• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma - Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma - Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma

Trauma berasal dari kata Yunani yang berarti luka. Pengertian luka adalah cedera yang serius pada tubuh, sering timbul dari kekerasan atau kecelakaan, atau kejadian yang menyebabkan kecacatan. Trauma dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan memerlukan suatu pengambilan keputusan perawatan dengan segera serta melakukan keterampilan perawatan yang akan mempengaruhi prognosa dari gigi tersebut. The American Trauma Society mendefinisikan trauma sebagai suatu cedera yang disebabkan oleh tekanan fisik. Trauma dapat disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, tenggelam, tembakan, luka bakar, penusukan atau serangan dari benda tumpul.10,11

2.1.1 Trauma Gigi

Trauma gigi adalah trauma yang terjadi pada mulut dan gigi, termasuk struktur mulut, seperti lidah, bibir dan pipi, merupakan cedera aksidental yang terjadi pada masa bayi, anak, remaja serta dewasa. 12,13

2.2 Epidemiologi dan Prevalensi

Kasus trauma gigi masih terabaikan, walaupun prevalensi kasus ini cukup tinggi, serta dampaknya yang sangat signifikan terhadap individu dan masyarakat. Disamping itu penurunan yang luar biasa dari prevalensi dan keparahan dari karies gigi pada kalangan anak dibeberapa negara maju, tetapi kasus trauma gigi cenderung meningkat. Melihat kecenderungan itu beberapa negara memberikan perhatian khusus pada penanganan kasus trauma gigi.2

(2)

penelitian prevalensi dan insiden. Hal ini berkaitan dengan beragam aktivitas sosial, olah raga dan berbagai aktivitas kebudayan yang menyebabkan terjadinya trauma gigi, bahkan di Australia terdapat perbedaan yang signifikan antar komunitas.6

Trauma gigi yang paling sering terjadi pada gigi sulung antara usia 2-4 tahun serta pada gigi permanen 8-10 tahun.14 Kecelakaan di dalam dan di sekitar rumah serta sekolah adalah penyebab utama dari trauma gigi dengan kondisi injuri yang berbeda-beda seperti fraktur sederhana sampai kehilangan gigi. Berbagai penelitian telah memastikan bahwa prevalensi trauma gigi, lebih tinggi pada pasien yang memiliki nilai overjet insisivus, overbite, open bite yang besar serta pada pasien kelas II divisi 1.15

Baghdadi et.al, melaporkan prevalensi trauma gigi anak di Baghdad pada usia 6-12 tahun sebesar 7,7%. Al-Sayyab melaporkan trauma gigi anterior di daerah pedesaan Irak pada anak usia 2-13 tahun sebesar 15,3% dan Al-Hayadi melaporkan prevalensi trauma gigi pada usia 4-15 tahun sebesar 29,6% di wilayah pusat Irak.15 Insidensi trauma gigi pada usia antara 0-19 tahun di Swedia adalah 13,2% per 1000 orang dalam satu tahun. Sebanyak 14% tercatat sebagai complicated Traumatic Dental Injury (TDI) pada gigi permanen dengan trauma pada pulpa atau ligamen periodontal.8

Kejadian trauma berdasarkan jenis kelamin berbeda disetiap negara, namun secara umum ditemukan bahwa anak laki-laki cenderung dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan.2 Penelitian Noori dan Al-Obaidi melaporkan hal yang berbeda bahwa 50,8% trauma gigi terjadi pada anak laki-laki dan 49,2% tejadi pada anak perempuan pada usia 6-13 tahun.15 Jokic melaporkan dari 447 pasien berusia 6-25 tahun pada periode 2001-2006 terjadi trauma gigi pada anak laki-laki 56,2% dan 43,8% pada anak perempuan. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih agresif dalam melakukan aktifitas olahraga dan kebiasaan atau permainan mereka lebih menantang, berbahaya dan berisiko tinggi.14

(3)

trauma mengenai trauma lebih dari satu gigi. Noori dan Al-Obaidi melaporkan bahwa insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling sering terkena trauma gigi diikuti gigi insisivus sentralis mandibula dan gigi insisivus lateralis maksila. Gigi geligi anterior disebelah kanan pada maksila lebih sering terkena dibandingkan dengan gigi disebelah kiri.15 Ingel et.al, melaporkan bahwa dari 600 anak sekolah pada usia 11-13 tahun di Chenai, insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling sering fraktur 72,2%, insisivus lateralis maksila 12,7%, insisivus sentralis mandibula 7,6%, kaninus maksila 5,1%, insisivus lateralis mandibula 1,3%, kaninus mandibula 1,3%.16

Hal di atas merupakan hal yang wajar mengingat gigi insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling protrusif, sehingga gigi tersebut mudah terkena berbagai objek, gigi yang pertama kali terbentur ketika jatuh dan gigi insisivus permanen maksila merupakan gigi yang pertama kali erupsi pada usia 6-7 tahun, dan gigi tersebut telah ada sejak anak mulai bermain atau melakukan aktifitas di sekolah.

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin pada Sekolah Dasar di Kota Sulaimani, Irak15

Tabel 2. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi pada Sekolah Dasar Kota Sulaimani, Irak15

Kelompok usia Jenis kelamin

(4)

Tabel 3. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi di kota Maduravoyal, Chennai India16

2.3 Etiologi

Trauma gigi disebabkan karena adanya benturan yang dapat menimbulkan energi mekanis yang cukup memproduksi suatu injuri. Setiap objek, yang bergerak atau tidak bergerak, bernyawa atau tidak bernyawa dalam pergerakannya memiliki energi yang tergantung pada masa dan kecepatan. Peningkatan pada masa atau kecepatan akan meningkatkan energi, oleh sebab itu sangat relevan untuk mengerti bahwa pergerakan dan keadaan dapat membangkitkan energi mekanis dan bisa menimbulkan trauma. Kekerasan, olahraga dan kecelakaan lalu lintas, dan jatuh merupakan penyebab dari trauma gigi. Penyebab trauma ini mengarahkan bahwa faktor lingkungan dan faktor tingkah laku merupakan penyebab dari trauma gigi.2

2.3.1 Faktor Lingkungan

Penyebab utama trauma gigi dari lingkungan adalah hilang atau berkurangnya lahan bermain. Data di Inggris menunjukkan bahwa prevalensi trauma gigi lebih tinggi pada daerah yang mempunyai lahan bermain sedikit dengan daerah yang memiliki lahan bermain lebih luas, contoh prevalensi trauma gigi di Newham sebesar 43,8% dan 34,4% di Bury dan Salford sedangkan jika dibandingkan dengan prevalensi trauma gigi keseluruhan di Inggris hanya berkisar 17%-15%. Sebagai tambahan, area bermain anak yang terbatas pada daerah yang kurang lahan bermain lebih cenderung terkena trauma dibandingkan dengan anak yang memilki lahan bermain yang cukup.2Daerah padat penduduk merupakan salah satu faktor terjadinya trauma. Hal ini disebabkan karena arena bermain yang mereka miliki kurang aman.

(5)

Begitu juga dengan fasilitas olahraga, jalan yang sempit, dan daerah perumahan yang tidak nyaman. Lingkungan ini memfasilitasi terjadinya benturan yang dapat menyebabkan trauma.2

Gambar 1. Bagan terjadinya trauma2

2.3.2 Faktor Perilaku

Perilaku juga memilki peran yang sangat penting untuk terjadinya trauma gigi. Anak yang terlalu aktif lebih cenderung mempunyai risiko yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak aktif. Lallo cited in Glendor melaporkan bahwa anak yang hiperaktif secara signifikan jauh lebih banyak mengalami trauma gigi dari pada anak yang non-hiperaktif.2

Di seluruh dunia, aktivitas fisik, tingkat kekerasan dan kecelakaan lalulintas tercatat sebagian besar sebagai penyebab trauma gigi. Penggunaan gigi dengan tidak sesuai seperti menggigit benda-benda keras dan aktifitas kasar lainnya dapat menyebabkan terjadinya trauma gigi, tetapi dalam tingkat yang kecil.2

FAKTOR MANUSIA FAKTOR

LINGKUNGAN

VEKTOR

(ENERGI MEKANIS)

(6)

2.3.3 Faktor Tidak Disengaja a) Jatuh dan Benturan

Jatuh, benturan dan tertimpa oleh suatu benda merupakan penyebab utama dari trauma gigi. Rumah dan lingkungan adalah tempat yang sering terjadinya trauma dan penting untuk mengetahui penyebab jatuh dan benturan yang yang terjadi.2,4,18 Yi Gong melaporkan bahwa 39,6% pasien gawat darurat trauma gigi yang berobat ke rumah sakit gigi dan mulut di kota Beijing disebabkan oleh jatuh.18

b) Aktifitas Olah Raga

Penyebab utama yang terjadi pada kasus trauma gigi di waktu luang pada usia remaja adalah olahraga. Federation Dentaire International (FDI) telah mengkelompokkan olahraga kedalam dua kategori yang berisiko untuk terjadinya trauma gigi: olahraga dengan risiko tertinggi yaitu American football, Hockey, ice hockey, lacrosse, beladiri, rugby, dan skating; dan olahraga dengan risiko yang sedang seperti bola basket, renang, squash, senam, parachutting dan polo air. Olah raga kontak seperti ice hockey, soccer, baseball, American football, baseball, rugby, gulat dan hanball telah dikonfirmasi merupakan olahraga yang dapat menyebabkan trauma.2

c) Kecelakaan Lalulintas

(7)

biasanya cukup berat dan mengenai jaringan keras dan jaringan lunak, dampak dari vektor kecepatan.2

d) Penggunaan Gigi Tidak Sesuai Fungsi

Ada beberapa penelitian yang memasukkan hal ini ke dalam kategori etiologi dikarenakan masih banyak orang menggunakan gigi ini tidak sesuai fungsinya. Nicolau et al, melaporkan bahwa 6% trauma gigi disebabkan karena penggunaan gigi yang tidak sesuai fungsi. Umumnya penggunaan gigi tidak sesuai fungsi telah banyak dijelaskan diberbagai literatur, seperti menggigit pulpen, membuka penjepit rambut, membuka bungkusan makanan ringan, memotong atau menahan objek dan membuka tutup botol.2

e) Penyakit dan Berkebutuhan Khusus

Penyakit yang menyerang merupakan kasus yang langka sebagai penyebab trauma gigi, umumnya penyakit yang diderita adalah epilepsi, cerebral palsy, anemia dan sakit kepala. Sebuah penelitian dari 437 pasien pada sebuah lembaga melaporkan 52% mengalami trauma gigi. Sepertiga dari kasus kejadian trauma gigi berulang pada sebagian pasien berhubungan langsung dengan pasien yang terkena epilepsi. Pada penelitian lainnya pada pasien epilepsi melaporkan selama setahun pasien yang menderita epilepsi mengalami trauma gigi sebesar 10%.2

2.3.4 Faktor Disengaja a) Kekerasan Fisik

(8)

yang sebagian besar yang mengunjungi rumah sakit terkena cedera kepala, wajah, mulut atau leher. Hasil pemeriksaan yang didapat sangat fatal, seperti adanya perdarahan intrakranial. Dokter gigi telah melihat 16-29% kasus kekerasan, tetapi hanya 6-14% yang dokter gigi yang melaporkan kasus tersebut.2

b) Tindakan Iatrogenik Kedokteran Gigi

Insiden yang terjadi dari kasus perianesthetic trauma gigi bervariasi dari 0,04% hingga 12% dan anestesi dianggap merupakan kasus yang paling sering diklaim di Inggris dan sepertiga yang diklaim dari semua kasus yang ada. Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan di Prancis melaporkan bahwa terjadi 9,5 kasus dari 100 kali anestesi dalam satu tahun. Sedangkan penelitian yang lain melaporkan kasus yang terjadi pertahunnya sekitar 1:150 hingga 1:1000 kasus. Umumnya gigi yang terkena adalah insisivus maksila merupakan yang sering terkena, khususnya gigi 21. Skeie dan Schwartz melaporkan spektrum gigi yang trauma akibat perianesthetic yang terjadi adalah 47%, disposisi atau mobility 41% dan gigi yang avulsi 10%. Givol et al melaporkan bahwa 72% pasien yang berusia antara 50-70% umumnya mengalami trauma pada insisivus maksila (87%) dan insisivus mandibula (12,5%). Sebagian besar faktor risiko trauma yang terjadi karena dentin yang tipis.2

2.4 Klasifikasi Trauma Gigi

Terdapat beberapa klasifikasi trauma gigi, diantaranya adalah klasifikasi Andreasen, WHO, Garcia-Godoy, serta klasifikasi Ellis Davey.18 Klasifikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah klasifikasi Andreasen yang diadopsi oleh WHO, yang membagi klasifikasi berdasarkan trauma yang mengenai jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan jaringan tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.1

2.4.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi

(9)

terlihat jelas, terutama dengan transiluminasi, biasa terlihat garis yang jelas pada mahkota gigi dan gambar radiografi.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 2. Crown Infraction: (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2) Uncomplicated crown fracture (enamel fracture) adalah fraktur yang hanya mengenai daerah lapisan enamel saja.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 3. Uncomplicated crown fracture (enamel farcture) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

(10)

1 2 3 4 5

Gambar 4. Uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

4) Complicated crown fracture adalah fraktur pada enamel dan dentin serta telah mengenai pulpa dan ada ditemukannya kehilangan struktur gigi dengan pulpa terpapar.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 5. Complicated crown fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

5) Uncomplicated crown-root fracture adalah fraktur yang mengenai atau yang melibatkan enamel, dentin, sementum tanpa adanya mengenai pulpa disertai dengan adanya kehilangan dari struktur gigi tanpa disertai dengan terlihatnya pulpa. Fraktur meluas hingga daerah gingiva cekat.19-23

1 2 3 4 5

(11)

6) Complicated crown-root fracture adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum, hingga mencapai pulpa.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 7. Complicated crown-root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

7) Root fracture adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum dan pulpa.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 8. Root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2.4.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

1) Concussion adalah cedera pada gigi atau struktur di sekitar gigi tanpa adanya mobilitas dan perpindahan gigi, tetapi memiliki rasa sakit ketika diperkusi.19-23

(12)

Gambar 9. Concussion (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2) Subluxation (loosening) adalah cedera pada periodonsium tanpa adanya disposisi pada gigi tetapi disertai dengan sedikit mobiliti.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 10. Subluxation (loosening) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

3) Intrusive luxation adalah perpindahan bagian apikal gigi ke dalam tulang alveolar. Gigi terdorong ke dalam soket, menekan ligamen periodontal dan akibat dari fraktur tersebut hancurnya soket alveolar. Di bawah ini adalah gambar dari intrusive luxation. Cedera ini merupakan cedera yang paling serius diantara yang disposisi apikal lainnya.19-23

Gambar 11. Intrusive luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

4) Extrusive luxation adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya disposisi pada gigi secara aksial dari soketnya dan terjadinya avulsi secara parsial. Biasanya pada daerah ligamen periodontal pecah.19-23

(13)

1 2 3 4 5

Gambar 12. Extrusive luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi

5) Lateral luxation adalah disposisi pada gigi selain dari arah aksial. Ligamen periodontal robek dan memar dan patahnya tulang pendukung dari tulang alveolar.

19-23

1 2 3 4 5

Gambar 13. Lateral luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

6) Exarticulation (complete luksasi/avulsion) adalah kondisi dimana keadaan gigi keluar dari soketnya. Secara klinis soket ditemukan kosong atau diisi dengan koagulum.19-23

1 2 3 4 5

(14)

2.4.3 Kerusakan pada Gingiva dan Mukosa Mulut

1) Laserasi adalah luka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut seperti robeknya jaringan epitel dan jaringan subepitel.2

2) Kontusio adalah luka memar disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan meyebabkan terjadi perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai robek daerah submukosa. 2

3) Abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena adanya gesekan atau goresan pada suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet. 2

1 2 3

Gambar 15. Kerusakan pada gingiva dan mukosa (1) Laserasi, (2) Kontusi, (3) Abrasi.2

2.4.4 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung

1) Comminution of the maxillary and mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi yang terjadi pada soket alveolar. Hal ini dapat dilihat pada kasus intrusi dan luksasi lateral.2

2) Fraktur soket alveolar maksila dan mandibula adalah fraktur tulang alveolar pada maksila dan mandibula yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket. 2

(15)

4) Fraktur korpus maksila dan mandibula adalah fraktur pada korpus maksila dan mandibula yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi. 2

1 2 3 4 5 6

Gambar 16. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (1) Comminution of alveolar socket, (2) Fractures of facial or lingual alveolar socket wall, (3) dan (4) fraktur proses alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi, (5) dan (6) fraktur korpus maksila atau mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.2

2.5 Pemeriksaan

Trauma gigi merupakan keadaan yang harus ditangani dengan baik untuk mengembalikan fungsi gigi yang terkena trauma. Prognosis yang baik pada trauma gigi tidak hanya bergantung pada jenis trauma tetapi juga pada terapi yang tepat. 23 Terapi yang benar tergantung pada diagnosa yang tepat. Diagnosa yang tepat dapat diperoleh dengan berbagai pemeriksaan yang kompleks, seperti pemeriksaan klinis, riwayat trauma pasien dan radiologi gigi. Informasi yang diperoleh dari berbagai seluruh pemeriksaan akan membantu dokter gigi dalam menentukan diagnosa trauma dan menentukan prioritas perawatan yang dilakukan.24

2.5.1 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis yang memadai tergantung pada pemeriksaan dari seluruh daerah yang terkena trauma dan penggunaan pemeriksaan khusus trauma. Prosedur diagnostik dapat disimpulkan seperti berikut :24

(16)

3. Pemeriksaan pada mahkota gigi untuk melihat adanya dan besarnya keretakan, pemaparan pulpa serta perubahan warna.

4. Pencatatan perpindahan gigi (seperti, intrusi, ekstrusi, perpindahan lateral atau avulsi)

5. Gangguan pada oklusi

6. Mobiliti yang abnormal pada gigi atau adanya fragmen pada tulang alveolar 7. Melakukan palpasi untuk mengetahui keadaan tulang alveolar

8. Melakukan perkusi untuk mengetahui keterlibatan jaringan pendukung gigi 9. Melakukan tes termal untuk mengetahui vitalitas gigi.

2.5.2 Pemeriksaan Riwayat Pasien

Informasi yang dibutuhkan seperti kapan, dimana, dan bagaimana trauma gigi terjadi dapat diperoleh dari pasien atau pendamping pasien. Waktu kapan terjadinya trauma gigi sangat penting diketahui karena informasi ini akan mempengaruhi jenis perawatan yang akan dilakukan serta prognosis dari kasus trauma tersebut. Tentukan bagian rongga mulut yang terlibat dan perluasan trauma gigi. Jika pasien atau pendamping melaporkan adanya fragmen gigi yang hilang, dapat ditanyakan apakah ada fragmen gigi atau gigi avulsi tersebut juga dibawa ke klinik.25

Perlu ditanyakan beberapa tanda-tanda adanya trauma pada kepala. Trauma pada kepala merupakan hal yang paling umum mengakibatkan kematian. 25%-50% dari seluruh kecelakaan pada anak sampai usia 14 tahun meliputi cedera pada kepala. Tanda-tanda cedera pada kepala yang harus dipertanyakan meliputi: hilang kesadaran sewaktu terjadinya trauma, perdarahan pada kepala atau telinga, adanya disorientasi, sakit kepala yang berkepanjangan, kehilangan penglihatan atau pupil yang dilatasi, kejang, kesulitan berbicara. Semua informasi yang diperoleh dari pencatatan ini dimasukkan kedalam rekam medik khusus trauma seperti di bawah ini.25

(17)

REKAM MEDIK PADA TRAUMA GIGI AKUT

Apakah ada rasa nyeri pada gigi terhadap udara dingin ? Ya Tidak

Jika ya, gigi yang mana ? ………

Apakah ada rasa sakit pada saat oklusi ? Ya Tidak

Pemeriksaan riwayat umum: apakah terdapat penyakit sistemik Ya Tidak

Jika Ya, jelaskan………...

Apakah ada alergi ? Ya Tidak

Jika Ya, jelaskan………

Pernahkah anda melakukan suntik anti tetanus ? Ya Tidak

Jika ya, kapan ?………..

Apakah sebelumnya saudara pernah mengalami trauma gigi ? Ya Tidak

Jika ya,

Kapan ?……….. Gigi mana yang terkena trauma ?

Perawatan yang diberikan dan siapa tenaga medisnya ? ……….

Trauma pada saat ini : ……….

Tanggal : ……….. Waktu : ……….

Lokasi kejadian : ………..

Proses kejadian : ………..

Apakah kamu pernah sakit kepala atau merasakan sakit pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pernah mual atau merasakan mual pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pernah muntah atau muntah pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pingsan pada saat kecelakaan ? Jika ya, berapa lama ?

Ya Tidak

Dapatkah kamu mengingat apa yang terjadi, sebelum, pada saat atau

setelah kecelakaan ? Ya Tidak

(18)

Jika ya, gigi yang mana ? ………

Apakah pernah melakukan perawatan pada di tempat yang lain ? Ya Tidak

Setelah avulsi, berikut informasi yang dibutuhkan :

Di mana gigi di temukan (tanah, aspal, lantai, dan lain-lain) ? ………...

Apakah gigi kotor ? Ya / Tidak

Bagaimana anda menyimpan gigi tersebut ? ………...

Bagaimana anda membersihkan gigi tersebut sebelum dipasangkan kembali ? ……….

Kapan gigi tersebeut di pasangkan kembali ? ………..

Apakah diberikan antitoxoid tetanus ? ………

Apakah diberikan antibiotik ? ……….. Jenis antibiotik ? ……….. Dosis ? ……….

Pemeriksaan objektif – yang ditemukan pada pemeriksaan ekstraoral

Apakah kondisi umum pasien terganggu ? Ya Tidak

Jika Ya :

 Nadi

 Tekanan darah

 Reflex pupil

 Kondisi serebral

Temuan objektif pada bagian luar kepala dan leher ? Ya Tidak

Jika Ya, jenis dan lokasinya ? ………

Temuan objektif pada bagian dalam kepala dan leher ? Ya Tidak

Jika Ya, jenis dan lokasinya ?

Gambar 17. Rekam medik khusus trauma2

2.5.3 Pemeriksan Fisik

(19)

luka pada ekstra oral dan palpasi pada tulang wajah, luka pada mukosa dan gingiva, palpasi pada tulang alveolar, disposisi gigi, oklusi yang abnormal, keadaan gigi yang terkena trauma, mobiliti dan vitalitas dari gigi.25 Pembersihan pada luka atau debris harus dilakukan secara hati-hati. Tes vitalitas dilakukan dengan menggunakan es, thermal test, heated gutta-percha, ethyl chlorida. Penilaian pada beberapa syaraf kranial yang termasuk pada trauma wajah yaitu: persarafan olfaktorius, optikus, trigeminal, okulomotorius, facialis, hypoglous dan lainnya.24

2.5.4 Pemeriksaan Radiografi

Setiap gigi yang terkena trauma harus dilakukan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan ini memiliki dua tujuan yaitu melihat pembentukan dan perkembangan akar gigi serta melihat seberapa dekat trauma tersebut mengenai gigi dan jaringan periodontal. Pemeriksaan radiografi dibutuhkan untuk melihat perkembangan akar gigi fraktur akar, mengetahui subluksasi dan luksasi ektrusi dan intrusi gigi serta fraktur tulang alveolar. Pengambilan radiografi dari sudut yang berbeda terkadang dibutuhkan juga untuk pemeriksaaan yang akurat dan tergantung pada jenis fraktur dan dislokasi gigi dan fraktur akar.23-25

Metode yang ideal adalah penggunaan tiga gambaran radiografi periapikal dengan angulasi yang berbeda dan satu foto oklusal. Foto panoramik diindikasikan pada kasus fraktur rahang atau adanya masalah pada TMJ. Khusus pada kasus LeFort 1,2,3 disarankan menggunakan conventional computed tomograph (CT) scanning. Sekarang teknik Micro CT scanning telah diperkenalkan yang mempunyai resolusi yang optimal serta tingkat radiasi yang lebih rendah. Mendiagnosa secara tiga dimensi, dan sangat Micro CT scanning dapat digunakan. penting dan sangat dianjurkan.23-25

2.6 Perawatan

(20)

pada gigi sulung dan perawatan pada gigi permanen. Perawatan pada gigi permanen meliputi perawatan pada kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa serta struktur jaringan pendukung.23,25

Perawatan pada kasus enamel infraction, dilakukan perawatan dengan menggunakan resin komposit untuk mencegah terjadinya perubahan warna, jika tidak ada tidak perlu perawatan. Tujuan perawatannya untuk menjaga integritas dari struktur enamel dan vitalitas pulpa. Progonosis kasus ini tidak dijumpai adanya komplikasi.18, 20-22

Perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture adalah untuk menjaga vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika dan fungsi normal dari gigi.9 Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial.18, 20-22

Perawatan pada kasus uncomplicated crown fracture (enamel fracture) adalah jika masih terdapatnya fragmen gigi, maka fragmen tersebut dilekatkan kembali pada gigi tersebut. Lakukan penghalusan atau merestorasi kembali dengan resin komposit tergantung pada lokasi dan luasnya fraktur.18, 20-22

Perawatan pada kasus uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture) adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika serta mengembalikan fungsi secara normal. Jika bibir, lidah dan gingival terluka, harus dilakukan pemeriksaan pada fragmen gigi. Ketika menemukan laserasi pada pada jaringan lunak, maka perlu dilakukan pemeriksaan radiografi.9 Jika fragmen gigi masih ada, maka dapat dilekatkan kembali pada gigi yang fraktur tersebut dan pengkonturan atau merestorasi dengan resin komposit dapat dilakukan tergantung pada luas dan lokasi dari fraktur.18, 20-22

Pada kasus concussion tidak memerlukan perawatan yang spesifik tetapi hanya melakukan perawatan pada proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan menjaga vitalitas pulpa serta memantau kondisi pulpa selama satu tahun.18, 20-22

(21)

dereajat maka untuk mendapatkan kenyamanan pada gigi pasien, dilakukan perawatan selama dua minggu dengan menggunakan splinting yang fleksibel.18, 20-22

Perawatan pada kasus intrusive luxation dapat dilakukan perawatan mereposisi gigi secara pasif (mengembalikan posisi gigi pada posisi sebelum kejadian), pengembalian posisi secara aktif (reposisi dengan menggunakan daya tarik), atau pembedahan dan kemudian menstabilkan posisi gigi dengan menggunakan splinting selama 4 minggu pada posisi anatomi fisiologisnya untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas fungsi gigi dan pada gigi permanen yang berpotensi erupsi kembali hanya dilakukan observasi intrusi lebih dari 3 mm, dengan tujuan agar terjadi erupsi secara spontan. Pada gigi permanen tujuannya adalah mereposisikan gigi dengan perawatan ortodontik dan diawali dengan perawatan endodontik dalam tiga minggu setelah trauma.18, 20-22

Perawatan extrusive luxation yaitu melakukan reposisi pada gigi yang terlibat secepat mungkin kemudian menstabilkan gigi pada posisi anatomi yang benar untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada daerah ligamen periodontal dan suplai neurovascular untuk menjaga integritas estetik dan fungsional. Reposisi tersebut dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada daerah apikal dengan pelan namun pasti secara bertahap dengan menghilangkan gumpalan darah yang terbentuk di antara apeks akar dan dasar soket. Splin dilakukan selama dua minggu.18, 20-22

(22)

Perawatan yang diberikan pada pasien dengan kasus exarticulation (completed luksasi/avulsion) pada gigi permanen sebaiknya gigi yang avulsi segera dimasukkan kembali kedalam soket dan gigi tersebut diposisikan pada lokasi anatomi yang benar agar penyembuhan pada ligamen periodontal dapat optimal, kemudian dilakukan perawatan saluran akar sesuai kondisi pertumbuhan dan perkembangan akar gigi yang terkena trauma.18, 20-22

(23)

Gambar

Tabel  2. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi pada Sekolah Dasar Kota Sulaimani, Irak15
Gambar 2. Crown Infraction: (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi      (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22
Gambar 4. Uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture) (1) Tampak depan (2)
Gambar 8. Root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi                (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar  radiografi.22
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi

[r]

 Siswa menjelaskan makna kata, frase, dan kalimat dalam hiwar/teks lisan yang diperdengarkan oleh guru.

[r]

Melafalkan huruf hijaiyah, kata, kalimat dan wacana tertulis tentang يف ،ةسردملا يف ،لمعلا يف ةبتكملا ، يف فصقملا 6 Menemukan makna, gagasan atau ide

[r]

Memahami informasi lisan melalui kegiatan mendengarkan dalam bentuk paparan atau dialog tentang perkenalan, alat- alat madrasah, dan profesi2. 1.1 Mengidentifikasi bunyi

Demikian atas perhatian dan partisipasinya diucapkan terima kasih.. Semarang, 18 Juli 2013