BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.Transit Oriented Development (TOD)
Transit Oriented Development muncul pertama kali pada tahun 1990-an yang
di pelopori oleh Peter Calthorpe. TOD muncul dikarenakan fenomena urban
sprawl yang mengakibatan tingginya penggunaan kendaraan pribadi dan
mengakibatkan kemacetan (Yuniasih, 2007).
Menurut Taolin (2008) Gerakan pengembangan kawasan berbasis transit
didasari oleh kualitas kehidupan kota yang semakin memburuk yang ditandai
dengan kemacetan, sprawl, dan tata guna lahan yang tidak terintegrasi. TOD
memiliki tujuan menciptakan tujuan yang nyaman, aman, menyenangkan dan
mecukupi bagi pejalan kaki (walkable environment). Dengan mencampurkan
berbagai fungsi kegiatan perjalanan yang perlu dilakukan dapat digabungkan
menjadi lebih singkat dan cepat. Fungsi-fungsi tersebut adalah pusat area
komersil, perkantoran, retail, servis, pemukiman dengan kepadatan sedang hingga
2.2.Defenisi Transit Oriented Development (TOD)
Defenisi Transit Oriented Development menurut Calthorpe dalam
Yuniasih (2007) adalah :
“A mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foot, or car ”
Defenisi lain dari TOD, (Danburry, 2010) :
“Transit-oriented development, or TOD, is a type of community development that includes a mixture of housing, office, retail and/or other commercial development and amenities integrated into a walkable neighborhood and located within a half-mile of quality public transportation”
Konsep Transit Oriented Development (TOD) ini menawarkan alternatif
menuju pola pengembangan dengan menyediakan fungsi-fungsi working,
living,leisure dalam populasi yang beraneka ragam, dalam kepadatan yang rendah Gambar. 2.1
Konsep TOD
sampai dengan tinggi, dengan konfigurasi fasilitas pedestrian dan akses transit.
Karakteristik bentuk kota ini bercirikan keragaman dan densitas tinggi dalam
skala lokal/kawasan, dan terhubungkan dengan bagian kota lain oleh sistem
transit. Konsep Transit Oriented Development (TOD) di awali dengan konsep
aktivitas pergerakan manusia, baik dengan moda maupun berjalan. Pergerakan
sebagai salah satu aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh manusia, diwadahi
dengan penempatan-penempatan pusat-pusat aktivitas yang terintegrasi dengan
titik-titik transit, sehingga diharapkan dapat mendorong penggunaan transportasi
publik. Pusat-pusat aktivitas dihubungkan antara satu dengan yang lain dalam
jarak tempuh berjalan yang nyaman dan aman sebagai upaya untuk mengurangi
pergantian antar moda (Wijaya, 2009).
2.3.Struktur Transit Oriented Oriented Development (TOD)
Menurut Calthorpe dalam Yuniasih (2007) struktur TOD dan daerah
disekitarnya terbagi menjadi area-area sebagai berikut :
Fungsi publik (public uses). Area fungsi publik dibutuhkan
untuk memberi layanan bagi lingkungan kerja dan permukiman
di dalam TOD dan kawasan disekitarnya. Lokasinya berada
pada jarak yang terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5
menit berjalan kaki.
Pusat area komersial (core commercial area). Adanya pusat
area komersial sangat penting dalam TOD, area ini berada pada
lokasi yang berada pada jangkauan 5 menit berjalan kaki.
Ukuran dan lokasi sesuai dengan kondisi pasar, keterdekatan
ada umumnya berupa retail, perkantoran, supermarket,
restoran, servis dan hiburan.
Area permukiman ( residential area). Area permukiman
termasuk permukiman yang berada pada jarak perjalanan kaki
dari area pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area
permukiman harus sejalan dengan variasi tipe permukiman,
termasuk single-family housing, town house, condominium dan
apartement.
Area sekunder (secondary area). Setiap TOD memiliki area
sekunder yang berdekatan dengannya, termasuk area
diseberang kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri. Area ini
berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. jaringan
area sekunder harus menyediakan beberapa jalan/akses
langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area
komersil dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri.
Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dengan fungsi
single- family housing, sekolah umum, taman komunitas yang
besar, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah,
dan area parkir.
Fungsi-fungsi lain , yakni fungsi-fungsi yang secara ekstensi
bergantung pada kendaraan bermotor, truk atau intensitas
perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan
Area Gambar Lokasi Karakter Fasilitas taman dan plaza.
Taman
mendukung
2.4.Tipologi Transit Oriented Development
Terdapat dua model pengembangan didalam TOD menurut Calthorpe dalam
Yuniasih (2007) yakni:
NeighorhoodTOD
Merupakan TOD yang berloasi pada jalur bus feeder dengan jarak
jangkauan 10 menit berjalan (tidak lebih dari 3 mil) dari titik
transit. NeigborhoodTOD harus berada pada lingkungan hunian
dengan densitas menengah, fasilitas umum, servis, retail, dan
rekreasi. NeigborhoodTOD ini dirancang dengan fasilitas publik
dan ruang terbuka hijau serta memberi kemudahan akses bagi
pengguna moda pergerakan.
UrbanTOD
Merupakan TOD dengan skala pelayanan kota berada pada jalur
sirkulasi utama kota seperti halte bus antar kota dan stasiun kereta
api baik light rail maupun heavy rail. Urban TOD harus
dikembangkan bersama fungsi komersial yang memiliki intensitas
tinggi, blok perkatoran, dan hunian dengan intensitas menengah Tabel. 2.1 Struktur TOD
Gambar.2.3 Redevelopment Site
tinggi. Setiap TOD pada kota, memiliki karakter tersendiri sesuai
dengan karakter lingkungannya.
2.5.Tipe Pengembangan TOD
Berdasarkan tipe pengembangannya menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009)
tipe pengembangan TOD terbagi atas 3 jenis, yaitu :
Redevelopment Site
Peremajaan dengan penyuntikan fungsi-fungsi baru serta penataan
lingkungan dengan melengkapi fasilitas transit. Sumber : Calthrope, 1993
Gambar. 2.2
UrbanTOD (kiri) dan NeighborhoodTOD (kanan)
Infill Site
Pengembangan dari berbagai daerah kosong/terbengkalai yang
umumnya terletak pada perbatasan daerah pengembangan lain.
New Growth Area
Pembukaan daerah-daerah baru yang luas dan umumnya terletak di
daerah perbatasan pinggir kota (periphery). Sumber : Wijaya,2009
Gambar.2.4 Infill Site
Sumber : Wijaya,2009
2.6.Variabel Pembentuk Transit Oriented Development (TOD)
Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2009) zonasi TOD dibagi kedalam
beberapa area (elemen desain TOD), berikut merupakan deskripsi variabel
pembentuk TOD menurut Calthorpe:
Area Komersial Pusat
Area dengan fungsi campuran ini berfungsi memberi pelayanan
pada kegiatan transit seperti fungsi retail, perkantoran skala
regional, supermarket, komersial dan hiburan serta hunian pada
level lantai atas. Dapat menjadi daya tarik keragaman tujuan pada
lokasi.
Area Hunian Campuran
Hunian dalam jarak jangkau daerah komersial pusat dan
penghentian dengan berjalan kaki, dengan hunian dengan beragam
tipe (tunggal, apartemen atau town house).
Fungsi Ruang Publik
Bentuknya dapat berupa taman, plaza, tata hijau, yang melayani
sekitar lingkungan. Ruang publik yang didesain dalam bangunan
umum atau fasilitas publik disesuaikan dengan kebutuhan.
Area Sekunder
Berjarak sekitar 1 mil dari daerah pusat dan memiliki jaringan jalan
sebagai penghubung ke daerah belakang. Penghubung ini
dilengkapi dengan jalur pedestrian dan sepeda. Area sekunder ini
terdiri dari perumahan berkepadatan rendah, Fasilitas umum serta
Fungsi Campuran
Fungsi dalam TOD bersifat beragam dan campuran, yaitu fungsi
publik, pusat komersial dan hunian. Dimana bangunan dengan
fungsi ragam secara vertikal merupakan type yang disarankan.
Konsep TOD yang diutarakan oleh Calthrope tidak terlepas dari
sistem pergerakan kota yang berupa kendaraan baik kendaraan
umum maupun pribadi serta manusia yang terus bergerak
mengikuti pola aktivitasnya, serta bagaimana memanfaatkan suatu
lahan kosong yang tidak terpakai menjadi sangat berguna bagi
warganya.
2.7.Keuntungan Dari Diterapkannya TOD
Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2007) konsep Transit Oriented
Development (TOD) pada dasarnya adalah untuk mengintegrasikan jaringan jalan
dengan bangunan sekitarnya dikaitkan dengan manusia sebagai penggunanya
sehingga tercipta lingkungan yang walkable, aman dan nyaman, dimana dapat
diuraikan :
Tujuan Lingkungan
o Meningkatkan kualitas udara, menghemat penggunaan
energi dan membuat lingkungan yang berkelanjutan.
o Mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pada
lingkungan yang didominasi oleh kendaraan bermotor.
Tujuan Perencanaan/Transportasi
o Menciptakan pola pembangunan kota untuk pengembangan
o Menciptakan variasi perumahan dengan berbagai kepadatan
dari rendah sampai dengan tinggi dalam radisu tertentu dari
lokasi transit (Calthrope mendefinisikan dengan radius
200ft (600m) dan Bernick – Carvero mendefinisikan
sebesar ¼ mil (375m).
o Merencanakan lingkungan dengan fungsi campuran (
mixed-used) serta ‘walkable’ terhadap pejalan kaki pada area
transit.
2.8.Karakteristik Fisik TOD
Adapun karakteristik fisik TOD menurut Calthorpe dalam Taolin (2008)
adalah :
a) Kriteria Umum
Bangunan harus memiliki akses langsung kejalan dengan entrance,
balkon, serambi, dan fitur arsitektural lain untuk menciptakan
lingkungan yang ramah pejalan kaki. Intensitas, orientasi, dan
bangunan harus mendukung area komersial yang aktif, mendukung
pengguna transit, dan memperkuat ruang publik.
b) Area Komersial
Tata guna lahan pada kawasan TOD dikembangkan dengan prinsip
mixed-used. Penggabungan fungsi retail dan perkantoran menjamin
kawasan yang aktif sepanjang hari tanpa terikat jam-jam sibuk. Selain
itu kawasan harus dibuat atraktif, aman dan aksesibel dengan berjalan
kaki. Terdapat tiga cara memadukakan fungsi retail dan perkantoran
atau residensial diatasnya pada bangunan yang sama), horizontal
(fungsi-fungsi terletak bersebelahan).
Area komersial berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penggunan
kawasan sambil melakukan perjalanan dari tempat satu ketempat lain.
Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan
residensial dan perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak
boleh berkurang. Jumlah parkir harus ditambah untk fungsi-fungsi
tambahan tersebut. Pertimbangan khusus harus dilakukan agar tercipta
privasi untuk fungsi residensial. Entrance kedua fungsi harus dipisah.
Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan secara vertikal.
Hasil adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan
kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat. Gambar.2.6
Fasad bangunan harus bervariasi dan terartikulasi untuk memberikan
ketertarikan visual bagi pedestrian. Jika syarat ini tidak dipenuhi,
pengalaman ruang kala berjalan kaki akan terasa membosankan dan
terasa semakin jauh
c) Area Residensial
Tujuan TOD adalah mengurangi tingkat penggunaan mobil pribadi.
dengan perancangan dan lokasi area residensial yang tepat tujuan ini
dapat dicapai. Residensial sebaiknya berdekatan dengan area komersial
dan dan transit.
Gambar.2.7
Penggunaan lantai atas bangunan sebagai residensial Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.8
Kepadatan area residensial dirancang untuk mendukung pengguna
transit. Tipe permukiman bervariasi terdiri dari tipe single family, tipe
townhouse, dan apartemen.
d) Pedestrian
Jalan di kawasan TOD merupakan elemen paling vital dalam
menentukan kualitas ruang publik. Jalan di kawasan TOD harus dibuat
pedestrian-friendly. Untuk menciptakan ruang jalan yang demikian
harus dipikirkan berapa luas yang diperlukan untuk pedestrian untuk
menciptakan ruang publik yang aktif,sementara tetap menjaga
keseimbangan dengna ruang parkir, jalur bersepeda dan pergerakan
kendaraan.
Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.9
Zona antara sidewalk dan rumah
Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.10
Lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa
mengorbankan parkir paralel dan akses sepeda. Jalan harus dirancang
untuk dilalui dengan kecepatan mobil tak lebih dari 24 km/jam. Jalan yang
lebih sempit dapat mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan
ruang yang lebih besar untuk penataan lansekap. Dimensi jalan yang relatif
kecil ditujukan untuk menciptakan skala manusia.
Sidewalk secara virtual terbagi atas beberapa zona yaitu; zona tepi yang
berbatasan langsung dengan jalur mobil (minimal 1,2 meter untuk
kawasan TOD, untuk menyediakan ruang menunggu), zona furnishing
yang mengakomodasi perletakan street furniture seperti pohon atau
fasilitas transit, zona ‘melintas’ yatu jalur yang dapat dilalui tanpa
gangguan, dan zona ‘frontage’ yaitu ruang bersih antara fasad bangunan
(tempat pejalan kaki melakukan window shopping, area keluar dan masuk
dari dalam bangunan) dan zona ‘melintas’. Lebar sidewalk minimum yang Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.11
disarankan adalah 3 meter (pada area komersial minimum 4 meter), tidak
batas maksimum untuk lebar sidewalk namun jika terlalu lebar
menyebabkan ketidaknyaman karena terkesan kosong dan tidak
mengundang.
Lebar zona sidewalk minimal untuk dilalui pejalan kaki adalah 1,5 meter
(dapat dialui dua orang sekaligus). Dimensi sidewalk lebar di area
komersial dimana aktivitas pedestrian lebih besar dan seating luar sangat
direkomendasikan (1,8 meter -2,5 meter). Jalur pedestrian yang nyaman
akan mengurangi penggunaan mobil dan menambah efisiensi
penggunaan transit.
Street furniture pada pedestrian sangat diperlukan bagi pejalan kaki. Jika
ruang jalan tidak memiliki fasilitas ini maka pemakaian ruang jalan
mnjadi tidak nyaman. Misalnya jika tidak ada lampu jalan menyebabkan
ketidaknyaman dan tidak tersedianya tempat sampah membuat jalan jadi
kotor dan membuat orang enggan berjalan kaki. Untuk menciiptakan Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.12
sense of community dapat melalui pemilihan desain street furniture yang
mencerminkan karakter lokal.
Pepohonan untuk peneduh diperlukan disepanjang. Jarak antara
pohon-pohon tersebut tidak boleh lebih dari 9 meter. Jenis pohon-pohon dan teknik
penanaman harus diseleksi dengan seksama untuk menciptakan kesan
meyatu pada ruang jalan, menyediakan naungan yang efektif, dan
menghindari kerusakan trotoar. Banyak ruang jalan yang dikenang orang
karena deretan pepohonan di sepanjang jalan. Keberadaan pohon penting
untuk kenyamanan pejalan kaki karena menyediakan naungan dari cuaca
dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan permukaan aspal dan
menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk. Selain itu pepohonan juga
memberikan keindahan pada ruang jalan.
Akan akan lebih baik jika jalan memiliki vista menuju area pusat,
bangunan publik, taman atau fitur-fitur alami. Jalan yang membingkai
vista akan lebih mudah diingat (memorable). Jalan yang ideal sebaiknya
mempunyai titik tujuan yang penting. Dalam hal ini jalan lurus lebih Gambar.2.13
mudah diimplimentasikan karena memiliki pandangan yang jelas
kesebuah landmark.Landmark memudahkan orientasi pedestrian dan
membuat rute perjalanan lebih menarik. Jalan lurus juga memberikan
aksesibilitas visual yang tinggi, ketika tujuan dapat terlihat seseorang
akan lebih tertarik untuk berjalan kesana.
e) Parkir
Parkir on-street sangat direkomendasikan dan lebarnya sebaiknya antaa
2,1-2,4 meter. Parkir dipinggir jalan ini sangat untuk mencegah fokus
pada lahan parkir dan lebih mengutamakan jalan. Parkir paralel lebih
baik namun parkir dengan sudut lebih direkomendasikan untuk area
komersial. Parkir on-street dapat membantu mengurangi kecepatan mobil
yang melintas karena membuat ruang jalan lebih sempit secara visual,
juga berfungsi sebagai buffer antara trotoar dengan lajur mobil.
Selain itu parkir paralel juga bisa membuat aktivitas pada ruang jalan
hidup karena akan mendukung fungsi-fungsi komersial. Parkir paralel
secara visual membuat ruang jalan lebih sempit. Sumber : Calthorpe, 1993
Gambar.2.14
Sistem parkir sealain on-strret sebaiknya tidak bersebelahan langsung
dengan ruang jalan. Lahan parkir dibelakang bangunan lebih disarankan.
2.9.Studi Banding
Pada negara berkembang konsep TOD sudah banyak diterapkan sebagai solusi
dalam mengatasi kemacetan, juga untuk menciptakan ruang publik lebih
berkualitas. TOD bukan hanya sekedar konsep melainkan jawaban untuk kualitas
hidup yang lebih baik diperkotaan.
Berikut merupakan studi banding terhadap negara yang sudah memakai
2.9.1. Buangkok MRT Station, Singapore
Stasiun Buangkok MRT direncanakan pada lokasi permukiman yang
memiliki tingkat densitas yang tinggi (mixed-used), dan direncanakan dengan
mengintegrasikan antara subway (kereta bawah tanah) dengan bus yang melayani
penduduk kota. Pada bagian atas subway disediakan tempat pemberhentian bus
dan taxi yang nyaman, dengan menyediakan kanopi sebagai pelindung dari panas,
hujan dan ultraviolet. Desain interior menggunakan warna-warna yang
mencerminkan semangat rakyat Singapura, sehingga desain pada stasiun tidak
membosankan dan kaku. Perencanaan Stasiun Buangkok tidak hanya berhenti
pada fungsinya sebagai titik transit, tetapi juga mempertimbangkan kenyamanan
penggunanya. (Altoon and James, 2011)
Gambar. 2.15
Lokasi Buangkok MRT Station Sumber : Altoon and James,2011
Sumber : Altoon and James,2011
Gambar. 2.16
Sumber : Altoon and James,2011
Gambar. 2.17 Eksterior Stasiun
Sumber : Altoon and James,2011
Gambar. 2.18
Sumber : Altoon and James,2011
Gambar. 2.19
2.9.2. Kowloon Station, Hongkong
Kowloon Station direncanakan secara signifikan sebagai titik transit untuk
mengubah seluruh transport publik di Hongkong. Kawasan ini tidak hanya
direncanakan sebagai titik transit, tetapi juga merencanakan bengunan-bangunan
mixed-use pada lokasi transit. Dengan begitu, maka peminat penumpang terhadap
kereta bawah tanah yang disediakan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan
penggunaan kendaraan pribadi berkurang. Tujuan perencanaan Stasiun Kowloon
adalah untuk menciptakan sebuah sistem transport kelas dunia yang terintegrasi
dengan tata guna lahan, moda transportasi dan titik transit(Altoon and James,
2011).
Gambar. 2.20
Lokasi Kowloon Stasiun Hongkong Sumber : Altoon and James,2011
Sumber : www.pbase.com (30/04/2015)
Gambar. 2.22 Kowloon Station Roof Plan
Sumber : Altoon and james,2011
Sumber : Altoon and James,2011 Gambar. 2.23
Sumber : Altoon and James,2011
Gambar. 2.24 Kowloon Station level 2
Gambar. 2.25 Kowloon Station site plan
2.10. Diagram Kepustakaan
TOD (Transit Oriented Development) (Chaltrope. 1993)
Defenisi Transit Oriented Development (Chaltrope, 1993)
Tipologi Transit Oriented Development Urban Downtown
Urban Neighborhood (Dittmar dan Ohland,2004)
Struktur Transit Oriented Development (Chaltrope, 1993)
Variabel Pembentuk TOD (Chaltrope, 1993)
Kajian Potensi Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) Di Kota Medan
Studi Kasus : Stasiun K.A Medan Tipe pengembangan TOD
(Chaltrope, 1993)
2.11. Penelitian yang sudah dilakukan
Judul, Tahun, Wilayah, Nama
peneliti
Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan
Pendekatan
Teknik Analisis dan Bahan Penelitian
Hasil Penelitian
Keterkaitan Karakteristik
Kawasan Transit
Berdasarkan Prinsip
Transit Oriented
Development (TOD)
terhadap Tingkat
Penggunaan Kereta
Komuter Koridor
Surabaya-Sidoarjo, 2014, Surabaya, Muhammad Hidayat Isa dan Ketut Dewi
Martha Erli
Handayeni
Penelitian ini mengkaji
tentang upaya untuk
mendorong penggunaan
kereta api komuter
melalui integrasi antara
simpul transportasi
kereta api komuter
dengan penggunaan
lahan di sekitar stasiun,
yang mengkaji
mengenai keterkaitan
karakteristik kawasan
transit berbasis transit
oriented development
terhadap jumlah
penggunaan kereta
komuter koridor
Surabaya-Sidoarjo
Dalam metode
pengumpulan data,
dilakukan melalui
survey primer dan
survei sekunder.
Dalam menganalisis
keterkaitan antara
karakteristik kawasan
transit berdasarkan
prinsip TOD terhadap
tingkat penggunaan
kereta komuter koridor Surabaya-Sidoarjo, dilakukan melalui tiga tahapan analisis
Mengidentifikasi karakteristik kawasan transit kereta komuter
koridor
Surabaya-Sidoarjo berdasarkan prinsip TOD
Menganalisis tingkat
penggunaan kereta
komuter koridor
Surabaya-Sidoarjo
Menganalisis
keterkaitan antara
karakteristik kawasan
transit berdasarkan
prinsip TOD terhadap
jumlah penggunaan
kereta komuter
koridor
Surabaya-Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
adanya potensi
pengembangan kawasan
transit berbasis TOD
pada koridor
Surabaya-Sidoarjo dalam
mendorong penggunaan kereta komuter.
Universitas
Sumatera
Sidoarjo Potensi dan Peluang
Pengembangan
Transit Oriented
Development di
Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, 2014, Bandung, Ni Luh Asti Widyahari.
Apa sajakah prasyarat
suatu kawasan
dikembangkan sebagai
TOD?
Dimana lokasi yang Potensial dikembangkan
sebagai TOD di
Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung?
Apa syarat yang harus dipenuhi untuk
mengembangkan TOD di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung?
Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
yang terbagi atas
deskriptif dan
preskriptif. Pendekatan deskriptif studi ini
dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi
karakterisitik kawasan TOD di wilayah studi. Pendekatan preskriptif, yaitu metode analisis
dengan cara
merumuskan tindakan
pemecahan masalah
kawasan yang telah teridentifikasi.
Terdapat dua metode analisis pada studi ini,
yakni analisis
deskriptif dan analisis isi (content analysis). Analisis deskriptif ini
berfungsi untuk
mengetahui bagaimana
karakteristik kondisi saat ini terkait dengan kriteria dan indikator untuk potensi maupun peluang
pengembangan TOD.
Analisis isi yang
berbasis pada data sekunder ini berfungsi
untuk memberikan
peniliaian antara
kriteria dan indikator
untuk potensi dan
peluang
Hasil Penelitian
menunjukkan beberapa
kawasan memiliki
potensi dikembangkan
sebagai TOD dan
terdapat beberapa
kawasan yang memiliki
peluang untuk
dikembangkan sebagai
TOD.
Universitas
Sumatera
pengembangan TOD
dengan
rencana-rencana tata ruang dan
transportasi di
Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung. Kemacetan Di Kota Surabaya, 2014, Surabaya,
Muhammad Hidayat Isa.
Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji potensi penerapan TOD di Kota
Surabaya. Dan TOD
sebagai alternatif solusi kemacetan di Surabaya
Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan
data dengan teknik
survei sekunder.
Metode analisis yaitu
analisis deskriptif
kuantitatif, deskriptif
komparatif, dan
deskriptif kualitatif
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
TOD berpotensi untuk
kota Surabaya dan
berpotensi untuk
dijadikan salah satu
solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan kemacetan ditinjau dari
penelitian terdahulu,
perkembangan kondisi
eksisting, dan
perencanaan Kota
Surabaya ke depan yang
mengusung pergerakan
berbasis transit.
Universitas
Sumatera
Dan menggunakan deskriptif kualitatif dalam
menganalisis peran pemangku
kepentingan.
Universitas
Sumatera