• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar Filsafat Refleksi Sang Ikan Keci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Belajar Filsafat Refleksi Sang Ikan Keci"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REFLEKSI FILSAFAT ILMU

Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat

Filsafat Awal Akhir Zaman; Perkuliahan Filsafat Ilmu

Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.

Disusun Oleh:

Konstantinus Denny Pareira Meke 16709251020

PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat

Filsafat Awal Akhir Zaman; Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.

Oleh:

Konstantinus Denny Pareira Meke

Mahasiswa PPs Pendidikan Matematika S2, kelas A, 2016

Apa Filsafat itu?

Dimensi Spekulatif (perenungan) dari filsafat berlandaskan pada keterbatasan-keterbatasan pengetahuan manusia. Peran menyintesis dari flsuf berpijak pada pada keinginan dan kebutuhan seseorang untuk mengajukan sebuah pandangan hidup yang konsisten dan komperhensif yang memberikan suatu landasan bagi dirinya dalam menyatukan pemikiran-pemikiran mendasari gagasan-gagasan dan menafsirkan pengalamannya. Bagi kebanyakan orang, eksistensi rasional menuntutsebuah pandangan dunia yang memberi nilai dan makna terhadap perbuatan-perbuatan perseorangan melalui penempatan hal inidalam konteks yang lebih luas.

Secara harafiah, kata filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat dalam arti teknis kiranya paling tepat dipahami sebagai hal yang meliputi tiga aspek, yaitu sebuah aktivitas (kegiatan), serangkaian sikap dan keterpaduan isi

Obyek dalam filsafat ialah pasti tentang yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada, teridiri dari bermiliar-miliar sifat. Diantara miliaran sifat itu beberapa diantaranya adalah bersifat tetap dan ada yang berubah. Yang bersifat tetap ialah semua yang ada dalam pikiran kita. Sedangkan yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kenyataan. Apa yang kita pikirkan selalu bersifat ideal atau bahkan bersifat absolut. Entah itu keinginan, sesuatu yang maunya akan kita capai, atau yang akan kita hadapi. Semua yang ada dalam pikiran kita ialah bersifat identitas. Spritual yang terkandung dalam pikiran kita ialah monoisme, dimana kitra mempercayai semua yang kita pahami dan yang terjadi merupakan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

Obyek dalam filsafat yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kehidupan manusia yang ada pada kenyataan hidup. Kenyataan selalu bersifat relatif, bersifat kontradiktif, bersifal flural, dan duniawi. Masing- masing obyek filsafat ini tentu memiliki filsufnya tersendiri dalam mengembangkan tiap pikiran dan aspek tersebut. Apa-apa yang tetap ini memiliki tokoh yaitu Permenides yang menghasilkan aliran permenidesianism, sedangkan apa-apa yang berubah memiliki tokoh heraditos dengan aliran heraditosiasm. Permenidesianism mengandung paham bahwa segala sesuatu itu berubah kecuali tetap, maka semua bersifat tetap. Sekali umat tetap umat, tidak bisa berubah. Sekali batu tetap batu, sekali hidup tetap hidup, sekali manusia tetap manusia, sekali pikiran ya tetap pikiran, tidak bisa berubah. Sekali sifat ya sifat, sekali subyek ya subyek, tidak bisa berubah. Inilah yang disebut hukum identitas.

(4)

yang tetap, semua mengalami perubahan. Sesuai dengan hukumnya yaitu aku tidak bisa menyebut diriku (aku tidak sama dengan aku) itu di dunia. Berbeda dengan yang tetap/identitas yaitu aku sama dengan diriku (aku sama dengan aku). Maka semua kebenaran sejatinya hanya ada di dalam pikiran. Karena dalam yang nyata aku yang tadi tidak sama dengan aku yang sekarang. Hubungannya dengan matematika, maka kebenarannya pun hanya ada di dalam pikiran. Jadi, dalam filsafat ada dua hukum, hukum identitas dan hukum kontradiksi.

Maka yang kita rasakan ialah kemisteri yang diciptakan oleh dunia akibat hal tersebut. Diibaratkan seperti jika kita mencari batik, maka jawalah tempat terbaik. Jika kita ingin mencari kimono, maka jepang merupakan pilihan yang paling benar. Namun akibat perkembangan dunia, salah satunya yang berdampak pada peradaban teknologi, maka kita tak perlu jauh jauh ke italy untuk mencari pizza, di kota Yogyakarta pun sekarang kita bisa menemukannya. Itulah yang disebut kemisteri.

Kemudian datang plato yang berada dianta paham permenidesianism dan heraditosianism, sang pencetus tokoh ideal. Plato menggunakan logika (pikiran) dalm platonism yang ia bentuk. Sedangkan paham lainnya yaitu Rasionalism dikemukakan olaeh sang tokoh yaitu Rene Descartes. Logika selalu bersifat konsisten, hanya selalu bernilai benar dan salah. Kebenarannya bersifat koheren. Maka antara Pikiran dan kenyataan sendiri dipisahakan oleh sebuah garis yang dinamai garis imajiner. Tokoh yang juga berada pada dunia kenyataan dengan aliran realisme yaitu Aristoteles.

Menurut David Hume, pengalaman setiap kita didunia ini pastinya selalu bersifat empiris, yakni mempercayai bahwa pengetahuan datang dari pengalaman. Logika yang tetap berdampak pada aspek analitik apriori, sedangkan empiris bersifat sintetik apostepriori, berhukum sebab-akibat. Maka ada yang kita kenal sebagai prinsip dan ada yang kita kenal sebagai bayangan. Maka semua yang kulihat adalah bayangan dari pikiranku. Menurut paham rasionalism, sebenar-benar ilmu adalah analitik dan teori. Tiada ilmu kalau tiada rasio. Sedangkan menurut David Hume sebenar- benarnya ilmu adalah sintetik aposteriori. Tiada ilmu kalau tidak ada pengalaman. Berabad- abad terjadi pertentangan antara kedua pendapat yang selalu mempertentangkan antara pikiran dan pengalaman. Akibat dari hal itu, muculah fenomena pada zaman modern (1671) dimana Imanuel Kant datang sebagai sang juru damai. Kant datang dan seolah- olah mengatakan:

Hai kamu Rene Descartes, engkau terlalu sombong karena hanya mengagung agungkan rasio, tetapi mengabaikan pengalaman. Dan hai engkau David Hume, kamu juga terlalu sombong karena hanya mengagung – agungkan pengalaman, namun mengabaikan Rasio. Maka sebenar-benarnya ilmu menurutku, didalamnya terkandung unsur rasio dan unsur pengalaman “

(5)

Apa yang terkandung dalam struktur dunia sekarang?

Ditahun 1857 ialah tahun dimana seorang Auguste Comte, seorang mahasiswa drop out

dari sebuah perguruan tinggi politeknik di negara Prancis. Dari zaman Yunani, hingga zaman modern, merupakan sosok yang tidak sabar, dan menganggap omongan para filsuf lainnya hanyalah bualan belaka, dan tak ada gunanya. Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul “Course de Philosophie Positive yang mengandung paham positiffism, seolah-olah berkata:

“Hai semua filsuf, dengarkan saya, semua yang kalian bicarakan, dan semua teori yang ada pada kalian, tak akan bisa dipakai untuk membangun dunia. Aku telah membuat suatu struktur dimana ini dapat dipakai untuk membangun dunia. Menurutku Agama itu tidak logis, maka agama tidak bisa dipakai untuk membangun dunia.

Semua yang dikatakan Comte ini tercermin dari strukutur yang dibangun oleh dirinya. Kedudukan agama atau semua aspek spiritual dalam struktur tersebut, dilatakan paling bawah, atau dibagian terendah. Ditingkatan berikutnya ialah filsafat, dan ditingkatan berikutnya lagi adalah paham positivism atau metode saintifik. Secara Abstraksi, paham itu muncul kembali dalam dunia pendidikan kita. Apalagi saat semua mata pelajaran wajib menggunakan Saintific Style. Namun semua paham Comte ini, dalam hubungannya dengan metode saintifk dalam kurikulum kita, terhalangi dengan motif yang ada. Di Indonesia, sebagai suatu negara kecil, dimana Material – Formal – Normatif – Spiritual, dalam artian bahwa semua yang dilakukan orang Indonesia, semuanya dilakukan untuk beribadah menuju pada spiritualitas.

Namun fenomena Auguste Comte itu, tidak disadari telah menjelma menjadi fenomena dunia saat ini. Susunan Paham dunia sekarang ini telah menjadi memposisikan Archaic

sebagai yang terendah diikuti oleh Tribal di tingkat berikutnya, lalu secara berturut – turut diikuti oleh Traditional, Feodal, Modern, Post Modern, dan yang tertinggi ialah Power Now

(6)

Kini, muncul ilmuan – ilmuan seperti Stephen Hawking, yang menyatakan bahwa penciptaan alam semesta tidak membutuhkan Tuhan. Semunya terjadi secara kebetulan saja. Dizaman sekarangpun bisa dikatakan bahwa kedudukan sebuah Hand Phone, kini telah sama seperti pisau dapur dalam kehidupan semua rumah tangga. Menjadi suatu keharusan untuk dimiliki. Sudah menjadi budaya yang harus diikuti. Sama seperti kedudukan senjata api di Amerika, yang sudah menjadi budaya yang harus dimiliki. Dari kondisi seperti ini, terlihat jelas, tentang seberapa besar porsi implementasi dari suatu filsafat, penerapan filsafat yang baik dalam bidang pendidikan. Dalam peta dunia pendidikan yang sudah dibuat oleh Prof. Marsigit, kita melihat seperi cara kerja dari google earth, yang pada area tertentu, sudah terlihat dengan jelas, pada area tertentu belum tergambar dengan baik. Jika kita melihat peta dari segi budaya, maka mungin tergambar bahwa pulau Jawa akan terdeteksi sebagai wayang, Papua terlihat seperti koteka, Aceh terlihat sebagai gambar tarian zaman, yang menjadi budaya. Jika dilihat dari hasil produksi, Pulau jawa mungkin akan tergambar sebagai padi, ambon tergambar sebagai sagu, dan sebagainya. Sedangkan dalam ranah pendidikan, gambar tentang Indonesia masih akan terlihat kosong karena belum ada isinya atau belum ada pola yang pasti. Pendidikan kita masih seperti berada di muara sungai. Cita – cita masih hanya sekedar cita – cita. Masih belum mandiri untuk urusan politik, ekonomi dan juga budaya

Bagaimana dengan Indonesia dan diri kita?

Setelah ditelusuri dengan derajat tertentu, maka bisa dilihat bahwa terdapat lima hal dalam peta dunia yakni, Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanis, Progressive educator dan Public Educator. Kalau diIndonesia, pada titik start awalnyapun telah mengalami kontradiksi. Yang menjadi cita - cita di Indonesia ialah Demokrasi yang baik, yang tidak lain masuk dalam Public Educator. Tapi yang malah diimplementasikan sama sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Jika menganut Public Educator, tentu akan mengakibatkan filsafat yang berbeda, implementasi yang berbeda, Ideologi yang berbeda, paradigmanya berbeda, dan teorinya pun berbeda. Indonesia masih dalam taraf perkembangan menuju Industrial Trainer, Indonesia juga telah masuk dalam dunia Technological Pragmatics, sementara nilai – nilai Old Humanis indonesia perlahan mulai tergerus. Indonesia diibaratkan pasien jika ditinjau dari segi pendidikan. Hal ini diakibatkan oleh disorientasi itu sendiri, dan politik Indonesia yang tidak sehat. Maka indonesia sebagai penganut Paham – paham peta dunia diatas, sebenarnya memandang ilmu sebagai Struktur atau Sructure of Knowlege. Dan Public Educater memandang ilmu sebagai Public Activity. Karena dunia

Public Educater sangat peduli dengan perkembangan ilmu yang dilalui oleh anak – anak, sehingga menurut paham ini, matematika bukanlah sebuah sience, melainkan social activity.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tentang Perbedaan Efek Fisiologis Pada Pekerja Sebelum Dan Sesudah Bek- erja Di Lingkungan Kerja Panas diperoleh simpulan sebagai berikut: Ada perbedaan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara suhu ruangan (p=0,000), umur (p=0,004), lama kerja (p=0,000), masa kerja (p=0,000), waktu istirahat (p=0,000) dan

Pengurus menjadi pengepul jamur hasil tanam anggota, pengurus sudah memiliki jaringan dengan para pedagang jamur. Antara pengurus dan pedagang jamur membuat kesepakatan

25 tahun, maka Gerakan Pramuka, mulai dari Kwartir Nasional hingga Gugus Depan mengadakan kegiatan besar bagi golongan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega dengan nama Raimuna,

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana prinsip dan alasan yang menjadi dasar bagi bank sebelum melakukan perikatan dengan asuransi, bagaimana

Sistem ini berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan berdasarkan kebutuhan masing-masing wilayah per kecamatan atau per kelurahan meliputi Informasi penyebaran

Metode ini sangat berguna jika kita tidak mengetahui nilai aktual minimum dan maksimum dari data.. Normalization method