BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan teknik gamification pada m-Learning.
2.1. e-Learning
E-Learning adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung melalui media elektronik untuk tujuan mengumpulkan dan memastikan kebenaran dari sebuah ilmu pengetahuan. Pondasi teknologi dari e-learning adalah internet dan teknologi komunikasi lainnya (Garrison, 2011).
Pada tahun 2003 William Horton dan Katherine Horton membagi e-Learning menjadi 5 jenis.
1. Learner-led E-Learning
Tipe ini disebut juga dengan self-directed e-learning, dimana model ini ditujukan untuk belajar secara mandiri. Konten dari e-learning model ini dapat berupa halaman web, presentasi, dan konten interaktif lainnya yang diletakkan di server web. Seluruh konten diakses melalui web browser. Seluruh instruksi diberikan melalui materi pelajaran. Tidak ada pengajar yang mendampingi ataupun memberi bantuan pada model e-Learning ini. Learner-led E-learning tidak sama dengan Computer Based Learning (CBT) dari CD-ROM, dimana pelajar tidak perlu terhubung ke internet.
2. Instructor-led E-Learning
instruktor/guru yang membawa kelas tersebut. Model E-Learning ini berjalan secara real-time, dimana layaknya sebuah ruang kelas biasa, hanya saja komunikasi pelajar dengan pengajar tidak berkumpul dalam suatu ruangan, melainkan melalui konferensi video. Model E-Learning ini adalah model yang sangat nyaman untuk pelajar, tetapi beberapa materi pelajaran tidak mungkin disampaikan melalui video internet seperti salah satunya praktek secara langsung dan terkadang pengajar masih belum mampu mengajar jarak jauh.
3. Facilitated E-learning
Facilitated E-Learning adalah kombinasi dari Learner-led E-Learning dan Instructor-led E-learning. Model ini sangat menguntungkan pelajar yang tidak memiliki jadwal yang tetap, sehingga pelajar tersebut dapat mengikuti pelajaran kapan saja. Bahan belajar juga disampaikan melalui website dan komunikasi interaktif dan kolaboratif juga dilakukan melalui website (forum, chat, dan lain-lain). Perbedaan Facilitated learning dengan Instructor-led
E-learning adalah, pada Instructor-led E-learning, pengajar benar-benar mengajar secara langsung. Sedangkan pada Facilitated E-Learning, pengajar hanya mengarahkan dan memberi bantuan ke pelajar melalui forum diskusi, chatting ataupun konferensi pada waktu-waktu tertentu.
4. Embedded E-Learning
5. Telementoring dan E-Coaching
Model ini banyak dipakai untuk melakukan pelatihan dan bimbingan jarak jauh. Media yang dipakai biasanya konferensi video, telepon internet, pesan instan, serta media lainnya yang dapat membantu proses pelatihan ataupun bimbingan. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi yang tidak banyak dijumpai dalam buku. Banyak perusahaan menengah sampai perusahaan besar menggunakan model ini untuk melatih karyawannya. Perusahaan juga dapat mengetahui dan mengontrol kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh karyawannya.
2.2. m-Learning
Definisi dari m-Learning adalah segala bentuk proses pembelajaran dimana lokasi dari pelajar tidak tetap dan tidak ditentukan sebelumnya, atau proses pembelajaran dimana pelajar memanfaatkan kesempatan belajar yang ditawarkan oleh teknologi mobile (O`Malley et al. 2005). M-Learning adalah bagian dari e-Learning. Perangkat yang digunakan untuk m-Learning harus dapat terhubung dengan perangkat lain dengan teknologi tanpa kabel (wireless) untuk dapat menyajikan konten edukasi dan hubungan antara pelajar dan pengajar. (Giorgiev et al. 2004).
Pelajar 1
Pelajar 2
Pelajar 3
Pelajar 4
Pelajar 5
Pelajar 6
Pengajar M-Learning Server
Gambar 2.1. M-Learning sebagai penghubung antar pelajar dengan pengajar Dalam mendesain mobile learning, Naismith & Corlett (2006) memberikan beberapa saran, diantaranya
2. Material pelajaran yang disampaikan bersifat ringan dan fleksibel. 3. Penambahan nilai lebih yang dapat meningkatkan pengalaman pelajar. 4. Dapat digunakan pada banyak jenis perangkat
5. Penggunaan teknologi bergerak tidak hanya sebagai pengantar materi pelajaran, tetapi juga sebagai fasilitas belajar.
6. Terpusat pada pelajar, bukan pada pengajar.
Naismith & Corlett (2006) juga menyebutkan terdapat lima faktor kritikal yang mempengaruhi kesuksesan proyek mobile learning.
1. Ketersediaan teknologi: memanfaatkan perangkat apa saja yang dimiliki oleh pelajar. Universitas Cape Town berhasil memanfaatkan perangkat yang dimiliki oleh pelajar dengan teknologi SMS untuk sarana belajar.
2. Bantuan Institusi: pelatihan operator yang akan menangani proyek, dan adanya layanan bantuan untuk pelajar.
3. Keterhubungan: Adanya keterhubungan antar pelajar maupun kepada operator melalui internet ataupun telepon. Tanpa keterhubungan dapat mengakibatkan gangguan kepada kegiatan bergerak.
4. Integrasi: Adanya integrasi kepada kurikulum, pengalaman, atau kehidupan sehari-hari dari pelajar.
2.3. Gamification
Gamification adalah pengimplementasian elemen yang ada pada game dan teknik desain game pada konteks yang bukan game. Gamification dapat memotivasi orang untuk melakukan sesuatu yang biasanya tidak dilakukan menjadi mau untuk terus melakukan kegiatan tersebut (Werbach & Hunter 2012).
Google play store membagi permainan menjadi beberapa kategori, diantaranya:
1. Arcade & Action, kategori ini mengelompokkan permainan yang mengandung unsur aksi. Beberapa permainan yang masuk kategori ini adalah Modern Combat, Dead Trigger, Zenonia, dan lain-lain.
2. Brain & Puzzle, kategori ini mengelompokkan permainan berunsur puzzle dimana puzzle ini biasanya merangsang otak untuk berpikir. Beberapa permainan yang masuk kategori ini adalah Zuma, Tetris, dan lain-lain. 3. Cards & Casino, kategori ini mengelompokkan permainan berunsur
permainan kartu. Contoh permainannya adalah permainan poker.
4. Casual, kategori ini mengelompokkan permainan yang dapat dimainkan sehari-hari secara terus menerus dan memiliki pola permainan yang sama. Beberapa permainan yang masuk kategori ini adalah Pou dan ular tangga. 5. Racing, kategori ini mengelompokkan permainan yang memiliki unsur
balapan. Beberapa permainan yang masuk kategori ini adalah Asphalt 8, Real Racing, CSR Racing, dan lain-lain.
6. Sport, kategori ini mengelompokkan permainan simulasi olahraga.
Pada tahun 2011, Zichermann & Cunningham menyebutkan beberapa elemen game yang dapat diambil untuk diterapkan pada hal yang bukan game tadi, diantaranya:
1. Points
pemakai sistem kita. Point juga dapat ditampilkan kepada pemakai sistem sehingga pemakai dapat melihat kegiatan yang belum perlu dia lakukan.
Secara umum point terbagi menjadi 5 jenis: 1. Experience point.
Experience point (XP) merupakan point yang paling utama. Setiap kegiatan yang dilakukan pengguna sistem akan mendapatkan XP. XP dapat menjadi tolak ukur pengguna mana yang sering berinteraksi dengan sistem.
2. Redeemable point.
Redeemable point (RP) berfungsi sebagai alat tukar dalam sistem. RP secara umum akan membangun ekonomi virtual dalam sistem. Biasanya RP lebih sering dinamai gold, silver, cash, dan lain-lain.
3. Skill Point.
Skill point merupakan point yang dapat dialokasikan untuk mendapatkan sebuah kemampuan yang lebih dalam sebuah sistem. Misalnya kemampuan untuk menambah jangka waktu untuk menyelesaikan sebuah misi.
4. Reputation Point.
Reputation Point merupakan point yang dapat diberikan dari seorang pengguna sistem ke pengguna lain. Biasanya karma point berupa point yang bernilai “baik” dan “buruk”. Point ini dapat membantu pengguna untuk mengetahui apakah pengguna lainnya adalah pengguna yang baik atau buruk. Reputation point dapat diberikan kepada orang yang sama berulang kali.
2. Leaderboard
dengan pencapaiannya, sedangkan pemain di peringkat bawah akan berusaha untuk mengejar nilai peringkat atas. Leaderboard ada sebagai media interaksi sosial yang mengarah kepada kompetisi.
3. Badges
Setiap orang suka mengumpulkan berbagai macam koleksi. Keinginan untuk memiliki sesuatu pasti ada dalam diri setiap orang. Biasanya apabila koleksi yang dimilikinya belum lengkap, orang akan selalu berusaha dengan keras untuk melengkapinya.
4. Challenge & Quest.
Terkadang beberapa pengguna sistem tidak tahu apa tujuan dari menggunakan sebuah sistem. Challenge & Quest memberikan arahan apa yang harus dilakukan pengguna sistem / pemain. Dengan adanya challange & quest ini, pengguna sistem akan terus tetap menggunakan sistem dan tujuan fundamental dari sistem ini tercapai.
5. Onboarding
Onboarding merupakan langkah yang diambil untuk memperkenalkan sistem kepada pengguna baru. Saat-saat pertama untuk pengguna baru dalam menggunakan sebuah sistem atau memainkan sebuah permainan adalah saat yang sangat penting untuk meyakinkan pengguna baru tersebut bahwa sistem yang ditawarkan menarik dan manfaat penggunaan untuk jangka panjang, sehingga pengguna baru tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk terus menggunakan sistem tersebut.
6. Social Engagement Loop
Gambar 2.2. Social engagment loop
Berikut ini adalah sampel pengambilan gambar layar dari 2 permainan top tahun 2013 di google play, yaitu Asphalt 8 : Airborne dari Gameloft dan Ayakashi : Ghost Guild dari Zynga.
1. Elemen Points.
Biasanya semakin banyak point maka akan semakin bagus pula pemain tersebut memainkan permainan. Semakin tinggi point biasanya meningkatkan percaya diri pemain dari lawan-lawannya. Elemen point dapat dilihat pada gambar 2.3.
Halaman info dari Asphalt 8 menampilkan info pemain, dari jumlah uang yang dimiliki sampai jumlah balapan yang diikuti.
Halaman utama dari Ayakashi menampilkan poin dasar yang dimiliki seperti silver dan gold.
Gambar 2.3. Elemen point Motivasi
Panggilan untuk melakukan
kegiatan Progress yang
tampak / hadiah
2. Elemen Leaderboard
Semakin tinggi posisi pemain semakin hebat pula dia dimata pemain lain. Semakin rendah posisi pemain lain biasanya tidak akan memperhitungkan kehebatan pemain tersebut. Elemen leaderboard dapat dilihat pada gambar 2.4.
Halaman leaderboard menampilkan posisi pemain di urutan keberapa.
Ayakashi hanya menampilkan urutan seratus terbaik. Biasanya diisi oleh para pemain yang membeli barang dalam permainan menggunakan uang asli (real money).
3. Elemen Badges
Semakin banyak badges yang dikumpulkan maka pemain akan mengetahui seberapa lama lagi dia akan menyelesaikan permainan tersebut. Elemen badges dapat dilihat pada gambar 2.5.
Halaman badges pada Asphalt 8 menampilkan jumlah kegiatan yang dicapai dalam permainan, seperti badge
“Master of Garage” mengharuskan pemain memiliki
semua mobil dalam permainan.
Ayakashi menggunakan model badges berulang dimana pemain harus menemukan kartu bertipe Api, Air atau Tanah dengan jumlah yang ditentukan untuk mendapatkan bonus.
4. Elemen Challenge & Quest
Apabila misi dan tantangan berhasil diselesaikan oleh pemain, biasanya pemain tersebut akan puas dan menginginkan terus untuk melanjutkan ke misi berikutnya. Elemen Challenge & Quest dapat dilihat pada gambar 2.6.
Asphalt 8 memberikan tantangan seperti menabrak mobil lawan dengan jumlah yang ditentukan,
Ayakashi memberikan tantangan untuk mengumpulkan sejumlah token dalam investigasi kemudian dapat ditukar dengan hadiah.
5. Elemen Onboarding
Apabila pemain tidak diarahkan terlebih dahulu, pemain akan membutuhkan waktu lebih untuk mengetahui fitur yang ada dalam permainan. Elemen onboarding dapat dilihat pada gambar 2.7.
Sebelum memulai permainan Asphalt 8 mengajarkan bagaimana dasar permainan kepada pemain.
Sebelum memulai permainan Ayakashi memberikan info apa saja fitur yang ada dalam permainan.
6. Social engagement loop
Menunjukkan hasil bermain kepada orang lain terkadang menimbulkan kebanggaan tersendiri terhadap diri pemain.
Motivasi Memainkan permainan. Memainkan permainan. Panggilan untuk
Balapan dengan mobil awal untuk mendapatkan uang,
Mengikuti event dan masuk ke dalam urutan pemain yang mendapat hadiah event.
Hasil / progress yang terlihat.
Mobil paling cepat terbeli.
Hadiah event terbaik didapat.
2.4. Teknik Penelitian Terdahulu
Metode yang dipakai untuk e-Learning telah banyak digunakan, diantaranya case-based e-Learning, story-case-based e-Learning, dan simulation-case-based e-Learning.
Ikeson Choi bersama rekan-rekannya mengembangkan sebuah media pembelajaran elektronik untuk mahasiswa kedokteran gigi di korea pada tahun 2004 dengan menggunakan teknik case-based e-Learning. Adapun langkah yang dilakukan oleh Choi dan rekannya sebagai berikut :
1. Pelajar memilih kasus yang disediakan. 2. Pelajar menonton video kasus.
3. Pelajar menonton tanggapan ahli mengenai kasus tersebut. 4. Pelajar menonton ahli tersebut menangani kasus tersebut.
5. Pelajar menonton beberapa kejadian nyata lainnya mengenai kasus tersebut.
6. Pelajar mengambil kuis dari kasus tersebut.
7. Pelajar melaporkan apa yang dia mengerti dari kasus tersebut melalui halaman web.
8. Hasil laporan tadi akan dikomentari oleh pelajar lainnya.
yang dikembangkan oleh Gjedde ini dikhususkan untuk anak yang berkebutuhan khusus. Media pembelajaran ini menggukanan gambar dan simbol sebagai pengganti tulisan. Media pembelajaran ini juga memerlukan dukungan orang tua secara langsung.
Pada tahun 2002, Kelli Bosman mengemukakan simulation-based e-Learning dapat diterapkan ke banyak bidang, diantaranya simulasi software, bisnis, situasi, teknis, prosedur, bahkan dunia virtual. Salah satu contoh untuk simulasi prosedur adalah, bagaimana melakuan pemeliharaan perlengkapan kantor. Untuk contoh simulasi situasi adalah bagaimana melakukan negosiasi, dan dunia virtual adalah simulasi pesawat terbang. Simulation-based e-Learning sangat cocok diterapkan untuk keadaan yang cukup ekstrim tanpa menanggung resiko yang sebenarnya.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
case-based Teknik ini menargetkan pengguna yang spesifik, sehingga apabila akan dipakai ke target pengguna yang lain, maka kasusnya harus diubah. 2 Lisa Gjedde (2006) story-based Teknik ini mengharuskan
instruktor untuk membuat