• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI MODEL foF2 GIM MSILRI PADA SAAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VALIDASI MODEL foF2 GIM MSILRI PADA SAAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI MODEL foF

2

GIM-MSILRI PADA SAAT AKTIVITAS MATAHARI

MINIMUM TAHUN 2009 MENGGUNAKAN DATA IONOSONDE

TANJUNGSARI

Dyah RM dan Buldan M

Pusfatsainsa LAPAN, Bandung-40173

Email: dyahrm09@gmail.com

ABSTRAK

Validasi model foF2 GIM-MSILRI telah dilakukan menggunakan data ionosonde Tanjungsari selama siklus matahari

minimum tahun 2009 dengan cara membandingkan grafik foF2 model dan pengamatan, analisis korelasi dan analisis

kesalahan model dari pengamatan. Koefisien korelasi foF2 kedua data setiap hari dihitung kemudian dirata-ratakan

setiap bulan mulai bulan Januari – Oktober 2009. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai koefisen korelasinya hampir mendekati 1 untuk data foF2 harian dengan nilai koefisien korelasi tertinggi adalah sebesar 0,9972 dan koefisien

korelasi terendah adalah sebesar 0,8052. Demikian juga simpangan model dalam satu hari selama satu bulan dirata-ratakan. Simpangan tertinggi adalah 1,7564 MHz dan simpangan terendah adalah 0,2991 MHz. Simpangan model pada jam tertentu selama satu bulan juga dirata-ratakan sehingga didapatkan rata-rata simpangan terbesar terjadi pada jam 01.00 dini hari bulan April (1,6693 MHz), dan rata-rata simpangan terkecil terjadi pada jam 07.00 bulan Juni (0,3307 MHz) . Penjelasan dan analisis fisis kenapa model memiliki kemiripan dan perbedaan dikaitkan dengan proses ionisasi , transport dan rekombinasi lapisan F2 di Nmaks dan proses – proses tersebut di seluruh lapisan yaitu D,

E, dan F1 juga akan diberikan. Variasi bulanan simpangan antara model juga dikaitkan dengan proses-proses tersebut

dalam kaitannya dengan posisi garis edar matahari pada bulan tertentu.

Kata kunci: Model foF2 GIMMSILRI, foF2 ionosonde, simpangan model, korelasi, variasi diurnal simpangan model,

variasi bulanan simpangan model

PENDAHULUAN

Sejak tahun 90-an telah dibangun beberapa model ionosfer oleh para peneliti ionosfer. Hal itu seiring dengan semakin berkembangnya pemanfaatan GPS dalam sistem navigasi dan semakin dipahami bahwa lapisan ionosfer berperan penting dalam operasional sistem navigasi. Model-model ionosfer tersebut antara lain adalah Global Ionospheric Maps (GIM) yang dibuat berdasarkan data jam-an dan data harian dari hampir 100 stasiun GPS yang termasuk dalam jaringan IGS (International GPS Service) dan institusi lainnya. Total Electron Content (TEC) vertical dimodelkan menggunakan splines bi-kubik, sementara filter Kalman digunakan untuk memecahkan adanya bias alat dan VTEC pada grid. Model lainnya dibuat oleh CODE (Center for Orbit Determination in Europe), University of Berne, Switzerland. Model CODE menggambarkan Total Electron Content (TEC) dalam suatu persamaan harmonik sampai orde 8 dari data GPS jaringan global IGS (International GPS Service).

Salah satu model ionosfer lain yang cukup dikenal di Eropa adalah model SIRM (Simplified Ionospheric Regional Model), yang dibuat oleh Zolesi dkk tahun 1991. Zolesi berusaha membangun model ionosfer di suatu area tertentu dengan jaringan ionosonda yang

letaknya berjauhan dan menggunakan data yang diperoleh dari periode pengamatan yang tidak sama antara satu stasiun ionosonda dengan stasiun ionosonda yang lainnya. Model SIRM menggambarkan beberapa parameter lapisan ionosfer seperti frekuensi kritis lapisan F2

(foF2), faktor propagasi untuk mendapatkan

MUF pada jarak 3000 km (M(3000)F2), ketinggian semu lapisan F (h’F), frekuensi kritis lapisan F1 (foF1) dan frekuensi kritis lapisan E

(foE) di atas Eropa sebagai fungsi koordinat geografi, waktu lokal atau universal, dan rata-rata bulanan bilangan sunspot, R12 (Zolesi dkk., 1993). Prosedur pembuatannya berdasarkan pada asumsi bahwa pada waktu lokal tertentu tidak ada ketergantungan parameter ionosfer pada bujur (longitude) dan bahwa variasi diurnal dan musimannya dapat dinyatakan secara baik menggunakan ekspansi Fourier dengan jumlah koefisien yang relatif sedikit. Penerapan model ini untuk daerah lintang tengah lainnya menunjukkan hasil yang baik (Zolesi et. al., 1996).

(2)

lintang dan parameter ionosfer. Hal itu mengingat bahwa posisi Indonesia berada pada daerah anomali ionisasi (crest region), baik secara spasial maupun secara temporal.

Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia(MSILRI) dikembangkan pertama kali tahun 2001. Model ini dibuat dengan memanfaatkan data ionosonde vertikal dari stasiun-stasiun Darwin, Vanimo, Manila, Singapura, dan Tanjungsari. Dengan berjalannya waktu, model terus dikembangkan dan divalidasi menggunakan data pengamatan di sekitar wilayah Indonesia (Buldan, dkk, 2007 ; Asnawi dan Buldan, 2003,2007; Dyah dan Buldan, 2008, 2009).

Persamaan model MSILRI adalah sbb : diperlukan 6 koefisien untuk masing-masing A dan B dan satu koefisien A0 setiap bulannya

sehingga akan diperoleh 13 koefisien Fourier. Koefisien-koefisien tersebut kemudian dicari hubungannya dengan lintang dan indeks R12 seperti dirumuskan dengan persamaan (1) – (3) sehingga akan diperoleh setiap bulannya sebanyak 13  12 = 156 koefisien. Jadi dalam satu tahun (m = 1 – 12) akan diperlukan koefisien model sebanyak 156  12 = 1872 koefisien. Penentuan orde ekspansi Fourier ini didasarkan atas hasil evaluasi model awal yang semula sampai orde 11, ternyata justru menimbulkan efek variasi yang tidak sesuai dengan karakteristik ionosfer bulanan. Disamping itu juga mengikuti model ionosfer lainnya yang telah dikembangkan lebih dahulu yaitu The Fully Analytical Ionospheric Model (Anderson, 1989; Forbes, 1989).

Perbaikan model MSILRI terus dilakukan, dan pada tulisan ini akan dilakukan validasi model MSILRI yang model Total Electron Content (TEC) nya diperoleh dari model GIM sehingga didapatkan model foF2 GIM-MSILRI. Perlu

diperhatikan bahwa ada model hubungan antara TEC dan foF2 yang dinyatakan sebagai berikut :

 

foF 2 =kTEC

2 (4)

Dimana k adalah koefisien ketergantungan kuadrat foF2 dengan TEC.

DATA DAN METODOLOGI

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data parameter ionosfer foF2 keluaran

model GIM-MSILRI dan data foF2 hasil

pengamatan alat ionosonde stasiun Tanjungsari tahun 2009 (kecuali bulan September, November, dan Desember).

Metodologi meliputi pengolahan data foF2 baik

dari model maupun dari pengamatan untuk mendapatkan koefisen korelasi keduanya. Demikian juga simpangan model dalam satu hari selama satu bulan dirata-ratakan, simpangan model pada jam tertentu selama satu bulan juga dirata-ratakan untuk melihat pada jam berapa model memiliki simpangan terbesar dan terkecil, dan padabulan apa model memiliki kemiripan yang baik dan perbedaan yang mencolok serta berapa persen kesalahan model terhadap data pengamatan.

HASIL DAN DISKUSI

Gambar 1 memperlihatkan sebagian dari data foF2 hasil keluaran model maupun hasil

pengamatan ionosonde Tanjungsari.

0 9 19 29 GIMMSILRI dengan foF2 Hasil Pengamatan Ionosonde Sta. Tanjungsari Tanggal 1 s.d. 6 Januari 2009.

Kedua data parameter foF2 kemudian dicari

(3)

gambar 2 yang menunjukkan bagaimana hubungan antara foF2 keluaran model

GIM-MSILRI dengan foF2 hasil pengamatan di

stasiun Tanjungsari. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai koefisen korelasinya hampir mendekati 1 untuk data foF2 harian dengan nilai

koefisien korelasi tertinggi adalah sebesar 0,9972 dan koefisien korelasi terendah adalah sebesar 0,8052. Hasil ini memberi informasi bahwa pola antara foF2 keluaran model

GIM-MSILRI dan foF2 hasil pengamatan adalah

mirip, atau data keluaran model cukup baik mendekati data pengamatan.

0 50 100 150 200 250 300

Time Series Januari s.d Oktober 2009

K Pengamatan Ionosonde Sta. Tanjungsari.

Rata-rata bulanan koefisien korelasi juga menunjukkan nilai yang cukup baik yaitu dalam selang 0,9454 dan 0,9712 seperti ditunjukkan pada gambar 3.

Bulan; dengan bulan 9=Oktober

R

Gambar 3. Rata-rata Koefisien Korelasi bulanan foF2 Tanjungsari antara model GIMMSILRI dan pengamatan ionosonde

Untuk lebih jauh mengetahui apakah model GIM-MSILRI cukup baik perlu dilihat bagaimana fluktuasi foF2 keluaran model

terhadap data pengamatan. Gambar 4 memperlihatkan bagaimana fluktuasi model terhadap data pengamatan. Rata-rata simpangan tertinggi adalah 1,7564 MHz dan rata-rata simpangan terendah adalah 0,2991 MHz. Lebih

jauh akan dilihat kapan model memperlihatkan simpangan terbesar dan terkecilnya.

0 50 100 150 200 250 300

Banyak Data Tahun 2009

R pengamatan Sta. Tanjungsari 2009

Data rata-rata simpangan pada jam tertentu telah dihitung sehingga diketahui bahwa rata-rata simpangan model foF2 terbesar terjadi pada jam

01.00 dini hari bulan April (1,6693 MHz), dan rata-rata simpangan terkecil terjadi pada jam 07.00 bulan Juni (0,3307 MHz) seperti dapat dilihat pada gambar 5. pengamatan Sta. Tanjungsari 2009 pada jam tertentu.

Ketika radiasi extreme ultra violet (EUV) matahari melalui lapisan ionosfer pada ketinggian antara 50-1000 km, maka akan menyebabkan molekul-molekul dan atom-atom pada lapisan ionosfer pecah membentuk sekumpulan partikel bermuatan berupa elektron dan ion. Proses inilah yang disebut dengan ionisasi. Bila terjadi proses sebaliknya maka disebut dengan proses rekombinasi. Proses ionisasi dan rekombinasi inilah yang menyebabkan lapisan ionosfer bervariasi, baik secara harian maupun musiman. Oleh karena itu frekuensi kritis lapisan F2 juga akan bervariasi

(4)

Variasi diurnal frekuensi kritis lapisan F2 (foF2)

mengikuti posisi relatif matahari terhadap rotasi bumi seperti dapat dilihat pada gambar 1. Nilai terbesar terjadi antara jam 13.00 s.d jam 15.00 dimana kerapatan elektron pada lapisan ionosfer juga besar akibat proses ionisasi yang telah berlangsung.

Sementara variasi musiman foF2 juga mengikuti

posisi garis edar matahari yang berubah setiap 3 bulan, mendekati dan menjauhi daerah ekuator.

Radiasi matahari yang melalui lapisan ionosfer akan menyebabkan perbedaan kerapatan di lapisan ionosfer sehingga terbentuk lapisan-lapisan D (50-90 km), lapisan-lapisan E (90-120 km), dan F(120-400 km).

Ketika matahari aktif maka radiasi sinar X akan menyebabkan ionisasi lapisan ionosfer pada siang hari dan pada malam hari sinar kosmik menyebabkan terjadinya residu ionisasi. Rekombinasi di lapisan D lebih dominan sehingga efek ionisasi lemah akibatnya gelombang radio HF tidak dapat dipantulkan. Pada siang hari terjadi penyerapan frekuensi gelombang radio HF sehingga mengganggu operasional gelombang radio HF.

Lapisan E hanya bisa memantulkan gelombang dengan frekuensi kurang dari 10 MHz dan menyerap sebagian frekuensi gelombang radio di atas 10 MHz. Pada malam hari lapisan E mulai hilang karena tidak terjadi lagi proses ionisasi. Pada suatu saat akan terjadi Es (E sporadic) yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam), sehingga beberapa frekuensi gelombang radio yang sebelumnya tidak dapat dipantulkan menjadi dapat dipantulkan.

Lapisan ionosfer terluar adalah lapisan F. Pada siang hari lapisan F akan terbagi menjadi 2 . Lapisan inilah yang berperan penting bagi penjalaran gelombang radio sehingga dibuatlah model lapisan F dengan memanfaatkan data frekeunsi kritis lapisan F2 (foF2).

Berbagai proses fisis yang terjadi di lapisan ionosfer tersebut dipertimbangkan dalam pembuatan model global seperti model GIM, sementara model regional MSILRI hanya mempertimbangkan kondisi lapisan F. Mengkombinasikan kedua model tersebut untuk mendapatkan koefisien k diharapkan memberikan nilai foF2 model GIMMSILRI

lebih baik. Dari hasil pengolahan data prosentase kesalahan model terhadap data pengamatan menunjukkan nilai kesalahan tertinggi 15,12% (Agustus) dan nilai kesalahan

terendah 3,92% (Maret). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Prosentase Kesalahan Model

No. Bulan Prosentase Kesalahan Model (%)

1. Januari 4,61

2. Februari 7,14

3. Maret 3,92

4. April 4,9

5. Mei 4,96

6. Juni 8,17

7. Juli 9,48

8. Agustus 15,12

9. Oktober 4,72

Masalah yang berhubungan dengan anomali regional wilayah Indonesia sudah dapat diatasi. Hal itu terlihat dari simpangan model terhadap data pengamatan pada siang hari yang kecil, walaupun masih terjadi simpangan yang cukup besar pada tengah malam menjelang dini hari.

KESIMPULAN

Hasil validasi parameter foF2 keluaran model

GIM-MSILRI dengan data pengamatan memberikan hasil yang cukup baik dengan rata-rata koefisen korelasi mendekati 1 (0,9454 s.d. 0,9712). Demikian juga dengan simpangan model terhadap data pengamatan dalam selang antara 0,2991 MHz s.d. 1,7564.

Posisi matahari terhadap rotasi bumi dan posisi garis edar matahari menyebabkan variasi lapisan ionosfer baik secara diurnal (harian) maupun musiman. Hal tersebut juga terlihat pada data pengamatan dan model.

Masalah simpangan antara model dan data pengamatan pada siang hari akibat anomali daerah ekuator sudah dapat diantisipasi oleh model. Namun masih didapatkan adanya simpangan yang tinggi pada tengah malam menjelang pagi hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Ibu Shinta Tresnawati dan Bapak Drs. Gatot Wikanto yang telah membantu menyiapkan data parameter foF2 Tanjungsari 2009

DAFTAR PUSTAKA

(5)

Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya,

Jurusan Fisika FMIPA-ITS, Surabaya; ISBN: 979-97932-0-3; 342-345.

[2].Dyah RM dan Buldan Muslim (2008). Validasi Model MSILRI Stasiun Pontianak dengan Data Pengamatan dan Model Global (Model IRI). Prosiding Seminar

Nasional Matematika, Jurusan Matematika

Universitas Katolik Parahyangan, Bandung; ISSN:1907-3909; 2008.

[3]. Dyah RM dan Buldan Muslim (2009). Analisis Data Pengamatan Frekuensi Kritis Lapisan F2 (foF2) Ionosfer untuk Validasi Model Ionosfer Near Real Time Indonesia.

Prosiding Seminar Nasional Matematika 2009; Fakultas Teknologi dan Sains,

Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Vol. 4, ISSN:1907-3909; 2009.

[4]. Muslim, B. dkk (2007). Pengembangan Model Ionosfer Regional Indonesia, Buku

Ilmiah Pemodelan Ionosfer Regional

Indonesia, Lembaga Penerbangan dan

(6)

Gambar

Gambar 1 memperlihatkan sebagian dari data foF2 hasil keluaran model maupun hasil pengamatan ionosonde Tanjungsari
gambar 2 MSILRI dengan foFyang menunjukkan bagaimana hubungan antara foF2 keluaran model GIM-2 hasil pengamatan di stasiun Tanjungsari
Tabel 1. Prosentase Kesalahan Model

Referensi

Dokumen terkait

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui dan menerima sanksi

Hasil karakteristik demografi pasien didapatkan sesuai dengan studi sebelumnya, yaitu kasus terbanyak adalah perempuan 23 pasien (58,97%), dengan rentang usia terbanyak usia

Analisis qualitatif dalam olahraga mempelajari tentang model-model dalam analisis qualitatif dalam gerak, Pengaturan dalam pancaindra dalam analisis qualitatif,

Konsumsi Nutrien Ternak Kambing yang Mendapatkan Hijauan Hasil Tumpangsari Arbila (Phaseolus lunatus) dengan Sorgum sebagai Tanaman Sela pada Jarak Tanam Arbila dan

Kompleksitas proses penjualan pada perusahaan ini, yang disebabkan oleh panjangnya prosedur dan juga setiap prosedur melibatkan lebih dari satu bagian atau divisi, maka langkah PT

Berdasarkan hasil analisis statistik, penggunaan musuh alami parasitoid yang memparasit tubuh inang pada tanaman terung dan leunca memberikan pengaruh yang paling

Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT SEKRETARAIAT DAERAH.. Alamat :