• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM islam"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM

Adanya aliran hukum adalah ditentukan oleh masa dan waktu yang sehingga oleh para ahli hukum membuat penafsiran hukum berdasarkan waktu dan tempat sehingga untuk pada saat ini para ahli hukum selalu mengkaji hukum itu berdasarkan dengan adanya Timbulnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukan pergulatan pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum. Apabila pada masa lalu, filsafat hukum merupakan produk sampingan dari para filsuf, dewasa ini kedudukannya tidak lagi demikian karena masalah-masalah filsafat hukum telah menjadi bahan kajian tersendiri bagi para ahli hukum.

Aliran-aliran filsafat hukum yang akan dibicarakan yaitu: (1) Aliran Hukum Alam; (2) Positivisme hukum; (3) Utilitaianisme; (4) Mazhab Sejarah; (5) Sociological Jurisprudence; (6) Realisme Hukum; (7) Freirechtslehre.

1. Aliran Hukum Alam

Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu: Irasional dan Rasional.

A. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Pendukung aliran hukum alam irasional antara lain:

a. Thomas Aquinas (1225-1274): yang mengatakan ada 4 macam hukum yaitu:

1. lex aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia)

2. lex devina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia)

(2)

4. lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia didunia)

b. John Salisbury (1115-1180): menurutnya jika kalau masing-masing penduduk berkerja untuk kepentingan sendiri, kepentingan masyarakat akan terpenuhi dengan sebaik-baiknya. c. Dante Alighieri (1265-1321): menurutnya, badan tertinggi yang

memperoleh legitimasi dari tuhan sebagai monarki dunia ini adalah kekaisaran romawi.

d. Piere Dubois (lahir 1255): ia menyatakan bahwa penguasa dapat langsung menerima kekuasaan dari tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja.

e. Marsilius Padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317): Padua berpendapat bahwa Negara berada diatas kekuasaan Paus. Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. Dan Occam berpendapat rasio manusia tidak dapat memastikan suatu kebenaran.

f. John Wycliffe (1320-1384) dan johnannea Huss (1369-1415): Wycliffe berpendapat kekuasaan ketuhanan tidak perlu melalui perantara, sehingga baik para rohaniawan maupun orang awam sama derajatnya dimata tuhan. Dan huss mengatakan bahwa gereja tidak perlu memiliki hak milik.

B. Sedangkan pendukung hukum alam rasional adalah:

a. Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643): menurutnya sumber hukum adalah rasio manusia.

b. Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Cristian Thomasius (1655-1728): Pufendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran manusia. Dan Thomasius mengatakan manusia hidup dengan bermacam-macam naluri yang bertentangan satu dengan lainnya.

(3)

2. Positivisme hukum

Positivisme hukum (Aliran Hukum Positif) memandang perlu secara tegas memisahkan antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen). Positivisme hukum dapat dibedakan dalam dua corak yaitu:

A. Aliran Hukum Positif Analistis: John Austin (1790-1859)

Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Dan menurutnya hukum dipandang sebagai suatu system yang tetap, logis, dan tertutup. Hukum yang sebenarnya memiliki emapat unsure yaitu:

 Perintah (command)

 Sanksi (sanction)

 Kewajiban (duty)

 Kedaulatan (sovereignty)

B. Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen, harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsure sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah yang dikenal dengan teori hukum murni. Baginya hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sbagai mahluk rasional.

3. Utilitaianisme

Utilitaianisme atau Utilisme adalah aliran yang meletakan kemanfaatkan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan. Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukan kedalam Positivisme Hukum, mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan tujun hukum adalahmenciptakan ketertiban masyarakat. Pendukung Utilitarianisme yang paling penting yaitu:

a. Jeremy Bentham (1748-1832): ia berpendapat bahwa alam memberikan kebahagian dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi kesusahan. Kabaikan adalah kebahagian, dan kejahatan adalah kesusahan.

(4)

dicapai oleh manusia bukan benda atau sesuatu hal tertentu, melainkan kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.

c. Rudolf von Jhering (1818-1892): baginya tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan “kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenagan dan menghindari penderitaan.

4. Mazhab Sejarah

Tokoh-tokoh penting Mazhab Sejarah yaitu:

a. Friedrich Karl von savigny (1770-1861): menurutnya hukum timbul bukan karena perintah penguasa atau karena kebiasaan, tetapi karena perasaan keadilan yang terletak dalam jiwa bangsa itu.

b. Puchta (1798-1846): sama dengan savigny, ia berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang bersangkutan. c. Henry Summer Maine (1822-1888): ia melakukan penelitian untuk

memperkuat pemikiran von Savigny, yang membuktikan adanya pola evolusi pada pembagi masyarakat dalam situasi sejarahyang sama.

5. Sociological Jurisprudence

Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang abik haruslah hukum yang sesuai dengan yang hidup di masyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum yang hidup (the living law)

Tokoh-tokoh aliran Sociological Jurisprudence antara lain adalah:

a. Eugen Ehrlich (1862-1922): ia beranggapan bahwa hukum tunduk pada ketentuan-ketentuan social tertentu. Hukum tidak mungkin efektif, oleh karena ketertiban dalam masyarakat didasarkan pengakuan sosial terhadap hukum, dan bukan karena penerapannya secara resmi oleh Negara.

(5)

6. Realisme Hukum

Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting diantaranya:

a. Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tangan hukum.

b. Realisme adalah konsepsi hukumyang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social, sehingga tiap bagian hrus diuji tujuan dan akibatnya.

c. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan harusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.

d. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum, sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum menggambarkan apa yang sebebarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orang.

e. Realisme menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.

Sebenranya realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut Friedmann, persamaan Realisme Skandinavia dengan Realisme Amerika adalah semata-mata verbal.

A. Realisme Amerika.

Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim, semua yang dimaksud dengan hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai penemu hukum daripada pembuat hukum yang mengandalkan peraturan perundang-undangan.

Tokoh-tokoh utama realisme amerika yaitu:

a. Charles Sanders Peirce (1839-1914): ia adalah orang pertama yang memulai pemikiran pragmatism, dimana menyangkal kemungkinan bagi manusia untuk mendapat suatu pengetahuan teoritis yang benar.

(6)

perundang-undangan, unsur kepribadian, prasangka, dan factor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan hukum.

c. Oliver Wendell Holmes (1841-1935): ia berpendapat bahwa pikiran-pikiran tentang apa yang akan diputuskan oleh pengadilan itulah yang dimaksud dengan hukum.

d. William James (1842-1910): menurutnya pragmantisme adalah nama baru untuk beberapa pemikiran yang sama, yang sebenarnya juga positivis.

e. John Dewey (1859-1952): inti ajaran dewey adalah bahwa logika bukan berasal dari kepastian-kepastian dari prinsip-prinsip teoritis, seperti silogisme, tetapai suatu studi tentangkemungkinan-kemungkinan.

f. Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938): ia beranggapan bahwa hukum mengikuti perangkat aturan umum dan yakin bahwa penganutan terhadap preseden seharusnya merupakan aturannya, dan bukan merupakan pengecualian dalam pelaksanaan peradilan.

g. Jerome Frank (1889-1957): menurutnya hukum tidak disamakan dengan suatu aturan yang tetap.

B. Realisme Skandinavia.

Tokoh-tokoh utama Realisme Skandinavia antara lain adalah:

a. Axel Hagerstrom (1868-1939): ia menyatakan bahwa hukum sehrusnya di selidiki dengan bertitik tolak pada data empiris, yang dapat ditemukan dalam perasaan piskologi.

b. Karl Olivecrona (1897-1980): menurutnya adalah keliru untuk menganggap hukum sebagai perintah dari seseorang manusia, sebab tidak mungkin ada manusia yang dapat memberikan semua perintah terkandung dalam hukum itu.

(7)

dalam arti yuridis yang benar. Keempat, supaya hukum yang berlaku harus ada kompetensi pada orang-orang pembentuknya. d. H.L.A. Hart (1907-1992): ia mengatakan hukum harus dilihat,

baik dari aspek eksternal maupun internalnaya.

e. Julius Stone: ia memandang hukum sebagai suatu kenyatan sosial. Ia juga berpendapat hukum harus dibedakan dari moral. f. John Rawls (lahir 1921): ia mengembangkan pemikirannya

tentang masyarakat yang adil dengan teori keadilanya yang dikenal pula dengan teori posisi asli.

7. Freirechtslehre.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga ketika hukum Islam menjadi bagian tidak terpisahkan dalam sebuah undang-undang maka hal tersebut bukanlah suatu keanehan, bahkan sudah selayaknya sebagai sistem hukum yang

pinjam meminjam dengan al-qardh. Teori- teori ini adalah sarana untuk menciptakan iklim perekonomian yang sehat sehingga lalu lintas perniagaan bisa dirasakan oleh

Tetapi pada dasarnya bukanlah demikian, hukum dijadikan penentu keseharian hidup bernegara memiliki makna bahwa dengan hukum memiliki daya ikat dan sanksi yang tegas maka

menolak ra‟yi serta aliran sesungguhnya tidak tepat, karena aliran ahli al-Hadits juga menggunakan ra‟yu dalam penalaran mereka, begitu pula halnya aliran ahli al-ra‟yu yang

meninggalnya sitertuduh, kadaluarsa, penyelesaian diluar pengadilan, daya paksa, pembelaan terpaksa, melaksanakan perintah Undang-Undang, melaksanakan perintah jabatan yang

tetapi dari segi kebutuhan pengadilan yang memerlukan hukum formil dan hukum materil, maka undang-undang Nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk,

Maka pembangunan hukum nasional hanya akan dapat dicapai, apabila tercipta suatu pola pandang tentang hukum yang akan dibangun itu tidak saja hukum dalam pengertian

Pembukaan tidak dapat diubah sebagaimana telah diuraikan pada saat membahas makna essensial Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang menyangkut kedudukan Pembukaan Undang-Undang