• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIRAN PEMIKIRAN DALAM HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ALIRAN PEMIKIRAN DALAM HUKUM ISLAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ALIRAN PEMIKIRAN DALAM HUKUM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Fiqih Dosen : Kurnia Muhajarah, M.S.I

Oleh :

Afiatul Afida (1601016081) Nur Aenatul Khoria (1601016082) M.Zaenul Latif (1601016083) Khilya Kholilatul. A (1601016084)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2016

(2)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada waktu pertengahan abad yang pertama hijriah sampai pada awal abad keempat, tidak kurang dari sembilan belas aliran hukum yang sudah tumbuh dalam agama islam. Dalam kenyataan ini cukuplah sudah menunjukkan kepada kita betapa ahli - ahli hukum pada waktu dulu tak putus-putusnya bekerja untuk menjalankan dengan kebutuhan – kebutuhan peradaban yang terus tumbuh. 1

Dengan adanya aliran – aliran dalam fiqih ini karena adanya perbedaan di sekitar metode berijtihad yang menimbulkan perbedaan pendapat. dari perbedaan pendapat ini terbentuklah kelompok – kelompok fiqih yang pada mulanya terdiri dari murid – murid para imam mujtahid.sehingga kelompok – kelompok ini menjadi berkembang dan tersebar. Selain itu, kelompok ini pun mempertahankan imamnya,kemudian akhirnya terbentuklah mazhab – mazhab yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, kita tidak dianjurkan untuk mengikuti mereka akan tetapi kita dianjurkan untuk kembali kepada dalil-dalil dalam berijtihad. Walaupun dengan cara itu ada kemungkinan hukum yang dihasilkan berbeda dengan pendapat mereka. Dengan kata lain para imam mujtahid mendorong untuk berijtihad. Hal ini dibuktikan oleh ucapan madzab itu sendiri, seperti Imam Abu Hanifah yang berkata tentng hasil ijtihadnya :

“Inilah hasil ijtihadku, tetapi barang siapa yang mempunyai pendapat yang lebih baik dari hasil ijtihadku ini, maka itulah yang harus dipegang”. Imam Syafi‟i juga berkata :

“Apabila Hadist itu shahih itulah pendapatku“. Maksudnya Imam Syafi‟i selalu berpegang pada hadist yang shahih. 2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana memahami aliran-aliran pemikiran dalam hukum islam?

2. Bagaimana pemikiran ahlul hadis dan ahlul ra‟yi terhadap aliran-aliran dalam fiqh?

3. Apa faktor- faktor munculnya aliran Ahlu Hadits dan Ahlu Ra‟yi ?

1 Iqbal, Muhammad, Dr, The Reconstruksion of Religious Thought in Islam.Terjemahan Ali Audah dengan judul, Membangun Kembali Pikiran Agama Islam,Tintamas, Jakarta,1996, hal. 160.

2 Abu Zahrah, Muhammad, Dr. Tarikh al-Madzahib al-Fiqhiyah, Mathba’ah al.Madani,tanpa tahun, hal.86.

(3)

2

II. PEMBAHASAN

A. Memahami Aliran Pemikiran Dalam Hukum Islam

Ijtihad merupakan salah satu hal yang di syariatkan dalam agama islam sebagaimana rasullah SAW juga melakukan ijtihad dalam menghadapi masalah yang belum ada nashnya.

Kemudian dalam ijtihad akan selalu muncul suatu perbedaan pendapat yang pada mulanya masih sangat terbatas, namun hal itu akan terus berkembang karena adanya sebab-sebab baru yang memicu timbulnya perselisihan. Perbedaan pendapat ini semakin meningkat dengan terjadinya fitnahan-fitanahan yang dilontarkan oleh orang-orang yang menyusup kedalam islam dan mereka ini menaruh dendam terhadap islam. Hal ini mengakibatkan lemahnya jiwa kaum muslimin yang mudah tertipu rayuan para penyusup. Dan fitnahan tersebut yang menyebabkan terbunuhnya Ustman bin Affan dimana kaum muslimin sesudah peristiwa itu terpecah menjadi tiga golongan yaitu : syiah, khawarij, dan jumhur yang kemudian dinamakan ahli sunnah. 3

Mereka terpecah karena adanya perbedaan pendapat dalam hal ke-khalifahan dan dalam menentukan siapa sebenarnya orang yang lebih berhak menduduki jabatan khalifah itu, dan juga karena adanya sebab takhim yang terjadi dalam pertentangan antara Ali dan Muawiyah. Dimana masing-masing golongan mempunyai pendapat yang saling bertentangan.

Mereka berjalan sesuai kehendak masing-masing dan berjuang demi kejayaan akidah serta keyakinanya masing-masing sehingga timbul perselisihan baru disekitar hukum-hukum muamalah yang menyebabkan lahirnya fiqh khawarij, syiah dan ahli sunnah.

Masalah ini terus berkembang sehingga menimbulkan perbedaan pendapat pada tiap- tiap golongan itu, sehingga semakin betambah banyaknya aliran-aliran fiqh. Dan yang paling mendekati kebenaran diantara madzab-madzab lain yang berpegang teguh pada al-qur‟an dan sunnah rosul yakni madzab ahli sunnah. Kalaupun ada perbedaan diantara aliran-aliran dalam ahli sunnah, maka mereka menggunakan metode istimbath. Sedangkan aliran-aliran selain ahli sunnah, sering kali mereka menciptakan hal-hal yang baru yang dapat merenggangkan hubungan antara mereka dengan ahli sunnah, dapat keluar dari ajaran agama islam. Maka pada kesempatan kali ini kami akan memperkenalkan tentang aliran-aliran dalam fiqh, yang diperkirakan masing-masing masih mempunyai pengikut sampai sekarang, diantaranya :

1. Khowarij

Orang-orang Khawarij sangat ekstrim dalam maslah-masalah agama. Mereka berpendapat bahwa ke khalifahan dipilih dengan cara bebas oleh kaum muslimin sendiri, calon tidak terbatas pada golongan tertentu, berbeda dengan pendapat golongan syi‟ah yang hanya membatasi kepada Ali bin Khatab dan keturunannya saja, sedangkan jumhur membatasi pada kaum Quraisy saja. Kaum khawarij berpendapat bahwa siapa saja yang menjadi khalifah maka ia wajib ditaati selama ia juga taat terhadap Allah SWT dan Rosulluah SAW. Dan tidak berhak menolak kekhalifahanya serta tidak ada keberatan atas adanya khalifah menurut banyaknya negara.

3 Siroj, Khozin. Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, FE UII Yogyakarta, 1981, hal.41.

(4)

3

Kaum Khawarij mwmpunyai aktifitas sendiri dalam ilmu fiqh adanya pada masa- masa pertama islam, mereka sangat radikal dalam menerima ajaran-ajaran agama (yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Hadist) yang dipelajari dari ulama-ulama mereka sebagai hasil ijtihad ahli fiqh mereka dalam masalah yang tidak ada nash-nya karena mereka tidak mengakui adanya ijma‟ para ulama sebagai dalil. Menurut mereka hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran mereka.

Kaum Khawarij terpecah menjadi kelompok-kelompok, ada yang mengatakan mereka terpecah menjadi 20 golongan diantaranya golongan “Azariqah”, “Najdiyah”, dan

“Shafriyah”. Tiap-tiap golongan mempunyai aliran-aliran ajaran khusus diantaranya terdapat ajaran yang ekstrim dan lunak dalam batas-batas tertentu. Namun aliran-alirannya sudah tidak ada lagi kecuali aliran Ibadhiyah, yang dipelopori oleh Abdullah bin Ibadh (w. 743 M).

Aliran ini tidak melarang anggotanya menikah dengan orang islam selain golongannya, juga tidak melarang mewariskan harta pustaka kepada orang islam dari golongan lain, tidak membolehkan pengikutnya memerangi siapa saja umat sebelum mengajukan hujjah dan memproklamikan perang.

Kaum khawarij mempunyai pendapat dengan ahli sunnah dalam beberapa masalah diantaranya diperbolehkannya berwasiat kepada ahli waris, dll. Namun juga mempunyai perbedaan pendapat dalam hal-hal tertentu. Fiqh madzab khawarij tertulis diberbagai kitab, baik dicetak maupun ditulis. Diantara kitab terpenting yang sudah dicetak ialah kitab :

“Syahrun Naili” karangan Muhammad bin yusuf bin Athfshy yang terdiri dari 10 juz.

Pengikut madzab ini mayoritas terdapat di Marokko, di Afrika sebelah utara dan di Oman, di Jazirah Arab, yang merupakan tempat kekuasaan mereka. 4

2. Syi‟ah

Syiah adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang berkeyakinan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu rukun agama, dan bahwa Rosullulah Saw. telah mewariskan kepemimpinan tersebut kepada Ali. Namun demikian kaum syiah ini terpecah menjadi beberapa golongan disebabkan oleh perselisihan mereka dalam hal kekhalifahan (orang-orang yang berhak duduk sebagai khalifah) .

Apakah khalifah ini harus dipegang oleh anak-anak Ali dari perkawinannya dengan Fatimah putri Rosulullah Saw. saja ataukah juga dengan hasil perkawinannya dengan isrinya yang lain (selain Fatimah). Apabila kekhalifahan tersebut harus dipegang oleh anak-anak Fatimah, apakah hal ini berlaku bagi mereka secara bergilir satu persatu atau berlaku secara pilihan, artinya hanya bagi mereka yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan saja.

Aliran-aliran dalam syiah sebagian ada yang lunak, artinya pendapat mereka tentang hukum islam tidak jauh berbeda dengan ahli sunnah dan adapula beberapa aliran yang sangat ekrtrim (menyimpang dari ajaran islam). Namun aliran ini sudah banyak yang tidak ada lagi,

4 Siroj, Khozin. Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, FE UII Yogyakarta, 1981, hal.42-43.

(5)

4

hanya tinggal beberapa saja yang masih mempunyai pengikut seperti Zaidiyah, Imamiyah, dan Islamiyah.5

Kemudian dari aliran syiah ini muncul para mujtahid, seperti : Imam Zaid ibn Aly Ibn al- Husaen (80-122 H) dan Imam Ja‟far al-Shadiq (80-146 H). Selain itu masih banyak lagi Imam mujtahid yang menjadi iImam dam madzhabnya sendiri, tapi kemudian para pengikutnya berkurang serta fatwa-fatwanya pun ditinggalkan para pengikutnya sementara catatan sejarah juga hampir melupakannya. Madzab- madzab itu disebut ”almadzahib al ba‟idah” ( madzab-madzab yang para pengikut dan ajaran-ajarannya telah menjauh atau punah), diantaranya : Imam abd Rohman ibn Muhammad Alauza‟iy (88 H-175 H ), Imam Daud Ibn Aly Ibn Khalaf al-Zhahiry (224 H-334 H), Muhammad Ibn Jarir Ibn Yazid al- Thabary (224 H-310 H) dsb.

3. Ahli Sunnah Wal Jamaah

Dalam masa-masa perkembangan ijtihad banyak para mujtahid ahli sunnah yang memfokuskan perhatiannya kepada masalah fiqh. Mereka mencurahkan hampir seluruh hidupnya untuk mendalami ilmu fiqh baik mengambil jalan istimbath maupun dalam mengerjakannya.

Para ahli fiqh telah banyak mewariskan kumpulan-kumpulan hasil ijtihad baik yang tertulis dalam buku-buku fiqh ataupun berupa amanat yang dipegang teguh oleh para pengikut sehingga dalam menghadapi berbagai masalah persoalan mereka dengan mudah mengetahuinya. Kumpulan-kumpulan hasil ijtahid dikenal dengan aliran-aliran fiqh al- Madzahibul Fiqhiyyah/ Al-„A‟immah Al-Arba‟ah dari kalangn Madzhab ahli sunnah wal jam‟ah (ahli sunnah) yaitu Madzhab Hanafi (Abu Hanifah An-nu‟man Bin Tsabid 80-150 H), Madzhab Maliki (Imam Malik Bin Annas Bin Malik Bin‟Amir 93-179 H), Madzhab Syafi‟i (Imam Muhammad Ibnu Idris Al-syafi‟iy 150-204 H) dan madzab Hanafi/ Hanabilah (Imam Ahmad Ibnu Hanbal 164-241 H).6

B. Sejarah pemikiran ahli hadis dan ahli ra’yi terhadap aliran - aliran dalam fiqh

Pada masa Tabi‟in ini, umat Islam sudah terpecah kepada tiga kelompok, yaitu Khawarij, Syi‟ah, dan Jumhur.setiap golongan berpegang teguh kepada pendapat masing- masing dan pada umumnya merasa bangga serta berusaha mempertahankannya. Hal ini menimbulkan perbedaan pandangan dalam menetapkan hukum islam. Golongan Khawarij, misalnya mereka berpendapat bahwa orang melakukan dosa besar hukumnya kafir sementara golongan yang lain tidak berpendapat demikian. Demikian pula hal nya golongan Syi‟ah, contoh dalam masalah : Hadist dipegang golongan sy‟ah dalam menetapkan hukum adalah hadits yang diriwayatkan Ahlu al-Bait dan mereka tidak menerima qiyas sebagai dalil hukum,

5 Siroj, Khozin. Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, FE UII Yogyakarta, 1981, hal.43.

6 Siroj, Khozin. Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, FE UII Yogyakarta, 1981, hal.44.

(6)

5

karena qiyas didasarkan kepada pemikiran manusia.7 Golongan Jumhur dalam menetapkan hukum terbagi kepada dua golongan:

1. Ahl al-Hadits

Golongan ini berkembang di Hijaz. Dalam menetapkan hukum, mazhab ini pertama-tama sangat terikat kepada teks-teks al-Qur‟an dan Sunnah. Bila dalam menetapkan hukum suatu masalah tidak ditemukan hukumnya dalam nash al-Qur‟an dan al-Sunnah, mereka berpaling kepada praktek dan pendapat para sahabat. Mereka menggunaka Ra‟yu hanya pada keadaan yang terpaksa. Namun dalam hal-hal yang tidak ditemukan nashnya dan tidak ada pula pendapat serta praktek sahabat, mereka sepakat untuk menggunakan ijtihad dengan metode dan proposi yang berbeda. Tokoh- tokoh aliran ini termasyihur adalah al-Zuhry, al-Tsaury, Malik, Syaf‟i, Ahmad Ibn Hanabal dan Dawud Al Zhahiry.

2. Ahl al-Ra‟yi

Golongan ini berkembang di Kufah (Irak). Dalam menetapkan hukum, mazhab ini banyak terpengaruh cara berpikir ulama-ulama Irak. Mereka mengikuti pola pikir „Umar Ibn Khathab, Ali Ibn Thalib dan Ibn Mas‟ud. Ketiganya adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang banyak menggunaka ra‟yu dalam menetapkan hukum. Pola pikir mereka inilah yang dikembangkan oleh Alqamah Ibn Qais, Al-Aswad Ibn Yasid al-Nakha‟iy, Masruq Ibn Ajda, Ubaidah Ibn „Amr, Syuraikh Ibn Harits, Harits al-A‟war dan Abu Hanifah. Dalam menetapkan hukum, mazab ahli ra‟yi ini berlandaskan pada beberapa asumsi dasar, antara lain:

a. Nash-nash syari‟ah sifatnya terbatas, sedangkan peristiwa-peristiwa huum selalu baru dan senantiasa berkembang. Oleh karena ituu, terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak ada nashnya, ijtihad didasarkan kepada ra‟yu sesuai dengan ucapan Mu‟adz bin Jabal ketika diutus oelh Rosulullah ke Yaman, bahwa bila ia tidak menemukan nash dari al-Qur‟an dan al-Sunnah, ia akan berijtihad dengan ra‟yu (pendapat)nya.

b. Setiap hukum syara‟ dikaitkan dengan„illat tertentu dan ditujukan untuk tujuan tertentu. Tugas utama seorang faqih ialah menemukan „illat ini. Oleh sebab itu, ijtihad merupakan upaya menghubungkan suatu kasus dengan kasus lain karena

„illatnya, atau membatalkan berlakunya satu hukum karena diduga tidak ada

„illatnya.

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra‟yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh karena itu, aliran ini sangat dominan menggunakan ra‟yu dengan ijtihad. Muncil anggapan bahwa bahwa dalam dalam periode ini terdapat dua aliran yang berbeda secara mencolok, yaitu: aliran pedukung hadits dan

7 Tahido Yanggo, Huzaemah, Dr. Pengantar Perbandingan Madzab, Logos Wacana Ilmu, 1997: Jakarta. Hal.32- 34.

(7)

6

menolak ra‟yi serta aliran sesungguhnya tidak tepat, karena aliran ahli al-Hadits juga menggunakan ra‟yu dalam penalaran mereka, begitu pula halnya aliran ahli al-ra‟yu yang juga menggunakan hadits dalam menetapkan hukum. Imam malik, meskipun ia seorang ahli Hadits, tetapi banyak menggunakan ra‟yu dalam kitabnya, Ahl al- Muwaththa, Imam Syafi‟i sesekali menggunakan istilah Ahl al-„Ilmi bi al Hadist wa al-Ra‟yi , yang menunjukan perpaduan antara hadits dan ra‟yu.

Menurut Ahmad Hasan, hingga pada masa al-Syafi‟i, ra‟yu dan hadits saling terjalin dan hukum memperoleh dukungan dari keduanya diberbagai pusat kegiatan hukum. Kelompok yang menolak ra‟yu dan mendukung hadits semata, sampai saat ini belum lahir. Sudah barang tentu, kata Hasan, al-Syafi‟i adalah seorang pendekar dalam hadits dan penentang yang menggunakan ra‟yu secara serampangan. Meskipun demikian, ia tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan ra‟yi dan penalaran dalam argumentasi.

Pada generasi tabii‟in dan imam madzab ini nampaknya pertentangan yang tajam antara ahli hadist dan ahli ra‟yi semakin meruncing bahkan menurut Ahmad Hasan, hal itu terjadi dimasa sesudah Al-Syafi‟i, ketika kecendurungan madzab mengakar kuat pada para pengikut masing-masing madzab. Proses pemisahan secara nyata dimulai pada masa Al-Syafi‟i. Dalam tulisan-tulisannya sering disebut :

“Madinah Sebagai Gudangya Sunah” dan “Irak Sebagai Tempat Ahli Al-Ra‟yi”. Ia juga sering menyebut orang-orang irak sebagai ahli al-qiyas, karena seingnya mereka menggunakan ra‟yi dan qiyas dalam penalaran. Kadang-kadang, kata Al-Syafi‟i, mereka mengkaji suatu hadits denan dasar nalar (ra‟yu).8

C. Faktor-faktor munculnya aliranAhli hadits dan Ahli Ra’yi.

Dari catatan sejarah secara umum dapat disimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya dua aliran ( Ahli Hadts dan Ahli Ra‟yi) yaitu:

1. Hadits-hadits Nabi SAW dan fatwa-fatwa para sahabat di Iraq tidak sebanyak di Hijaz. Karena itu fuqoha Iraq harus memeras otak dan berusaha keras untuk memahami pengertian Nash dan „Illat dalam rangka penetapan hukum dari syara, agar pengertian hukum tersebut tidak terbatas hanya yang tertera pada teksnya saja.

2. Iran merupakan pusat pergolakan politik dan pusat pertahanan golongan Syi‟ah dan Khawarij yang salah satu akinat negatifnya ialah adalah pemalsuan terhadap hadits-hadits Rosululah Saw. Oleh sebab itu, fuqoha Iraq sangat hati-hati dalam menerima Hadits dan apabila hadits tidak sesuai dengan Maqasid al-Syari‟a (tujuan umum prinsip- prinsip Syara) hadits tersebut di ta‟wilkan/ditinggalkan.

3. Karena faktor lingkungan hidup yang berbeda. Iraq pernah lama dikuasai Persia, sehingga memengaruhi hubungan keperdataan dan adat kebiasaan orang Iraq, yang sama sekali tidak dikenal di Hijaz.

8Tahido Yanggo, Huzaemah, Dr. Pengantar Perbandingan Madzab, Logos Wacana Ilmu, 1997: Jakarta. Hal.35.

(8)

7

Sementara di Hijaz sejak masa Rosulullah, sahabat, Tabi‟in, dan Tabi‟tabi‟in (para Imam Mujtahidin) hampir tidak ada perubahan yng berarti, sehingga setiap kejadian hampir ditemukan hukumnya dalam sunnah Rosulullah atau fatwa sahabat dan Tabi‟in. Akibat perbedaan ini, lapangan ijtihad di Iraq semakin meluas dan berkembang, sedangkan di Hijaz menjadi terbiasa memahami dan menetapkan hukum berdasarkan teks dan Nash secara lahiriyah, tanpa susah payah mencari dan mendalami „Illat hukumnya.9

Faktor-faktor tersebut, memengaruhi pandangan para Imam Madzhab dalam menetapkan hukum. Seperti Dawud Ali al-Zhahiry, memandang tidak sah mengabil hukum islam kecuali dari nash-nash secara tekstual. Smeentara fuqoha lain memandang ra‟yi sebagai salah satu sumber hukum islam.

Perbedaan metode yang digunakan dalam mengistimbathkan hukum membawa perbedaan dikalangan para Imam Madzhab. Imam Ibn Hazm al- Andalusy (384-456 H) sebagai imam kedua dari Madzhab Zihiry menggunakan istidlal (dari nash dan ijma‟) dalam penggalian hukum. Imam al-Syafi‟i dominan menggunakan qiyas dan menolkh istihsan. Imam Abu Hanifah menggunakan qyias dan istihsan. Imam Malik,Madzab Zaidiyah dan sebagian Madzab Hanabilah menggunakan qiyas, istihsan, al-Mahsoli al- Mursalah,‟Urf,Ijama, Ahli al-Madinah, al-Dzari‟ah dan al-istishhab.

Sementara Hanabilah, di samping menggunakan qiyas juga menggunakan al- Dzariah dan hadist mursal. Sedangkan Syi‟ah Imamiyah menolak qiyas dalam mengistimbathkan hukum.

Dari keanekaragaman pendapat dan perkembangan madzab-madzab yang begitu subur tersebut, sutu hal yang perlu dicatat ialah sportivitas para mujtahid yang begitu tinggi dan sikap kebanyakan para penganut madzab dari masing-masing madzab yang obyektif. Tanpa mengabaikan kelemahan- kelemahan yang ada, masing- masing mujtahid tetap megakui kelebihan yang stu dengan yang lain dan menyadari kekurangan dirinya masing- masing.

Sebagai ilustrasi, Imam Syafi‟i misalnya, tetap menghormati keistimewaan Imam Abu Hanifah dan keunggulan Imam Ahmad Ibn Hanbal dalam bidang tertentu, seperti tercermin dalam ucapannya :

Artinya : “pengetahuan seseorang dalam masalah fiqh sangat butuh kepada fiqh Abu Hanifah”

Di tempat lain Imam Syafi‟iy juga mengatakan :

9 Tahido Yanggo, Huzaemah, Dr. Pengantar Perbandingan Madzab, Logos Wacana Ilmu, 1997: Jakarta. Hal.36.

(9)

8

Artinya : “ Ketika aku keluar dari Baghdad, tidak ada seorang pun yang aku tinggalkan disana yang lebih utama (unggul),lebih „alim dan lebih faqih dari Ahmad Ibn Hanbal”.

Begitu pula halnya Imam Ahmad Ibn Hanbal ketika ditanya oleh putranya, “Siapa sebenarnya Imam Syafi‟iy sehingga ayah selalu mendoakannya sejak 40 tahun???”. Ia menjawab :

Artinya :”Asy- Syafi‟iy adalah bagaikan matahari yang menerangi dunia dan bagaikan obat buat manusia sehat wal afiat. Oleh sebab itu wahai putraku, lihatlah apakah ada orang yang menggantikan dalam dua hal ini”.

(10)

9

III KESIMPULAN

Dalam menghadapi persoalan-persoalan dan permsalahan-permasalahan yang muncul dan tidak terdapat titik temu jawaban dari al-Qur‟an dan al-Hadits, maka kita dianjurkan untuk ber ijtihad kepada madzhab-madzhab atau para imam mujtahid dalam menggunakan dalil-dalil serta hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh para Imam Mujtahid. Meskipun terkadang banyak perbedaan yang muncul. Maka anggaplah perbedaan tersebut sebaagai keunggulan dari masing-masing para Madzhab atau imam mujtahid.

(11)

10

IV PENUTUP

Demikian beberapa uraian materi tentang pemikiran aliran-aliran dalam hukum islam dalam hukum islam. Semoga makalah ini dapat membantu teman-teman dalam memahami berbagai macam aliran-aliran dalam hukum islam. Apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini kami memohon maaf sebesar-besarnya. Dan akan kami tinaju kembali pada kesempatan lain. Sekian dan terima kasih.

Wallahulmuafiq ila aqwamithoriq, Wassalamualaikum wr.wb.

(12)

11

DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Muhammad, Dr, The Reconstruksion of Religious Thought in Islam.Terjemahan Ali Audah dengan judul, Membangun Kembali Pikiran Agama Islam,Tintamas.1996:Jakarta.

Tahido Yanggo, Huzaemah, Dr. Pengantar Perbandingan Madzab, Logos Wacana Ilmu, 1997: Jakarta.

Siroj, Khozin. Aspek-Aspek Fundamental Hukum Islam, FE UII Yogyakarta, 1981:Yogyakarta.

AP, sofyan, Fikih Alternatif, Mitra Pustaka, 2013:Yogyakarta.

Syahar, Saidus, Drs. Asas – Asas Hukum Islam, Alumni, 1986 : Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

THE IMPLEMENTATION OF MNEMONIC DEVICE BY USING PICTURES TO IMPROVE SEVENTH GRADERS’ SHORT FUNCTIONAL TEXTS.

 Ikan remora menempel dan mengambil sisa makanan yang terdapat di ikan pari.  Sedangkan bagi ikan pari tidak diuntungkan

Angka-angka kejadian enterobiasis tersebut mungkin saja baru sebagian data yang dapat disajikan dan sangat mungkin pula masih banyak data hasil kajian dan survei yang belum

Kesehatan kerja adalah spesialisasi kesehatan atau spesialisasi di bidang kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja atau masyarakat pekerja memperoleh

Perencanaan Agregat didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan ke bulan dan sumber daya produktif yang ada (jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya

Analisis kelayakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kelayakan integrasi sawit-sapi, dengan skala ternak sapi 50 ekor induk untuk usaha pembibitan

Daerah penghasil padi (beras) antara lain Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Hasil pertanian padi..

There are 11 questions in the questionnaire, one question is about accountant’s perception of importance and understanding on employment in general, and the others