Makalah
Budaya dan Etika
Diajukan untuk melengkapi Mata Kuliah Etika Bisnis
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan
Disusun Oleh :
Dewi Rahayu 144010392
Eka Farhanah Ambari 144010395
Yoga Sulistio Ramadhan 144010405
Eli Pujiati 144010407
Syiffa Alysia Putri 144010414
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat dan
hidayahnya-nya kepada kami semua, sehingga pada kesempatan kali ini kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya dan Etika”. Yang kami maksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat perkuliahan Etika Bisnis Untuk menempuh program S1 Manajemen
Universita Pasundan.
Proses penyusunan makalah ini tentunya banyak memperoleh dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, Terutama Kepada Ibu DR. Hj. Erni R. Ernawan, S.E., M.M., selaku dosen
matakuliah Etika Bisnis yang telah membimbing kami selama proses belajar di kelas, tidak lupa
juga kami ucapkah rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tema-temen sejawat diprodi
manajemen Universitas Pasundan yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam
penyelesain Makalah ini.
Dilain sisi kami menyadari betul bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat berbagai kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami, serta
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami dengan berlapang dada dan tangan terbuka,
penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Akhirkata kami berharap penyusunan Makalah ini dapat berguna bagi pembelajaran
sehari-hari bahkan di dunia pendidikan, serta bermanfaat bagi setiap orang yang membaca dan
mengamalkannya, Khususnya untuk Penyusun sendiri.
Bandung 12 April 2017
DAFTAR ISI
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budaya Organisasi...26
2.6.1 Karakteristik Sosial Masyarakat………..26
2.6.2 Tipe Masyarakat Bisnis………...26
2.6.3 Kapabilitas dan Kemampuan Kendali Perusahaan………..27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap organisasi mempunyai ’kepribadian’ sendiri yang membedakannya dari
organisasi-organisasi lain. Tentunya kepribadian yang khas itu tidak serta merta terbentuk begitu suatu
organisasi didirikan. Diperlukan waktu sebagai proses organisasi itu bertumbuh, berkembang,
dan mapan. Pada setiap perkembangan itu dapat dikatakan, bahwa organisasi akan menemukan
jati dirinya yang khas dengan demikian, ia akan mempunyai kepribadian sendiri. Ini menjadi
salah satu pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi
ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga
seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus
dapat menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya adalah
budayanya. Hal-hal tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan tetapi
hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh manajemen dengan pendekatan yang
memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata
lain, diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang
jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya
organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan
diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan
budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya adalah
budayanya. Hal-hal tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan tetapi
hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh manajemen dengan pendekatan yang
memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata
lain, diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang
bersangkutan.
1. Bagaimana yang di sebut dengan konsep budaya ?
2. Jelaskan pengaruh budaya terhadap perilaku dan sistem nilai ?
3. Bagaimana pentingnya budaya organisasi ?
4. Bagaimana fungsi budaya organisasi ?
5. Jelaskan factor yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi ?
6. Bagaimana hubungan etika dengan budaya ?
7. Jelaskan kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis ?
8. Bagaimana pengaruh etika terhadap budaya ?
1.3 TUJUAN PENYUSUNAN
1. Mengetahui Bagaimana yang di sebut dengan konsep budaya
2. Dapat menjelaskan pengaruh budaya terhadap perilaku dan sistem nilai
3. Mengetahui Bagaimana pentingnya budaya organisasi
4. Mengetahui Bagaimana fungsi budaya organisasi
5. Dapat Menjelaskan factor yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi
6. Mengetahui Bagaimana hubungan etika dengan budaya
8. Mengetahui Bagaimana pengaruh etika terhadap budaya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan
Perubahan Iingkungan semakin turbulen, . menjadi makin terbuka dan tingkat persaingan
semakin ketat dan tajam, bahkan semakin tidak menentu arah perubahannya. Secara eksplisit
turbulensi dalam sistem ekonomi dapat menciptakan berbagai ancaman yang dapat melemahkan
daya saing perusahaan, atau bahkan menyingkirkannya dari lingkungan perusahaannya.
Percepatan perubahan lingkungan ini dapat berakibat pada perubahan budaya perusahaan. Secara
umum, individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilakunya. Budaya
menuntut individu untuk berprilaku dan memberi petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang
harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana
karyawan berperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukukan,banyak dipengaruhi oleh
budaya yang dianut oleh organisasi tersebut, atau disebut budaya organisasi.
Budaya sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang
bekerja dalam suatu organisasi. dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipenahankan dan
diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi
menyadari bahwa kita masih hidup dalam sebuah kultur yang di dalam ada etika, ada norma,
sopan santun, dan tata krama, maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu
yang luhur dalam mengatur hidup kita.
Dicontohkan sekitar beberapa tahun lalu, upaya yang dilakukan WWF-Indonesia untuk
melakukan pelestarian penyu di Bali, nyaris berhenti saat berhadapan dengan argumentasi
agama. Penyu merupakan syarat mutlak nntuk upacara adat yang tidak dapat digantikan. Setelah
terbuka dialog dengan pemuka agama di tahun 2004, kini untuk upacara adat disepakati kuota
200 ekor penyu per tahun dan Bali memiliki Turtle Conservation Center di Pulau Serangan yang
dibuka secara resmi beberapa waktu yang lain. Dcmikian pula dengan adanya globalisasi
menuntut lahimya bisnis yang dijalankan dengan nilai-nilai moral yang universal yang dapat
diterima secara global.
2.2 Konsep Budaya
secara umum, individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilaku mereka.
Budaya menuntut individu untuk dan memberi petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang
hams diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga bcrlaku dalam suam organisasi. Bagaimana
pegawai berperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Hal tersebut banyak dipengaruhi
oleh budaya yang dianut oleh organisasi tersebut, atau diistilahkan sebagai budaya organisasi
(Hellricgel, out, 1995: 446; Steven Oct, 1999: 2; ”Mimosa data Davis, 2002: 91; Jaques dalam
Rollinson (2002: 566:3 Schein 2004:9).
Teori Manajemen Modern menekankan pentingnya periiaku manajerial dalam melaksanakan
tugasnya, perilaku tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh budaya organisasi. Baik buruknya
pelanggan, nasabah, atau klien tergantung pada perilaku pemberi layanan. Inilah Sebabnya
budaya organisasi mempakan bagian bidang manajemen yang Inendapat perhatian khusus dari
para peneliti manajcmen (Kroeber dan Kluckhohn dalam Adler,l991:15; Schermerhorn, Hunt,
dun Osborn. 1991; Huczynki dan Buchanan, 2001: 624; Dorfman dan House, 2004:5164;
Kreimer dan Kinicki, 2007; Robbins dzm Judge, 2009).
Berdasarkan pandangan tersebut, maka budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena
diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan
diterima sebagai nilai-nilai yang hams dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru.
NiIai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam
lingkungan organisasi tersebut, dan dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah
organisasi dengan organisasi lainnya.
Berdasarkan pemyataan mengenai budaya organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi dapat dijadikan sebagai fondasi bagi organisasi agar dapat terns berdiri dan bertahan.
Sebagaimana layaknya sebuah bangunan, maka fondasi yang kuat dan sesuai dengan lingkungan
tempatnya berdiri, akan dapat bertahan dalam waktu yang lama. Demikian pula dengan
organisasi tersebut, dengan nilai-nilai budaya yang kuat dan diterima lingkungannya, maka
organisasi tersebut memiiiki kescmpamn lebih besar untuk dapat terus berdiri dan berproduksi.
Budaya perusahaan mempakan gaya dan cam hidup dari suam organisasi yang merupakan
pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggom
organisasi. Sedangkan Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, nilai, ritual, mitos para
organituasi (Schwartz dart Davis, 198]; Trustall, 1983; Schein, 1985; Owen. I 991 ; Harrison dan
Stokes, I 992; Hofstede. 1994:] 0, Andrew, 1993» Hill dun Jones, 2001; Cameron, 2006: 51).
Robbin dan Judge (2009:1289) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sua tu sistem makna
yang dianut bersama oleh anggota-anggota organisasi yang membedakun organisasi itu duri
lainnya Kast (l996:939) mengatakan budaya organisasi mempengaruhi perilaku dan sebagai
sistem nilai serta kepercayaan yang dianut bersama, berinteraksi dengan anggota organisasi,
struktur dan sistem pengawasan untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Biasanya budaya
organisasi dipenahankan sccara turun temurun sejak organisasi didirikan, dan banyak
dipcngaruhi oleh pelopor atau pendahulu yang selalu brrusaha mewariskannyua pada
anggota-anggota baru.
Kotter dan Heskett (1992:15) mcnyatakan bahwa budaya organisasi bersumber dari beberapa
orang, lebih sering hanya dari satu orang pendiri perusahaan, orang tersebut akan
mengembangkan slrategi sesuai lingkungan bisnis yang dikelolanya, yang pada akhirnya akan
mcnjadi kultur di perusanaan.. Turner (1990:11) menyatakan bahwa budaya dari suatu organisasi
mencerminkan perilaku yang sesuai, yang mengikat dan memotivasi para anggotanya, dan
memudahkan pengambilan keputusan jika terdapat ketidakjelasan.. Sementara itu Luthans (2006:
562) menyatakan bahwa budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan
dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai
nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggofa barn. Jadi budaya
organisasi akan menumbuhkan identitas dalam diri setiap anggotanya, dan keterikatan terhadap
organisasi tersebut, karena kesamaan nilai yang .tertanam akan memudahkan setiap anggota
organisasi untuk memahami dan menghayati setiap peristiwa dan kegiatan yang dilakukan oleh
Selanjutnya Luthan (2006) menjelaskan lebih jauh bagaimana Budaya organisasi dimulai,
meskipun budaya organisasi berkembang dengan cam-cam yang berbeda, namun dalam proses
melibatkan, yaitu: (1) seseorang (pendiri) punya ide untuk perusahaan baru; (2) Pendiri
menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki persamaan visi
dengan pendirinya. Maka semua kelompok inti itu yakin bahwa ide tersebut bagus, dapat
berjalan, berisiko, berharga dalam investasi waktu, uang, dan energy; (3) kelompok inti yang ada
memulai bertindak secara konkrit untuk menciptakan organisasi dengan mencari dana,
memperoleh hak paten, badan hokum, menentukan tempat, bangunan dan lain-lain; dan (4) Pada
titik ini, orang lain masuk ke organisasi, dan sejarah organisasipun dimulai.
Hal senada disampaikan Robbin dan Judge (2009:292) bahwa Budaya organisasi terbentuk
melalui 3 tahapan proses: (1) Bermula dari filOSOfi yang ditetapkan oleh pendiri organisasi
seperti tradisi, kepercayaan dan ideology; (2) Proses seleksi anggota organisasi untuk mencari
kesesuaian antara nilai-nilai individu dengan filosofl organisasi; (3) Proses sosialisasi sistem nilai
perusahaan berjalan baik, maka akan terbentuk budaya organisasi.
Budaya yang kuat merupakan pengungkit yang kuat untuk mangarahkan perilaku, dan membantu
para pegawai untuk bekerja dengan lebih baik, khususnya dengan dua cara yaitu (Kotter dan
Hesket, 1992:1546} dengan sistem peraturan informal yang mengartikan bagaimana orang-orang
harus memanfaatkan sebagian besar waktunya dan memotivasi orang supaya cenderung bekerja
lebih keras lagi dengan menyediakan struktur, standar dan suatu sistem nilai.
Luthan (2006:131) menjelaskan lebih lanjut bagaimana memperta~ hankan yang sudah
terbentuk, yaitu dengan sosialisasi setiap penerim an karyawan baru, seperti digambarkan
Berdasarkan Gambar 6.1 maka guna mempertahankan budaya organisasi dapat dilakukan dengun
langkah sebagai berikut: (l) Seleksi Karyawan Baru‘ dengan mcnggunaknn prosedur standar dan
mencari sifat khusus yang berhubungan dengan kinerja yang efektif, perekrut akan
mewawancarai calon karyawan dan memisahkan gaya nilai yang tiduk cocok dengan budaya
organisasi; (2) Penempatan kerja. setelah orang yang tepat diterima bekerja; (3) Penguasann
Kerja, ketika cultural shock bcrakhir. Milka berikulnya penguasaan kerja; (4) mengukur dan
memberi pengarahan performa; Ketaatan pada nilai penting; (5) memperkuat cerita dan riwayat,
(6) penghargaan dan promosi.
Untuk membentuk budaya yang kuat, pcrusahuan tcrlcbih dahulu hams mengcnali jcnis budaya
yang dimiliki perusnhaan, dun kcmumpuan dari top management untuk membentuk budaya
scsuai dengan kcbutuhun pasar. Sebagaimana dikemukakan olch Kotter & Heskct (1992:12)
menjelaskan budaya yang kuat adalah buduya yang bisa menciptakan suatu ikutan antara
perusahaan dan para pegawainya, dan bisa mcngilhami tingkatnn produktivitas yang berbeda dari
tcntung apa yang mcreka Iakukan, sehingga mereka cenderung bekerja lebih keras (Han'ison &
Stokes, 199218).
Terdapat banyak keuntungan bila perusahaan memiliki budaya yang kuat, adaptif dan kompetitif,
yakni: (1) Budaya perusahaan sangat menentukan etika kerja. Caranya, banyak perusahaan
memberi hadiah kepada karyawan yang tidak pemah terlambat sampai setahun penuh hari kerja.
Dari budaya ini muncullah perilaku dan mental sikap disiplin; (2) Budaya perusahaan memberi
arah pengembangan bisnis. Adanya evaluasi terhadap visi, misi, struktur, maka budaya
perusahaan mendukung terhadap kejelasan arah pengcmbangan bisnis; (3) Budaya perusahaan
mampu meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Budaya yang dinamis dan kreatifkan
memberikan jaminan tumbuhnya krcativitas pada semua level, maka para pegawainya tidak akan
terjebak dalam aktivitas rutin; (4) Budaya perusahaan mengembankan kualitas barang dan jasa.
Bila ada komitmen, sistem nilai, maka, maka organisasi dalam menekankan masalah mutu akan
texjaga dengan baik; (5) Budaya perusahaan memotivasi pegawai mencapai prestasi tinggi
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan mcnjadi tanggungjawab bersama zwell Dorfman,
2004; Dcnisnn dau Schlue. 2004; (‘amem 2006; Robbins dun Judge. 2009).
Robbins dun Judge (20092289) mcngidentiflkasi 7 karakteristik primer dan hakekat budaya
organisasi. yaitu: (l) Inovasi dan pengambilan risiku. sejauh mana para karyawan didorong untuk
inovatif dan mengambil risiko; (2) Perhutian pnda kerincian. scjauh mana para karyawaq
dihampkan nmnperlilmtkan presisi (kccermatan), analisis. dan pcrhatian pada rincian; (3)
Orientusi pada hasil. sejauh mana manajcmen memfokusx kan pada hasil, berdasarkan teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut; (4) Orientasi pada orang, sejauh mana
keputusan manajemcn memperhituugkan efek hasil-hasil pada orang~orang di dalam organisasi;
individu-individu; (6) Keagresifan, sejauh mana anggota-anggota itu agresif dun kompetitif,
bukannya santai saja; dan (7) Kemantapan. sejauh mama kegiatan organisasi dipertahankan
status quo sehingga kontras dengan pertumbuhan.
Hal senada Hampden-Turaer (1990223) mengelompokkan karakteristik budaya, yaitu: (l)
Budaya dibentuk oleh individu, suatu budaya organisasi bemsal dari para anggota organisasi
yang potensial, mereka menggunakan budaya untuk memperlguat gagasan, perasaan, dan
informasi yang sejalan dengan kepercayaan mereka; (2) Budaya dapat menghasilkan
keunggulan. Suatu budaya mewujudkan keinginan dan aspirasi dan para anggota organisasi,
sehingga budaya dapat menciptakan kepuasan dan mcrupakan sumber motivasi yang kuat; (3)
Budaya adalah suatu penguatan. Keberhasilan para anggota organisasi dapat timbul karena
mereka telah mengalami saat~saat awal organisasi mulai terbentuk, dan bagaimana mereka
menciptakan dan mengembangkan norma-norma, nilai atau prosedur. Budaya organisasi akan
kuat jika para anggotanya membutuhkan jaminan keamanan dan kepastian; (4)
Penguatan-penguatan budaya cenderung untuk diperbanyak. Budaya organisasi dapat membawa dampak
positif, sepeni mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik, atau dampak negatif. sepcrti rasa
iri di kalangan karyawan terhadap perusahaan lain yang memiliki budaya yang berbeda; (S)
Budaya dapat diterima dan memiliki sudut pandang yang logis. Untuk dapat. mnghargai budaya
organisasi, seseorang hams memahami bahwa segala perilakunya didasari oleh apa yang mcnjadi
kepercayaannya. Anggapan bahwa budaya mempakan hal yang tidak logis biasanya muncul
karma individu salah mnggunakan dasar pemikiran mereka sendiri; (6) Budaya organisasi
mempekali para anggotanya dengan gontinuitas dan identitas; (7) Apabila para anggota
akan dapat menghadapi setiap perubahan lingkungan, dan tetap pada identitasnya, gerta terjamin
kelanjutan usahanya.
Budaya organisasi dapat dijadikan pegangan bila terjadi guncangan. garena: (l) Budaya
menyeimbangkan nilai-nilai yang berlawanan. Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan
yang menyeimbangkan antara gekacauan, kesinambungan dan perubahan; (2) Budaya organisasi
adalah Suatu sistem sibernetik, karena mengarahkan, berusaha, dan mempersiapkan sendiri
usaha untuk menghilangkan hambatan dan gangguan. Dalam suatu sistem sibernetik, budaya
organisasi mengolah umpan balik mengenai perubahan-perubahan lingkungan, dan membuat
penyesuaian yang dianggap paling cocok; (3) Budaya adalah suatu pola, bukan hanya benda atau
objek, tapi merupakan pola yang muncul bersamaan dengan bertambahnya waktu dan
berkembangnya organisasi; (3) Budaya organisasi adalah komunikasi, karena menekankan pada
pembagian pengalaman dan penyebaran informasi. Budaya organisasi dapat membuat para
anggotanya saling erat mendukung; (4) Budaya organisasi bersifat sinergis, nilai-nilai yang
berbeda dapat bargabung dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Konkretnya jika sebuah
perusahaan memiliki kreativitas yang tinggi, bukan ditunjukkan oleh promosi, tapi lebih dihargai
jika produk tersebut merupakan gagasan yang orisinal; (5) Budaya dapat dipelajari dan
organisasi harus mempelajarinya (DeWitte dan Muijen, 1999; Dorfman, 2004; Denison dan
Schlue, 2004; Camero, 2006).
Adanya perkembangan lingkungan usaha, ilmu pengetahuan, teknologi, dan penerapan promosi
semakin erat, sehingga setiap organisasi dituntut untuk memiliki anggota yang secara bersamaan
mampu balajar mengenai perubahan tersebut, dan menyesuaikan dengan kemampuan sumber
daya internalnya. Hal ini akan dapat dicapai oleh budaya yang secara berkesinambungan dan
Budaya organisasi membentuk perilaku manusia di dalam perusahaan, karena budaya sangat kuat
pengaruhnya terhadap perilaku manajer di tiap tingkat organisasi, maka budaya juga sangat
mempengaruhi stabilitas Defusahaan 11 wk mengubah arah strategiknya (Wheelen dan Hunger,
9.010: 167).
Terdapat 4 (empat) komponen sebagai variable bebas yang merupm kan bUdaya korporat, yaitu
(1) Integritas, (2) Profesionalisme, (3) Kctclzg danan, (4) Penghargaan pada sumber daya
manusia, yaitu merekruk mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang
bcrkuzn litas, Sekaligus mcmperlakukan karyawan berdasarkan kcpcrcayaam k‘itefbukaan,
kcadilan dan saling menghargai, mengembangkan sikap kerjq Sarna dan kemitraan, memberikan
penghargaan berdasarkan hasil kerja individu dan kclompok (Zwell,2000; Dorfman, 2004;
Denison dan Schlue‘ 2004).
Lebih jauh Cameron (2006) menjelaskan bahwa biasanya proses perubahan terlebih perubahan
budaya akan sulit tcrjadi atau tidak dapat terjadi karena sulit tahu tentang apa yang dibicarakan
dan tentang apa focus yang dibicarakan. Tak ada perspektif atau persepsi umum yang tersedia,
tak ada elemen atau dimensi kunci yang sudah diidentifikasikan dan tak ada bahasa yang ada,
membantu dimulainya pembicaraan proses perubahan budaya. Menurut Cameron dari banyak
indikator keefektifan organisasi muncul 2 dimensi utama yang indikator-indikatornya
diorganisasikan ke dalam 4 kelompok utama, atau 4 kuadran budaya atau disebut juga sebagai 4
jenis budaya yang dapat diterangkan sebagai berikut:
Dimensi Pertama, dimensi ini membedakan criteria keefektifan yang mcnekankan pada
flcksibilitas, keleluasaan (discretion) dan dinamis, dengan/dari criteria keefektifan yang
menekankan stabilitas, tatanan dan control. Sebagai contoh, beberapa organisasi dipandang
Microsoft atau Nike. Organisasi lainnya dipandang cfektif jika mereka stabil. dapat diramalkan
dan mekanistik seperti badan-badan pemerintah. Jangkauannya dari ketrampilan/kepandaian
dalam banyak hal (aneka ragam) beserta kelenturannya, pada satu sisi, dengan kestabilan dan
daya tahan organisasi pada sisi lainnya. Sumbu dimensi ini berupa and discretion ( kadang
disebut people) dan stability and control (kadang disebul processes)
Dimensi Kedua, dimensi ini membedakan criteria kecfektifan yang mcnekankan pada orientasi
internal, integrasi dan kesatuan dengan/dari criteria kecfektifan yang mcnekankan pada orientasi
ekstemal, difcrensiasi (pembedaan) dan persaingan. Sebagai contoh, beberapa organisasi dipanl
dang efektif jika mereka memiliki karaktcristik keharmonisan intern-a} {,eperti IBM way atau
HP Way. Sumbu dimensi ini bcmpa external focus and differentiation (kadang disebut strategic)
dan internal focus and integration (kadang disebut operational).
Dua dimensi ini bersama-sama membentuk 4 kuadran dengan masing-masing menggambarkan
suatu perangkat yang berbeda/nyata dari indikator/factor keefektifan organisasi. Gambar 2.2
mcrupakan hubungan dari 2 dimensi ini satu sama lain dan sering dikenal scbagai kerangka nilai
bersaing (the Competing Value Framework) kedua dimensi tersebut mempakan indikator
keefektifan organisasi. Indikator keefektifan tersebut menggambarkan apa nilai para personil
tentang kinenja organisasi. Mereka mendefmisikan apa yang tcrlihat sebagai ha! yang baik dan
bcnar sena memadai menurut pandangannya. Setiap kuadran menggambarkan praanggapan dasar
(basic assumptions), orientasi dan tata nilai yang mencirikan demon atau jenfs budaya organisasi.
Dua dimensi budaya yang membentuk 4kuadran éi atas disebut juga sebagai budaya yang
sekaligus mendefmisikan ini yang dirasakan atau dikchcndaki dan diyakini keefektifan
(1) The Hierarchy Culture
Adalah budaya perusahaan yang ditandai dengan adanya bentuk perusahaan yang resmi
dan terstruktur. Tugas utama manajemen adalah memproduksi barang dan jasa secara
efisien sehingga tercapai kesejahteraan dalam perusahaan. Pengelompokan tipe budaya
tersebut di atas berdasarkan pada empat variable yang saling kompetitif (competing
values), yaitu stability versus flexibility, internal control versus external positioning.
Stability adalah orientasi antara Hierarchy Culture dengan Market Culture. Flexibility
adalah orientasi antara Clan Culture dengan Adhocracy Culture. Internal control adalah
orientasi antara Clan Culture dengan Hierarchy Culture. External Positioning adalah
orientasi antara Adhocracy Culture dengan Market Culture.
Adalah budaya perusahaan yang memiliki asumsi budaya pasar yang tidak ramah,
kompetitif serta perilaku konsumen yang cenderung memilih dan tertarik pada nilai –
nilai sehingga menempatkan organisasi pada bisnis yang selalu berusaha meningkatkan
persaingan. Tugas utama manajemen adalah mengendalikan organisasi untuk mencapai
produktivitas, hasil dan tujuan serta keuntungan.
(3) The Clan Culture
Adalah budaya perusahaan yang memiliki karakter kekeluargaan, dimana terdapat
lingkungan yang dapat mengatur dengan baik perusahaan melalui teamwork,
pengembangan SDM serta memperlakukan konsumen sebagai rekanan. Tugas utama dari
manajemen adalah mengendalikan dan membina karyawan sehingga memudahkan
mereka untuk berpartisipasi.adalah lingkungan yang dapat dikelola dengan baik melalui
kerja tim (tidak individual) dan pengembangan pegawai, sedangkan pelanggan dianggap
sebagai mitra Organisasi dalam berbisnis mengembangkan lingkungan kerja yang
humanis(manusiawi), tugas utama manajemen adalah memberdayakan pagawai dan
memfasilitasi partisipasinya. serta komitmen dan kesetiaan. para pemimpin dianggap
sebagai mentor dan mungkin bahkan sebagai figure orang tua. Organisasi dipegang secara
bersama-sama melalui kesetiaan dan tradisi kerja tim, partisipasi dan consensus dengan
komitmen yang tinggi. Organisasi menekankan pada manfaat pengembangan individual
jangka panjang dcngan kesatupaduan yang tinggi dan moral sebagai hal yang panting.
Sukses didefinisikan dari segi iklim internal dan kepedulian pada para personil.
(4) The Adhocracy Culture
Akar kata dari adhocracy adalah adhoc, menunjukkan sementara, spesialisasi unit yang
dan memelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi. terutama dalam bisnis
mengembangkan produk dan jasa baru danmenyiapkan untuk masa depan (Cameron.
2006:94).
Tugas utama manajemen adalah membantu atau memupuk perkembangan
kewiraswastaan, kreativitas dan aktivitas untuk memotong hal-hal yang tidak perlu (tidak
punya nilai tambah). Tujuan utama adhocracy adalah mcmupuk atau membantu
perkembangan kemampuan beradaptasi, fleksi~ bilitas dan kreatifitas. Tantangan penting
dari organisasi adalah untuk mcmproduksi produk dan jasa inovatif dan beradaptasi
dengan cepat untuk peluang baru
Tidak seperti budaya market atau hierarchy. adhocracy tidak mempunyai kekuasaan yang
terpusat atau hubungan kewenagangan. Sebagai gantinya kekuasaan mengalirkan dari
individual kcpada individual atau dari tim tugas kepada tim tugas yang bergantung pada
problem atau persoalan mengenai apa yang sedanng dibahas pada saat itu. Penekanan
tinggi pada kepribadian, pengambilan resiko dan mengantisipasi masa depan akan tetap
ada seperti hamper setiap orang menjadi terlibat dengan produksi, nasabah penelitian dan
pengembangan dan seterusnya. Para personil mau berbuat ssuatu yang inovatif (mkipun
berbahaya) dan mengambil resiko.
Efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu
keterlibatan (Involvement), konsistensi (consistency), adapatasi (Adadptation), Misi
(Mision).
Keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras diikutsertakan dalam
kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang tindakan yang
dilakukannya (Casida, 2007). Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang
menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan.
Keterlibatan terdiri dari tiga indikator yaitu pemberdayaan (Empowerment), kerja tim
(Team Orientation) dan kemampuan berkembang (Capability Development) (Casida,
2007).
Konsistensi (Consistency)
Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap
asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi menekankan pada sistem
keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama
oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi.
Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada
nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan.
Konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas
di dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa konsistensi dapat
dilihat dari tiga indikator yaitu nilai inti (core value), kesepakatan (Agreement),
koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration).
Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk menerjemahkan pengaruh
lingkungan terhadap organisasi. Adaptasi merupakan kemampuan organisasi dalam
merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan
internal organisasi. Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa
kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu perubahan (Creating Change),
berfokus pada pasien (Customer Focus) dan keadaan organisasi (Organizational
Learning).
Misi (Mission)
Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang
menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh
organisasi. Sesuai dengan penelitian Denison (2006) yang menunjukkan bahwa organisasi
yang kurang dalam menerapkan misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang
akan dicapai dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.
Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari
tiga indikator yaitu strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent), Tujuan
dan objektivitas (Goals and Objectif), Visi (Vision) (Casida, 2007).
2.3 Pengaruh Budaya terhadap Perilaku dan Sistem Nilai
Dalam studi tentang budaya kita perlu memperhatikan karakteristik-karakteristik dari budaya itu
sendiri, yaitu budaya itu ditemukan (invented), budaya dipelajari, budaya diyakini dan
disebarluaskan secara sosial, budaya-budaya itu serupa tapi tidak sama, budaya itu memuaskan
kebutuhan dan diulang-ulang secara konsisten (persistent), budaya bersifat adaptif, budaya itu
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol bermakna lainnya yang
membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Budaya dibagi menjadi 2 yaitu, makrobudaya dan mikrobudaya. Makrobudaya
mengacu pada seperangat nilai dan simbol yang berlaku kepada keseluruhan masyarakat.
Makrobudaya contohnya suatu bangsa, peradaban. Sedangkan mikrobudaya mengacu pada
seperangkat nilai dan simbol yang berlaku lebih terbatas. Mikrobudaya contohnya kelompok
agama, etnis.
Budaya dapat dipelajari karena sangat kental di kehidupan sosialnya, antara lain :
a. Prestasi dan sukses pekerjaan
Misalnya nilai kesopanan. Selain itu, nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang
buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang
bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud
dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang
lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat
Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di
suatu Negara belum tentu berlaku di Negara atau bahkan bisa bertolak belakang dari nilai yang
berlaku di Negara lain tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam sudut pandang terhadap
dirinya dan orang lain, dan karenanya mempengaruhinya dalam berperilaku. Oleh karenanya,
budaya sangat mempengaruhi bagaimana konsumen bereaksi atau berperilaku terhadap produk
atau inovasi tertentu.
Sumber nilai yang berubah yang pertama adalah tiga serangkai lembagaa yaitu keluarga, agama,
dan sekolah. Bila lembaga-lembaga berubah dengan cepat, nilai-nilai dari konsumen berubah,
menciptakan kebutuhan akan perubahan yang sesuai di dalam prigram pemasaran dan
komunikasi. Pertama keluarga, beberapa perusahaan meninjau kebijakan mereka mengenai
gangguan pekerjaan terhadap kehidupan keluarga misalnya memberikan pusat penitipan anak
yang berkualitas bagi pegawai, mendorong keluarga untuk mengadakan perjalanan keluar kota,
memberikan beasiswa pada anak-anak pegawai, dan bahkan memberikan konseling perkawinan.
Kedua agama, efek dari lembaga keagamaan yang berubah dengan pemasaran adalah bahwa
nilai-nilai konsumen pada tahun-tahun mendatang akan lebih pribadi, bervariasi, dan pluralistis.
Misalnya, banyak penyusutan inventaris merosot bila lembaga agam merosot karena pegawai
mungkin tidak lagi mengangga bahwa pencurian itu salah. Ketiga pendidikan, contohnya
di Amerika pada tahun 1970 lebih banyak pria lulusan perguruan tinggi, tetapi sekarang malah
lebih banyak wanita. Sumber yang kedua adalah pengalaman pada awal kehidupan. Contohnya
perang, gerakan hak warga sipil, dan realitas ekonomi.
2.4 Pentingnya Budaya Organisasi
Pemahaman budaya organisasi sebagai kesepakatan bersama mengenai nilai-nilai yang mengikat
angoota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya organisasi adalah membantu menciptakan
rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jatidiri anggota organisasi, menciptakan
keterikatan emosional antara organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu
menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan pola pedoman perilaku
sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian. Dengan demikian
budaya organisasi berpengaruh kuat terhadap perilaku para anggotanya.
Sembilan karakteristik yang menggambarkan esensi budaya organisasi, menurut Dharma, 2004 :
1. Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidentifikasi organisasi secara menyeluruh.
2. Penekanaan kelompok, dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok
dari pada individu.
3. Fokus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang
dihasilkan oleh karyawan dalam organisasi.
4. Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara
yang terkoordinasi atau bebas.
5. Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan karyawan.
6. Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau
mengambil resiko.
7. Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan, pembayaran dan promosi lebih
non-kinerja lainnya; toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk
menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka.
8. Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut.
9. Fokus pada sistem terbuka, dimana organisasi memonitor dan merespons perubahan
dalam lingkungan eksternal.
2.5 Fungsi Budaya Organisasi
Selain memberikan mamfaat bagi organisasi, pentingnya budaya organisasi juga terlihat dari
fungsi-fungsi budaya organisasi itu sendiri, berikut beberapa fungsi dari budaya organisasi
menurut beberapa ahli sebagai berikut :
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku karyawan.
2.6.1 Karakteristik Sosial Masyarakat
Beberapa tahun terakhir di Indonesia sering terjadi bencana dan meninggalkan dampak bagi
orang-orang yang mengalaminya. Bencana yang sering melanda Indonesia adalah banjir, gempa,
tsunami, tanah longsor dan gunung meletus. Dampak yang diakibatkan dapat berupa dampak
fisik maupun non fisik. Oleh karena itu perlu diadakan kegiatan penanggulangan bencana yang
berfungsi untuk mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana. Kegiatan penanggulangan
bencana terdiri atas kesiapsiagaan, mitigasi, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi. Akan tetapi, untuk dapat mengurangi resiko terjadinya bencana, maka perlu
dilakukan peningkatan kesiapsiagaan dan mitigasi. Setiap masyarakat memiliki karakteristik
sosial budaya tertentu yang berhubungan dengan kesiapsiagaan dan mitigasi terhadap bencana.
Karakteristik sosial budaya ini berbeda antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
2.6.2 Tipe Masyarakat Bisnis
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan
perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia
itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan
usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan
aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
“uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai
contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang
tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat
ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan
dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab
sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
2.6.3 Kapabilitas dan Kemampuan Kendali Perusahaan
Kapabilitas dan Kemampuan kendali Perusahaan Pembentukan budaya organisasi juga
dipengaruhi oleh sejarah berdirinya dan berkembangnya perusahaan tersebut. Para pendiri
memiliki peran penTng dalam meletakkan pondasi perusahaan dengan menanamkan visi,
nilai-nilai dan norma-norma yang harus diikuT oleh para pekerja agar mampu menjalankan dan
memacu kegiatan usaha yang diharapkan oleh para pendirinya.
Keuntungan bila perusahaan memiliki budaya yang kuat, adapTf dan kompeTTf yakni : Budaya
perusahaan sangat menentukan eTka kerja. Caranya banyak perusahaan memberi hadiah kepada
karyawan yang Tdak pernah terlambat sampai setahun penuh hari kerja. Dari budaya ini
munculah perilaku dan mental sikap disiplin. Budaya perusahaan memberi arah pengembangan
bisnis. Adanya evaluasi terhadap visi, misi, struktur,maka budaya perusahaan mendukung
Budaya yang dinamis, kreaTf, memberikan jaminan tumbuhnya kreaTvitas pada semua level,
maka para pegawainya Tdak akan terjebak dalam akTvitas ruTn. Budaya perusahaan
mengembangkan kualitas barang dan jasa. Bila ada komitmen, sistem nilai, maka gerak
organisasi dalam menekankan masalah mutu akan terjaga baik. Budaya perusahaan memotvasi
pegawai mencapai prestasi tnggi. PerTumbuhan dan perkembangan perusahaan menjadi
Tanggung jawab bersama.
2.7 Hubungan Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam
kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika
perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan
lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu
kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat),
etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur
hubungan antar karyawan.
2.8 Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis
1. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah,
sehingga berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya
berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah. Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis
yang Etis, yaitu :
2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi
yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga
menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam
bentuk KKN.
2.9 Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi
perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang
akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka
akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi
stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dari tingkatan manajer terhadap
Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika
dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia
berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap perilaku etis.
Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan
perusahaannya.
BAB III
1.1 Kesimpulan
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan
sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan
luasnya informasi saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar
dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal
dan masyarakat umum secara etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat
bertahan di dalam dunia bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan
beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus
menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga
dengan baik.
Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga
kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi
perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun makro. Tentunya ini tidak
akan memberikan keuntungan segera, namun ini adalah wujud investasi jangka
panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran bisnis. Oleh karena itu, etika dalam
berbisnis sangatlah penting.
Perlu adanya sadar diri didalam hati para pegawai didalam perusahaan yang ingin
menerapkan etika didalam bisnis agar tidak adanya kecurangan atau kebohongan
yang terjadi pada perusahaan itu nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau
hukuman yang berat apabila ada salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga
etika di dalam bisnis pun dapat berjalan dengan baik dan lancer di perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hj. Erni R. Ernawan, S.E., M.M., 2011, “Business Ethics”, Bandung, Penerbit