BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Opini adalah pendapat, ide, atau pikiran untuk menjelaskan kecenderungan
tertentu terhadap perspektif dan ideologi yang bersifat kontroversial. Publik
adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan, yang menaruh perhatian
terhadap masalah yang sama dengan melakukan interaksi secara tidak langsung
melalui alat-alat komunikasi. Alat-alat komunikasi yang digunakan dapat berupa,
surat kabar, radio, televisi, ataupun pembicaraan-pembicaraan pribadi yang
berantai.
Istilah opini publik diserap secara utuh dari bahasa Inggris public opinion,
yang kemudian disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Ilmu komunikasi
mendefinisikan opini publik sebagai pertukaran informasi yang membentuk sikap,
menentukan isu dalam masyarakat dan dinyatakan secara terbuka. Opini publik
sebagai komunikasi mengenai soal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam
bentuk atau cara tertentu kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula.
Pembentukan opini publik sangat bergantung pada proses komunikasi.
Masyarakat memperoleh pengetahuan atau informasi tentang persoalan yang
terjadi di masyarakat melalui media komunikasi, salah satunya adalah melalui
media massa. Masalah sekecil apapun bisa berkembang dengan cepat karena
pemberitaan melalui media massa.
Opini publik memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat yang
demokratis. Demokrasi diyakini oleh sebagian besar negara di dunia sebagai tolak
ukur dari keabsahan politik. Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar
utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik
demokrasi. Tidak ada negara yang ingin dikatakan sebagai negara yang tidak
Hubungan antara opini publik dan kebijakan pemerintah merupakan suatu
hal yang biasa dalam masyarakat demokratis. Sebagai salah satu negara
demokrasi, Pemerintah Indonesia sudah seharusnya tanggap terhadap opini
publik, baik yang pro maupun kontra terhadap pemerintah. Melalui opini publik,
masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya mengenai kebijakan pemerintah
secara bebas. Opini publik terhadap kebijakan pemerintahmencakup cara, apa
yang dipikirkan rakyat berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Keberhasilan
seorang pemimpin dapat diketahui dari opini publik yang terbentuk, namun
pemimpin harus tetap waspada karena opini publik itu bukanlah fakta, yang belum
tentu benar.
Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang
signifikan. Subjek opini publik adalah masalah baru yang bersifat kontroversial.
Unsur-unsur opini publik adalah pernyataan yang kontroversial mengenai suatu
hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan baru. Media dalam hal ini
benar-benar mempunyai peranan yang sangat besar dalam membangun opini
publik yang benar-benar objektif. Opini yang berkembang di masyarakat akan
berubah menjadi sikap dan mentalitas dari masyarakat itu sendiri.
Semakin pentingnya peran media dalam pembentukan opini publik tidak
terlepas dari pesatnya peningkatan teknologi informasi dan komunikasi. Televisi,
sebagai salah satu bentuk media massa, menjadi ikon pembentuk konstruksi
sosial. Televisi juga berperan dalam membentuk kuasa kebenaran dalam realitas
sosial. Norma-norma kehidupan cenderung dipegang oleh media massa, termasuk
televisi. Budaya menonton yang tinggi pada masyarakat Indonesia mengakibatkan
mereka hampir tidak dapat lagi melepaskan diri dari pemberitaan di televisi. Hal
itu disebabkan televisi sebagai salah satu media massa yang memiliki banyak
kelebihan dibandingkan media lainnya.
Saat ini terdapat 13 stasiun televisi nasional di Indonesia, yaitu Indosiar,
MNC TV, ANTV, RCTI, SCTV, Metro TV, Global TV, Trans TV, TV ONE,
Trans7, Net TV, TVRI, dan RTV. Beragam peristiwa dan informasi yang sampai
kepada masyarakat melalui pemberitaan di televisi tidak terlepas dari peranan
menginterpretasi suatu kejadian. Satu berita yang sampai kepada masyarakat akan
memiliki banyak penafsiran dan tanggapan bergantung pada gaya bahasa
(penyajian) dan cara penyampaiannya. Penyajian berita biasanya dibuat dengan
gaya bahasa hiperbola untuk menarik minat pembaca berita, dan mungkin juga
berita yang disajikan berasal dari opini atau subyektivitas penulis berita,
tergantung pada kepentingan yang melatari pembuat berita mengenai fakta yang
akan ia tuangkan di dalamnya.
Berita yang saat ini lagi hangat diperbincangkan oleh media dan juga
masyarakat salah satunya adalah tentang kebijakan Presiden RI, Joko Widodo, yang memberikan “Hukuman Mati Bagi Produsen dan Pengedar Narkoba“. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, atau yang lebih akrab disapa Jokowi,
menyatakan akan memberlakukan hukuman mati bagi siapapun yang
mengedarkan narkoba di Indonesia. Presiden Jokowi tampak tidak main-main
dengan keputusannya ini, hal ini terlihat ketika ia menolak permohonan grasi yang
diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba (http://www.kompas.com)
Presiden Jokowi menyatakan bahwa kesalahan itu sulit untuk dimaafkan,
karena mereka yang terpidana mati pada umumnya adalah para bandar besar yang
demi keuntungan pribadi dan kelompoknya telah merusak masa depan generasi
penerus bangsa. Presiden menjelaskan saat ini sedikitnya 4,5 juta masyarakat
Indonesia telah menjadi pemakai narkoba, dari jumlah itu 1,2 juta jiwa sudah
tidak bisa direhabilitasi, dan 50 orang setiap harinya meninggal dunia karena
narkoba. Penolakan permohonan grasi itu, menurut Presiden Jokowi, sangat
penting untuk menjadi pembelajaran bagi para Bandar, pengedar, bahkan
pengguna (http://www.harianterbit.com).
Pemberitaan di televisi mengenai kebijakan Presiden tersebut menjadi
perbincangan di masyarakat. Kebijakan Presiden Jokowi mengenai hukuman mati
bagi pengedar narkoba dianggap kontroversial, karena menimbulkan pro dan
kontra. Banyak masyarakat menyatakan setuju atas kebijakan tersebut, namun
tidak sedikit pula yang menyatakan tidak setuju atas kebijakan tersebut, terlebih
setelah beberapa negara asal terpidana hukuman mati menyatakan keberatan atas
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
menjadi salah satu kelompok yang mengkritik keputusan Presiden Jokowi.
Koordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan Jokowi tidak mengerti HAM.
Haris menilai, hukuman mati bukan cara yang tepat untuk menghukum terpidana
kasus narkoba, karena berpotensi melakukan pelanggaran HAM, dan dianggap
belum tentu menimbulkan efek jera bagi para Bandar atau Pengedar. Kebijakan
tersebut juga dianggap dapat merusak hubungan multilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara asal Terpidana Mati tersebut, seperti Brazil dan Australia
yang dengan keras mengutuk kebijakan Presiden Jokowi
(http://www.republika.co.id). Di lain sisi salah satu tokoh masyarakat lainnya,
yakni Ketua PBNU, Said Aqil Siradj justru berpendapat sebaliknya. Said
mendukung Pemerintah melakukan hukuman mati terhadap Gembong Narkoba.
Said menjelaskan bahwa mengenai hukuman mati ke pengedar, NU mendukung
sepenuhnya kebijakan pemerintah, karena sudah sesuai dengan Al Quran
(http://www.detik.com).
Desa Muliorejo merupakan salah satu desa di kecamatan Sunggal dengan
jumlah penduduk yang padat dengan latar belakang dan tingkatan masyarakat
yang beragam. Selain jumlah penduduknya yang padat dan beragam, alasan
peneliti memilih desa ini karena desa ini terletak tidak jauh dari daerah Jalan
Medan-Binjai KM 16, dimana daerah ini dikenal sebagai salah satu tempat
peredaran narkoba, bahkan sering disebut sebagai Kampung Kubur kedua
(Kampung Kubur adalah tempat peredaran besar Narkoba terbesar yang terkenal
di Kota Medan, terletak di sekitar Jln. Mangkubumi). Dengan jarak yang dekat
dari tempat peredaran narkoba, tentu Desa Muliorejo telah menjadi salah satu
tempat tujuan diedarkannya barang haram tersebut, terlebih mengingat besarnya
jumlah warga, terutama yang terdiri dari remaja dan orang dewasa di Desa ini.
Keadaan ini tentu membuat resah penduduk, terutama para orang tua yang tinggal
di desa Muliorejo, yang khawatir akan pergaulan dari anak-anak mereka. Dengan
alasan-alasan tersebut, peneliti merasa Desa Muliorejo sangat layak untuk
dijadikan objek dari penelitian ini, yang mengangkat tentang opini masyarakat
Desa Muliorejo terdiri dari 21 dusun, dan peneliti memilih masyarakat di
dusun XIII Desa Muliorejo, kecamatan Sunggal yang terletak di Kabupaten Deli
Serdang sebagai populasi penelitian. Alasan peneliti memilih dusun XIII adalah
karena masyarakat di lingkungan ini merupakan lingkungan dengan jumlah
Kepala Keluarga terbanyak di Desa Muliorejo, kecamatan Sunggal dan memiliki
tingkat heterogenitas yang paling tinggi dari dusun-dusun lainnya, sehingga
peneliti merasa opini yang terbentuk dari masyarakat di lingkungan ini dapat
mewakili opini dari masyarakat Indonesia yang majemuk.
Opini publik yang terbentuk di masyarakat lingkungan tersebut mengenai
kebijakan Presiden Jokowi ini tentu dipengaruhi oleh fungsi dari media massa
yang mereka gunakan. Penyampaian berita yang beragam di televisi tentu akan
memberikan dampak yang berbeda kepada khalayak yang mengkonsumsi
pemberitaan tersebut dalam membentuk opini. Hal itu dapat disebabkan oleh
kebijakan yang ada pada masing-masing stasiun televisi dan juga objektivitas
pemberitaan yang disampaikan. Saat ini, kebijakan pemerintah tentang kasus
narkoba yang menimbulkan pro dan kontra ini menjadi salah satu pemberitaan
yang paling sering muncul dan menjadi topik pembicaraan di media massa, salah
satunya televisi.
Ketentuan mengenai hukuman penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan
Psikotropika) sendiri sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun
2009.Undang-undang tersebut sudah menjelaskan secara rinci tentang hukuman
bagi para penyalahguna Narkoba (Narkotika dan Psikotropika), baik itu pengedar
maupun pemakai. Di samping itu, Presiden juga memiliki hak untuk memberikan
pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman sama
sekali bagi setiap terpidana, yang disebut dengan grasi.
Banyaknya opini yang berkembang di masyarakat mengenai kebijakan
Presiden Jokowi untuk menghukum mati setiap pengedar narkoba dan menolak
grasi yang diajukan setiap terpidana mati kasus narkoba menjadikan hal ini
penting dan menarik untuk diteliti. Kebijakan Presiden mengenai kasus narkoba
yang menjadi perbincangan dan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat tentu
menjadikan hal tersebut layak dan penting untuk diteliti. Opini yang terbentuk di
masyarakat terhadap suatu pemberitaan tentunya mempunyai dasar, yaitu hal-hal
yang berperan di dalamnya. Sebagai salah satu media massa, televisi menjadi
salah satu tempat memperoleh informasi di masyarakat. Televisi sendiri
disebut-sebut memiliki peranan dalam proses pembentukan opini masyarakat yang
menonton suatu pemberitaan di dalamnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul penelitian “Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa
Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan
Mengenai Kebijakan Presiden Joko Widodo Menghukum Mati Pengedar Narkoba).”
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat
pernyataan-pernyataan yang ingin dicarikan jawabannya. Dapat juga dikatakan
bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci
mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan
pembatasan masalah (Pohan dkk, 2012 : 12).
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah “Bagaimana peran televisi sebagai fungsi informasi, fungsi mediasi, dan fungsi amplifikasi dalam pembentukan opini masyarakat Desa Muliorejo terhadap
pemberitaan mengenai kebijakan Presiden Joko Widodo menghukum mati
1.3 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, dan supaya
tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, dimana dapat
mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan
masalah agar menjadi jelas.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini fokus untuk meneliti peran televisi sebagai fungsi informasi,
fungsi mediasi, dan fungsi amplifikasi dalam pembentukan opini
masyarakat Desa Muliorejo terhadap pemberitaan mengenai kebijakan
Presiden Joko Widodo menghukum mati pengedar narkoba.
2. Responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat Dusun XIII Desa
Mulio Rejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang (usia 17-50
tahun) dan setiap rumah tangga diwakili oleh satu sampel.
3. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2015 - selesai.
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin
dicapai oleh peneliti, demikian pula dengan penelitian ini. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan peran televisi sebagai fungsi
informasi, fungsi mediasi, dan fungsi amplifikasi dalam pembentukan opini
masyarakat Desa Muliorejo terhadap pemberitaan mengenai kebijakan Presiden
Joko Widodo menghukum mati pengedar narkoba.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Akademis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya
2. Secara Teoritis, Peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat selama
menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta
menambah cakrawala dan wawasan peneliti mengenai pembentukan opini
publik.
3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi siapa