• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI PTT DI SENTRA PADI JAWA BARAT EFFECT OF SOCIO-ECONOMIC FACTORS ICM ADOPTION IN WEST JAVA RICE CENTER PRODUCTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI PTT DI SENTRA PADI JAWA BARAT EFFECT OF SOCIO-ECONOMIC FACTORS ICM ADOPTION IN WEST JAVA RICE CENTER PRODUCTION"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI PTT DI

SENTRA PADI JAWA BARAT

EFFECT OF SOCIO-ECONOMIC FACTORS ICM ADOPTION IN WEST JAVA

RICE CENTER PRODUCTION

Ikin Sadikin1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Jawa Barat, Indonesia

ABSTRACT

One policies generated by technological innovation that have been adopted by farmers in West Java is a method and resource Integrated Crop Management (ICM). In terms technical-agronomic, rice ICM application implementation at field level, to increase production 8.3 up to15.6 percent, higher than conventional technology applications by farmers. Question: in economic, is there increasing farmers' income implications? Extent to which socio-economic aspects can affect ICM rice technology adoption in different locations? Extent to which differences in effect, increased production and farmers' income participants and non-participants ICM? To learn and understand influence socio-economic factors on use ICM technology requires a particular research method. Survey method and logistic function analysis used in this study, to examine respondent and farmer participants and non-participants ICM at centre rice production in West Java, carried out research in Karawang district and Tasikmalaya. Analysis revealed that ICM technology applications in research site a positive effect on increasing rice production by eleven percent. Technically-agronomic and socio-economic model ICM is still feasible. But on the other hand, respondent farmers in study sites, in general, have exceed recommendation in use factor inputs (fertilizers Urea, KCL, Pesticides), so that negative impact on rice production and farmers' income.

Key-words: technology, ICM; rice

INTISARI

Salah satu kebijakan inovasi teknologi oleh Badan Litbang Pertanian di Jawa Barat adalah Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Dari sisi teknis-agronomi, implementasi PTT padi sawah mampu meningkatkan produksi 8,3 hingga 15,6 persen, lebih tinggi daripada aplikasi teknologi konvensional. Persoalan: efisienkah secara ekonomi, sehingga dapat berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan petani? Sejauh mana aspek sosial-ekonomi memengaruhi adopsi PTT padi di lokasi berbeda? Sejauh mana perbedaan pengaruhnya terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani peserta dan non-peserta PTT? Untuk mempelajari dan memahami pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap penggunaan teknologi PTT, diperlukan penelitian. Metode survei analisis fungsi logistik digunakan dalam penelitian ini untuk mendiskripsi dan menguji kelompok responden peserta dan non-peserta PTT. Hasil: aplikasi teknologi PTT berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi padi. Secara teknis-agronomis dan sosial-ekonomi, model PTT layak dikembangkan. Petani telah exceed recommendation dalam penggunaan faktor input, sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.

Kata kunci: teknologi; PTT; padi

1

(2)

PENDAHULUAN

Dinamika peningkatan produksi padi di Provinsi Jawa Barat (Jabar) merupakan buah dari aplikasi inovasi teknologi di tingkat lapang atau petani yang berkaitan dengan kinerja kebijakan pembangunan pertanian. Peningkatan produksi padi di Jabar selama 40 tahun terakhir telah mencapai 42,69 kw per ha atau 48 persen dari produksi potensial (7,5 hingga 10 kw per ha).

Salah satu inovasi teknologi yang dihasilkan oleh LITBANG pertanian yang telah menjadi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras adalah Program Pengembangan Pertanian Terpadu (P3T), dengan penerapan metode PTT (Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya secara Terpadu). Secara empiris, implementasi model PTT padi sawah (Ps) yang dikembangkan sejak tahun 2001 telah mampu meningkatkan produksi padi 37 persen pada tingkat penelitian-demplot dan 16 hingga 27 persen pada tingkat pengkajian-demfarm. Adapun implementasi pada tingkat petani di lapangan, di Jabar, secara teknis mampu meningkatkan produksi padi antara 8,3 hingga 15,6 persen, lebih tinggi dari tingkat produksi dengan metode konvensional.

Persoalannya kemudian adalah, sejauh mana petani dapat melakukan adopsi terhadap inovasi teknologi PTT padi sawah saat ini? Sehubungan dengan itu, dalam tataran faktual, penting untuk diketahui faktor apa saja (teknis, sosial, ekonomi) yang memengaruhi keputusan petani dalam mengaplikasikan teknologi PTT padi di Jawa Barat? Untuk menjawab persoalan tersebut dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mempelajari dan memahami aspek sosial ekonomi yang memengaruhi kinerja

adopsi PTT padi sawah dan membuat rumusan bahan kebijakan untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas implementasinya dalam rangka meningkatkan produksi beras di masa depan.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu. Penentuan lokasi penelitian, mulai dari lokasi kabupaten sampai desa dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan tiga aspek: (1) tipe agroekosistem, dalam hal ini pemilihan tempat adalah lokasi yang memiliki agroekosistem lahan sawah intensif atauu irigasi, (2) basis komoditas padi yang memiliki kontribusi produksi padi sawah cukup tinggi terhadap produksi padi Provinsi Jabar, dan (3) basis pengguna teknologi PTT padi sawah; dalam hal ini petani telah berpengalaman mengadopsi teknologi PTT padi sawah, lebih dari tiga tahun. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, penelitian ini dilakukan di dua lokasi: di Kabupaten Karawang, sebagai representasi Wilayah Pembangunan Jabar bagian Utara; dan di Kabupaten Tasikmalaya, sebagai presentasi Wilayah Pembangunan Jabar bagian Tengah atau Selatan. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Desember tahun 2009.

Pengumpulan Data. Dua jenis data dikumpulkan dalam penelitian ini, yakni data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode survei dengan pendekatan “with and

without” teknolologi PTT padi sawah di lahan irigasi teknis dan semi teknis milik petani.

(3)

(FGD) terhadap informan kuci (Penjabat Lembaga Dinas terkait, Lembaga pemasaran, Aparat desa, Tokoh masyarakat, Kelompok tani, dan lain-lain), dan (2) Survei terhadap rumah tangga petani pengguna dan non pengguna teknologi PTT padi sawah. Metode FGD digunakan dalam pengumpulan data sekunder untuk analisis tingkat kabupaten sampai desa. Jumlah responden dipilih sebanyak 60 orang petani secara random berdasarkan strata peserta dan non peserta PTT. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan bentuk pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka.

Variabel data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani dan keragaan usaha tani. Karakteristik responden mencakup umur, tingkat pendidikan formal, tanggungan keluarga, penguasaan asset produktif, dan lainnya. Adapun data keragaan usaha tani padi mencakup: (a) varietas padi yang ditanam, (b) sistem atau pola tanam, (c) curahan waktu kerja, (d) luas lahan menurut jenis dan status penguasaan, (e) jumlah dan biaya penggunaan sarana produksi, tenaga kerja (manusia, ternak atau traktor), dan alsintan, (f) pemeliharaan tanaman: menyiang dan pengendalian organisme pengganggu taumbuhan, pengaturan tata air mikro, dan lain-lain, (g) produksi, (h) harga dan nilai produksi, (i) cara panen dan pasca panen, dan (k) pemasaran hasil. Aspek lain yang juga dikumpulkan untuk memperkaya bahasan adalah: aksesibilitas wilayah, ketersediaan pasar input-output, kelembagaan petani, kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil padi, apresiasi dan persepsi petani terhadap teknologi PTT padi sawah, dan aspek lain yang berkaitan dengan pengkajian.

Adapun data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait yang relevan antara lain : (1) Dinas Pertanian tingkat

provinsi dan kabupaten; (2) Badan Pusat Statistik tingkat provinsi dan kabupaten; dan (3) Kantor Cabang Dinas Pertanian (KCD) di kecamatan Tirtamulya (Karawang) dan Manonjaya (Tasikmalaya), kantor desa dan kelompok tani di kecamatan dan desa sampel.

Analisis Data. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang diarahkan untuk menjawab persoalan yang dirumuskan dalam tujuan penelitian, yaitu mempelajari dan memahami aspek ekonomi mengenai kinerja penggunaan teknologi PTT padi sawah. Untuk mengidentifikasi tingkat adopsi PPT di tingkat petani, didasarkan pada sembilan prinsip komponen teknologi PTT, yaitu: (1) penggunaan varietas unggul baru padi, (2) penggunaan benih padi berkualitas (label ungu atau biru), (3) penggunaan bibit padi

muda (umur ≤15 hari) dan jumlah bibit yang

ditanam (satu hingga tiga batang per rumpun), (4) penerapan sistim tanam legowo, (5) penanganan pupuk anorganik (pemberian pupuk N berdasarkan bagan warna hijau daun, pupuk P dan K berdasarkan peta kebutuhan atau ketersediaan unsur hara tanah), (6) penanganan dan pemberian pupuk organik, (7) pengaturan tata air (intermiten), (8) penanganan atau pengendalian hama atau penyakit dengan sistem PHT, dan (9) penanganan sistem panen dan pasca panen.

(4)

jumlah anggota keluarga produktif), jumlah tanggungan keluarga, status penguasaan lahan, dan apresiasi petani terhadap teknologi PTT. Adapun pada aspek ekonomi meliputi antara lain: keragaan harga input, upah kerja, harga produksi, pendapatan keluarga, dan variabel terkait lain.

Untuk menganalisis pengaruh faktor teknis, sosial, dan ekonomi terhadap implementasi PTT, dilakukan analisis ekonometrik dengan pendekatan model binary choice dalam bentuk fungsi logistik. Dalam pendekatan ini dihipotesiskan: implementasi PTT dipengaruhi oleh faktor teknis (luas areal tanam dan produktivitas padi), faktor sosial (karakteristik petani: pengalaman bertani, produktivitas kerja, jumlah tenaga kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan status penguasaan lahan); faktor ekonomi (harga input, harga output, akses pasar input, akses pasar output, dan pendapatan keluarga). Kesemua variabel tersebut menjadi faktor independen dalam adopsi pelaksanaan PPT padi sawah, dalam hal ini masing-masing aktivitas dalam implementasi teknologi PTT tersebut mengandung dua kondisi, yakni menerapkan (petani peserta PTT) dan, atau tidak menerapkan (petani bukan peserta PTT, sebagai pengguna teknologi konvensional).

Alat analisis fungsi logit ini telah dipergunakan oleh banyak peneliti, diantaranya: Gunawan (1988), Sumaryanto (1989), Hutabarat (1990), Simatupang (1991), Pakpahan, et al (1991), Syafaat (1995), Hendayana (2003), dan peneliti lain, baik di Indonesia, mapun di negara lain. Secara teoritis model fungsi logit dapat dirumuskan sebagai berikut (Pyndick and Rubinfield, 1981, dan Gujarati, 1988).

)

Sehingga menjadi :

)

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Inovasi Teknologi dan Produksi Padi di Jawa Barat. Dalam budaya usaha tani padi sawah di Provinsi Jawa Barat (Jabar), penerapan teknologi pertanian sudah menjadi “konsumsi” kehidupan sehari-hari petani. Namun dengan pesatnya perkembangan dunia informasi dan Iptek, inovasi pertanian pun terus berkembang, sehingga tak dapat dipungkiri beberapa komponen teknologi belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani, sehingga laju pertumbuhan produksi padi di Jabar dalam 30 tahun terakhir hanya mencapai sekitar 0,75 persen per tahun. Banyak upaya dan kebijakan pemerintah telah dilakukan untuk meningkatan produksi padi, salah satu diantaranya adalah inovasi teknologi melalui pendekatan PTT (Pengelolan Teknologi dan sumberdaya Terpadu). Implementasi komponen teknologi PTT telah banyak diterapkan dan berkembang pesat di Jabar, sehingga setelah PTT diadopsi dan didifusi selama 10 tahun, laju produktivitas padi sawah meningkat rata-rata 4,47 persen per tahun.

Produksi padi di Jabar berasal dari empat tipe agro-ekosistem sawah (lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering, dan lahan sawah lebak), di sini lahan sawah irigasi memberikan kontribusi sekitar 90 persen terhadap hasil produksi beras. Sawah irigasi banyak terdapat di wilayah Jabar bagian Utara dan wilayah Jabar bagian Tengah atau Selatan. Pola tanam yang secara umum diterapkan petani adalah dua hingga tiga kali tanam padi per tahun, karena itu perubahan inovasi teknologi dan harga komoditas ini diduga akan memberikan dampak terhadap pola atau kapasitas produksi padi sepanjang tahun.

Produktivitas padi (GKG) di lahan sawah irigasi di wilayah Jabar saat ini

mencapai sekitar 5,0 hingga 5,6 ton per ha, sedangkan di wilayah Jabar lainnya hanya mencapai sekitar 3,8 hingga 5,0 ton per ha. Perbedaan produktivitas tersebut berkaitan langsung dengan teknologi budidaya yang diterapkan petani, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan struktur biaya, hasil produksi, dan pendapatan usaha tani. Dampak perbedaan itu akan terlihat dari respons yang diberikan akibat perubahan adopsi dan difusi aplikasi komponen teknologi dan harga masukan-keluaran produksi padi di tingkat petani.

(6)

sini penambahan atau peningkatan hasil terjadi pada setiap penambahan satuan input produksi, sehingga dengan peningkatan indeks dari kedua indikator tersebut berimplikasi terhadap meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani, sebagai pelaku inovasi teknologi dan seakaligus sebagai subjek pembangunan pertanian. Dalam rangka untuk melengkapi kekurangan informasi tersebut diperlukan identifikasi dan analisis mengenai implementasi inovasi teknologi model PTT padi dari sisi aspek ekonomi.

Berlandaskan pertimbangan tersebut, penelitian “Analisis faktor sosial ekonomi yang memengaruhi adopsi PTT padi sawah di sentra produksi beras di Jawa

Barat” dipandang penting untuk dilakukan,

dengan harapan dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perumus kebijakan dalam rangka menyusun strategi kebijakan pembangunan pertanian, sehingga kebijakan pemerintah dalam menata dan meningkatkan produksi padi yang sekaligus meningkatkan pendapatan petani di masa depan menjadi lebih terarah, khusunya di wilayah pertanian Jawa Barat yang menjadi basis atau sentra produksi padi yang implisit sebagai pengadopsi dan pelaku pengguna teknologi model PTT.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra utama produksi padi sekaligus menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi padi di Indonesia. Berdasarkan data ARAM III, pada tahun 2009 produksi padi Provinsi Jabar mencapai sekitar 11,19 juta ton, dengan menumbang 17,52 persen terhadap total produksi padi Indonesia dan luas panen padi mencapai sekitar 1,95 juta hektar. Dibandingkan dengan luas panen dan produksi padi tahun 2008, meningkat

masing-masing sebesar 7,77 dan 10,67 persen.

Di sisi lain, dalam konteks nasional fenomena pelandaian produksi padi telah terjadi dalam beberapa dekade, begitu juga hal yang sama telah terjadi di Provinsi Jawa Barat. Dalam dekade tahun 1970 hingga 1979, laju peningkatan produksi padi di Jabar mencapai sekitar 3,74 persen per th. Meningkat dalam kurun waktu dekade tahun1980 hingga 1989, menjadi sekitar 5,11 persen per th. Kemudian laju peningkatan produksi padi tersebut menurun pada dekade tahun 1990 hingga 1999 mejadi sekitar -0,28 persen per th, dan akhirnya meningkat tipis pada dekade tahun 2000 hingga 2009, yakni mencapai 0,86 persen per th (sekitar 11,19 juta ton produksi dengan tingkat produktivitas 57,34 kw per ha).

Tidak salah memang, jika dalam kurun waktu tiga dekade tahun terakhir, perkembangan laju peningkatan produksi padi di Jabar telah menunjukkan keberhasilan paling spektakuler sepanjang sejarah, tetapi tantangan ke depan tidak ringan, sebab diprakirakan peningkatan dan kestabilan produksi padi di Jabar terkendala oleh terus meningkatnya konversi lahan subur ke penggunaan non pertanian, pertambahan jumlah menduduk sebagai konsumen beras, dan anomali iklim global yang sulit diprediksi. Untuk menghadapi permasalahan yang mengancam peningkatan produksi padi ke depan, minimal dapat mempertahankan tingkat laju pertumbuhan produksi, sebagaimana telah dicapai pada tahap sekarang, diperlukan beberapa strategi terobosan, dalam hal ini salah satunya adalah melalui peningkatan aplikasi teknologi budidaya padi secara tepat dan efesien.

(7)

disebabkan oleh tiga faktor sunatullah (hukum alam), yakni pengaruh dari: peningkatan luas panen, peningkatan produktivitas lahan, dan interkasi dari kedua faktor tersebut. Dalam hal ini, untuk kenaikan produksi padi Jawa Barat dalam dekade tahun terakhir disumbang oleh faktor laju peningkatan luas panen sekitar 9,51 persen, laju peningkatan produktivitas lahan sebesar 21,12 persen, dan sekitar 69,97 persen sisanya adalah faktor interaksi dari kedua faktor penyebab tersebut (Anonim 2007). Adapun beberapa variabel penentu produksi padi dari faktor interkasi tersebut adalah varian karakteristik lokasi, karakteristik petani, tingkat penerapan teknologi, kinerja manajemen usaha tani, dan variabel faktor lain. Pembahasan selanjutnya akan mengarah ke topik karakteristik petani, tingkat penerapan teknologi, dan tingkat kinerja manajemen usaha tani, khususnya dalam aspek teknis dan kelayakan teknologi PTT padi sawah.

Aspek Teknis dan Kelayakan Teknologi PTT Padi Sawah. Mulai tahun 2001 model PTT dikembangkan dan diuji kelayakannya di tingkat petani di beberapa daerah. Hasil pengkajian di Kabupaten Garut tahun 2001 menunjukkan bahwa penerapan teknologi PTT dapat meningkatkan produksi 8,6 persen pada MK II (4,6 ton per ha versus 5,0 ton per ha), dan pada MH 2001-2002 mencapai 20,9 persen; yaitu dari rata-rata hasil petani lima ton per ha menjadi 6,32 ton per ha. Di Kabupaten Majalengka pada MK 2002, diketahui bahwa dampak penerapan model PTT dapat meningkatkan produksi padi sekitar 16,5 persen, yakni dari 5,2 ton per ha menjadi 6,06 ton per ha. Di samping itu juga meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk (urea) dengan BWD dari 250 kg per ha menjadi 200 kg per ha (25 persen), SP-36 dan KCl dari masing-masing 100 kg per ha

menjadi 50 kg per ha (berdasarkan hasil analisis tanah) lebih efisien 50 persen, penggunaan bibit dari 30 kg per ha menjadi 15 kg per ha (lebih efisien 50 persen). Sejalan dengan itu, hasil penelitian Nurhati (2002) menunjukkan model PTT dapat meningkatkan efisiensi input produksi sebesar 25 persen.

Peneliti lain menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan sebelum dan sesudah pelaksanaan PTT pada tahun 2005-2006 di desa Citarik Tirtamulya Karawang Jawa Barat menunjukkan: (1) Terdapat peningkatan produktivitas sebelum dan sesudah kegiatan PTT, (2). Teknologi yang mudah diadopsi oleh petani adalah: (a) varietas, (b) penggunaan BWD untuk efesiensi N, dan (c) cara tanam benih muda dan tunggal (Subarna et al 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan di dua lokasi penelitian secara umum menunjukkan bahwa penerapan PTT belum dapat diterapkan oleh petani sesuai dengan yang diharapkan, sehingga manfaat penerapan PTT oleh petani tidak atau belum dirasakan maksimal. Karena selain fleksibelnya komponen teknologi yang diterapkan di setiap lokasi (sesuai dengan kesepakatan kelompok tani), juga disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya (keterampilan dan modal) yang dimiliki petani, sehingga berimplikasi pada kinerja produksi padi yang dihasilkan.

(8)

petani peserta dan petani bukan peserta PTT padi sawah di dua kabupaten lokasi kajian Jawa Barat sekitar 8,59 persen pada MH 2009 dan 9,43 persen pada MK 2008-2009.

Menurut Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat (2003), penerapan program PTT di Jawa Barat telah mampu meningkatkan produktivitas padi GKG antara 0,4 hingga 0,8 ton per ha (8,3 hingga 15,6 persen) dibanding teknologi konvensional petani.Adapun menurut Las (2002), PTT dapat meningkatkan hasil 2,4 hingga 3,9 ton per ha dibanding teknologi petani. Menurut hasil penelitian Nurhati, et al (2002), model PTT di Kabupaten Majalengka dapat meningkatkan efisiensi input produksi sebesar 25 persen. Begitu juga menurut hasil pengkajian di Desa Padamatang, Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan tahun 2004 diketahui bahwa inovasi teknologi PTT pada musim kemarau meningkatkan produktivitas padi (petani kooperator) sebesar 0,74 ton per ha, dan petani (non kooperator) 0,54 ton per ha (Haryati et al 2006).

Hasil analisis tersebut menyiratkan bahwa peningkatan pengaruh aplikasi teknologi PTT padi sawah saat ini tidak setinggi seperti yang dilaporkan oleh sebagian peneliti sebelumnya. Ishaq et al (2008) menyatakan, produktivitas rata-rata meningkat berkisar 27,8 hingga 30,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hasil penelitian yang lain (Adnyana & Kariyasa 2005) menunjukkan bahwa

“kelayakan usaha tani padi yang

menerapkan teknologi PTT maupun teknologi petani selama dua musim MH di Sumatera Utara, rataan produktivitas padi masing-masing mencapai 7,0 ton per ha dan 6,1 ton per ha (sebelum PTT hanya 6,3 ton per ha). Artinya, teknologi PTT mampu memberikan hasil padi 11,5 hingga 14,2 persen lebih tinggi daripada teknologi

petani. Kinerja produksi padi pada MK I, dengan penerapan PTT mencapai 7,0 ton per ha (sebelum PTT hanya 6,1 ton per ha), sedangkan dengan teknologi petani mencapai 5,8 ton per ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha tani yang dikelola petani koperator pada MK I dengan menerapkan PTT meningkatkan pro-duktivitas 14,5 hingga 21,2 persen lebih tinggi dibanding teknologi petani.

Intisari dari hasil analisis aspek teknis dan kelayakan teknologi PTT padi sawah mengindikasikan bahwa melalui adopsi dan difusi teknologi PTT padi sawah di berbagai lokasi sentra produksi padi menunjukkan hasil yang relatif cukup baik dari sisi aspek teknis, sebagaimana nampak dalam peningkatan produksi padi persatuan luas dan tingkat kelayakannya, sebagai mana ditunjukkan oleh besaran angka MBCR (Marginal Benefit Cost Ratio) yang lebih besar dari satu (Tabel 1). Namun demikian keberhasilan peningkatan volume produksi saja belum tentu linier dengan peningkatan pendapatan petani, karena sangat dipengaruhi oleh faktor harga masukan dan harga produksi padi itu sendiri. Namun demikian, pada dasarnya peningkatan produksi merupakan tujuan utama dari penggunaan suatu teknologi. Secara ringkas, produksi padi sawah dipengaruhi oleh keadaan teknis, sosial ekonomi, dan faktor lingkungannya dalam menerapkan suatu teknologi.

Hasil analisis terhadap faktor input yang memengaruhi produksi padi sawah di dua kabupaten lokasi penelitian menunjukkan ada empat faktor yang secara statistik nyata memengaruhi produksi padi sawah di Jawa Barat, pada derajat kesahihan di atas 95 persen,

yakni tingkat manajerial

(9)

Tabel 1. Kelayakan Ekonomi Penerapan Teknologi PTT Padi di Jawa Barat, 2009

No. Struktur Biaya dan Penerimaan Teknologi Petani Teknologi (PTT)

A. Komponen biaya

1 Sewa Lahan 3150000.00 3150000.00

2 Sewa Traktor 488333.33 463164.55

3 Tenagakerja 425021.73 445735.67

4 Benih 270669.19 151180.08

5 Pupuk urea 266892.57 333969.32

6 TSP 0.00 39051.18

7 KCL 11655.01 14810.25

8 NPK 185842.11 413147.52

9 Pupuk Organik 425580.90 208657.25

10 Pestisida 302691.00 253163.00

Total biaya Modal 5526685.85 5472878.82

Bungan modal 248700.86 246279.55

TOTAL BIAYA 5775386.71 5719158.37

B. Penerimaan 14342859.00 14988779.31

C. MBCR 11.49

- Imbangan atas baiya var 2.48 2.62

- Imbangan atas baiya Tenaga 5.46 5.83

urea, tenaga kerja upah, dan status pemilikan lahan sawah. Adapun perbedaan lokasi tidak berpengaruh nyata; begitu juga tingkat manajerial petani (proksi dari tingkat pendidikan dan pengalaman bertani) bertanda negatif. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa pemakaian pupuk urea di lokasi kajian sudah dipandang berlebih (240,23 hingga 305,85 kg per ha) yang berarti setiap tambahan satu kuintal pupuk urea, ceteris paribus faktor produksi lain dapat berpengaruh terhadap penurunan produksi padi sekitar 2,25 kg. Begitu juga faktor pemakaian pupuk anorganik lain memiliki potensi yang serupa dengan pupuk urea, hanya saja derajat statistis dan elastisitasnya berbeda di antara satu dan yang lain variabel (Tabel 2).

Tingkat manajerial petani yang dalam hal ini diproksi dari tingkat pendidikan bertanda negatif dapat diartikan

bahwa pada adopsi dan tingkat implementasi penerapan komponen teknologi PTT padi sawah, tidak ditentukan oleh tingginya pendidikan formal petani, sebab sejalan dengan tidak berpengaruh nyata-nya faktor pengalaman petani.

(10)

Tabel 2. Faktor yang Memengaruhi Produksi Padi Sawah di Jawa Barat, 2009

Tasikmalaya Karawang Agregat Jawa Barat

Variable Parameter

Estimate

Prob > |T|

Parameter Estimate

Prob > |T|

Parameter Estimate

Standard Error

Prob > |T|

INTERCEP 13.9984 0.0007 2.8238 0.0176 10.8424 0.7970 0.0001

LMANAGER -0.9611 0.0523 0.2210 0.2894 -0.5319 0.1779 0.0056

LKETRP -0.4504 0.1603 0.0274 0.4262 -0.1802 0.0766 0.0257

LPENGALP 0.0110 0.9268 -0.1062 0.3776 0.0819 0.0555 0.1509

LSUMAKEL -0.8672 0.293 -0.0273 0.7282 -0.0388 0.2015 0.8486

LSUMTKP 0.5669 0.406 0.1030 0.3618 -0.1059 0.1806 0.5621

L_LUGAR 0.0548 0.6952 0.0109 0.4907 0.0056 0.0405 0.8901

LSUMBIT 0.0495 0.1676 0.0443 0.554 0.0181 0.0142 0.2144

LPUREA -0.0223 0.0661 -0.0949 0.0912 -0.0252 0.0070 0.0011

LPTSP 0.0009 0.9564 0.0000 . -0.0061 0.0105 0.5670

LPKCL -0.0397 0.0927 0.0000 . -0.0184 0.0123 0.1460

LPORGNIK -0.0009 0.9167 0.0010 0.688 -0.0013 0.0049 0.7996

LOBAT2AN -0.0061 0.8395 0.0060 0.1495 -0.0056 0.0110 0.6165

LTRAK_H -0.0030 0.792 0.0172 0.0002 0.0008 0.0051 0.8732

LTKKEL -0.0366 0.0943 -0.0011 0.793 -0.0135 0.0086 0.1272

LTKLKEL -0.0355 0.062 0.6749 0.0001 -0.0164 0.0087 0.0707

ST_SAWAH -0.4671 0.0412 0.0251 0.5697 -0.2100 0.0648 0.0030

D_PSERTA 0.0961 0.5873 0.0258 0.5306 0.0775 0.0833 0.3601

APRE_PTT -0.1141 0.6738 0.0082 0.832 0.1542 0.0621 0.0190

LOKASI_T 0.1076 0.1580 0.5015

R-square = 0.8344 0.9839 0.7294

Adj R-sq = 0.4085 0.941 0.552

Dalam model ini oleh karena usaha tani padi sawah yang dilakukan petani peserta PTT diperlakukan sebagai basis analisis, maka hasil analisis dapat diinterpretasikan sebagai faktor yang memengaruhi keputusan petani untuk menggunakan komponen teknologi PTT padi sawah.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah.

Beberapa faktor input yang dimasukkan dalam analisis model logit terdiri dari 19 variabel penjelas dan tiga variabel boneka (dummy variables). Hasil estimasi

(11)

pemilikan lahan pertanian (LTOT_LHN), Produktivitas padi (LPROD_MK), Curahan tenaga kerja keluarga (LTKKEL), Harga padi atau gabah (LHPADIMH), Harga bibit padi (LH_BIBIT), Harga pupuk KCL (LH_KCL), Harga pupuk kandang (LHORGNIK), dan Status sawah milik (ST_SAWAH). Sementara 10 variabel penjelas lain di luar itu berpengaruh negatif, yaitu variabel: Tingkat keterampilan (LKETRP), kerahan Tenaga kerja buruh (LTKLKEL), Harga pupuk Urea (LH_UREA), Harga pupuk TSP atau SP-36 (LH_TSP), Pestisida (LH_OBAT), Ongkos sewa traktor (LTRAK_H), Upah buruh tani (LUPAH_TK), Tingkat Pendapatan Keluarga (LPENDAP), tingkat Apresiasi atau dukungan petani terhadap program PTT (APRE_PTT), dan letak Lokasi penelitian: pengairan irigasi teknis dan irgasi perdesaan (LOKASI_T).

Memperhatikan tanda atau arah koefisien dugaan tersebut (Tabel 3), dapat diinterpretasikan bahwa semakin banyak atau semakin tinggi kuantitas atau kualitas variabel bertanda positif, maka peluang petani untuk mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi PTT padi sawah di lokasi penelitian lebih baik atau lebih tinggi. Memang tampaknya beberapa variabel tersebut relatif sangat kondusif untuk mengadopsi dan mendifusi teknologi model PTT padi sawah dalam meningkatkan produksi padi dan memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan disekitarnya. Begitu pun terjadi sebaliknya untuk variabel prediktor bertanda negatif, khususnya harga pupuk (Urea dan TSP atau SP-36), ongkos sewa traktor dan upah buruh; meskipun secara statistik tidak nyata.

KESIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN

Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang disampaikan pada bagain sebelumnya, ada beberapa point penting yang dapat disimpulkan. Secara teknis, implementasi teknologi PTT padi sawah pada tingkat petani di Jawa Barat, mampu meningkatkan produksi 8,3 persen hingga 15,6 persen, lebih tinggi dari aplikasi teknologi konvensional. Berarti, daya lenting peningkatan produksi padi dari pengaruh teknologi PTT saat ini lebih rendah (delapan persen) daripada pada hasil penelitian terdahulu.

Secara ekonomik, usaha tani padi dengan menerapkan PTT layak untuk dikembangkan, sebab mampu meningkatkan hasil produksi dan keuntungan lebih tinggi dibanding teknologi eksisting petani. Indikator BCR dan MBCR menunjukkan, tingkat efisiensi petani peserta PTT lebih tinggi dibanding teknologi petani non peserta. Sebaliknya biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya petani non peserta.

Respon petani di Provinsi Jawa Barat terhadap PTT cukup baik dan sangat beragam, meskipun secara statistik tidak nyata. Secara umum, petani responden di lokasi penelitian telah over applicatted dalam penggunaan pupuk urea, KCL, pestisida, dan tenaga kerja, sehingga berdampak negatif terhadap penambahan atau peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.

(12)

Tabel 3.Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Petani dalam Menggunakan Komponen Teknologi PTT Padi Sawah di Dua Lokasi Kabupaten di Jawa Barat (2009).

Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Karawang Jawa Barat

Variable

Parameter Pr> Chi- Odds Parameter Pr> Chi-

Odds Parameter Pr> Chi-

Odds

Estimate Square Ratio Estimate Square Ratio Estimate Square Ratio

INTERCPT -1354.4 0.8082 . 3597 0.7255 . 1359.9 0.676 .

LMANAGER 37.8036 0.9408 999.000 -384 0.9058 0.000 -24.084 0.822 0.000

LKETRP -20.4147 0.9129 0.000 -99.4413 0.8928 0.000 4.6725 0.9406 106.963 LPENGALP 7.5592 0.9083 999.000 148.1 0.8962 999.000 27.6158 0.5131 999.000 LSUMAKEL 29.4587 0.956 999.000 149.5 0.8648 999.000 49.1607 0.6968 999.000

LSUMTKP 3.0975 0.9954 22.143 -182.1 0.8622 0.000 -52.289 0.3661 0.000

LTOT_LHN 10.6236 0.8391 999.000 11.6377 0.8755 999.000 0.952 0.9606 2.591 LPROD_MK 62.7361 0.8612 999.000 409.5 0.9232 999.000 -108.2 0.4125 0.000

LTKKEL 0.9285 0.9554 2.531 5.0762 0.9855 160.166 1.3472 0.7502 3.847

LTKLKEL -0.00324 0.9998 0.997 -591.9 0.8954 0.000 1.3367 0.8348 3.807

LHPADIMH 80.9971 0.8786 999.000 -566.6 0.4636 0.000 -54.556 0.8564 0.000

LH_BIBIT 1.3304 0.8978 3.783 382.1 0.8505 999.000 2.9471 0.7415 19.050

LH_UREA -0.129 0.9809 0.879 0 . . -4.715 0.5771 0.009

LH_TSP -0.8922 0.9491 0.410 0 . . -3.4985 0.4703 0.030

LH_KCL 1.7108 0.9104 5.533 0 . . 0.9769 0.909 2.656

LHORGNIK 0.2626 0.9724 1.300 -3.0147 0.949 0.049 -0.4856 0.8961 0.615

LHOBAT -0.1388 0.9894 0.870 0.7168 0.9152 2.048 0.4831 0.9171 1.621

LTRAK_H -0.812 0.9062 0.444 -8.5197 0.9286 0.000 2.5228 0.3512 12.464

LUPAH_TK -1.7629 0.9097 0.172 -0.3203 0.9884 0.726 -0.5333 0.9304 0.587 LPENDAP -13.8336 0.7617 0.000 10.3785 0.8482 999.000 -0.6267 0.9902 0.534 ST_SAWAH 30.8076 0.8122 999.000 -59.6167 0.8022 0.000 21.9146 0.7927 999.000 APRE_PTT . . . . -28.501 0.7982 0.000 LOKASI_T . . . . -51.301 0.7402 0.000

dalam hal ini peningkatannya tidak setinggi pada pengkajian-terkontrol, maka untuk meningkatkan efektivitas dan nilai-guna dari model PTT, nampaknya diperlukan kebijakan yang mewajibkan kita, khususnya para peneliti, penyuluh, PPL dan petugas teknisi untuk melakukan pendampingan dan pembimbingan yang lebih intensif dan progresif, melalui pendekatan partisipatif, juga diperlukan pembekalan material dan sumberdaya modal terhadap petani dan para pihak petugas di lapangan, agar penerapan teknologi PTT sesuai dengan kondisi lapngan yang diharapkan, sehingga penurunan produksi padi dapat dihindari, dan di masa depan, kemandirian, ketahanan

(13)

UCAPAN TERIMAKASIH

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O & K., Karyasa. 2006. Dampak dan Persepsi Petani terhadap Penerapan Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol.25, No.1, 2006. Puslitbangtan, Bogor. p.23-31.

Anonim 2007. Penelitian tanaman padi mendukung upaya peningkatan produksi beras nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Litbang Pertanian.

Gujarati, D.N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. McGraw Hill Book Company.

Gunawan, M. 1988. Adoption and Bias New Agricultural Innovation in West Java, Indonesia. Unpublish Ph.D. sis. University Minnesota, USA.

Hutabarat, B., Achmad Djauhari, Sahat M. Pasaribu, Tri Pranadji. 1990. Determinan Pengeringan Padi oleh petani di Jawa Barat dan Jawa Timur. JAE. Vol 9. No.1. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, p.24-36.

Ishaq, I., K. Subagyono, I.Nurhati, Sri Murtiani, & S.Ramdhaniati. 2008. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu (PTT) dan Perkembangan

Pelaksanaan Program Peningkatan

Produksi Beras Nasional (P2BN) di Jawa Barat. BPTP Jawa Barat. Badan Litbang Pertanian.

Las, I., 2002. Pengembangan Intensifikasi Padi Sawah Irigasi Berdasarkan PTT. Salah satu Inovasi Teknologi Meningkatkan Produktivitas dan Daya saing Padi.

Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Usaha tani Terpadu Berwawasan Agribisnis Mendukung Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian Jawa Barat. Lembang 16 April 2002. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.

Pyndick, R.S. & D.D. Rubinfield. 1981. Econometric Model and Econometric Forecast. International Student Editions. Mc Graw Hill Kogakusha, Tokyo, Japan.

Gambar

Tabel 1.  Kelayakan Ekonomi Penerapan Teknologi PTT Padi di  Jawa  Barat,  2009
Tabel 2. Faktor yang Memengaruhi Produksi Padi Sawah di Jawa Barat, 2009
Tabel 3.Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Petani dalam Menggunakan Komponen Teknologi PTT Padi Sawah di Dua Lokasi Kabupaten di Jawa Barat (2009)

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui strategi yang tepat dalam pengembangan Garam Prisma Desa Sedayulawas yaitu menggunakan analisis SWOT.. Analisis

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah dengan menggambarkan kelengkapan pengisian dokumen rawat inap bayi baru lahir berdasarkan elemen penilaian

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009

Pengujian dilakukan dengan melihat persentase varian yang dijelaskan R 2 untuk variabel laten dependen yang dimodelkan mendapatkan pengaruh dari variabel laten

Apabila tingkat kepentingan dikurangi tingkat kepuasan suatu atribut (X-Y) menghasilkan nilai nol, maka atribut tersebut berada tepat pada garis efficient service atau

Seandainya menggunakan (bejana) emas dan perak pada selain makan dan minum adalah haram pasti sudah dijelaskan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan penjelasan

Wawancara dilakukan untuk menggali data tentang implementasi pendidikan etika pada Pendidikan Etika Pada TK Az Zahra dan TK Pembina di Kecamatan Murung Pudak

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud