada
tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008). Pada anak prasekolah mulai
arti praktis bagi anak prasekolah. Tuhan dilihat dalam istilah manusia,
tuhan dipahami sebagai bagian dari alam (seperti halnya pohon, bunga,
dan sungai). Kejahatan dapat dibayangkan dengan istilah
menyeramkan, seperti monster atau setan.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Wong (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan yaitu: keturunan, nutrisi, hubungan interpersonal, tingkat
sosioekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stres pada masa kanak-kanak
dan pengaruh media.
1 Keturunan
Dalam semua budaya, sikap dan harapan berbeda sesuai dengan
jenis kelamin anak. Jenis kelamin dan determinan keturunan sangat
kuat mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan
untuk mendapatkan hasil akhir tersebut. Pada dimensi kepribadian
dapat kita lihat seperti temperamen, tingkat aktivitas, koresponsifan,
dan kecendrungan ke arah rasa malu, diyakini dapat diturunkan. Anak
yang mengalami gangguan mental atau fisik yang diturunkan akan
mengubah atau mengganggu pertumbuhan emosi, fisik dan interaksi
anak dengan ingkungan sekitar.
2. Nutrisi
Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua tahap
perkembangan, dan efeknya ditunjukkan pada cara yang beragam dan
rumit. Selama periode pertumbuhan pranatal yang cepat, nutrisi buruk
sampai kelahiran. Selama masa bayi dan anak-anak, kebutuhan kalori
dan protein lebih tinggi dibandingkan pada setiap periode
perkembangan pascanatal. Nafsu makan anak akan berfluktuasi
sebagai respon terhadap keberagaman sampai ledekan pertumbuhan
turbulen di masa remaja.
3. Hubungan Interpersonal
Pada masa anak-anak, hubungan dengan orang terdekat
memainkan peran penting dalam perkembangan, terutama dalam
perkembangan emosi, intelektual, dan kepribadian. Anak yang
melakukan kontak dengan orang lain dapat memberikan pengaruh pada
anak yang sedang berkembang, tetapi dengan luasnya rentang kontak
dapat menjadi pelajaran dalam perkembangan kepribadian yang sehat.
4. Tingkat Sosio ekonomi
Keluarga dengan perekonomian yang rendah mungkin kurang
memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk
memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi dan kaya nutrisi
yang membantu perkembangan optimal anak. Pada keluarga yang
sosioekonomi yang rendah tidak mampu memenuhi nutrisi yang
lengkap untuk anaknya sehingga dapat mempengaruhi proses
perkembangan anak karna gizi yang masuk tidak memenuhi
kebutuhan anak.
5. Penyakit
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu
pertumbuhan pada anak-anak terutama terlihat pada gangguan skeletal,
seperti berbagai bentuk dwarfisme dan sedikitnya satu anomaly
kromosom. Gangguan pada pencernaan dan gangguan absorpsi nutrisi
tubuh pada anak akan memberi efek merugikan pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
6. Bahaya Lingkungan
Agen berbahaya yang paling sering dikaitkan dengan resiko
kasehatan adalah bahan kimia dan radiasi. Air dan udara serta makanan
yang terkonta minasi dari berbagai sumber telah didokumentasikan
dengan baik. Inhalasi asap rokok secara pasif oleh anak sangat
berbahaya dalam proses perkembangan anak.
7. Stres Pada Masa Kanak-Kanak
Dari sudut pandang fisiologis dan dan emosi pada intinya stres
adalah ketidak seimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber
koping individu yang mengganggu ekuilibrium individu tersebut. Pada
anak tampak lebih rentan mengalami stres bila dibandingkan dengan
yang lain. Respon tehadap stresor dapt berupa perilaku, psikologis,
atau fisiologis. Dengan adanya stres tersebut maka akan terbentuk
strategi koping yang dapat melindungi dirinya dalam menghadapi
stres. Kontak fisik dengan anak dapat menyamankan dan
menenangkan anak. Menggendong, menyentuh atau memeluk anak
menimbulkan relaksasi dan kenyamanan serta memfasilitasi
pada pengaruh positif dapat membantu membangun kekuatan dan
keamanan anak.
8. Pengaruh Media Masa
Media dapat memperluaskan pengetahuan anak tentang dunia
tempat mereka hidup dan berkontribusi untuk mempersempit
perbedaan anatar-kelas. Namun media juga sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anak, karena anak masa kini terpikat seperti
pada beberapa decade lalu. Anak-anak masa kini lebih cendrung
memilh media dan figur olah raga sebagai model peran ideal mereka,
sedangkan di masa lalu anak lebih suka meniru orang tua atau walinya.
Media masa yang dapt mempengaruhi perkembangan anatara lain
dapat berupa materi bacaan/buku, film, dan televisi.
Menurut Nuryanti (2008), faktor penghambat penyelesaian
tugas perkembangan yaitu tingkat perkembangan anak yang mundur,
tidak mendapat kesempatan yang cukup untuk belajar dan tidak
mendapat bimbingan dan arahan yang tepat, tidak ada motivasi,
kesehatan yang buruk, cacat tubuh, dan tingkat kecerdasan yang
rendah.
2.3 Konsep Bermain 2.3.1 Definisi Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berperilaku dewasa. Sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi
dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif, maka sepatutnya
suatu bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan suatu
kebutuhan bagi dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti makan,
rasa aman, kasih sayang dan lain-lain.(A. Azis AH, 2005).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain
anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan dan mengenal waktu,
cara, serta suara (Wong, 2003)
2.3.2 Fungsi Bermain
Permainan dapat memperluas interaksi sosial dan mengembangkan
keterampilan sosial, yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama,
mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Selain
itu, permainan akan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh,
dan mengembangkan serta memperhalus keterampilan motor kasar dan
fungsi dan bagaimana menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa
mengetahui bahwa bermain itu menyegarkan, menyenangkan dan
memberikan kepuasan.
Permainan dapat membantu perkembangan kepribadian dan emosi
karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan
perasaan, menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, juga
memperhatikan peran orang lain. Melalui permainan anak-anak bisa
belajar mematuhi aturan sekaligus menghargai hak orang lain.
Fungsi bermain terhadap kemampuan intelektual anak usia
prasekolah dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini :
1. Merangsang perkembangan kognitif.
Dengan bermain, sensori-motor (indera-pergerakan) anak-anak
dapat mengenal permukaan lembut, kasar, atau kaku. Permainan fisik
akan mengajarkan anak akan batas kemampuannya sendiri. Permainan
juga akan meningkatkan kemampuan abstraksi (imajinasi dan fantasi)
sehingga anak-anak semakin jelas mengenal konsep besar-kecil,
atas-bawah, dan penuh-kosong. Melalui permainan anak-anak dapat
menghargai aturan, keteraturan, dan logika.
2. Membangun struktur kognitif.
Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi
yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan
lebih kaya dan lebih dalam. Bila informasi baru ini ternyata berbeda
dengan yang selama ini diketahuinya, anak dapat mengubah informasi
yang lebih baru. Jadi melalui bermain, struktur kognitif anak terus
diperkaya, diperdalam, dan diperbarui sehingga semakin sempurna.
3. Membangun kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi,
mengelompokkan, mengurutkan, mengamati, membedakan,
meramalkan, menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan,
dan menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan
anak-anak akan keteraturan, urutan, dan waktu. Permainan juga
meningkatkan kemampuan logis (logika).
4. Belajar memecahkan masalah.
Di dalam permainan, anak-anak akan menemui berbagai
masalah sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk
memecahkan masalah. Permainan juga memungkinkan anak-anak
bertahan lebih lama menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang ia
hadapi dapat dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup
adanya imajinasi aktif anak-anak. Imajinasi aktif akan mencegah
timbulnya kebosanan yang merupakan pencetus kerewelan pada
anak-anak.
5. Mengembangkan rentang konsentrasi.
Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang
memadai, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain
peran (pura-pura menjadi dokter, ayah-anak-ibu, guru, dll.). Ada
Imajinasi membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi.
Anak-anak yang tidak imajinatif memiliki rentang perhatian (konsentrasi)
yang pendek dan memiliki kemungkinan besar untuk berperilaku
agresif dan mengacau.
Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl-Psych.,
anak memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan
kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini,
anak mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya.
Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat
diberikan kepada anak prasekolah. Tentu saja harus disesuaikan dengan
perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Beberapa pokok
yang bisa dijadikan pembelajaran bagi mereka adalah : Belajar
mengembangkan dan mengasah keterampilan fisik yang diperlukan untuk
melakukan berbagai permainan. Belajar menyesuaikan diri dan
bersosialisasi dengan lingkungannya. Belajar mengembangkan berbagai
keterampilan dasar, termasuk membaca, menulis dan menghitung.
Menurut Wong ( 2003 ), dalam buku Pedoman Klinis keperawatan
Pediatrik, bahwa bermain mempunyai banyak fungsi terhadap beberapa
aspek perkembangan diantaranya
1. Perkembangan Sensorimotorik
Memperbaiki keterampilan morotik kasar dan halus serta koordinasi,
meningkatkan perkembangan semua indera. Mendorong eksplorasi
2. Perkembangan intelektual
Memberikan sumber-sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran
diantaranya : Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran tekstur, warna.
Pengalaman dengan angka. Kesempatan untuk mempraktekan dan
memperluas ketrampilan berbahasa. Memberikan kesempatan untuk
berlatih pengalaman masa lalu dalam upaya untuk mengasimilasinya
ke dalam persepsi dan hubungan baru. Membantu anak memahami
dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan
realita.
3. Perkembangan sosialisasi dan moral
Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks.
Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan. Mengembangkan
keterampilan sosial. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap
yang positif terhadap orang lain. Menguatkan pola perilaku yang telah
disetujui dan standard moral.
4. Kreativitas
Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif.
Memungkinkan imajinasi dan fantasi. Meningkatkan perkembangan
bakat dan minat khusus.
5. Kesadaran diri
Memudahkan perkembangan identitas diri. Mendorong pengaturan
perilaku sendiri. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri
(keahlian sendiri).memberikan perbandingan antara kemampuan
6. Nilai terapeutik
Memberikan pelepasan stress dan ketegangan. Memudahkan
komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan,
rasa takut, dan keinginan
2.3.3 Aktivitas Bermain semasa prasekolah
Usia Prasekolah atau usia awal masa kanak-kanak , usia anak yang
mengikuti Taman kanak-kanak juga dinamakan usia prasekolah dan bukan
anak-anak sekolahan ( Elizabeth, B, Hurlock, 2004). Yang dimaksud
dengan usia prasekolah adalah mereka yang berumur 3 – 6 tahun. Usia
prasekolah dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktu di isi
dengan bermain. Dan selama ini mainan merupakan alat yang sangat
penting dari aktivitas bermain.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktivitas bermain bagi anak
prasekolah menurut Soetjiningsih (2002) adalah dibawah ini :
1. Ekstra Energi, Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang
sakit, kecil keinginannya untuk bermain
2. Waktu, Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain
3. Alat Permainan, Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai
dengan umur dan taraf perkembangannya.
4. Ruangan untuk bermain, Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak
perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak dapat bermain di ruangan
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru
teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir
adalah cara yang terbaik. Karena anak tidak terbatas penegetahuannya
dalam menggunakan alat permainannya dan anak-anak akan
mendapatkan keuntungan lain lebih banyak.
6. Teman Bermain
Anak harus merasa yakin bahwa bahwa ia mempunyai teman bermain
kalau ia memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuanya atau
temannya. Karena kalau anak bermain sendiri, maka ia akan
kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau
terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan
anak tidak dapat mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur
diri sendiri dan menemukan kebutuhan sendiri. Bila kegiatan bermain
dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan
anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan segera mengetahui setiap
kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.
Pemberian aktivitas bermain dan stimulasi merupakan salah satu
alat untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, agar
tujuan dari stimulasi dengan alat permainan tercapai, ada berbagai hal
yang harus diperhatikan diantaranya yaitu :
1. Bermain/alat permainan harus sesuai dengan taraf perkembangan
anak.contohnya, anak yang sudah terampil berlari akan senang bila
2. Agar kemampuan bermain anak berkembang, orang tua harus sabar,
perhatikan kemampuan dan minat anak, janganlah orang tua menuntut
anak di luar kemampuannya.
3. Ulangilah suatu cara bermain, sehingga anak benar-benar terampil
sebelum meningkat kepada ketrampilan yang lebih majemuk.
4. Orang tua selalu menjadi model bagi anak-anaknya, apabila orang tua
senang dengan suatu alat permainan, maka cenderung anak akan
menyukainya.
5. Sebelum orang tua mengajak anak bermain dengan menggunakan alat
permainan, pelajarilah lebih dahulu cara dan tujuan bermain dari alat
tersebut.
6. Jangan memaksa anak bermain, bila si anak tidak ingin bermain.
Demikian juga bila si orang tua dalam keadaan tidak ingin bermain.
7. Hentikan kegiatan bermain sebelum anak atau orang tua mulai bosan.
8. Alat permaianan untuk anak tidak harus selalu baru.
9. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Karena kalau terlalu banyak anak akan merasa bingung, sedangkan
kalau sedikit anak tidak mendapatkan kesempatan secara optimal
mengembangkan ketrampilannya.
10. Bila anak terlalu menatap perhatiannya kepada alat permainan tertentu,
janganlah orang tua terlalu khawatir,.usahakan tetap memperkenalkan
alat permainan yang lain, agar anak mendapatkan pengalaman yang
11. Bila orang tua menyediakan waktu sedikit untuk bermain dengan
anaknya setiap harinya, maka akan terjalin hubungan yang akrab
dengan anaknya. Dan sangatlah bermanfaat untuk pengembangan
kepribadian anak kelak dikemudian hari.
12. Melalui bermain bersama, orang tua dan anak akan saling mengenal
sati sama lain dan makin mengenal dirinya masing-masing. Orang tua
hendaknya jangan cepat gusar bila menemukan
kelemahan-kelemahana anak, justru penemuan yang dini ini sangatlah berguna
untuk segera dikonsultasikan dengan dokter, bila kelemahan ini tidak
bisa dikoreksi, harus diterimanya tanpa mengurangi stimulus yang
optimal yang diberikan kepada anak, karena di lain pihak orang tua
pasti akan menemukan hal yang positif pada anak yang harus
dikembangkan dan dipertahankan.
13. Sesekali berikan kesempatan pada anak untuk bermain sendiri. Anak
sebaiknya diberikan kesempatan untuk dapat menyenangkan dirinya
sendiri, sekaligus berarti memberi kesempatan anak mengembangkan
ketrampilan untuk mandiri.
Menurut Wong ( 2003 ) dalam buku pedoman klinis keperawatan
Pediatrik bahwa Aktivitas yang dianjurkan pada masa Prasekolah adalah di
Tabel. 2.1. Aktivitas yang dianjurkan selama usia prasekolah
Perkembangan fisik Perkembangan sosial Perkembangan mental danKreativitas 1. Memberikan ruangan
untuk berlari, melom-pat dan memanjat 2. Ajarkan untuk
be-renang
3. Ajarkan olah raga dan aktivitas yang
se-peristiwa budaya lainnya yang sesuai dengan usia
Menurut Hurlock ( 2004) bermain dalam hal ini terbagi menjadi 2
yaitu bermain aktif dan Pasif.
1. Bermain Aktif
a. Bermain mengamati / menyelidiki ( Exploratory Play )
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut. Anak akan memperhatikan alat permainan,
mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan,
dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang
diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut.
Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama
permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan
berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak
menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan
b. Bermain Konstruksi ( Construction Play )
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok
menjadi rumah-rumahan, dll.
c. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak
mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di
samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi
penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk
bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
d. Bermain Drama ( Dramatic Play )
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan
karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam
massa media.
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
saudara-saudaranya atau dengan teman-temannya.
e. Bermain Bola, Tali Dan sebagainya.
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi
fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di
samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan
belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta
menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
2. Bermain Pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat
lama bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi
kebosanan dan keletihannya.seperti :
a. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan
memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun
akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
b. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif
maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah
pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila
anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan,
kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
Menonton televisi. Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan
radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.
2.3.5 Alat Permainan Edukatif
Yang di maksud dengan APE adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan
tingkat perkembangannya serta berguna untuk :
1. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat
menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak
2. Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan
3. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran,
bentuk, warna dan lain-lain.
4. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan
interaksi antara orang tua dan anak
APE tidak harus bagus dan di beli di toko, akan tetapi buatan sendiri /
alat permainan Tradisional pun dapat digolongkan APE asalkan
memenuhi syarat aman
5. Ukuran dan berat APE harus sesuai dengan usia anak.
Bila ukuran terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau
terlalu kecil akan berbahaya karena akan mudah tertelan oleh anak.
Sedangkan kalau alat permainan terlalu berat, maka anak akan sulit
memindah-mindahkannya serta akan membahayakan bila Alat
permainan tersebut jatuh dan mengenai anak.
6. Desainnya harus jelas
APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan warna tertentu,
serta jelas maksud dan tujuannya.
7. APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan anak, seperti motorik, bahsa, kecerdasan dan sosialisasi.
8. Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu
sulit, sehingga membuat anak frustasi, atau terlalu mudah sehingga
membuat anak cepat bosan.
9 Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun
10. APE harus dapat diterima oleh semua kebudayaan, karena bentuknya
sangat umum.
11. APE harus tidak mudah rusak, kalau ada bagian-bagian yang rusak
harus mudah diganti. Pemeliharaannya mudah, terbuat dari bahan yang
mudah di dapat, harganya terjangkau oleh masyarakat luas (Syamsu
2002),.
Menurut Syamsu dalam buku psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja (2002), perkembangana anak prasekolah ditandai juga dengan
berkembangnya kemampuan atau ketrampilan motorik, baik motorik kasar
maupun motorik halus. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
Tabel 2.2. Kemampuan Motorik anak usia prasekolah (3-6) tahun Usia
Usia 3 – 4 tahun
Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus
1. Naik dan turun tangga
Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus
2.3.6 Klasifikasi permainan
Klasifikasi bermain dalam hal ini dapat di bedakan menjadi tiga
yaitu 1. berdasarkan isi permainan, 2. Berdasarkan karakteristik sosial dan
3. Bermain sosio-Dramatik.
2.3.6.1 Berdasarkan Isi Permainan
1. Social affective play, Inti permainan ini adalah hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain
2. Sense of pleasure play, Permainan ini menggunakan alat yang dapat menumbuhkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan
3. Skill play, Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus
4. Dramatic play, Memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya
5. Games atau permainan, Jenis permainan menggunakan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan atau skor.
6. Unoccupied behaviour, Anak tidak memainkan alat tetentu dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai
alat permainan, misalnya anak terlihat mondar – mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit – jinjit, bungkuk – bungkuk, memainkan kursi meja
atau apa saja yang ada di sekelilingnya
2.3.6.2 Berdasarkan Karakterisitik sosial anak prasekolah
1. Onlooker play ( Bermain sebagai penonton atau pengamat )
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya
dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya
2. Solitary play ( Bermain Soliter )
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakaan
temannya, tidak ada kerjasama atau pun komunikasi dengan teman
sepermainannya
3. Parallel play ( Bermain Pararel )
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan
yang sama, tetapi antara satu dengan anak yang lain tidak ada kontak
satu sama lain sehinggga antara anak yang satu dengan anak yang lain
tidak ada sosialisasi satu sama lain. seperti pada anak yang sedang
bermain Puzzle.
4. Associative play ( Bermain Asosiatif )
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu
dengan yang lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau
yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
5. Cooperative play ( Bermain Kooperatif )
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada
permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang
memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk
bertindak dalam permainan sesuai tujuan yang diharapkan dalam
Seorang anak harus berperan sebagai pelayan dan yang lainnya
berperan sebagai pembeli.
2.3.6.3 Bermain Sosio-Dramatik
Bermain sosio-dramatik banyak diminati oleh para peneliti.
Smilansky (1971), dalam Lukman (2008), meengamati bahwa bermain
sosio-dramatik memiliki beberapa elemen :
1. Bermain dengan melakukan imitasi, anak bermain pura-pura dengan
melakukan peran orang disekitarnya, dengan menirukan tingkah laku
dan pembicaraanya.
2. Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan
menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya anak
pura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil.
3. Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya bermain
menirukan pembicaraan anatara orang tua dengan anak.
4. Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya
selama 10 menit.
5. Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam satu adegan
6. Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada komunikasi verbal antar
anak yang bermain.
Bermain sosio-dramatik sangat penting dalam mengembangkan
kreativitas, pertumbuhan intelektual, dan keterampilan sosial. Tidak
semua anak memiliki pengalaman bermain sosio-dramatik . oleh karena
itu para kepala keluarga diharapkan memberikan pengalaman dalam
2.3.7 Memilih Alat Permainan
Alat-alat peraga yang digunakan selama bermain harus dapat
menstimulasi pengembangan kreativitas anak. Gunakan alat bermain
edukatif yang memiliki fungsi mendidik dan juga menghibur. Dengan
begitu anak bisa terstimulasi untuk menyenangi proses belajar, hingga
imajinasinya pun berkembang.
Alat permainan edukatif ini banyak macamnya, seperti puzzle dan
lego yang dapat melatih kemampuan kreatif. Anak juga bisa membuat
mainan sendiri, umpamanya kapal-kapalan dari kertas atau pelepah pisang.
Selain itu, sediakan juga alat peraga lain seperti gambar, poster, papan
permainan, alat-alat kesenian dan sebagainya.
Usahakan agar kegiatan yang dilakukan tidak monoton. Oleh karena
itu orang tua dan guru didik perlu menghidupkan cara-cara yang dapat
mengembangkan aktivitas anak. Tujuannya agar tercipta kegiatan belajar
yang menyenangkan dan mengasyikkan.
Menurut Soetjiningsih ( 2002), terdapat tujuh kesalahan dalam
memilih alat permainan, yaitu :
1. Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan,
padahal pada umumnya anak-anak suka mengulang-ngulang alat
permainan yamh sama untuk beberapa waktu lamanya.
2. Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir indah
dan menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan dikerjakan
3. Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan.
Mereka lupa bahwa alat permainan yang dibuat sendiri atau dari
barang bekas sering menyenangkan pula.
4. Alat permainan yang terlalu lengkap / sempurna. Sehingga sedikit
peluang bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. Sekali
anak melihatnya, hanya sedikit tersisa untuk memainkannya.
5. Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak. Anak terlalu tua atau
terlalu muda terhadap alat permainannya. Sehingga maksud dan
tujuan alat permainan itu tidak tercapai.
6. Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan type yang sama
7. Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat permainan
yang di belinya.
2.3.8 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan orang tua tentang bermain anak usia prasekolah
1. Usia
Usia adalah lama waktu hidup semenjak diadakan atau
dilahirkan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang
tahun (Elisabeth.B.H, 2004). Usia merupakan salsah satu Variabel
dari model demografi yang di gunakan sebagai ukuran mutlak atau
indikator psikologi yang berbeda (Notoatmodjo, 2003).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
anggap optimal dalam memahami,mengambil keputusan dan
kecepatan respon maksimal di atas usia 20 tahun, karena pada periode
ini merupakan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru
dan harapan sosial baru seperti peran suami/istri, orang tua, dan pada
masa ini, sedangkan usia di bawah atau kurang dari 20 tahun
cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam
memahami dan mengambil keputusan. Dari segi kepercayaan
masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
daripada seseorang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok,
2003).
2. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita
tertentu (Nursalam, 2001).
Menurut Soetjiningsih (2002), Pendidikan Ibu merupakan
salah satu faktor dalam tumbuh kembang anak. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sedangkan
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang
terhadap nilai-nilai baru yang di perkenalkan (Nursalam, 2001).
bahwa jenjang pendidikan sekolah di Indonesia terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Akan
tetapi pada tahun 1994 pemerintah mencanangkan program
pendidikan sembilan tahun, yaitu siswa yang lulus dari sekolah dasar
diwajibkan mengikuti pendidikan tiga tahun yang sekarang dikenal
dengan istilah pendidikan dasar sembilan tahun. Atas dasar inilah
peneliti mengkategorikan pendidkan formal menjadi dua, yaitu
pendidikan rendah (SMP ke bawah) dengan pendidikan tingginya
(SMA ke atas).
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah barang apa yang di kerjakan, dilakukan atau
diperbuat (Kamus Bahasa Indonesia, 2005). Pekerjaan adalah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi kepala
keluarga akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga
(Nursalam, 2001).
2.4 Pengaruh keaktifan bermain terhadap perkembangan sosial anak pra sekolah
Memasuki Usia 4-6 tahun anak diperkenalkan pada jenjang
pendidikan prasekolah (Taman Kanak-Kanak), pada saat itu akan muncul
masa peka bagi anak. Masa peka sendiri merupakan masa terjadinya
yang diberikan oleh lingkungan. Anak juga mulai sensitif menerima
berbagai upaya perkembangan yang mencakup seluruh potensi anak.
Untuk itu, dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai
secara optimal (Wulandari, 2011). Menurut Menurut Wong (2008), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial anak pra
sekolah yaitu: keturunan, nutrisi, hubungan interpersonal, tingkat
sosioekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stres pada masa kanak-kanak
dan pengaruh media. Keinginan membina kepribadian anak secara baik
dan seimbang selain memiliki kecerdasan secara intelektual, anak juga
harus memiliki kecerdasan sosial dalam hal ini kemampuan
bersosialisasi secara baik di lingkungannya Jika keterampilan psikososial
anak kurang baik, tidak hanya pemenuhan kemandirian aktivitasnya yang
terlambat, akan tetapi hal itu juga berdampak kepada perkembangan anak
yang lain seperti halnya bermain dengan teman, kecerdasan menurun, dan
kemampuan motor planning yang juga akan kurang baik (Irwan, 2008).
Pendidikan prasekolah selain mendidik anak sambil
bermain, umumnya juga berfokus pada pengembangan
kemandirian, kedisiplinan, dan yang paling penting adalah
kehidupan sosial pada anak. Manfaatnya adalah
mengajarkan bagaimana hidup bermasyarakat sambil
bermain bersama teman-teman lainnya. Umumnya anak
memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat
secara sosial, mereka mau bermain dengan teman.
Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya,
tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin
yang berbeda. Dalam pembelajaran anak akan belajar
bersosialisasi dengan baik walau terkadang anak-anak ini
masih egosentris, namun jiwa sosial anak akan lebih
terasah, anak mulai berbagi dengan teman-temannya, dan
diharapakan perilaku ini akan menjadi kebiasaan yang baik
sampai di rumah bukan hanya di lingkungan sekolah
BAB 3
Gambar 3.1 Kerangka konseptual : Pengaruh keaktifan bermain terhadap perkembangan psikososial anak usia 4-6 tahun di TK khodijah 5 Penataban Kabupaten Banyuwangi tahun 2012
Faktor yang
Mempenga-4. Tingkat Sosio ekonomi 5. Penyakit
6. Bahaya Lingkungan 7. Stres Pada Masa
Kanak-Kanak
8. Pengaruh Media Masa
Keaktifan Bermain
Aspek Perkembangan psikososial anak prasekolah:
a. Dapat melepaskan ikatan emosional.
b. Menunjukkan penghargaan ter-hadap guru.
c. Tidak terlalu cepat menangis bila ada hal-hal yang diinginkan tidak
g. Tidak suka mengganggu teman. h. Tidak suka menyerang teman
i. Senang bermain dengan orang
lain.
j. Tidak suka menyendiri.
3.2 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh keaktifan bermain terhadap perkembangan sosial
anak usia 4-6 tahun di TK khodijah 5 Penataban Kabupaten Banyuwangi