PT ADHYA TIRTA BATAM DI KOTA BATAM
SKRIPSI
Oleh:
Astrid Priscilla Dion
131110027
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
PT ADHYA TIRTA BATAM DI KOTA BATAM
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Oleh:
Astrid Priscilla Dion
131110027
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, dan/atau magister), baik di Universitas Putera Batam maupun di perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Batam, ……….
Yang membuat pernyataan,
Oleh:
Astrid Priscilla Dion
131110027
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal
seperti tertera di bawah ini
Batam, ………
Ageng Rara Cindoswari, S.P., M.Si.
persyaratan untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Putera Batam.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini merupakan hasil kerja keras yang tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Nur Elfi Husda, S.Kom., M.Kom. selaku Rektor Universitas Putera Batam. 2. Ageng Rara Cindoswari, S.P., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta saran selama penulisan skripsi.
3. Komala dan Dionisius Sinyo, kedua orang tua penulis. Terima kasih atas kasih sayang serta dukungan moril dan materil yang telah diberikan. 4. Sandy Alferro Dion, terima kasih karena sudah tidak mengganggu dan
tidak berkelahi selama penulis menyusun skripsi.
5. Muhammad Anshori, terima kasih atas segala dukungan, pengertian, kehadiran, dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya.
6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi dan staff BAK yang memberikan ilmu dan membantu dalam administrasi perkuliahan.
7. Teman-teman Ilmu Komunikasi 2013, terima kasih atas pertemanannya. Semoga teman-teman semua segera menyusul.
Penulis akan dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya baik secara teoritis maupun praktis.
Batam, Januari 2017
iv
penanaman pohon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi yang terjadi pada program penanaman pohon, mengetahui faktor-faktor yang paling mempengaruhi keberhasilan komunikasi pada program penanaman pohon, dan mengkaji persepsi masyarakat mengenai program penanaman pohon tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan aliran konstruktivisme, responden dipilih secara purposive, dan analisis data menggunakan model Miles & Huberman. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2016 hingga Januari 2017. Proses komunikasi yang dilakukan oleh ATB dalam program penanaman pohon terdiri atas: (1) menetapkan misi; (2) menetapkan tujuan; (3) menetapkan target; (4) menetapkan strategi; (5) merancang struktur organisasi; (6) menyediakan sumber daya mausia; (7) merancang program operasional; (8) linkage stakeholder dan pemetaan wilayah; (9) menentukan sumber dana; (10) implementasi program; (11) pelaporan program; dan (12) evaluasi program. Proses komunikasi umumnya dilakukan oleh departemen corporate communication dengan stakeholders ATB. Setiap pelaku komunikasi dapat menjadi komunikator dan komunikan. Pesan dan umpan balik adalah hal-hal terkait program penanaman pohon. Saluran komunikasi yang digunakan adalah saluran langsung dan tidak langsung. Faktor
credibility dan content adalah faktor yang paling mempengaruhi keberhasilan komunikasi dalam program penanaman pohon. Tidak semua stakeholders ATB memahami bahwa program penanaman pohon adalah bentuk dari CSR perusahaan, dan apa tujuan program tersebut. Komunikasi dan kedekatan antara ATB dan stakeholders harus dijalin lebih sering dalam setiap tahap program tersebut untuk membangun kualitas hubungan yang baik. Semua stakeholders
beranggapan bahwa program penanaman pohon baik untuk keberlanjutan lingkungan Kota Batam terutama dalam penyediaan kebutuhan air.
v
In order to meet its obligation to implement CSR, PT. Adhya Tirta Batam (ATB) held a variety of programs, one of which is a tree-planting program. The purpose of this study was to determine the communication process that occurs in that tree planting program, to know the factors that most affect the success of the program,
and to review society’s perceptions of the program. This study uses descriptive
qualitative method with constructivism paradigm, selected purposively respondents, and using the model of Miles & Huberman to analyze the data. This study was conducted from September 2016 to January 2017. The communication process performed by ATB in tree planting programs consist of: (1) deter mining mission; (2) determining the goals; (3) determining targets; (4) determining the strategy; (5) devising organization structure; (6) providing human resources; (7) planning operational program; (8) linking stakeholders and mapping the location; (9) determining source of funds; (10) implementing; (11) reporting; and (12) evaluating. The communication process is generally carried out by the
department of corporate communications with ATB’s stakeholders. Everyone can
become communicators and communicant. Messages and feedbacks are about things related to tree planting program. Credibility and content are the most factors that affect the success of communication in tree-planting program. Not all
ATB’s stakeholders understand that the tree planting program is a form of its CSR, and what is the purpose of that program. Communication and closeness between ATB and stakeholders should be woven more frequently in every phase of the program was to build a good relationship quality. All stakeholders considered that tree planting program is good for the environmental sustainability of Batam, especially in the provision of water needs.
vi
2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ... 18
2.1.6. Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 20
2.1.7. Konsep dan Praktik CSR ... 23
2.2. Penelitian Terdahulu ... 39
2.3. Kerangka Konseptual ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47
3.1. Jenis Penelitian ... 47
3.2. Sumber Data ... 48
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 50
vii
3.6.3. Uji Dependability dan Conformability ... 58
3.7. Waktu Penelitian ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
4.1. Hasil Penelitian ... 60
4.1.1. Gambaran Umum PT Adhya Tirta Batam (ATB) ... 60
4.1.2. Program CSR Lingkungan Hidup Penanaman Pohon ... 77
4.2. Pembahasan ... 84
4.2.1. Proses Komunikasi Program Penanaman Pohon ... 84
4.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi dalam Program Penanaman Pohon ... 113
4.2.3. Persepsi Masyarakat mengenai Program Penanaman Pohon ... 127
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 144
5.1. Simpulan ... 144
5.2. Saran ... 145
DAFTAR PUSTAKA ... 148
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 152
SURAT KETERANGAN PENELITIAN ... 153
viii
Tabel 2.2. Pemetaan Wilayah Pelaksanaan CSR………...35
Tabel 2.3. Ukuran Keberhasilan Program CSR.………39
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian………...59
Tabel 4.1. Infrastruktur Air Bersih Batam……….60
Tabel 4.2. Waduk yang dimanfaatkan oleh ATB………...62
ix
Gambar 2.2 Konsep Triple Bottom Line………23
Gambar 2.3 Ruang Lingkup CSR Menurut Committee DraftISO 26000……….24
x
Lampiran 2 Pedoman Wawancara………...155
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, pandangan pembangunan secara konvensional yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi lama kelamaan tidak lagi sesuai seiring dengan semakin berkurangnya ketersediaan sumberdaya tak terbarukan serta degradasi lingkungan akibat eksploitasi faktor produksi serta gaya konsumsi yang berlebihan. Dampak dari model pembangunan yang tidak memperdulikan kelestarian alam dapat dilihat dan dirasakan secara langsung seperti kekeringan, banjir, serta meningkatnya suhu secara global. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan manusia kemudian menggeser pandangan mengenai pembangunan dimana pembangunan disadari tidak hanya berhubungan dengan peningkatan ekonomi, tetapi juga isu lingkungan dan sosial. Isu ini kemudian mendorong lahirnya konsep pembangunan yang belakangan disebut pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (1987) sebagai proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
berkelanjutan harus diperhatikan pengelolaannya sumber daya alam untuk menjaga kelestariannya. Air yang merupakan salah satu sumber daya paling penting merupakan kebutuhan dasar manusia. Di Bumi, badan air terbesar terdapat di laut sebesar 97 persen dan sisanya sebesar 3 persen adalah air tawar yang kita digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dari air tawar itu dua per tiga nya adalah gletser dan es di kutub yang berfungsi menstabilkan iklim global dan hanya satu pertiganya saja yang dapat dimanfaatkan 7 milyar jiwa manusia di dunia. (Sumber: WWF Indonesia).
untuk membangun, meningkatkan kapasitas, atau memperluas sistem jaringan, dimana konsesioner mendapatkan pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal dari tarif yang dibayar oleh konsumen. Sedangkan peran pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan standar kinerja dan jaminan kepada konsesioner.
Di samping sisi positifnya dalam menyediakan air, praktek konsesi ini mendapat berbagai kritik negatif dari berbagai pihak. Bahkan, salah satu organisasi yang mengkritik mengenai privatisasi air menyebut ATB sebagai pihak swasta awal yang terlibat dalam privatisasi penyediaan air bersih di Indonesia. Dalam sebuah post di website organisasi tersebut yang berjudul “Sejarah
Keterlibatan Swasta dalam Penyediaan Layanan Air Bersih di Indonesia” tertulis bahwa;
“Keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan air bersih di Indonesia,
mulai terjadi pada tahun 90-an, seiring dengan semakin menurunnya peran pendanaan dari pemerintah pusat. Proyek PSP pertama adalah BOO Serang Utara pada tahun 1993, kemudian kontrak konsesi di Pulau Batam oleh PT. Aditia Tirta Batam (ATB) pada tahun 1996. Pada tahun 1998, pekerjaan serupa dilakukan oleh PT Palyja di Jakarta bagian barat dan PT Thames PAM Jaya (TPJ) di Jakarta bagian timur-sekarang
PT AETRA.”
mendorong privatisasi air, yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian kepada masyarakat dan hanya akan memberikan keuntungan pada perusahaan, sehingga organisasi ini menolak campur tangan sektor bisnis/swasta.1
Kritikan-kritikan terhadap praktik privatisasi ini didasari oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) yang menyebutkan bahwa sebagai unsur yang menguasai hajat hidup orang banyak, air haruslah dikuasai negara. Sehingga, dalam pengusahaan air oleh perusahaan seperti ATB, harus ada pembatasan ketat dan peraturannya sebagai upaya menjaga kelestarian dan ketersediaan air bagi kehidupan. Setidaknya, ada lima poin pembatasan yang ditegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal pembatasan pengelolaan air yakni: (1) Setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat. Karena selain dikuasai negara, air ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia, yang berdasarkan Pasal 28I ayat (4) UUD harus menjadi tanggung jawab pemerintah; (3) Perusahaan pengelolaan air pun harus mengingat kelestarian lingkungan; (4) Sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak air menurut Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 harus dalam pengawasan dan pengendalian oleh negara secara mutlak; dan (5) Hak pengelolaan air mutlak milik negara, maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.2
1http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/11/109/Privatisasi_Air/Sejarah_Keterlibatan_Swasta _dalam_Penyediaan_Layanan_Air_Bersih_di_Indonesia.html
Menyangkut poin ketiga, yakni mengingat kelestarian lingkungan, ATB sejak tahun 2011 sudah melakukan hal tersebut melalui pengadaan program CSR di bidang lingkungan hidup sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh ATB menyangkut air, menimbulkan tanggung jawab bagi perusahaan untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan melakukan tanggung jawabnya tidak hanya pada lingkungan alam yang dieksploitasi, tetapi juga pada masyarakat sekitar (komunitas lokal) yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak dari aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial perusahaan penting untuk dilakukan.
Selain didasarkan atas pertimbangan MK di atas, pelaksanaan CSR oleh ATB berlandaskan peraturan mengenai CSR di Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mewajibkan korporasi, khususnya yang bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) agar mengeluarkan dana untuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur Corporate Social Responsibility
(CSR) masuk ke dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM).
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut UU PM dalam Pasal 15 huruf B UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf B UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
tahun. Menanam pohon mulai sekarang bisa membantu menyimpan air dan menambah simpanan air 20 tahun kedepan di Kota Batam.3
1.2.
Fokus Penelitian
Pencapaian tujuan program penanaman pohon sebagai bentuk dari CSR ATB dapat melewati berbagai tahap dimana tidak hanya mengikutsertakan satu pihak saja (dalam hal ini perusahaan ATB itu sendiri), tetapi juga secara langsung ataupun tidak langsung terkait dengan pihak luar (stakeholders) sehingga membutuhkan proses komunikasi yang baik secara internal dan eksternal. Dalam melewati berbagai tahapan ini, proses komunikasi memainkan peranan penting. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain melalui berbagai media untuk berbagai tujuan, yang mana dalam hal ini gagasan/informasi tersebut adalah mengenai program penanaman pohon. Melalui analisis proses komunikasi dapat lebih dipahami maksud, tujuan, dan langkah-langkah yang dilakukan ATB dalam menyelenggarakan program penanaman pohon.
Proses pengkomunikasian aktivitas program penanaman pohon kepada
stakeholders juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperan dalam keberhasilan komunikasi. Keberhasilan komunikasi pada program penanaman pohon dari ATB kepada stakeholdersnya dapat menimbulkan persepsi yang baik dari stakeholders
mengenai keberhasilan ATB dalam menjalankan CSR di bidang lingkungan hidup. Sebaliknya, kurang berhasilnya komunikasi mengenai program penanaman pohon
dari ATB kepada stakeholdersnya akan membuat program penanaman tidak dipahami atau dipersepsikan dengan baik oleh stakeholders.
1.3.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang peneliti kemukakan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah;
A. Bagaimanakah proses komunikasi yang dilakukan oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB) dalam menyelenggarakan program CSR lingkungan hidup? B. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi
PT. Adhya Tirta Batam (ATB) dalam menyelenggarakan program CSR lingkungan hidup?
C. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap penyelenggaraan CSR lingkupan hidup oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB)?
1.4.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk;
A. Mendeskripsikan proses komunikasi yang dilakukan oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB) dalam menyelenggarakan program CSR lingkungan hidup.
C. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap penyelenggaraan CSR lingkungan hidup oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB).
1.5.
Manfaat Penelitian
Secara teoritis, peneliti berharap dapat memberikan sumbangan keilmuan mengenai analisis komunikasi terutama dalam bidang CSR baik lingkungan maupun nonlingkungan yang dilakukan oleh suatu perusahaan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama. Communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to understand one another) dan kemampuan kita menyesuaikan dengan pihak yang diajak berkomunikasi.
West dan Turner (2008:5) mendefinisikan komunikasi sebagai proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterprestasikan makna dalam lingkungan mereka. Dalam hal ini, berarti komunikasi bersifat berkesinambungan, tidak memiliki awal dan akhir yang jelas. Komunikasi juga dinamis, unik, kompleks, dan senantiasa berubah. Perubahan individual dan budaya dapat memengaruhi komunikasi. Selain itu karena komunikasi merupakan proses, banyak sekali yang dapat terjadi dari awal hingga
Untuk membantu memvisualisasikan proses ini, Frank Dance (1967) menggambarkan proses komunikasi dengan menggunakan sebuah spiral, dimana sambungan dari titik-titik pada spiral tersebut tidak dapat diulang maupun diputar balik.
Gambar 2.1
Proses Komunikasi sebagai Spiral (Sumber: West&Turner:2008)
Pada gambar spiral di atas, daat kita pahami bahwa pengalaman komunikasi bersifat kumulatif dan dipengaruhi oleh masa lalu, dan pengalaman masa sekarang secara tidak terelakkan akan memengaruhi masa depan seseorang. Maka jelaslah bahwa proses komunikasi tidaklah linear.
komunikasi bukan hanya persoalan bagaimana seseorang menerima pesan dan kemudian meresponnya, tetapi lebih pada bagaimana orang tersebut memberi makna pesan berdasarkan konteks sosial budayanya (Rusdianto, 2013:20).
2.1.2. Komponen Komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell dalam Hermawan (2012), komponen-komponen komunikasi adalah:
1. Lingkungan Komunikasi
Setidaknya memiliki tiga dimensi yang mana ketiganya ini saling berinteraksi, masing-masing memengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain:
▪ Fisik; adalah ruang di mana komunikasi berlangsung yang bersifat nyata atau berwujud
▪ Sosial-psikologis; meliputi tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan, atau permusuhan, formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau, dan lain-lain
▪ Temporal; mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung
2. Komunikator dan Komunikan
(mendengar diri sendiri, merasakan gerakan sendiri, dan melihat banyak isyarat tubuh sendiri) dan kita menerima pesan dari orang lain (secara visual, audio, atau bahkan melalui rabaan dan penciuman).
3. Pesan/Media
Merupakan isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang disampaikan melalui suatu saluran. Kita cenderung menggunakan dua, tiga, atau empat saluran yang berbeda secara simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran visual), dan memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori), dan saling bersentuhan (saluran taktil).
4. Umpan Balik
Merupakan informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya, yang dapat berasal dari diri kita sendiri atau dari orang lain. Umpan balik datang dalam berbagai bentuk seperti pembicaraan, kerutan dahi, senyuman, anggukan atau gelengan kepala, tepukan di bahu, tamparan di pipi, dan lain-lain.
5. Gangguan
keterampilan mengirim dan menerima pesan nonverbal, meningkatkan pendengaran, adalah beberapa cara untuk menanggulangi gangguan.
Tabel 2.1.
Jenis-jenis Gangguan dalam Berkomunikasi
(Sumber: Hermawan, 2012) 6. Efek Komunikasi
sebuah laptop dan mencoba menggunakannya; ini adalah efek psikomotorik.
7. Etika dan Kebebasan Memilih
Karena komunikasi mempunyai dampak, maka ada masalah etika di sini. Tidak seperti prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, komunikasi yang etis sulit untuk dirumuskan Komunikasi dikatakan etis apabila menjamin kebebasan memilih seseorang dengan memberikan kepada orang tersebut dasar pemilihan yang akurat. Komuinikasi dikatakan tidak etis apabila mengganggu kebebasan memilih seseorang dengan menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan informasi yang relevan dan menentukan pilihan. Dalam etika yang didasarkan atas kebebasan memilih, ini ada beberapa persyaratan. Kita mengasumsikan bahwa orang-orang ini sudah cukup umur dan berada dalam kondisi mental yang memungkinkan mereka melaksanakan pilihan secara bebas. Selanjutnya, kita mengasumsikan bahwa kebebasan memilih dalam situasi mereka tidak akan menghalangi kebebasan memilih orang lain.
2.1.3. Proses Komunikasi
Secara ringkas, West, dkk (2007) dalam Hermawan (2012) memaparkan proses berlangsungnya komunikasi dapat digambarkan seperti berikut;
yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, SMS atau media lainnya.
3. Fungsi pengiriman (encoding) adalah proses untuk mengubah pesan ke dalam bentuk yang dioptimasi untuk keperluan penyampaian pesan/data. 4. Media/saluran (channel) adalah alat yang menjadi penyampai pesan dari
komunikator ke komunikan.
5. Fungsi penerimaan (decoding), proses memahami simbol-simbol bahasa (bahasa pesan) yaitu simbol grafis atau harus huruf dengan cara mengasosiasikannya atau menghubungkan simbol-simbol dengan bunyi-bunyi bahasa beserta variasi-variasinya yang dilakukan penerima pesan dari penyampai pesan.
6. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
7. Respons (response) merupakan rangsangan atau stimulus yang timbul sebagai akibat dari perilaku komunikan setelah menerima pesan.
2.1.4. Tujuan Komunikasi
1. Menemukan (Personal Discovery)
Banyak yang kita peroleh melalui interaksi kita dengan media maupun antarpribadi. Cara di mana kita melakukan penemuan diri adalah melalui proses perbandingan sosial, melalui perbandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain. Tetapi, komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar-dunia yang dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain. Sekarang ini kita mengandalkan beragam media komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang hiburan, olahraga, perang, pembangunan ekonomi, masalah kesehatan dan gizi, serta produk-produk yang kita beli.
2. Berhubungan
Kita menghabiskan banyak waktu dan energi dalam berkomunikasi untuk membina dan memelihara hubungan sosial.
3. Meyakinkan
4. Bermain
Kita mendengarkan pelawak, menonton komedi, mendengarkan musik dan berbagai hal lainnya untuk hiburan. Demikian pula kadang kita menceritakan lelucon, megutarakan sesuatu yang baru untuk menghibur orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya hiburan merupakan cara untuk menarik perhatian orang lain dalam mencapai tujuan yang lain.
2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Cutlip et al (2011:408-409) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi yang disebut juga sebagai The 7 C’s of
Communication. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Credibility (Kredibilitas). Komunikasi dimulai dengan iklim rasa saling
percaya. Iklim ini dibangun melalui kinerja di pihak institusi, yang merefleksikan keinginan untuk melayani stakeholder dan publik. Penerima harus percaya kepada pengirim informasi dan menghormati kompetensi sumber informasi terhadap topik informasi.
2. Context (konteks). Program komunikasi harus sesuai dengan kenyataan
lingkungan. Harus disediakan konteks untuk partisipasi dan umpan balik dalam proses komunikasi.
3. Content (isi). Isi pesan harus mengandung makna bagi penerimanya dan harus
penerima. Pada umumnya orang memilih item informasi yang menjanjikan manfaat besar bagi mereka. Isi pesan menentukan audien.
4. Clarity (kejelasan). Pesan harus diberikan dalam istilah sederhana. Kata harus
bermanka sama menurut si pengirim dan penerima. Isu yang kompleks harus dipadatkan ke dalam tema, slogan, atau stereotip yang mengandung kesederhanaan dan kejelasan. Semakin jauh pesan akan dikirim, pesan itu seharusnya semakin sederhana. Organisasi harus berbicara dengan satu suara, tidak banyak suara.
5. Continuity and Consistency (kontinuitas dan konsistensi). Komunikasi
adalah proses tanpa akhir, ia membutuhkan repetisi agar bisa masuk. Repetisi dengan variasi berperan untuk pembelajaran dan persuasi. Beritanya harus konsisten.
6. Channels (saluran). Saluran komunikasi yang sudah ada harus digunakan,
sebaiknya saluran yang dihormati dan dipakai oleh si penerima. Menciptakan saluran baru bisa jadi sulit, membutuhkan waktu, dan mahal. Saluran yang berbeda punya efek berbeda dan efektif pada tingkat yang berbeda-beda dalam tahap proses difusi informasi. Dibutuhkan pemilihan saluran yang sesuai dengan publik sasaran. Orang mengasosiasikan nilai yang berbeda-beda pada berbagai saluran komunikasi.
7. Capability of the Audience (kapabilitas khalayak). Komunikasi harus
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti waktu yang mereka miliki, kebiasaan, kemampuan membaca, dan pengetahuan yang telah mereka punyai.
2.1.6. Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya. Sedangkan menurut Miftah Thoha (2005:141-142) dalam Palupi (2014), persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah teretak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
Menurut Mutmainah dalam Asnawi (2009), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:
1. Faktor-faktor personal
Karakter orang yang melakukan persepsi mempengaruhi bagaimana ia mempersepsikan suatu obyek, hal ini mencakup:
pilihan yang tepat, namun ibu rumah tangga akan menganggap lebih baik memasak makanan sehat di rumah sendiri.
- Sikap, nilai, preferensi, dan keyakinan. Kesukaan, keyakinan, sikap, dan persepsi seseorang mengenai sesuatu hal dapat mempengaruhi persepsinya mengenai hal lain. Misalnya seorang simpatisan partai X menyukai ketua umum partainya, maka ketika tersiar bad news
mengenai ketua umum tersebut ia cenderung akan membelanya. - Tujuan. Tujuan kita akan mempengaruhi bagaimana persepsi kita
akan sesuatu. Misalnya apabila tujuan seseorang adalah bermain, seseorang akan lebih memilih pergi ke wahana permainan ketimbang ke café.
- Kapabilitas. Kapabilitas mencakup hal-hal seperti tingkat intelegensia, kemampuan akan suatu topik, dan kemampuan berbahasa. - Kegunaan. Kegunaan suatu informasi bagi kita. Kita cenderung untuk
mengerti dan lebih mengingat pesan-pesan yang berguna bagi kita. - Gaya komunikasi. Gaya komunikasi memengaruhi persepsi, misalnya
orang introvert atau pemalu cenderung akan mencari informasi tentang kesehatan di buku daripada langsung pergi ke dokter.
- Pengalaman dan kebiasaan. Pengalaman dan kebiasaan terbentuk dari pendidikan dan budaya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi stimuli
- Pengorganisasian pesan. Cara bagaimana pesan diatur atau diorganisasikan mempengaruhi persepsi kita, misalnya sebuah serial cerita akan dibuat "menggantung" hingga membuat orang penasaran dan ingin menonton kelanjutannya.
- Novelty (kebaruan, keluarbiasaan). Hal-hal yang baru atau luar biasa
akan lebih dapat menyedot perhatian kita dibandingkan hal-hal yang rutin atau biasa-biasa saja.
- Mode. Bagaimana informasi itu diserap oeh pancaindera (bisa melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, atau pengecapan). - Asal mula informasi. Asal mula informasi mempengaruhi kita dalam
menyerap pesan. Ada informasi yang berasal dari lingkungan fisik, dari diri sendiri, dari orang lain, dari media masa, dan lain-lain.
3. Pengaruh media dan lingkungan
2.1.7. Konsep dan Praktik CSR
CSR dalam sejarah modern semakin dikenal sejak Howard R. Bowen
menerbitkan bukunya berjudul “Social Responsibilities of Businessman” pada tahun 1953. Menurut Bowen, tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan dalam membuat kebijakan, pengambilan keputusan, dan bertindak yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan serta nilai-nilai masyarakat. Selanjutnya konsep ini mulai berkembang pada tahun 1960 dalam upaya menjadikan persoalan kemiskinan dan keterbelakangan mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan.
Wibisono menyebutkan bahwa definisi CSR berasal dari konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya yang
berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Dalam buku tersebut, Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit,
people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit (keuntungan ekonomis) sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Rahmawati, 2010:6).
Gambar 2.2.
The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan
“CSR is the countinuing commitment by business to behave etically and contribute to economic development while improving the quality of live of the workforce and their families as well as of the local community at large”. Definisi tersebut
menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut kelurganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. (Hadi, 2014:48)
Gambar 2.3.
Ruang Lingkup CSR Menurut Committee Draft ISO 26000
International Organization for Standardization (ISO) menggagas standar CSR yang disusun dalam ISO 26000 dan dipublikasikan pada awal tahun 2009. Menurut Guidance on Social Responsibility: Draft ISO 26000, aspek yang harus diperhatikan oleh organisasi baik perusahaan, pemerintahan, dan lain-lain terkait
Ketenagakerjaan (Labor Practices) (4) Lingkungan (Environment), (5) Praktik Operasi yang Adil (Fair Operating Practices), (6) Konsumen (Consumer Issues), dan (7) Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (Community Involvement and Development) (Dewani, 2009:13-14).
Kini konsep CSR telah diadopsi oleh banyak perusahaan, baik domestik maupun multinasional. Namun perdebatan seputar paradigma perusahaan masih mengiringi penerapan konsep tersebut. Dikotomi wacana yang menekankan
market atau profit dengan prioritas stakeholder dengan argumen moral yang memperhatikan stakeholder masih belum menemukan solusi konseptualnya (Rusdianto, 2013:9).
karenanya, CSR sangat relevan jika diterapkan oleh dunia usaha di Indonesia. Selain karena kebijakan sosial dan kebijakan kesejahteraan di Indonesia cenderung bernuansa residual dan parsial (tidak melembaga dan terintegrasi dengan sistem perpajakan seperti halnya di negara-negara yang menganut welfare state), mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Ide mengenai CSR sebagai sebuah tanggung jawab sosial perusahaan kini semakin diterima secara luas, termasuk di Indonesia. Pada awalnya, eksistensi CSR di Indonesia berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didasarkan pada Keputusan Menteri BUMN No. 236/MBU/2003. Keputusan ini mengharuskan BUMN menyisakan sebagian laba untuk pemberdayaan masyarakat lewat Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Saat ini keberadaan dan keharusan CSR berlaku meluas setelah tercantum dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Isi
pasal 74 dalam UU PT menyatakan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. UU ini juga mewajibkan
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat (Rusdianto:2013).
CSR sebagaimana kegiatan lain dalam praktiknya direncanakan terlebih dahulu, kemudian dilaksanakan atau diimplementasikan, dan pada akhirnya dievaluasi. Nor Hadi (2009) merumuskan diagram yang menggambarkan tahapan perencanaan, evaluasi, dan implementasi CSR sebagaimana dalam gambar berikut;
Gambar 2.4.
Gradasi Perencanaan CSR (Sumber: Nor Hadi,2014)
1. Menetapkan Visi
jawab sosial harus didasarkan pada landasan kuat yang dijadikan pijakan kebijakan. Untuk itu, penetapan visi yang sinergis dengan visi perusahaan menjadi penting. Visi tersebut, memberikan arahan bagi pihak pengelola perusahaan untuk menentukan code of conduct perusahaan, agar sejalan dengan nilai masyarakat di lingkungannya.
2. Menetapkan Misi
Misi merupakan penjabaran secara lebih opeasional dari visi. Sehingga, misi tanggung jawab sosial perusahaan merupakan wahana untuk menginformasikan siapa perusahaan, landasan filosofis perusahaan, apa inti atau garis aktivitas perusahaan di mata stakeholders. Di sini, misi menjadi pijakan untuk merumuskan tanggung jawab sosial yang akan dilakukan perusahaan. Singkat kata, misi merupakan jabaran inti aktivitas yang akan mengantarkan terwujudnya harapan sebagaimana tertuang dalam visi perusahaan.
3. Menetapkan Tujuan
kapan akan diselesaikan, dan bagaimana mengukur secara akurat suatu kegiatan dilakukan.
4. Menetapkan Target
Target merupakan batas dan acuan ketercapaian pekerjaan jangka pendek dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Target penting ditetapkan, karena menjadi bagian pengawasan pelaksanaan dan evaluasi secara melekat dari serentetan tindakan jangka waktu yang lebih lama. Dengan penetapan target, para pelaksana tanggung jawab sosial memiliki patokan dalam melaksanakan program bersangkutan.
5. Mempertimbangkan Kebijakan
Kebijakan merupakan pedoman umum sebagai acuan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan. Kebijakan merupakan arah dasar yang diambil pimpinan dan menjadi warna orientasi suatu program seperti bentuk, tipe, sasaran, dan lain-lain. Kebijakan akan menentukan dalam merumuskan strategi pelaksanaan tanggung jawab sosial sekaligus sebagai guidance aktivitas yang dimunculkan. Wibisono dalam Hadi (2014:126) menyatakan berbagai bentuk kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitas CSRnya, yakni:
▪ Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai investasi sosial perusahaan
▪ Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai strategi bisnis perusahaan
▪ Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai upaya untuk memperoleh
▪ Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian dari risk management
6. Menetapkan Strategi
Strategi ditetapkan bergantung pada arah mana kebijakan CSR akan dilakukan. Strategi di sini merupakan sarana untuk menjabarkan visi, misi, dan kebijakan tanggung jawab sosial yang akan dipraktikkan. Pada banyak kasus, CSR perusahaan dilakukan dengan mengacu pada beberapa strategi, antara lain:
▪ Public Relation. Strategi ini diterapkan dalam kerangka membangun
dan menanamkan persepsi masyarakat tentang citra perusahaan, promosi, membangun citra produk, membuka pasar, atau memenangkan persaingan bisnis.
▪ Defensive Strategy. Strategi ini dilakukan untuk menangkis atau
mengubah anggapan negatif yang telah tertanam pada diri komunitas terhadap perusahaan. Strategi ini umumnya digunakan setelah komplain para stakeholders terjadi pada perusahaan. Upaya yang dilakukan berupa pemenuhan tuntutan, anjuran, atau peraturan.
▪ Community Development. Strategi ini dilakukan dengan
mengadakan program untuk komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan. Program
community development dapat dibedakan menjadi:
- Community Relation. Dilakukan dengan melaksanakan
komunikasi dan informasi kepada para stakeholder. Program CSR yang menggunakan strategi ini banyak diarahkan pada kegiatan kedermawanan (charity), berjangka pendek, habis pakai, dan kegiatan sosial lain yang bersifat insidental. Misalnya bantuan bencana alam, operasi katarak, khitanan massal, bantuan sembako, dan lain-lain.
- Community Service. Strategi ini menitikberatkan pada pelayanan
perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Program CSR yang menggunakan strategi ini bercirikan untuk memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri, sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.
- Community Empowering. Strategi ini memungkinkan
pelaksanaan CSR yang lebih luas aksesnya kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Strategi ini mndudukkan masyarakat sebagai mitra, dan memberikan penguatan.
7. Merancang Struktur Organisasi
mengendalikan praktik CSR. Terdapat perusahaan yang melakukan CSR ditangani oleh general affair, public relation, atau bahkan CSR department. Tipe perusahaan seperti ini umumnya melakukan tanggung jawab sosial secara terprogram, holistik, terencana, dan terevaluasi secara baik.
8. Merancang Program Operasional
Satu aktivitas tanggung jawab sosial yang relatif krusial adalah ketepatan bentuk aktivitas dan keefektifan terhadap kemanfaatan di mata
stakeholders dan lingkungan, serta koherensi dampak operasional perusahaan. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka mengurangi kekurang-efektifan praktik CSR adalah dengan melakukan identifikasi problematika yang dihadapi serta kebutuhan riil yang dirasakan
stakeholders. Lebih lanjut dinyatakan bahwa program CSR sedapat mungkin dilakukan dalam kerangka orientasi antara lain:
▪ Berbasis sumber daya lokal
▪ Berbasis pada pemberdayaan masyarakat
▪ Mengutamakan program berkelanjutan
▪ Dibuat berdasarkan perencanaan secara partisipatif yang didahului dengan penilaian kebutuhan
▪ Linked dengan core business perusahaan
9. Menyediakan Sumber Daya Manusia
Penyiapan sumber daya manusia yang handal merupakan tahapan penting dan menentukan tingkat keberhasilan pelaksaaan tanggung jawab sosial. Sumber daya manusia akan berkaitan dengan efektivitas, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan CSR berikut keuangan yang menyertainya. Untuk itu, hendaknya setiap perusahaan memerhatikan pokok-pokok kualifikasi, antara lain:
▪ Memiliki pengetahuan luas dan mendalam tentang CSR. Hal ini penting untuk menangani kegiatan, memberi batasan, menyusun strategi, melakukan evaluasi dan membuat laporan CSR yang diemban secara tepat.
▪ Memiliki karakter yang baik, loyal, dan memiliki integritas dalam tindakan dan ketetapan. Memiliki etos kerja yang baik, dan motivasi tinggi
▪ Memiliki kepekaan, sehingga responsif terhadap masalah sosial dan lingkungan. Bersifat proaktif bukan reaktif, sehingga tidak selalu menunggu laporan dari masyarakat saja
▪ Mampu bekerja secara team work. Memiliki daya analisis yang tajam.
▪ Memiliki kestabilan emosi dan bertingkah laku sopan/ramah. Karena dalam praktiknya CSR akan berhadapan dengan masyarakat luas dengan latar belakang sosial budaya yang beragam.
▪ Memiliki kemauan baik, optimis, berwawasan ke depan, dan penuh tanggung jawab
▪ Mampu berkomunikasi baik verbal maupun tulisan, vertikal maupun horizontal
10.Linkage Stakeholder & Pemetaan Wilayah
Membangun jaringan dan kedekatan dengan stakeholder penting untuk memahami berbagai persoalan yang dihadapi secara kontekstual. Upaya ini bermanfaat untuk mengurangi kekurang-efektifan program sehingga efisiensi biaya pun ikut tercipta. Tahapan ini juga dimaksudkan sebagai brainstorming dengan masyarakat dalam bentuk penelitian dan berbagai aktivitas yang relevan dengan konteks masyarakat setempat. Berbagai langkah yang dapat dilakukan dalam membangun linkage dengan
stakeholders antara lain:
▪ Melakukan komunikasi dengan pemuka masyarakat dan agama setempat.
▪ Melakukan survey dengan masyarakat setempat.
▪ Menjalin kerja sama dengan organisasi keagamaan atau kepemudaan setempat.
▪ Membentuk yayasan yang menangani masalah sosial kemasyarakatan dan lingkungan untuk melakukan program berkelanjutan pada daerah sasaran.
▪ Konsorsium perusahaan dalam penanganan masalah-masalah sosial secara khusus.
Membangun linkage stakeholder juga sekaligus untuk pemetaan skala prioritas pelaksanaan CSR daerah sasaran. Yusuf (2007) memberikan gambaran pemetaan wilayah pelaksanaan CSR sebagai berikut:
Tabel 2.2.
Pemetaan Wilayah Pelaksanaan CSR
Ring Lokasi Dampak Operasi Keterangan
I 0 – 500m dari
yang berhimpitan dengan pabrik. Desa dengan jangkauan lokasi ini pasti terkena dampak langsung dari operasi perusahaan. Ring II mencakup wilayah 501-1000 meter dari pabrik yang merupakan desa di sekitar pabrik juga, namun berada di luar Ring I. Desa yang tergolong dekat namun di luar Ring I ini memiliki potensi terkena dampak langsung dari operasi perusahaan. Sedangkan wilayah yang berada di Ring III dan IV karena lokasinya yang terhitung jauh maka tidak terkena dampak langsung dari operasi perusahaan.
11.Menentukan Sumber Dana
Kualitas praktik CSR selain ditentukan oleh ketepatan strategi dan kapabilitas SDM, juga ditentukan oleh sumber dan ketersediaan dana. Menurut UU No. 40 Tahun 2007, perusahaan di lingkungan BUMN dan perusahaan yang operasinya bersentuhan dengan eksploitasi sumber daya alam harus menyisihkan sampai tiga persen (3%) dari keuntungannya untuk kegiatan bina lingkungan dan kemitraan. Hal ini harus ditunjukkan dalam annual report.
12.Implementasi
Pada dasarnya, belum terdapat formula yang dapat dijadikan acuan ideal dalam implementasi CSR. Terdapat berbagai pendekatan yang dapat dijadikan pijakan dalam mengimplementasikan praktik CSR, antara lain:
program yang telah direncanakan. Program sentralistik dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti event organizer, LSM, pemerintah, institusi pendidikan, dan lainnya selama masih memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama di bawah koordinasi perusahaan.
▪ Program dengan desentralisasi. Pada program tipe ini perusahaan berperan sebagai pendukung kegiatan (supporting media).
Perencanaan, strategi, tujuan, target, ermasuk pelaksanaan ditentukan oleh pihak lain selaku mitra. Perusahaan berposisi sebagai supporter, baik dari segi dana, sponsorship, maupun material.
▪ Mixed type program. Program ini menggunakan pola memadukan
antara sentralistik dan desentralistik, sehingga lebih cocok bagi program community development. Program comdev mendudukkan inisiatif, pendanaan, maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengan beneficiaries
Selain itu, terkait dengan keterlibatan manajemen perusahaan dalam implementasi CSR, ada dua sudut pandang yang dapat dijadikan dasar, yakni:
▪ Self managing strategy. Perusahaan melaksanakan sendiri
▪ Outsourcing strategy. Pelaksanaan program CSR diserahkan pada pihak ke tiga, sehingga perusahaan tidak terlibat langsung. Perusahaan dapat bermitra dengan pihak lain seperti LSM, event organizer, dan lain-lain, atau perusahaan dapat bergabung dan mendukung kegiatan bersama baik jangka pendek maupun jangka panjang.
13.Laporan
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tidak hanya mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial/CSR, melainkan juga mewajibkan melaporkan pelaksanaan CSRnya. Laporan CSR merupakan laporan aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perusahaan yang telah dilaksanakan selama tahun buku berakhir.
14.Evaluasi
standar atau norma ketercapaian, untuk itu perlu dirumuskan ukuran keberhasilan program, antara lain:
Tabel 2.3
Ukuran Keberhasilan Program CSR
(Sumber: Hadi, 2014)
2.2. Penelitian Terdahulu
Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat pada Program Kemitraan PTPN V
di Pekanbaru”. Ketiganya merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi dari
Universitas Riau yang karyanya dipublikasikan serta dibahas pada Seminar Nasional; Politik, Birokrasi, dan Perubahan Sosial Ke-II di Pekanbaru pada November 2015. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis komunikasi yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dan hubungan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat pada program kemitraan PTPN V di Pekanbaru. Penelitian tersebut menggunakan mix method yaitu survei deskriptif dan kualitatif. Hasil penelitian ketiga mahasiswa tersebut adalah komunikasi yang dilaksanakan adalah komunikasi antarpribadi, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok, tanpa melibatkan komunikasi massa sama sekali. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara komunikator, pesan, model komunikasi, dengan perilaku dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Awza dkk dengan penelitian ini adalah keduanya sama-sama bertujuan untuk menganalisa komunikasi yang dilakukan dalam sebuah kegiatan/program. Sedangkan perbedaan terdapat pada subjek penelitian serta metode penelitian. Awza dkk meneliti program kemitraan PTPN sedangkan penelitian ini meneliti program tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini juga hanya menggunakan metode kualitatif saja, sedangkan penelitian Awza dkk menggunakan mix method yakni kualitatif dan kuantitatif.
Bogor pada 2009 dengan judul “Kebijakan, Implementasi, dan Komunikasi CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk”. Penelitian tersebut bertujuan
menganalisis kebijakan CSR berdasarkan prinsip triple bottom lines,
mengidentifikasi partisipasi peserta dalam program CSR, dan mengidentifikasi bentuk komunikasi CSR yang dilakukan oleh PT. Indocement kepada
stakeholdersnya menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Salah satu hasil penelitian Dewani adalah diungkapkan bahwa PT. Indocement melakukan berbagai upaya komunikasi diantaranya dalam bentuk laporan tahunan, media massa, pertemuan dalam seminar/presentasi/rapat/pameran, serta mengadakan kegiatan Bina Lingkungan dan Komunikasi (Bilikom). Bilikom oleh masyarakat sudah dirasakan efektif (baik) dalam menjalin hubungan komunikasi, menyampaikan informasi dan hasil terkait program CSR PT Indocement (dalam hal ini program lima pilar).
Berkaitan dengan persepsi masyarakat mengenai CSR bidang lingkungan, Hasan Slamet Ramdhani, mahasiswa Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada 2011 mempublikasikan penelitian dengan judul "Studi Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat terhadap CSR Perusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat". Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar perusahaan, mengevaluasi implementasi CSR perusahaan, dan menganalisis persepsi masyarakat sekitar perusahaan. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat adaah analisis skala Likert dan trend linear. Ramdhani mendapatkan hasil dari penelitian tersebut bahwa persepsi masyarakat sekitar PT. Nityasa Idola terhadap kegiatan CSR perusahaan adalah baik. Namun pandangan masyarakat terhadap kinerja perusahaan secara umum masih dianggap buruk karena kegiatan produksi tanam yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan surat kerjasama yang telah disepakati bersama masyarakat.
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani adalah keduanya mengkaji mengenai persepsi masyarakat terhadap program CSR suatu perusahaan. Namun terdapat pula berbagai perbedaan seperti perusahaan, metode penelitian, dan kerangka pikir dimana peneliti ingin mengetahui persepsi masyarakat mengenai CSR dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
penelitian-penelitian berikut ini bersinggungan (apakah itu latar belakang, metode, dan permasalahan) dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya;
a. Strategi Komunikasi Program Corporate Social Responsibility PT. Sentra Usahatama Jaya (Studi Program Pengobatan Masal Warga Lingkungan Lijajar Kelurahan Tegal Ratu Kecamatan Ciwandan, Cilegon-Banten) oleh Anglia Puspita Yakti dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada 2013 b. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Program CSR oleh Humas PT.
Semen Tonasa terhadap Komunitas Lokal di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan oleh Sitti Murniati Muhtar, Hafied Cangara, dan A. Alimuddin Unde dari Universitas Hasanuddin pada 2012
c. Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kecamatan Ngampian Kota Yogyakarta oleh Lufti Kristina Palupi dari Universitas Negeri Yogyakarta pada 2014
d. Redesain Kebijakan Pembangunan Pulau Batam yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan oleh Budi Situmorang dari Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada 2008
2.3.
Kerangka Konseptual
dalamnya. Proses komunikasi yang baik menjamin tahapan-tahapan praktik CSR terlaksana dengan baik pula. Oleh karena itu, inisiatif CSR yang dimiliki oleh perusahaan perlu dikomunikasikan untuk mencapai kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Komunikasi tidak hanya berfungsi untuk penyamaan makna antara pihak-pihak internal dalam perusahaan ATB yang menyelenggarakan CSR saja (intergroup). Komunikasi juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dengan stakeholder yang terlibat dalam program CSR tersebut, misalnya masyarakat atau komunitas yang diundang untuk ikut menanam pohon bersama, maupun masyarakat yang berada di sekitar wilayah penanaman pohon. Dalam mengkomunikasikan program ini, terdapat faktor-faktor komunikasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Menurut Cutlip, Center, dan Broom (2006) ada tujuh faktor yang berperan dalam menciptakan keberhasilan suatu komunikasi. Ketujuh faktor yang disebut sebagai 7C’s of Communication terdiri atas
Credibility, Context, Content, Clarity, Countinuity and Consistency, Channel, dan
Capability of the Audience.
CSR yang dilakukan oleh PT. ATB sesuai dengan Pedoman CSR Bidang Lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup haruslah (1)
Dikelola oleh negara bekerjasama dengan pihak swasta
PT. Adhya Tirta Batam (ATB) Menjalin Konsesi dengan Pemerintah Kota Batam untuk Mengelola Air hingga 2020
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan aliran konstruktivisme. Dalam Aditya (2011:32), Moleong (2005) menyebutkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitiannya misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
persepsi atau pemahaman yang membantu prosesinterpretasi komunikasi dari CSR. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial mereka. (Hidayat dalam Hayuningrat, 2010:29). Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut. (Patton dalam Hayuningrat, 2010:30)
3.2.
Sumber Data
Stakeholders pula ikut menjadi sumber informasi (informan) penelitian, wawancara dengan stakeholders disesuaikan dengan keberadaan stakeholders.
Stakeholders ATB terdiri atas beneficiaries atau penerima program dan masyarakat lain yang terlibat seperti media massa, pemerintah, dan komunitas masyarakat. Penerima penanaman pohon (beneficiaries) terdiri atas masyarakat sekitar perumahan dan fasilitas umum, sekolah, dan daerah resapan air. Dari
Peneliti mewawancarai Penanggung Jawab BatamPos yang belakangan ini menjadi media partner ATB dan menjadi co-organizer pada ATB Festival Hijau. Peneliti juga mewawancarai staff BP Batam yang mengurusi permasalahan air dan berhubungan langsung dengan ATB.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlansung dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
mendalam artinya, peneliti bertatap muka secara langsung dengan narasumber untuk mendapatkan data lengkap dan mendalam. Pada wawancara ini pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons narasumber, artinya narasumber bebas memberikan jawaban. Selanjutnya narasumber dibedakan antara responden—orang yang akan diwawancarai hanya sekali dengan informan—orang yang ingin dipahami peneliti sehingga ada kemungkinan wawancara terjadi beberapa kali. Hanya ada satu narasumber yang menjadi informan dalam penelitian ini yakni manajer departemen corporate communication.
Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi di antara subjek yang diteliti. Nantinya teknik ini dapat mengumpulkan data berupa interaksi dan percakapan, artinya selain perilaku non-verbal juga mencakup perilaku verbal dari orang-orang yang diamati. Ini mencakup antara lain apa saja yang dilakukan, bagaimana gaya perbincangan, benda-benda apa yang dibuat atau digunakan, dan lain-lain. Hasil observasi ini dicatat oleh peneliti dalam note/diary penelitian.
3.4.
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, banyak instrumen yang digunakan seperti buku catatan, print out publikasi dari web, laporan, atau publikasi perusahaan, komputer pribadi, handphone, kamera, recorder, dan alat tulis lain yang menunjang peneliti untuk mengumpulkan kemudian menganalisis data. Namun
key instrumentnya terletak pada peneliti sendiri. Menurut Sugiyono (2014), untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
3.5.
Metode Analisis Data
suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh untuk selanjutnya dikembangkan, diperiksa, dan disesuaikan dengan teori yang ada.
Peneliti telah melakukan analisis data sebelum memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Peneliti sudah terlebih dahulu melakukan analisa terhadap publikasi-publikasi berbagai program CSR yang dilaksanakan oleh ATB dari berbagai sumber. Kemudian peneliti menentukan fokus penelitian yakni program CSR bidang lingkungan berupa penanaman pohon dan membatasi pada analisis komunikasi serta persepsi masyarakat terhadap program tersebut.
Selanjutnya analisis data dalam kasus ini menggunakan model Miles and Huberman, yang dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai dirasa belum memuaskan, peneliti dapat melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, sampai diperoleh data yang diinginkan. Aktivitas dalam analisis data model ini terdiri atas data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
dilakukan oleh peneliti didiskusikan dengan pemimbing dan orang lain yang dianggap kredibel. Hal ini dilakukan agar wawasan peneliti lebih berkembang sehingga dapat mereduksi dan memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.
b. Penyajian Data. Dalam penelitian ini penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart,
dan sejenisnya Namun yang paling sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan tindakan selanjutnya. c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian
3.6. Uji Validitas dan Kredibilitas Data
3.6.1. Uji Credibility
Pada penelitian ini uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, menggunakan bahan referensi, dan triangulasi. Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.
orang yang bisa dijadikan narasumber, peneliti berhenti mengunjungi lokasi tersebut.
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati, tidak sekedar jadi atau asal-asalan saja. Peneliti banyak membaca buku, hasil penelitian seperti dari jurnal, skripsi, atau tesis terdahulu, artikel-artikel, dan dokumentasi dari berbagai sumber yang masih berhubungan dengan komunikasi dan persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
Selain itu dalam mengumpulkan dan menganalisis serta menyajikan data, peneliti juga menggunakan berbagai bahan referensi untuk mendukung untuk pembuktian data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara didukung oleh rekaman wawancara, data tentang observasi interaksi manusia didukung dengan adanya dokumentasi berupa foto-foto atau video. Dengan cara demikian data lebih dapat dipercaya dan dapat dibuktikan bahwa data benar adanya tidak dikarang-karang.
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, apakah itu observasi, wawancara, atau dokumentasi. Misalnya seperti mengamati dan bertanya kepada staff dan manajer departemen corporate communication mengenai hasil wawancara sebelumnya. Triangulasi waktu tidak dilakukan mengingat waktu penelitian yang terhitung singkat, yakni sejak akhir September 2016 hingga akhir Januari 2016 di mana pada rentang waktu tersebut tidak terjadi perubahan situasi yang signifikan dalam permasalahan yang diteliti.
3.6.2. Uji Transferability
jelasnya, semacam apa hasil penelitian tersebut dapat diberlakukan, maka laporan (dalam hal ini skripsi) tersebut memenuhi standar transferabilitas.
3.6.3. Uji Dependability dan Conformability
Dependabilitas dari penelitian ini diuji dengan supervisi dan pelibatan pembimbing dari awal hingga akhir proses penelitian. Pembimbing mengarahkan mulai dari bagaimana peneliti menentukan permasalahan, memasuki lapangan, menentukan sumber data, menganalisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan. Dalam penelitian kualitatif, uji conformability
hampir mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan bersamaan. Menguji konformabilitas berarti menguji hasil penelitian apakah sesuai dengan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, agar memenuhi standar konformabilitas. Dalam penelitian ini, data yang disajikan dapat dibuktikan sumber dan keabsahannya.
3.7.
Waktu Penelitian
Tabel 3.1.
Waktu Penelitian
N
o Kegiatan
Waktu
2016 2017
Jul Sep Sep-Des Jan Feb Mar Apr
1 Penyusunan dan uji proposal
2
Pengurusan dan izin administrasi
penelitian
3 Pengumpulan data
4 Analisis dan penafsiran data
5 Penyusunan laporan akhir
6 Seminar (uji) hasil penelitian
7 Perbaikan hasil seminar penelitian 8 Sidang skripsi
9 Perbaikan hasil sidang skripsi
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum PT Adhya Tirta Batam (ATB)
A. Sejarah dan Perkembangan ATB
PT. Adhya Tirta Batam (ATB) adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan secara sah berdasarkan hukum, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing. ATB memiliki izin dan ditunjuk sebagai perusahaan yang memiliki hak eksklusif atau satu-satunya di Pulau Batam untuk mengambil, memanfaatkan dan mengelola air baku menjadi air bersih, serta mendistribusikannya kepada Pelanggan di Pulau Batam. Hak dan kewajiban ini didasarkan atas Surat Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam) Nomor 062/UM-KPTS/XI/1995 tertanggal 15 November 1995 tentang
“Pengelolaan Air Bersih di Pulau Batam oleh PT. Adhya Tirta Batam”. Ketika