• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA J"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH

AUTHORITARIAN ORANG TUA DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA

BIDANG KEGIATAN

PKM- PENELITIAN

Diusulkan oleh:

Tiara Dewi Tualeka 1300013244/2013

Siti Rohimah

1300013264/2013

Alfii’a Nanda Pita O 1300013300/2013

Universitas Ahmad Dahlan

Yogyakarta

(2)

DAFTAR ISI

1.4 Luaran yang diharapkan ……… 2

1.5 Manfaat Penelitian ……… 2

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Persepsi terhadap Pola Asuh Authoritarian ……….. 3

2.2 Resiliensi ………... 4

2.3 Remaja ……….. 5

2.4 Persepsi terhadap Pola Asuh Authoritarian Orang Tua dengan Resiliensi pada Remaja ……… 6

2.5 Hipotesis ……… 6

BAB III Metode Penelitian 3.1 Identifikasi Variabel Penelitian ………. 7

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ………..

BAB IV Biaya dan Jadwal Kegiatan 4.1 Jadwal Kegiatan

Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, Dosen Pembimbing … Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan ……… Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan

Pembagian Tugas ………...

(3)

RINGKASAN

Setiap orang memulai kehidupannya dalam keluarga, setiap pribadi selalu membentuk akar kepribadiannya dalam komunitas dimana dia memulai kehidupannya. Dengan demikian, apabila ingin mengatasi masalah-masalah perilaku yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini, orang perlu memperbaiki masyrakat, yakni keluarga. Bronfenbrenner (1979) mengemukakan lima sistem lingkungan sosiokultural yang membentuk kepribadian manusia, yakni mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. mikrosistem adalah seting lingkungan kehidupan awal, dimana seorang anak menerima berbagai pengaruh melalui relasi langsung dengan orang tua, sanak keluarga dan teman-teman bermainnya (Warugu, 2010).

Orang tua berperan penting dalam bertanggung jawab terhadap perkembangan fisik maupun psikologis seorang remaja. Gaya pengasuhan orang tua yang kurang tepat dalam mendidik seorang anak remaja dapat mempengaruhi munculnya perilaku negatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja. Sampel merupakan remaja akhir usia antara 18-20 tahun, mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Teknik pengumpulan data menggunakan Purposive Sampling, yakni subjek dipilih sesuai kriteria yang telah di tetapkan peneliti yaitu yang mengacu pada pola asuh authoritarian yang di alami subjek.

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua menggunakan Skala Persepsi Pola Asuh Athoritarian Orang Tua. Sedangkan untuk mengukur kemampuan resiliensi remaja menggunakan Skala Resiliensi. Skala tersebut berupa pernyataan tertulis favorable (yang berisi gambaran dari ciri atribut yang akan di ukur). Skala tersebut digunakan untuk memperoleh informasi mengenai indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, skala yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh subjek yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk semua alternatif jawaban tersebut, subjek hanya boleh memilih satu alternatif jawaban saja, setiap jawaban memiliki nilai-nilai tertentu yang berjarak interval sama.

(4)

moment dari Pearson (rxy), karena penelitian dilakukan untuk menguji hubungan

dua variabel dimana dalam penelitian ini hanya terdapat 1 variabel bebas dan 1 variabel tergantung.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang memulai kehidupannya dalam keluarga, setiap pribadi selalu membentuk akar kepribadiannya dalam komunitas dimana dia memulai kehidupannya. Dengan demikian, apabila ingin mengatasi masalah-masalah perilaku yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini, orang perlu memperbaiki masyrakat, yakni keluarga. Bronfenbrenner (1979) mengemukakan lima sistem lingkungan sosiokultural yang membentuk kepribadian manusia, yakni mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. mikrosistem adalah seting lingkungan kehidupan awal, dimana seorang anak menerima berbagai pengaruh melalui relasi langsung dengan orang tua, sanak keluarga dan teman-teman bermainnya (Warugu, 2010).

Keluarga sebagai kelompok mikrosistem pertama yang menjadi penentu kepribadian seorang anak remaja. Kelompok sosial pertama yang ditemui anak remaja adalah keluarga sebelum ke lingkungan sosial yang lebih besar. Keluarga menjadi landasan utama terbentuknya keperibadian dan karakter anak remaja, termasuk juga menjadi tempat awal terbentuknya kemampuan anak remaja dalam menyesuaikan diri.

Orang tua berperan penting dalam bertanggung jawab terhadap perkembangan fisik maupun psikologis seorang remaja. Gaya pengasuhan orang tua yang kurang tepat dalam mendidik seorang anak remaja dapat mempengaruhi munculnya perilaku negatif. Jika kita menelusuri kembali berdasar dari teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud mengenai perkembangan seseorang, perkembangan masa 3 tahun diawal kehidupan yang diterima seorang remaja dapat mempengaruhi perkembangan di waktu kemudian. Hal ini menunjukan bahwa pola asuh yang didapatkan seorang remaja sejak kecil dapat mempengaruhi kemampuannya di masa mendatang, dan salah satunya kemampuan resiliensi.

Kemampuan resiliensi remaja adalah kemampuan seorang remaja untuk bounce back kapasitas remaja untuk bounce back, untuk bangun kembali dari kejatuhan, dalam beradaptasi ataupun bangkit dari kesulitan yang dihadapi (Setyoso, 2013).

(5)

dominan berperan maka ini bisa membuat anak tidak bisa mengekspresikan emosinya dengan lebih terbuka sehingga membuat emosinya menjadi tidak stabil dan berdampak bagi kemampuan resiliensi seorang remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja

1.4 Luaran yang diharapkan

Luaran yang diharapkan pada penelitian ini berupa artikel ilmiah. Luaran pada penelitian diharapkan dapat memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja dan bisa menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pola asuh authoritarian dan resiliensi serta bisa menambah kajian pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi.

1.5 Manfaat Penelitian 1). Manfaat Teoritis

Hasil penelitian tentang hubungan antara persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi pengetahuan di bidang ilmu psikologi yang berkaitan dengan resiliensi remaja terutama di indonesia.

2). Manfaat Praktis

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resiliensi

Resiliensi adalah seberapa tinggi daya tahan seseorang dalam menghadapi stress dan kesengsaraan dan ketidakberuntungan (Petranto, 2005). Menurut (Luthar, 2000) resiliensi adalah proses adaptasi yang dinamis untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi (Resnick, Gwyther, dan Roberto, 2011). Aspek-aspek resiliensi Menurut Reivich dan Shatte, 2002 (dalam skripsi Pasudewi C Y, 2013), memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu:

1. Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi seorang yang pemarah.

2. Pengendalian Impuls

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka.

3. Optimisme

Optimisme adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang, individu yang resilien adalah individu yang optimis.

4. Causal Analysis

Causal Analysis merujuk pada kemampuan individu untuk

mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama.

5. Empati

Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif. Ketidakmampuan berempati berpotensi

menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individu-individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain

(7)

Self-efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil. Self-efficacy

merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu memecahkanmasalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Self-efficacy adalah perasaan kita bahwa kita efektif dalam dunia.

7. Reaching Out

Reaching out adalah kemampuan individu meraih aspek positif atau

mengambil hikmah dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Reaching out menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalamkehidupannya.

Sumber Pembentukan Resiliensi oleh Grotberg (dalam Desmita, 2009) menyebutkan upaya mengatasi kondisi-kondisi adversity dan mengembangkan resiliensi pada remaja, sangat tergantung pada pemberdayaan tiga factor dalam diri remaja, disebut sebagai tiga sumber dari resiliensi, yang merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya (Pasudewi, 2013) yaitu:

Sumber I have ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu: hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh, struktur dan peraturan di rumah, model-model peran, dorongan untuk mandiri, akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan.

Sumber I am (aku ini) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi yang dimiliki oleh remaja, yang terdiri dari perasaan, sikap dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am adalah: disayang dan disukai banyak orang, mencinta, empati, dan kepedulian pada orang lain, bangga dengan dirinya sendiri, bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya, percaya diri, optimistik, dan penuh harap.

Sumber I can (aku dapat) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan ini meliputi: berkomunikasi, memecahkan masalah, mengelola perasaan-perasaan dan impuls, mengukur temperamen sendiri dan orang lain, menjalin hubungan yang saling mempercayai.

2.2 Persepsi terhadap Pola Asuh Authoritarian

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2001 dalam Sunaryo, 2002).

(8)

setelah panca inderanya mendapat rangsang (Maramis, 1999 dalam Sunaryo, 2002).

Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat (Setiabudhi dan Hardiwinoto, 2002).

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Dalam (Fine, 1973) banyak ahli mengatakan pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat baik (Wahyuning, Jash, Rachmadiana, 2003).

Baumrind (dalam Fathi, 2011) mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu: pola asuh authoritarian, authoritative, dan permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy dan Heyes yaitu: pola asuh otoriter, demokratis dan permisif (Fathi, 2011).

1. Pola Asuh Authoritarian (Otoriter), Ciri khas pola asuh ini diantaranya adalah kekuasaan orang tua dominan jika tidak boleh dikatakan mutlak, anak yang tidak mematuhi orang tua akan mendapatkan hukuman yang keras, pendapat anak tidak didengarkan sehingga anak tidak memiliki eksistensi di rumah, tingkah laku anak dikontrol dengan sangat ketat.

2. Pola Asuh Authoritative (Demokratis), menjunjung keterbukaan, pengakuan terhadap pendapat anak, dan kerjasama. Ciri yang kental dari pola asuh ini adalah adanya diskusi antara anak dan orangtua. Kerjasama berjalan baik antara anak dan orang tua. Anak diakui eksistensinya. Kebebasan berekspresi diberikan pada anak dengan tetap berada di bawah pengawasan orangtua. 3. Pola Asuh Permisif, orangtua memberikan kebebasan penuh pada anak.

Cirinya, orang tua bersikap longgar, tidak terlalu memberi bimbingan dan kontrol, perhatianpun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak itu sendiri.

Maka persepsi terhadap pola asuh authoritarian dapat diartikan sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap gaya pengasuhan dengan cara authoritarian oleh orang tua melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan tindakan orang tua yang dominan terhadap anak.

2.3 Remaja

(9)

merupakan tahapan seseorang dimana ia berada diantara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosi (Effendi dan Makhfudli, 2009).

Berdasarkan definisi resiliensi dan remaja maka resiliensi pada remaja merupakan kapasitas remaja untuk bounce back, untuk bangun kembali dari kejatuhan, dalam beradapatsi ataupun bangkit dari kesulitan yang dihadapi. 2.4 Persepsi terhadap pola asuh authoritarian dengan resiliensi pada remaja.

Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini. Di tangan merekalah masa depan dunia ini beserta seluruh isinya berada. Itulah sebabnya, kaum remaja perlu mendapatkan pola asuh yang tepat. Kesalahan pola asuh sekecil apapun yang dilakukan terhadap mereka dapat berakibat fatal dan sulit diperbaiki. Jika pada masa remaja mereka salah urus, dapat dipastikan masa depan dunia ini akan rusak karena ditangani atau dikelola oleh orang-orang yang pada masa remajanya salah urus (Surbakti, 2009).

Saat ini sudah banyak muncul pilihan yang lebih baik dalam menerapkan pola asuh di dalam masing-masing keluarga seperti pola asuh authoritative

(demokratis). Namun masih banyak juga fenomena pengasuhan yang salah yang terjadi dalam keluarga seperti pola asuh authoritarian (otoriter), pola pengasuhan seperti membuat para remaja tidak bisa berkembang secara maksimal karena control yang kuat dalam keluarga membuat remaja tidak bisa melakukan hal-hal yang diinginkan dengan lebih terbuka seperti menyuarakan apa yang diinginkan.

Pola asuh authoritarian sangat menekankan kekuasaan tanpa kompromi sehingga seringkali menimbulkan korban sia-sia. Pola komunikasi mereka satu arah (monolog) karena penganut paham authoritarian tidak mengenal dialog. Bagi mereka dialog hanyalah membuang-buang waktu. Hasil penerapan pola asuh

authoritarian menyebabkan anak-anak remaja mengalami hal-hal sebagai berikut: tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, cenderung selalu menyalahkan diri, cenderung berskap pasif dan menunggu, mudah putus asa, mengalami luka batin, sering menyalahkan keadaa, tidak memiliki inisiatif, lamban mengambil keputusan, tidak berani mengemukakan pendapat, tidak berani memulai (Surbakti 2009).

Resiliensi adalah seberapa tinggi daya tahan seseorang dalam menghadapi stress dan kesengsaraan dan ketidak beruntungan. Masalah datang dan pergi tanpa diundang. Selama hidup, permasalahan bisa singgah dan mampir dalam

kehidupan. Akan tetapi, yang membedakan orang yang resilien dan orang yang tidak resilien adalah kesejahteraan pribadinya serta kemampuannya untuk memberdayakan kompetensi pribadinya dalam mengatasi masalah (Petranto, 2005).

Ini menunjukan bahwa resiliensi remaja akan baik jika dia dapat

(10)

dengan cukup maka bisa terjadi kemungkinan resiliensi yang buruk pada diri seorang remaja.

2.5 Hipotesis

Ada hubungan yang negatif antara persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja. Semakin positif persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua maka semakin rendah kemampuan resiliensi pada remaja, sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua maka semakin tinggi kemampuan resiliensi pada remaja

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Persepsi terhadap Pola Asuh Authoritarian Orang Tua Variabel Tergantung : Resiliensi Remaja

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

a. Persepsi terhadap Pola Asuh Authoritarian Orang Tua

Persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua adalah proses mengamati dan menginterpretasi tindakan orang tua yang dominan terhadap anak dari perilaku orang tua yang suka membentak, memukul, memutuskan pendapat secara sepihak, mengontrol segala macam aktifitas anak.

b. Resiliensi Remaja

Resiliensi remaja adalah kemampuan remaja untuk bangkit dari permasalahan yang dihadapi seperti menyelesaikan konflik yang terjadi dengan lingkungan sosial di luar keluarganya, kemampuan untuk hidup mandiri, kemampuan untuk memilih orang yang bisa dijadikan teman dekat di luar lingkungan keluarga.

3.3 Populasi Sampel Penelitian

Sampel merupakan remaja akhir usia antara 18-20 tahun, mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Teknik pengumpulan data menggunakan Purposive Sampling, yakni subjek dipilih sesuai kriteria yang telah di tetapkan peneliti yaitu yang mengacu pada pola asuh authoritarian yang di alami subjek.

3.4 Metode Pengumpulan Data

(11)

Sesuai (STS). Untuk semua alternatif jawaban tersebut, subjek hanya boleh memilih satu alternatif jawaban saja, setiap jawaban memiliki nilai-nilai tertentu yang berjarak interval sama.

3.5 Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh authoritarian orang tua dengan resiliensi pada remaja adalah analisis data inferensial dimana analisis ini dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan dengan pengujian hipotesis dan uji statistik yang digunakan adalah korelasi product moment dari Pearson (rxy), karena penelitian dilakukan untuk menguji

(12)

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 JADWAL KEGIATAN

Bulan 1 2 3 4 5

Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan program

survei lapangan dan perijinan

Penyusunan skala psikologi Pemberian skala

psikologi

Pelaksanaan kegiatan Evaluasi kegiatan Analisis data

Penyusunan laporan

4.2 RANCANGAN BIAYA

No. Anggaran Biaya (Rp)

1. Peralatan Penunjang 2.576.000 2. Barang Habis Pakai 1.000.000

3. Perjalanan 1.280.000

4. Lain-Lain 225.000

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, F dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

Fathi, B. 2011. Mendidik Anak dengan Al-Qur’an sejak janin, Jakarta: Grasindo Petranto, I. 2005. It Takes Only One to Stop the Tango, Depok : Kawan Pustaka

Resnick B, Gwyther L P, Roberto K . 2011. Resilience in Aging: Concepts, Research, and Outcomes, New York USA: Spring Street

Semium, Y. 2006. Kesehatan Mental 1: Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental serta Teori-teori yang terkait, Yogyakarta: Kanisius

Setiabudhi, T dan Hardiwinoto. 2002. Anak Unggul Berotak Prima, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Setyoso, T.A. 2013. Bukan Arek Mbeling, Jakarta : Indie Book Corner Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC

Surbakti, E. B. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda, Jakarta: Gramedia

Wahyuning W, Jash, dan Rachmadiana M. 2003. Mengkomunikasikan Moral kepada Anak, Jakarta: Elex Media Komputindo

Referensi

Dokumen terkait

Perairan Kalianget merupakan perairan yang berada di kawasan Kabupeten Sumenep, merupakan perairan yang banyak terdapat aktivitas manusia dan menjadi perairan yang

Merupakan metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh antara citra merek, kualitas produk dan Promosi terhadap Keputusan Pembelian sepeda motor matic Yamaha

Bakteriosin merupakan senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri probiotik yang bersifat antimikroba yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen..

Hasil ini menunjukkan bahwa jenis antihipertensi diuretik, terapi kombinasi dan frekuensi pemberian obat 1 kali sehari merupakan faktor prediktor untuk compliance pada

sp adalah 10,79 x 106 sel/ml, hal ini menunjukkan Chlorella sp dapat dikultivasi pada skala semi masal dengan hasil biomassa yang lebih tinggi dengan kultivasi di

Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 11 menunjukkan genotipe padi gogo dan padi sawah yang memiliki daya berkecambah tertinggi dengan berat kering kecambah

Tentu hal ini menunjukkan bahwa algoritma yang telah dibuat memungkinkan untuk digunakan sebagai pengenal baris navigasi robot dan nilai P_ka dan P_ki dapat digunakan

Survei telah dilakukan kepada user sesuai dengan target user mendapatkan hasil yang cukup sesuai dengan tujuan game yaitu secara tidak langsung user dapat mengetahui sejarah