• Tidak ada hasil yang ditemukan

TASAWUF DALAM HIERARKI ILMU ILMU ISLAM (13)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TASAWUF DALAM HIERARKI ILMU ILMU ISLAM (13)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TASAWUF DALAM HIERARKI ILMU-ILMU ISLAM

Dosen Pengampu : Dr. Jafar, M.A.

Oleh :

Nama : Laras Ashari Setiawan (0705163038)

Kelas : Fisika 2

PRODI FISIKA

FAKULTAS SAINTEK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas

adalah ilmu Tasawuf. Ilmu tersebut satu mata rantai dengan ilmu-ilmu lainnya dengan

pada sisi luar yang dhahir yang tak ubahnya jasad dan ruh yang tak dapat terpisah

keduanya. Ilmu tersebut dinamakan juga ilmu bathin.

Menurut pendapat Syekh al-Manawi dalam kitab Faed al-Qadir, “Ilmu itu ada

dua macam, ilmu yang ada dalam qalbu, itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang

diucapkan oleh lidah adalah ilmu hujjah/hokum. Dari Abi Syaebah dan Hakim dari

Hasan dan dikatakan Syekh al-Manawi bahwa ilmu bathin itu keluar dari qalbu dan

ilmu dhahir itu keluar dari lidah.

Bahwa ilmu bathin yang keluar dari qalbu itu adalah tasawuf, yang dikerjakan

dan diamalkan oleh qalbu/hati, dan ilmu dhahir yang keluar dari lidah adalah ilmu yang diucapkan oleh lidah dan diamalkan oleh jasad yang disebut juga ilmu syari’ah.

Tasawuf adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

maksud untuk memperbaiki akhlak dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh

kehidupan duniawi semata dan memfokuskan perhatian hanya kepada Allah SWT.

Orang yang ahli dalam tasawuf disebut sufi. Seorang sufi menekankan aspek

rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat

dengan tuhannya.

B. Rumusan Masalah

1 Pengertian Tasawuf.

2 Ciri-ciri Tasawuf Sunni dan Falsafi.

3 Tokoh-tokoh Tasawuf dari Masing-masing Aliran.

C. Tujuan

1 Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca apa itu Tasawuf.

2 Untuk memahami macam-macam aliran Tasawuf.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tasawuf Dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam

Dalam tradisi intelektual Islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu

berdasarkan sudut pandang Islam. Dalam Muqaddimah, Ibn Khaldûn membagi ilmu menjadi dua jenis yaitu:

1. Ilmu-ilmu hikmah dan filsafat (‘ulûm al-hikmiyah al-falsafiyyah) yang diperoleh

dengan akal manusia.

2. Ilmu yang diajarkan dan ditransformasikan (‘ulûm al-naqliyyah al-wadhi‘iyah) yang

bersumber kepada syariat Islam (Alquran dan hadis).

Beliau mengkategorikan tasawuf sebagai salah satu dari beragam ilmu syariah (‘ulûm al

-naqliyyah al-wadhi‘iyah).

Sedangkan dalam pembagian ilmu menurut al-Ghazâlî berdasarkan cara memperoleh ilmu, disebutkan bahwa ilmu terdiri atas dua yaitu:

1. Ilmu yang dihadirkan (‘ilm al-hudhûrî/presential).

2. Ilmu yang dicapai (‘ilm al-hushûli/attained).

Menurut beliau tasawuf dikategorikan sebagai ‘ilm al-hudhûrî.

Sedangkan menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah membagi ilmu menjadi tiga derajat yaitu:

1. ‘ilm jalîyun (didasari observasi, eksperimen, dan silogisme).

2. ‘ilm khafîyun (ilmu makrifat).

3. ‘ilm ladunîyun (didasari ilham dari Allah).

Menurut beliau tasawuf dikelompokkan kepada ‘ilm khafîyun dan ‘ilm ladunîyun.

Dapat ditegaskan bahwa para ulama menempatkan tasawuf sebagai bagian dari ilmu-ilmu

agama, meskipun sebagian ahli menyebutkan bahwa tasawuf dalam bentuk tasawuf

falsafi dipengaruhi oleh agama dan aliran filsafat tertentu.

Ibn Khaldûn telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kitab

(4)

memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah

utama untuk cabang-cabang permasalahannya.

Dari aspek tujuan, pelajar sufi (al-murîd) harus terus meningkatkan kualitas

ibadahnya dan beranjak dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi (al-maqâmât)

sampai mencapai kemantapan tauhid (al-tauhîd) dan makrifat (al-ma‘rîfah). Dari aspek

pembahasan, tasawuf membicarakan empat pokok persoalan yaitu:

1. Pembahasan tentang mujahadah (al-mujahâdâh), zauq (al-dzawq), intropeksi diri

(muhâsabah al-nafs), dan tingkatan-tingkatan spiritual (al-maqâmât).

2. Penyingkapan spiritual (al-kasyf) dan hakikat-hakikat (al-haqîqah) alam gaib (‘âlam

al-gayb).

3. Keramat wali (al-karâmât).

4. Istilah-istilah kaum sufi yang diungkap pasca ‘mabuk’ spiritual (al-syathahât).

Menurut Ibn Khaldûn, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf.

Penolakan fukaha (Sunni) tidak serta merta ditujukan kepada semua jenis tasawuf.

Menurut al-Taftâzânî, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah.1

 Aliran tasawuf terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Tasawuf Sunni

yaitu aliran tasawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan syariat, yang

senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri

kepada allah, dengan berusaha bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran

alquran, sunnah dan sirah (kebiasaan) para sahabat nabi. Tasawuf sunni banyak

berkembang di dunia Islam, terutama di negara–negara yang dominan bermazhab Syafi‘i. Tasawuf ini sering digandrungi orang karena paham atau ajaran-ajarannya tidak terlalu rumit.

Ciri-ciri tasawuf sunni antara lain :

1. Melandaskan diri pada Alquran dan As-Sunnah.

2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat

pada ungkapan-ungkapan syathahat (ucapan-acapan ganjil yang keluar dari mulut seorang sufi). Terminologi-terminologi yang dikembangkan tasawuf

sunni lebih transparan, sehinggga tidak sering bergelut dengan term-term

1

(5)

syathahat. Kalaupun ada term yang mirip syathahat itu dianggapnya merupakan pengalaman pribadi dan mereka tidak menyebarkannya kepada

orang lain. Juga hal itu dianggap sebagai karamah atau keajaiban yang mereka

temui.

3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan

manusia. Dualisme yang dimaksud di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa

meskipun manusia dapat berhubungan dengan tuhan, hubungannya tetap

dalam kerangka yang berbeda antara keduanya, dalam hal esensinya. Sedekat

apapun manusia dengan tuhannya, tidak lantas membuat manusia dapat

menyatu dengan tuhan.

4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari‘at.

5. Lebih terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa

dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah takhalli (usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlaq tercela), tahalli (upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, prilaku dan

akhlaq terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib).

Diantara ini adalah tokoh-tokoh sufisme Sunni yaitu Hasan al-Basri,

Al-Muhasibi, Al-Qusyairi, Al-Ghazali.2

2. Tasawuf Falsafi

tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis

dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam

pengungkapannya yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah

mempengaruhi para tokohnya. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf

Falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ide dasar dari

tasawuf Falsafi adalah Pantheisme (Pantheisme berasal dari kata yunani, yaitu pan

yang berarti semua dan theos yang berarti Tuhan. Jadi pantheisme adalah paham yang menganggap Tuhan adalah immanen [ada di dalam] makhluk~makhluk. Dengan kata

lain Tuhan dan alam adalah sama). Tentunya ajaran tasawuf para sufi banyak

terpengaruh oleh teori-teori filsafat. Mereka mempunyai teori mendalam mengenai

soal jiwa, moral, pengetahuan, wujud, yang berdampak besar bagi para sufi

sesudahnya.

2

(6)

Perbedaan tasawuf Sunni dan Falsafi ialah tasawuf Sunni lebih menonjol kepada segi

praktis ( لمعلا ), sedangkan tasawuf Falsafi menonjol kepada segi teoritis ( يرطنلا )

sehingga dalam konsep-konsep, tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio

dengan pendektan-pendekatan filosofis yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan

sehari-hari khususnya bagi orang awam. Kaum sufi Falsafi menganggap bahwasanya

tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga manusia dan alam semesta,

semuanya adalah Allah. Mereka tidak menganggap bahwasanya Allah itu zat yang

Esa, yang bersemayam diatas Arsy.3

Ciri-ciri Tasawuf Falsafi :

1) Ajaran-ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf dengan

sejumlah ajaran filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama

Nasrani.

2) Para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang

berbeda dan beraneka ragam, sejalan dengan ekspansi Islam yang berjalan saat

itu.

3) Adanya terminologi-terminologi filsafat dalam pengungkapan

ajaran-ajarannya yang maknanya disesuaikan dengan ajaran tasawuf yang mereka

anut dan berkecenderungan mendalam pada pantheisme.

4) Terkadang menimbulkan ungkapan-ungkapan yang samar (syathahat) akibat

dari banyaknya peristilahan khusus yang hanya dimengerti oleh kalangan

tertentu.

5) Obyek utama yang menjadi perhatian para sufi filosofi adalah :

a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul darinya.

b. Iluminasi ataupun hakekat yang tersingkap dari alam ghaib.

c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap

berbagai bentuk keluarbiasaan.

d. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya samar-samar.

Diantara ini adalah tokoh-tokoh sufisme Falsafi yaitu Ibn Arabi, Haqiqah Muhammadiyyah, Abdul Karim al-Jilli, Ibn Sabi’in.

3

(7)

Para fukaha dari mahzab Sunni menolak banyak teori tasawuf yang

dikembangkan oleh sufi-sufi mahzab tasawuf Faslsafi yang ternyata lebih diterima

dan berkembang di dunia syiah.4

4

(8)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Tasawuf adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

maksud untuk memperbaiki akhlak dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh

kehidupan duniawi semata dan memfokuskan perhatian hanya kepada Allah SWT.

2. Ibn Khaldûn telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kitab

Muqaddimahnya. Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah, menurut Ibn Khaldûn, bersumber dari syariat yakni Alquran dan hadis, dan akal tidak

memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari

kaidah-kaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya.

(9)

Daftar Pustaka

Atjeh ,Abu Bakar. 1998. Sejarah Perkembangan Tasawuf. Jakarta: Bulan Bintang. Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan untuk membuat perencanaan fortofolio aplikasi mendatang berdasarkan strategi sistem dan teknologi informasi yang dapat mendukung kegiatan

Kompleksitas – kompleksitas perusahaan – perusahaan besar yang sedang berkembang saat ini sangat dituntut untuk menggunakan sistem pengelolaan yang cukup simpel namun

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Tata Boga.

Pada tahap ini peneliti mengadakan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran siswa. Peneliti bekerjasama dengan wali kelas dalammelaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan

Kegiatan Perusahaan dalam memperkenalkan produk-produk baru dari perusahaan kepada pelanggannya atau pada masyarakat. Perusahaan harus mensosialisasikan kelebihan dan keunggulan

Program SIAKAD dengan pemilihan dosen yang dilakukan masing-masing individu oleh mahasiswa serta dengan adanya kelas yang berubah-ubah tersebut setelah berjalan 1 semester

Hasil observasi siswa menggunakan lembar observasi siswa yang telah dipersiapkan sebelumnya. Aspek pengamatan pada lembar observasi siswa disesuaikan dengan

In this paper, the hybrid control architecture uses hierarchical structure of IT2 fuzzy sets (IT2FS) to avoid the huge rule base due to the embedded platform and modular