• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI DAN UJI KINERJA DIETIL ETER SEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRODUKSI DAN UJI KINERJA DIETIL ETER SEB"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Teknik Kimia

Magister Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Diajukan oleh:

ASEP SAHIDIR 10/310708/PTK/07324

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2013

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR GAMBAR...iv

DAFTAR TABEL...v

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Penelitian...3

1.3 Keaslian Penelitian...3

1.4 Manfaat Penelitian...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Tinjauan Pustaka...5

2.1.1 Bahan Bakar Diesel...5

2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel...7

2.1.3 Dampak Lingkungan Penggunaan Bahan Bakar Fosil...9

2.1.4 Dietil Eter sebagai Bahan Bakar Diesel...11

2.1.5 Reaksi Dehidrasi Etanol...12

2.1.6 Reaksi Katalitik Heterogen...14

2.2 Landasan Teori...17

2.2.1 Mekanisme reaksi dehidrasi...17

2.2.2 Kinetika reaksi dehidrasi...18

2.2.3 Uji Kinerja Terhadap Mesin Diesel...22

2.3 Hipotesis...24

(3)

3.3 Prosedur Penelitian...26

3.4 Variabel Penelitian...26

3.5 Analisis Hasil...26

3.6Jadwal Penelitian...27

DAFTAR PUSTAKA...28

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahapan pada reaksi katalitik heterogen...15

Gambar 2. Mekanisme reaksi dehidrasi etanol...18

Gambar 3. Algoritma penyelesaian persamaan...22

Gambar 4. Rangkaian alat proses dehidrasi etanol...25

(5)

Tabel 2. Karakteristik komponen bahan bakar diesel potensial...11 Tabel 3. Keunggulan dan keterbatasan penggunaan dietil eter...12

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan bahan bakar sebagai salah satu sumber energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan teknologi. Selama bertahun-tahun sumber energi utama untuk bahan bakar baik untuk kebutuhan industri, transportasi maupun kebutuhan sehari-hari berasal dari bahan bakar fosil (fossil fuel). Untuk memenuhi kebutuhan energi domestik banyak negara berkembang yang menghabiskan pendapatan hasil ekspor untuk mengimpor produk petroleum sebagai akibat dari keterbatasan sumber daya minyak bumi. Salah satu produk tersebut adalah minyak diesel. Di Indonesia, penggunaan minyak diesel saat ini mencapai 150.000 barel per hari, sedangkan produksinya baru sekitar 97.000 barel. Untuk memenuhi defisit tersebut, Indonesia harus mengimpor sekitar 53.000 barel minyak diesel setiap hari (Anwar, 2005).

Selain masalah keterbatasan akan ketersediaan bahan bakar, meningkatnya polusi udara, pemanasan global dan perubahan iklim akibat peningkatan emisi karbon dioksida menjadi masalah yang ditimbulkan akibat dari penggunaan bahan bakar fosil. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, banyak peneliti yang fokus pada pembentukan sumber energi alternatif baru dan terbarukan yang ramah lingkungan seperti biofuel. Biodiesel adalah salah satu biofuel yang banyak diteliti dan diproduksi karena dianggap mampu mengurangi ketergantungan akan penggunaan bahan bakar fosil dan bersifat terbarukan. Akan

(7)

tetapi, sifat terbarukan dari biodiesel saat ini menjadi polemik karena pada proses pembuatan biodiesel menggunakan metanol yang merupakan bahan kimia yang tidak terbarukan.

Selain biodiesel, bioetanol dianggap sebagai biofuel yang cukup

menjanjikan. Menurut Subbaiah (2010), etanol sudah digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel sejak abad ke-19. Akan tetapi, penggunaan etanol sebagai bahan bakar diesel sudah mulai ditinggalkan karena beberapa faktor seperti laju penguapan yang tinggi dan kualitas penyalaan yang rendah (Anonim, 1982). Etanol dapat dengan mudah dikonversi melalui reaksi dehidrasi menjadi dietil eter yang dianggap sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk mesin diesel.

Dietil eter dapat dijadikan bahan bakar untuk mesin diesel karena memiliki angka cetan yang tinggi yaitu dapat mencapai lebih dari 125 (Erwin dan Moulton, 1996). Selain itu, dietil eter juga bersifat terbarukan karena bahan baku yang digunakan adalah etanol yang dapat dihasilkan dari proses fermentasi biomassa.

Penggunaan biomassa sebagai sumber etanol secara tidak langsung berperan dalam upaya pengurangan emisi gas karbon dioksida. Hal ini

dikarenakan terjadinya siklus tertutup dari gas karbon dioksida, sehingga tidak terjadi penambahan jumlah gas CO2 di lingkungan. Selain itu, menurut Bryden, dkk (2002) bahan bakar yang dihasilkan dari konversi biomassa mengandung kadar sulfur yang rendah sehingga hasil pembakaran bahan bakar tersebut relatif aman bagi lingkungan.

(8)

3

Penggunaan katalis homogen memiliki kerugian seperti katalis tidak dapat digunakan kembali (re-use) dan membutuhkan tahapan lebih lanjut seperti tahap pemisahan katalis yang tentunya memerlukan biaya produksi tambahan. Selain itu, asam sulfat bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan eksperimen yang lebih mahal. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan, pengujian kinerja serta uji emisi gas buang dari dietil eter sebagai bahan bakar diesel terbarukan melalui reaksi dehidrasi etanol

menggunakan katalis heterogen.

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah memproduksi dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan melalui reaksi dehidrasi etanol. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari kinetika reaksi dehidrasi pada produksi dietil eter 2. Menguji kinerja dan emisi gas buang dietil eter terhadap mesin diesel 1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai reaksi dehidrasi etanol menggunakan katalis

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi mengenai proses produksi dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan sehingga mampu dijadikan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar diesel adalah fraksi minyak bumi yang mendidih pada suhu sekitar 175-370ºC dan yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Mesin diesel ditemukan dan dipatenkan oleh Rudolph Diesel pada tahun 1982. Mesin diesel bekerja dengan kecepatan maksimum 50-2.500 rpm yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin bensin yang seringkali mempunyai kecepatan di atas 4.000 rpm. Berdasarkan kecepatan perputarannya, mesin diesel dibagi menjadi tiga jenis, yaitu mesin diesel dengan kecepatan perputaran lambat (<500 rpm); tinggi (>1.200 rpm) dan sedang (diantara lambat dan tinggi). Mesin diesel dengan kecepatan rendah digunakan sebagai mesin stasioner dan digunakan dalam kapal- kapal besar, mesin diesel dengan kecepatan sedang digunakan pada kapal-kapal dan lokomotif, sedangkan mesin diesel kecepatan tinggi digunakan untuk traktor, bus, truk dan mobil [ CITATION Har06 \l 1057 ].

Secara fisik mesin diesel memiliki kenampakan luar yang menyerupai mesin bensin. Tetapi, keduanya memiliki dasar cara operasi yang berbeda. Mesin diesel tidak mempunyai karburator seperti pada mesin bensin, sehingga digunakan sistem injeksi bahan bakar. Selain itu, mesin diesel tidak menggunakan busi sehingga penyalaan terjadi karena suhu tinggi yang diperoleh pada pemampatan (kompresi) udara di dalam silinder mesin. [ CITATION Har06 \l 1057 ].

(11)

Bahan bakar diesel menurut American Society for Testing and Materials (ASTM) terbagi menjadi tiga jenis, yaitu [ CITATION Har06 \l 1057 ]:

1. Grade No. 1-D: suatu bahan bakar distilat ringan yang mencakup fraksi kerosin dan sebagian fraksi minyak gas, digunakan untuk mesin diesel otomotif dengan kecepatan tinggi

2. Grade No. 2-D: suatu bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel otomotif dan dapat juga digunakan untuk mesin diesel bukan otomotif, khususnya dengan kondisi kecepatan dan beban yang sering berubah-ubah.

3. Grade No.4-D: suatu bahan bakar dengan distilat berat atau campuran antara distilat dengan minyak residu, untuk motor diesel bukan otomotif dengan kecepatan rendah dan sedang dengan kondisi kecepatan dan beban tetap.

Menurut Suharto (1982), penggunaan bahan bakar diesel memiliki beberapa keuntungan dan kerugian pada proses pemakaiannya. Beberapa keuntungan dari penggunaan mesin diesel adalah sebagai berikut:

1. Umur mesin diesel lebih lama 2,5 kali dari motor bensin. Jika motor bensin umur efektifnya 6 tahun, maka kendaraan dengan mesin diesel dapat mencapai 15 tahun dengan perawatan dan cara pemakaian yang sama.

2. Gas pembuangan dari mesin diesel lebih bersih dibandingkan dengan motor bensin karena kadar hidrokarbon yang tidak terbakar dan karbon monoksida lebih sedikit.

3. Top overhaul mesin diesel bisa dilakukan setiap 3,5 tahun sedangkan motor bensin dilakukan setiap 2 tahun sekali.

4. Minyak pelumas yang dipakai motor bensin rata-rata 3 kali lebih sering diganti dibanding dengan mesin diesel.

(12)

7

1. Untuk torsi yang sama, mesin diesel lebih mahal 5 kali dibandingkan dengan motor bensin. Sedangkan untuk power yang sama, harganya akan 7 kali lebih besar dari harga motor bensin.

2. Ongkos overhaul pada mesin diesel lebih tinggi karena memerlukan suku cadang kira-kira 4 kali lebih mahal dibanding dengan power yang sama. 3. Bunyi mesin diesel tidak disukai.

2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel

Menurut Supranto (2005) dan Hardjono (2006), terdapat beberapa faktor penting yang menjadi syarat untuk bahan bakar diesel, diantaranya:

1. Viskositas

Viskositas dari bahan bakar diesel besarnya harus menyesuaikan dengan spesifikasi mesin diesel. Viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar, sedangkan viskositas yang terlalu tinggi akan mempersulit pengabutan bahan bakar.

2. Titik tuang (pour point) dan titik kabut (cloud point)

Titik tuang merupakan suhu terendah dimana bahan bakar diesel akan mudah mengalir pada tekanan atmosferik. Pada suhu sekitar 10ºF di atas titik tuang, bahan bakar diesel dapat berkabut dan hal ini disebabkan oleh

pemisahan kristal malam yang kecil – kecil. Suhu ini dikenal dengan titik kabut. Karena kristal malam dapat menyumbat saringan yang digunakan dalam sistem bahan bakar mesin diesel, maka seringkali titik kabut lebih berarti dari pada titik tuang. Untuk Indonesia dimana suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun, maka ditetapkan titik tuang bahan bakar diesel maksimum adalah 65 ºF atau kira-kira 18 ºC.

(13)

Titik nyala merupakan suhu dimana bahan bakar akan menyala dengan sendirinya. Titik nyala yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelambatan proses penyalaan mesin. Sedangkan titik nyala yang terlalu rendah akan menyebabkan bahan bakar tersebut mudah terbakar. Hal ini tidak

menguntungkan dari segi keamanan karena akan mempersulit pada proses penyimpanan.

4. Nilai kalor (heating value)

Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakaiannya.

5. Conradson Carbon Residue (CCR)

Semakin sedikit residu yang dihasilkan dari proses pembakaran maka semakin baik kualitas bahan bakar tersebut.

6. Angka cetan (Cetane Number)

Angka cetan menyatakan ukuran kesiapan bahan bakar untuk dapat terbakar ketika diinjeksikan ke dalam mesin diesel. Hal ini berkaitan dengan waktu tunda antara ketika bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder dan ketika pembakaran terjadi. Besarnya angka cetan sukar untuk dihitung karena harus dilakukan menggunakan alat khusus yaitu Cetane Engine.

2.1.3 Dampak Lingkungan Penggunaan Bahan Bakar Fosil

Dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar fosil berkaitan dengan aspek polusi udara. Menurut Sudrajad (Ismunandar, 2010), polusi udara adalah masuk atau tercampurnya unsur – unsur berbahaya ke dalam atmosfer yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta penurunan kualitas

(14)

9

Pada pembakaran bahan bakar fosil, senyawa karbon yang terkandung di dalamnya dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk karbon dioksida, karbon

monoksida dan senyawa karbonat. Di atmosfer karbon dioksida memiliki laju penghilangan yang lambat, sehingga konsentrasinya semakin meningkat. Selain senyawa karbon, bahan bakar fosil juga mengandung sulfur dan nitrogen, dimana pada pembakaran bahan bakar ini terjadi reaksi samping yang menghasilkan oksida sulfur (SOx) dan oksida nitrogen (NOx). Oksida – oksida tersebut dapat mengalami reaksi sekunder di atmosfer membentuk asam dan menyebabkan fenomena yang banyak dikenal sebagai hujan asam (Vallero, 2008).

Polusi udara dapat dikendalikan melalui beberapa proses, salah satunya adalah dengan mengontrol sumber polutannya (Vallero, 2008). Cara ini dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan beralih pada penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan seperti biofuel.

(15)

Emisi gas buang yang dihasilkan pada proses pembakaran bahan bakar fosil maupun biofuel diukur menggunakan alat uji emisi opacitymeter. Data yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan standar baku mutu emisi gas buang yang diijinkan, baik itu standar nasional maupun internasional. Baku mutu emisi gas buang untuk kendaraan bermotor kategori M, N dan O1 menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Baku mutu emisi kendaraan bermotor

No. Kategori PembuataTahun n

Parameter

Metode uji CO

(%) (ppm)HC Opasitas (%) 1. Motor bensin < 2007

≥ 2007 4,51,5 1.200200 -- Idle (sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2006)

2.1.4 Dietil Eter sebagai Bahan Bakar Diesel

Dietil eter merupakan senyawa dari golongan eter dengan rumus molekul (C2H5)2O. Dietil eter memiliki titik didih yang sangat rendah dan sangat mudah terbakar. Senyawa ini banyak digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi dan sebagai anestesis di bidang kedokteran (Solomons, 2004).

Dietil eter selain dapat digunakan sebagai pelarut dan anestesis, di beberapa negara bermusim dingin dietil eter digunakan sebagai cold-start aid liquid untuk berbagai mesin kendaraan. Dietil eter dapat dijadikan sebagai bahan

bakar alternatif untuk mesin diesel karena memiliki karakteristik bahan bakar

(16)

11

yang baik, seperti angka cetan yang tinggi, auto-ignition temperature yang

rendah, serta interval flammability limit yang cukup besar. Karakteristik dietil eter dan beberapa bahan bakar diesel potensial ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik komponen bahan bakar diesel potensial

Karakteristik

Jenis bahan bakar

Bensin Biodiesel Etanol Dimetil eter Dietil eter

Titik didih (ºF) 80 – 437 360 – 640 172 - 13 94

Angka cetan 13 – 17 > 48 < 5 > 55 > 125 Autoignition

temperature (ºF) 495 - 793 662 320

Flammibility

limit, vol % 1,0 – 6,0 - 4,3 – 19,0 3,4 – 27,0 1,9 – 36 Lower heating

value, Btu/lb 18500 16500 11500 12120 14571 Viskositas, cp

pada (suhu) ºF 3,4 (68) 3,5 (100) 1,19 (68) - 0,23 (68)

Densitas, lb/gal 6,246 7,328 6,612 5,5 5,946

(Sumber : Erwin dan Moulton, 1996)

Penggunaan dietil eter sebagai bahan bakar mesin diesel saat ini masih sangat terbatas. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dietil eter lebih

cenderung digunakan sebagai zat untuk meningkatkan bilangan cetan atau sebagai zat aditif. Dietil eter dapat digunakan bersamaan dengan etanol sebagai ignition improver pada mesin diesel konvensional (Varişli, 2007). Beberapa keunggulan

dan keterbatasan penggunaan dietil eter ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Keunggulan dan keterbatasan penggunaan dietil eter

Keunggulan Keterbatasan

1. Angka cetan dan panas laten yang tinggi memudahkan mesin untuk dinyalakan pada suhu rendah. 2. Bersifat terbarukan

3. Pembakaran DEE menghasilkan gas buang yang lebih sedikit dibandingkan pada bahan bakar fosil

1. Bersifat toksik

2. Harga jual jauh lebih mahal dibanding bahan bakar diesel lain seperti solar.

3. Bersifat highly flammable

(17)

(Sumber: Varişli, 2007; Hardjono, 2006; dan MSDS diethyl ether)

2.1.5 Reaksi Dehidrasi Etanol

Etanol merupakan jenis alkohol yang digunakan secara luas karena proses produksi yang mudah, bersifat terbarukan karena dapat diperoleh dari berbagai jenis biomassa, toksisitas cukup rendah dan relatif murah (Subbaiah, 2010). Etanol dapat mengalami reaksi dehidrasi membentuk dietil eter dengan persamaan reaksi berikut:

2C2H5OH  (C2H5O)2O + H2O

Menurut Soemargo (1986), reaksi dehidrasi etanol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kecepatan alir etanol, inert dan tekanan, konsentrasi, suhu dan katalisator.

1. Kecepatan alir etanol

Bila reaksi dilakukan pada reaktor jenis fixed bed, maka untuk menghasilkan konversi yang besar waktu tinggal reaktan dalam reaktor harus cukup lama. Sehingga kecepatan alir etanol diatur agar tidak terlalu besar.

2. Inert dan tekanan

Pengaruh inert dan tekanan lebih mengarahkan pada pergeseran

kesetimbangan. Apabila jumlah mol reaktan dan produk sama besar, maka adanya inert dan perubahan tekanan tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Hal ini berarti laju pembentukan produk tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan tekanan.

3. Konsentrasi

(18)

13

metanol menjadi gasolin, menunjukkan bahwa penggunaan metanol yang murni memberikan konversi yang lebih tinggi dari pada metanol 83% berat. 4. Katalisator

Adanya katalisator akan mempercepat tercapainya kesetimbangan. Pada reaksi dehidrasi etanol, katalisator berfungsi sebagai donor proton yang membantu terjadinya proses dehidrasi.

5. Suhu

Reaksi dehidrasi etanol merupakan reaksi endotermik, sehingga diperlukan panas untuk bereaksi membentuk produk. Pada reaksi endotermik, adanya kenaikan suhu akan memperbesar konversi. Namun, pada reaksi dehidrasi etanol menjadi dietil eter kenaikan suhu perlu dikontrol agar produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.

2.1.6 Reaksi Katalitik Heterogen

Katalis adalah zat yang ditambahkan pada suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi dan mempercepat tercapainya kondisi kesetimbangan. Berdasarkan fasenya, katalis dibagi menjadi dua tipe yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Pada reaksi dengan katalis homogen, katalis berada pada fase yang sama dengan reaktan yang bereaksi sedangkan pada fase heterogen katalis berada pada fase yang berbeda dengan reaktan yang bereaksi.

(19)

Secara umum tahapan pada reaksi katalitik untuk reaksi A menjadi B menggunakan katalis heterogen dapat dilihat pada Gambar 1 (Fogler, 2006). Setiap tahapan pada reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Transfer massa (difusi) reaktan dari aliran gas pembawa ke permukaan luar partikel katalis.

2. Difusi reaktan dari permukaan luar ke permukaan bagian dalam melalui pori-pori katalis

3. Adsorpsi reaktan ke sisi aktif katalis

4. Reaksi pembentukan produk pada permukaan katalis

5. Desorpsi produk dari permukaan katalis keluar melalui pori-pori katalis 6. Difusi produk menuju permukaan luar partikel katalis

7. Difusi produk dari permukaan katalis ke aliran gas pembawa

Gambar 1. Tahapan pada reaksi katalitik heterogen

(20)

15

adsorpsi, reaksi permukaan dan desorpsi memegang peranan penting dalam penentuan laju reaksi keseluruhan (Fogler, 2006).

Reaksi katalitik reaktan membentuk produk terjadi di permukaan

katalisator. Terdapat dua model yang menggambarkan proses reaksi permukaan, yaitu:

a. Model kinetika Langmuir-Hinshelwood - Single site

Reaksi permukaan mungkin mengikuti mekanisme single site dimana reaksi berlangsung hanya pada sisi aktif katalis yang telah mengadsorpsi reaktan.

A.S  B.S

Jika pada setiap tahapan mekanisme reaksi dianggap sebagai reaksi elementer, maka laju reaksinya adalah:

rs=ks

(

CA .SCB . S

Ks

)

(2.1)

Dimana Ks adalah konstanta kesetimbangan reaksi permukaan, Ks=

kS kS' - Dual site

Reaksi permukaan mungkin mengikuti mekanisme dual site dimana reaktan yang teradsorpsi berinteraksi dengan sisi aktif lain untuk membentuk produk.

A.S + S  B.S + S Dengan laju reaksi berikut:

rs=ks

(

CA .S. CvCB . S. Cv

Ks

)

(2.2)

Mekanisme dual site juga dapat terjadi pada dua molekul teradsoprsi. A.S + B.S  C.S + D.S

Dengan laju reaksi berikut: rs=ks

(

CA .S. CB .SCC . S.CD .S

Ks

)

(21)

Model reaksi ini terjadi ketika molekul yang teradsorpsi bereaksi dengan molekul lain pada fase gas.

A.S + B(g) C.S

Dimana laju reaksinya adalah: rs=ks

(

CA .S. pB

CC .S

Ks

)

(2.3)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Mekanisme reaksi dehidrasi

Reaksi dehidrasi etanol menjadi dietil eter dapat dilakukan baik pada fase cair (katalis homogen) dan pada fase gas (katalis heterogen). Reaksi pada fase cair biasanya menggunakan katalis asam sulfat pekat, sedangkan pada reaksi fase padat katalis yang digunakan adalah zeolit, alumina, resin penukar ion dan lain – lain.

(22)

17

Gambar 2. Mekanisme reaksi dehidrasi etanol (Jain dan Pillai, 1967)

Kemisorpsi etanol pada sisi aktif asam mempolarisasi ikatan C – O dan membuat gugus hidroksida (H – O) menjadi gugus pergi yang baik. Kemisorpsi pada sisi aktif basa merepresentasikan ikatan hidrogen terhadap permukaan katalis yang meningkatkan sifat nukleofilisitas atom oksigen pada molekul etanol. Proses pembentukan eter dapat digambarkan sebagai reaksi substitusi nukleofilik yang terjadi pada fase teradsorpsi (Jain dan Pillai, 1967).

2.2.2 Kinetika reaksi dehidrasi

Jika E adalah etanol, D adalah dietil eter, dan W adalah air. Maka reaksi dehidrasi etanol dapat ditulis sebagai berikut:

2C2H5OH  (C2H5O)2O + H2O 2E  D + W

(23)

Jika pada penelitian ini diasumsikan bahwa transfer massa bukan merupakan rate-limiting, maka tahapan yang menentukan adalah reaksi kimia. Secara umum, dalam reaksi kimia mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut: 1) Adsorpsi etanol pada permukaan katalis

2) Reaksi permukaan

3) Desorpsi dietil eter dari permukaan katalis 4) Desorpsi air dari permukaan katalis

Untuk menentukan data kinetika reaksi dehidrasi etanol maka digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

- Konsentrasi dari spesi yang berada pada fase gas dinyatakan dengan tekanan parsialnya

- Dietil eter yang merupakan hasil produk utama tidak teradsorpsi pada permukaan katalis. Sehingga konsentrasinya di permukaan katalis adalah nol - Model kinetika reaksi permukaan mengikuti model kinetika

Langmuir-Hinshelwood.

Berdasarkan asumsi – asumsi tersebut maka mekanisme reaksi yang diusulkan adalah sebagai berikut:

1. Adsorpsi etanol pada permukaan aktif katalis E + S  E.S

2. Reaksi di permukaan untuk menghasilkan dietil eter pada fase gas dan air yang teradsorpsi pada permukaan katalis

2E.S  D + W.S + S

(24)

19

Karena tidak ada akumulasi reaktan di permukaan katalis maka laju untuk setiap tahap adalah sama:

rE=rA=rs=rD (2.7)

Neraca massa untuk menentukan konsentrasi total sisi aktif (Ct): Total sisi aktif = sisi tak terisi + sisi terisi

Ct=Cv+CE . S+CW .S (2.8)

Jika diasumsikan bahwa tahap yang mengontrol laju (rate-controlling) adalah reaksi permukaan, maka :

rA

Sehingga, persamaan (2.4) dan (2.6) menjadi:

CE . S=KApECv (2.9)

CW .S=KDpWCv (2.10)

Persamaan (2.9) dan (2.10) kemudian di substitusikan ke persamaan (2.8) untuk

menentukan Cv

Ct=Cv+KApECv+KDpWCv

Ct=Cv(1+KApE+KDpW)

Cv= Ct

(25)

Dari persamaan (2.9), (2.10), dan (2.11) maka dapat ditentukan persamaan laju reaksi di permukaan katalis dengan mensubstitusikan persamaan – persamaan tersebut ke persamaan (2.5)

rs=ksK2Ap2EC2vks' KDpDpWC2v

Jika diasumsikan bahwa besarnya konsentrasi total selalu konstan, maka: k

(¿¿s K2ApE2−k'sKDpDpW) (1+KApE+KDpW)

2 rs=¿

Sehingga, persamaan laju dehidrasi etanol adalah sebagai berikut: k

(26)

21

P ¿ P ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ SSE=

¿

(2.13)

(27)

Gambar 3. Algoritma penyelesaian persamaan

2.2.3 Uji Kinerja Terhadap Mesin Diesel

Proses pembakaran pada motor diesel umumnya terjadi karena temperatur yang tinggi yang diperoleh pada pemampatan udara di dalam silinder mesin. Oleh karena itu, mesin diesel mempunyai perbandingan kompresi yang tinggi berkisar 12:1 sampai lebih dari 18:1 tergantung pada perancangan mesin. Tekanan

kompresi dapat mencapai 400 sampai 700 psi, sedangkan temperatur udara yang dimampatkan dapat mencapai 1.000oF atau lebih (Hardjono, 2006).

Supaya bahan bakar diesel dapat masuk ke dalam silinder yang berisi udara dengan tekanan tinggi, bahan bakar harus ditekan dengan pompa injektor sampai setinggi 20.000 psi tepat sebelum langkah kompresi berakhir. Pada saat udara mencapai suhu yang tinggi, bahan bakar mulai diinjeksikan. Ketika bahan bakar diinjeksikan, bahan bakar ini tidak segera menyala. Tetes-tetes bahan bakar harus lebih dahulu berubah menjadi uap sebelum penyalaan terjadi. Kelambatan waktu yang sangat pendek akan terjadi, kira-kira satu per seribu detik, antara permulaan injeksi dan pembentukan nyala, yang disebut kelambatan penyalaan (ignition delay). Segera setelah penyalaan terjadi, pembakaran spontan yang tidak terkontrol akan terjadi di dalam seluruh ruang pembakaran. Nyala dengan

sendirinya akan bergerak menuju ke bahan bakar segar yang sedang diinjeksikan. Kecepatan pembakaran selanjutnya dikendalikan oleh kecepatan injeksi bahan bakar (Hardjono, 2006).

(28)

23

beberapa perhitungan karakteristik untuk menentukan kualitas dietil eter tersebut adalah sebagai berikut (Ismunandar, 2010):

1. Penentuan torsi dan daya mesin

Torsi(T)(Nm)=m. g .l (2.14)

Dayamesin(P) (kW)=2π . n. T

60000 (2.15)

2. Break mean effective pressure (bmep)

Nilai bmep menyatakan tenaga output mesin tiap satuan volum silinder bmep(kPa)=60.P . z

V .n (2.16)

3. Konsumsi bahan bakar (mf) mf( kg

4. Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) SFC( kg

kW jam)= mf

P (2.18)

5. Efisiensi

a. Efisiensi volumetrik (ηvol)

ηvol=Qud×1000/60

Vd× rpm/2

×100 (2.19)

b. Efisiensi panas (ηthermal)

ηthermal=P ×1000×3600

Mf× NB×4182 ×100 (2.20)

2.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan dapat diproduksi melalui reaksi

(29)

2. Dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan memiliki kinerja mesin yang baik

(30)

BAB III

CARA PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Katalis alumina yang diperoleh dari P.T. Bumi Tangerang Gas Industry, Serang Banten.

2. Etanol absolut yang diperoleh dari C.V. General Labora, Yogyakarta. 3.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari unit reaksi dehidrasi etanol, alat uji kinerja bahan bakar diesel dan alat uji emisi gas buang. Rangkaian alat reaksi dehidrasi etanol ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 4. Rangkaian alat proses dehidrasi etanol

25 Keterangan gambar: 1. Kompor pemanas 2. Bak air

3. Labu leher tiga 4. Termometer 5. Reaktor isian 6. Heating coil 7. Regulator 8. Kondensor

9. Penampung produk 10. Baskom es

(31)

reactor. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: reaktor dan labu

leher tiga (penampung reaktan) dipanaskan, setelah mencapai suhu yang diinginkan etanol dialirkan dengan debit tertentu. Etanol yang masuk ke labu leher tiga kemudian akan menguap. Uap etanol yang dihasilkan kemudian dialirkan ke dalam reaktor dengan bahan isian katalis alumina dengan tinggi isian tertentu. Suhu pada proses dehidrasi diatur pada kisaran 260 – 300ºC. Produk hasil reaksi ini dikondensasikan untuk proses analisis lebih lanjut.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini adalah efek tinggi tumpukan katalis dan suhu reaksi terhadap yield produk.

a) Variabel tetap

 Tinggi tumpukan katalis: 10 cm dan 15 cm.  Suhu reaksi: 260oC, 280oC dan 300oC. b) Variabel terikat

 Persentase yield produk

3.5 Analisis Hasil

1. Uji karakteristik bahan bakar

(32)

Uji kinerja dietil eter terhadap mesin diesel dan emisi gas buang dilakukan di laboratorium Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta.

3.6Jadwal Penelitian

No. Tahap Kegiatan 1 2 Bulan Ke: 3 4 5 6

1. Studi literatur dan perijinan 2. Persiapan alat dan bahan 3. Percobaan pendahuluan 4. Seminar I (proposal)

5. Penelitian dan Pengambilan data 6. Pengolahan data

(33)

Bryden, K. M., Ragland, K. W., and Rutland, C.J., 2002, “Modelling Thermallythic of Wood”, Biomass and Bioenergi, 22, 41-53.

Chang, C.O. Kuo., J.C.W., Lang, W.H., Jacob, S.M., Wise, J.J., and Silvestri, A.S., 1978, Prosess Studies on the Conversion of Methanol to Gasoline,

Ind.Eng.Chem.Process Des.Dev.,17, 255-260.

Erwin, J. and S. Moulton, 1996, Maintanance and Operation of the U.S. DOE Alternative Fuel Center, Southwest Research Institute, San Antonio.

Fogler, H.S., 2006, “Elements of Chemical Reaction Engineering”. 4th ed. Prentice Hall PTR, New Jersey.

Hardjono, A., 2001, Teknologi Minyak Bumi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jain, J. R. and Pillai C. N. 1967. Catalytic Dehydration of Alcohols over Alumina – Mechanism of Ether Formation. Journal of Catalyst. Volume 9 (322- 330). Department of Chemistry. Indian Institute of Technology. India. Kasaie, M. and M. Sohrabi, 2009, Kinetic Study on Methanol Dehydration to

Dimethyl Ether Applying Clinoptilolite Zeolite as the Reaction Catalyst, J.Mex.Chem.Soc., 53(4), 233-238.

Maygasari, D.A., H. Satriadi., Widayat, dan A.H. Jestyssa., 2010, “Optimasi Proses Aktivasi Katalis Zeolit Alam Dengan Uji Proses Dehidrasi Etanol” Seminar Rekayasa Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang.

Savitri, N.D. dan Veronica, 2010, Proses Produksi Dietil Eter dengan Dehidrasi Etanol pada Fase Cair, Jurusan Tekinik Kimia Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro, Semarang.

Soemargo, 1986., “Dehidrasi Etanol Menjadi Etilen”, Tesis, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Solomons, T.W.G. and C.B. Fryhle, 2004, Organic Chemistry, 8th ed., John Wiley and Sons, Inc., United States of America.

(34)

Subbaiah, G.V., K.R. Gopal, S.A Hussain, B.D. Prasad and K.T. Reddy, 2010, Rice Bran Oil Biodiesel as an Additive in Diesel-ethanol Blends for Diesel Engines, IJRRAS 3 (3).

Suharto, S. 1982. Penggunaan minyak nabati sebagai minyak diesel. Lembaran publikasi lemigas, 3, 20-27.

Supranto., 2005, Road Map Penelitian Biodiesel Bahan Bakar Mesin Diesel, Jurusan Teknik Kimia UGM.

Vallero, D., 2008, Fundamentals of Air Pollution, 4th ed. Elsevier Inc. United States of America.

Gambar

Tabel 1. Baku mutu emisi kendaraan bermotor
Tabel 3. Keunggulan dan keterbatasan penggunaan dietil eter
Gambar 1. Tahapan pada reaksi katalitik heterogen
Gambar 2. Mekanisme reaksi dehidrasi etanol (Jain dan Pillai, 1967)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi konsumen, persepsi kualitas, dan sikap konsumen terhadap keputusan pembelian sepeda motor

5. Prasarana &amp; sarana kearsipan; 7. Pelindungan &amp; penyelamatan arsip; 8. BPAD Kota Tangerang dalam penyusunan Renja 2017, melakukan sinkronisasi terhadap prioritas

Hasil telaah tersebut secara jelas menunjukkan bahwa program tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya sebagaimana diharapkan, terutama dikarenakan oleh keterlambatan diterimanya dana

bahwa berdasarkan Pasal 141 huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,

pemberian pupuk kompos dari kulit udang dengan dosis 25 g memberikan hasil yang baik pada pertumbuhan tanaman kakao dan pertambahan pada tinggi tanaman pada umur 12 minggu

Penelitian yang dilakukan sebelumnya telah menghasilkan enzim mananase termofilik laut dari bakteri Rhodothermus marinus, mikroba ini diisolasi dari perairan laut yang

Berdasarkan hasil pengolahan data, estimasi kedalaman dan geometri benda- benda megalit yang tertanam di bawah permukaan tanah pada Situs Megalit Pokekea di

Tabel 2.1 Struktur Organisasi pada Sekretariat Daerah di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utarag. Staf Ahli Gubernur Sumatera