• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh

Sri Agustika Marbun 111101059

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh

Sri Agustika Marbun 111101059

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIAWanita Tanjung Gusta Medan Nama : Sri Agustika Marbun

NIM : 111101059 Tahun : 2014/2015

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Abstrak

Seseorang yang berbuat kejahatan akan menerima pembinaan di dalam lapas, dimana ia akan dibina untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi di masyarakat. Selama menjalani pembinaan di lapas, narapida mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kebebasan, kehilangan pekerjaan, terpisah dari keluarga dan lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Seperti yang kita ketahui hal-hal tersebut menjadi stresor bagi narapidana yang dapat mengakibatkan narapidana mengalami stres dan dibutuhkan koping yang baik/adaptif untuk mengatasi stresor yang mereka hadapi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti stres dan koping narapidana wanita di lapas klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling dengan jumlah 78 orang. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narapidana wanita di lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan memiliki stres dalam ketegori sedang sebanyak 43 orang (55,1%) dan sebanyak 62 orang (79,5%) responden menggunakan koping yang berfokus pada emosi. Dari hasil penelitian ini diharapkan pihak lembaga pemasyarakatan lebih memperhatikan kebutuhan para narapidana dengan mengadakan penyuluhan dalam mengatasi stres dan mengadakan sesi konseling sehingga narapidana dapat mengutarakan apa yang menjadi permasalahan mereka selama berada di lembaga pemasyarakatan.

Kata kunci : stres, koping, narapidana wanita

(4)
(5)

Judul : Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIAWanita Tanjung Gusta Medan Nama : Sri Agustika Marbun

NIM : 111101059 Tahun : 2014/2015

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Abstrak

Seseorang yang berbuat kejahatan akan menerima pembinaan di dalam lapas, dimana ia akan dibina untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi di masyarakat. Selama menjalani pembinaan di lapas, narapida mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kebebasan, kehilangan pekerjaan, terpisah dari keluarga dan lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Seperti yang kita ketahui hal-hal tersebut menjadi stresor bagi narapidana yang dapat mengakibatkan narapidana mengalami stres dan dibutuhkan koping yang baik/adaptif untuk mengatasi stresor yang mereka hadapi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti stres dan koping narapidana wanita di lapas klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling dengan jumlah 78 orang. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narapidana wanita di lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan memiliki stres dalam ketegori sedang sebanyak 43 orang (55,1%) dan sebanyak 62 orang (79,5%) responden menggunakan koping yang berfokus pada emosi. Dari hasil penelitian ini diharapkan pihak lembaga pemasyarakatan lebih memperhatikan kebutuhan para narapidana dengan mengadakan penyuluhan dalam mengatasi stres dan mengadakan sesi konseling sehingga narapidana dapat mengutarakan apa yang menjadi permasalahan mereka selama berada di lembaga pemasyarakatan.

(6)

Title of the Thesis : Stress and Coping of Female Prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan

Name of Student : Sri Agustika Marbun Std. ID Number : 111101059

Department : S1 (undergraduate) Nursing Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A person who commits criminal act will be sent to prison in which he will be fostered to be a good man in his community. During the fostering at the Penitentiary, a prisoner undergoes a lot of loss like the loss of freedom, the loss of job, being separated from family and social relation, and so on. All these things become the stressor for a prisoner which can cause him to be stressed so that good/adaptive coping is needed to cope with it. The objective of the research was to analyze the stress and coping of female prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, by using descriptive design. The samples were 78 female prisoners, taken by using accidental sampling technique. Demographic data were presented in the form of distribution and frequency. The result of the research showed that 43 respondents (55.1%) underwent stress in moderate category and 62 respondents (79.5%) used emotional coping. It is recommended

that the management of the Penitentiary pay more attention to the prisoners’

needs by providing counseling so that they can express their problems during their imprisonment.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah karena berkat, penyertaan dan kasih karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan”. Penulis

sangat merasakan penyertaan dan pertolongan-Nya sepanjang pengerjaan skripsi ini.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Dekan Fakultas Keperawatan, Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes.

2. Pembantu dekan I, Ibu Erniyati, S.Kp., MNs, pembantu dekan II, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kep., MNs, pembantu dekan III, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp., MNs.

3. Dosen pembimbing, Ibu Mahnum Lailan Nst, S.Kep., Ns., M.Kep yang banyak memberi bimbingan dan masukan dalam penyelesaian proposal penelitian ini.

4. Dosen penguji, Ibu Wardiyah Daulay, S. Kep., Ns., M. Kep dan Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep yang bersedia menjadi penguji dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

(8)

6. Keluarga tercinta, Ayahanda P. Marbun, Ibunda E. Gultom, abang dan adik-adikku (Marthin, Putra dan Ria) yang selalu memberikan semangat serta dukungan doa, daya dan dana selama proses penyusunan skripsi ini. Orangtua penulis yang terus mendukung dan mendoakan.

7. Teman-teman satu kelompok kecil penulis (Astika, Jernita, Elisabeth, Ice, Novia dan Patricya) dan adik kelompok kecil penulis (Donna dan Maria), serta teman-teman pengurus UKM KMK USU UP FKep (Ernawati, Asnita, Bertua, Yenni, Artia, Leliana, Oshinda, Ines, Risky, Jelita dan Masita) atas semangat dan dukungan doanya.

8. Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 (terkhusus Sururi, Citra, Junjungan, Tetty dan Agnes) yang telah memberikan bantuan, dan kerja sama yang baik selama proses pengerjaan skripsi ini.

9. Teman-teman kos sehati (Novri, Mey, Yupi dan Lisbeth) buat bantuannya dan perjuangan kita bersama selama mengerjakan skripsi.

Biarlah kiranya kasih setia dan penyertaan Tuhan yang tetap memelihara kehidupan kita. Semoga skripsi ini dapat digunakan sebaik-baiknya. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

B. Perumusan masalah ...6

C. Pertanyaan penelitian ...6

4. Tanda & gejala stres ...9

5. Tahapan stres ...10

6. Tingkatan stres ...14

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres ...14

B. Dampak stres pada narapidana wanita ...15

C. Konsep koping ...18

1. Pengertian koping...18

2. Sumber-sumber koping ...18

3. Strategi koping ...18

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping ...20

5. Penggolongan mekanisme koping ...21

D. Koping narapidana wanita ...22

(10)

A. Kerangka penelitian ...24

B. Definisi operasional ...25

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...27

A. Desain penelitian ...27

B. Populasi dan sampel ...27

1. Populasi penelitian ...27

2. Sampel penelitian ...27

2.1.Teknik sampel ...27

2.2.Jumlah sampel ...28

C. Lokasi dan waktu penelitian...29

D. Pertimbangan etik...29

E. Instrumen penelitian ...30

F. Uji validitas dan reliabilitas ...32

G. Pengumpulan data ...33

H. Analisa data ...34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...35

A. Hasil penelitian ...35

1. Karakteristik demografi responden ...35

2. Stres narapidana wanita klas IIA Tanjung Gusta Medan ...37

3. Koping narapidana wanita klas IIA Tanjung Gusta Medan ...37

B. Pembahasan ...38

1. Stres narapidana wanita klas IIA Tanjung Gusta Medan ...38

2. Koping narapidana wanita klas IIA Tanjung Gusta Medan ...42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...48

A. Kesimpulan ...48

B. Saran ...48

DAFTAR PUSTAKA ...50

LAMPIRAN ...54

Lampiran 1. Inform consent ...55

Lampiran 2. Instrumen penelitian ...56

Lampiran 3. Jadwal tentatif ...58

Lampiran 4. Taksasi dana ...59

Lampiran 5. Lembar konsul ...60

Lampiran 6. Hasil uji validitas ...63

(11)

Lampiran 8. Master tabel ...72

Lampiran 9. Hasil pengolahan data ...82

Lampiran 10. Lembar persetujuan validitas ...107

Lampiran 11. Surat etik penelitian ...108

Lampiran 12. Surat izin survey awal...109

Lampiran 13. Surat izin reliabilitas dan penelitian ...111

Lampiran 14. Surat selesai penelitian ...112

Lampiran 15. Surat terjemahan kuesioner ...116

Lampiran 16. Surat terjemahan abstrak ...117

(12)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 3.2: Definisi operasional stres dan koping narapidana wanita di

lapas klas II.A Tanjung Gusta Medan ...25 Tabel 5.1: Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden

narapidana wanita klas IIA Tanjung Gusta Medan ...36 Tabel 5.2: Distribusi frekuensi dan persentase stres narapidana wanita

klas IIA Tanjung Gusta Medan ...37 Tabel 5.3: Distribusi frekuensi dan persentase koping narapidana wanita

(13)

DAFTAR SKEMA

halaman

Skema 3.1: Kerangka konseptual stres dan koping narapidana wanita di

(14)

Judul : Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIAWanita Tanjung Gusta Medan Nama : Sri Agustika Marbun

NIM : 111101059 Tahun : 2014/2015

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Abstrak

Seseorang yang berbuat kejahatan akan menerima pembinaan di dalam lapas, dimana ia akan dibina untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi di masyarakat. Selama menjalani pembinaan di lapas, narapida mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kebebasan, kehilangan pekerjaan, terpisah dari keluarga dan lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Seperti yang kita ketahui hal-hal tersebut menjadi stresor bagi narapidana yang dapat mengakibatkan narapidana mengalami stres dan dibutuhkan koping yang baik/adaptif untuk mengatasi stresor yang mereka hadapi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti stres dan koping narapidana wanita di lapas klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling dengan jumlah 78 orang. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa narapidana wanita di lapas Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan memiliki stres dalam ketegori sedang sebanyak 43 orang (55,1%) dan sebanyak 62 orang (79,5%) responden menggunakan koping yang berfokus pada emosi. Dari hasil penelitian ini diharapkan pihak lembaga pemasyarakatan lebih memperhatikan kebutuhan para narapidana dengan mengadakan penyuluhan dalam mengatasi stres dan mengadakan sesi konseling sehingga narapidana dapat mengutarakan apa yang menjadi permasalahan mereka selama berada di lembaga pemasyarakatan.

(15)

Title of the Thesis : Stress and Coping of Female Prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan

Name of Student : Sri Agustika Marbun Std. ID Number : 111101059

Department : S1 (undergraduate) Nursing Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A person who commits criminal act will be sent to prison in which he will be fostered to be a good man in his community. During the fostering at the Penitentiary, a prisoner undergoes a lot of loss like the loss of freedom, the loss of job, being separated from family and social relation, and so on. All these things become the stressor for a prisoner which can cause him to be stressed so that good/adaptive coping is needed to cope with it. The objective of the research was to analyze the stress and coping of female prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, by using descriptive design. The samples were 78 female prisoners, taken by using accidental sampling technique. Demographic data were presented in the form of distribution and frequency. The result of the research showed that 43 respondents (55.1%) underwent stress in moderate category and 62 respondents (79.5%) used emotional coping. It is recommended

that the management of the Penitentiary pay more attention to the prisoners’

needs by providing counseling so that they can express their problems during their imprisonment.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat terdiri dari beraneka ragam individu dalam alam merdeka yang penuh dengan perjuangan hidup. Manusia dalam usahanya untuk memperoleh sesuap nasi dan melindungi kehidupan keluarganya serta mempertahankannya dari bahaya ataupun bencana baik yang datangnya dari alam maupun dari manusia itu sendiri yang ada disekelilingnya mau tidak mau harus terikat pada lingkungannya. Kita menerima dengan sadar bahwa manusia mempunyai cara masing-masing, umpamanya saja dalam memenuhi kebutuhan akan makan, jelas seribu satu macam cara akan dilaksanakan oleh setiap orang, bahkan tidak jarang kita melihat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut manusia itu menjadi penjahat dalam bentuk seperti mencuri, merampok, membunuh, menipu dan sebagainya. Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang tanpa memandang jenis kelaminnya, akan membawa sesorang masuk ke dalam penjara dan mengakibatkan dirinya menjadi seorang narapidana (Hamdan, 2005).

(17)

Pada tahun 2005, diseluruh dunia pernah terjadi bahwa lebih dari setengah juta perempuan dan anak putri ditahan di lapas, baik untuk menunggu proses pengadilan atau menjalani hukuman. Tiga kali jumlah ini, atau sekitar 1,5 juta orang akan di penjarakan sepanjang tahun (Walmsley, 2011). Hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah narapidana wanita semakin bertambah dari tahun ketahun. Peningkatan jumlah narapidana wanita menurut Briefings (2013) pada kenyataannya jauh lebih tinggi daripada peningkatan jumlah narapidana pria. Pada pertengahan tahun 1995 populasi wanita yang di penjara di Inggris adalah 1.979 dan pada tahun 2010 jumlahnya menjadi 4.267, meningkat 115% dalam 15 tahun.

Meningkatnya tindak kriminalitas dan penegakan hukum berdampak pada banyak penghuni lapas. Namun, hingga saat ini kapasitas lapas belum sebanding dengan jumlah penghuninya. Sudah menjadi fakta publik, kerusuhan demi kerusuhan yang terjadi di dalam Lapas beberapa tahun terakhir ini memiliki karakter sebab yang sama, yakni tidak seimbangnya antara kapasitas bangunan dan jumlah penghuni penjara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (2014) saat ini ada 160.231 narapidana dan tahanan diseluruh Indonesia, sedangkan normalnya lapas di Indonesia dapat menampung 109.695 narapidana dan tahanan.

(18)

dapat memperburuk dan mengintensifkan stresor sebelumnya menyebabkan perasaan sedih pada wanita (Dianita, 2013). Analisis yang dilakukan oleh Office for National Statistic (ONS) dalam memenuhi kebutuhan kesehatan mental wanita di penjara didapati bahwa narapidana wanita mengalami masalah tidur, mimpi buruk, depresi, gangguan konsentrasi, menjadi pelupa, mengalami kecemasan (panik dan fobia), berbicara sendiri, serta menarik diri/anti-sosial sebagai akibat dari stres yang mereka alami (O’Brien et al., 2001 dalam Rickford, 2003).

Wanita di penjara memiliki beban yang lebih tinggi terkena gangguan kesehatan kronis, gangguan kejiwaan, daripada pria (Bingswanger dkk, 2010). Institute Psychiatry dalam penelelitiannya tentang wanita dalam penjara (Women in Prison) menemukan bahwa 56% narapidana wanita didiagnosa menderita penyakit mental, 50% tahanan wanita mengalami gangguan kepribadian (Singleton et al., 1998 dalam HM Inspectorate of Prisons, 2005). Hasil penelitian dari Social Exclusion Unit (2002) yang juga membahas tentang wanita dalam penjara (Women in Prison) diperoleh bahwa 15% tahanan dirawat di rumah sakit jiwa, 37% sebelumnya telah mencoba melakukan bunuh diri, dan dari hasil wawancara yang dilakukan 1 dari 3 orang narapidana wanita telah mencoba bunuh diri dan 11% narapidana telah merugikan dirinya sendiri (HM Inspertorate of Prisons, 2005).

(19)

kelebihan kapasitas dari yang normalnya menampung 150 orang narapidana wanita tetapi pada tahun 2014 ini sudah ada 365 narapidana wanita yang ada di lapas klas II.A. Kasus yang paling banyak terjadi dari napi wanita adalah 80% narkotika disusul dengan pembunuhan, perampokan, pencurian biasa, pencurian menyebabkan kematian, trafiking, pemalsuan uang, dan penipuan. Dari kondisi yang dilihat banyak hal yang menjadi sumber stres bagi narapidana wanita di sana, seperti hilangnya kebebasan, tidak bisa bertemu dengan keluarga, anak dan suami serta kurangnya kunjungan dari keluarga.

(20)

Ketika berada di lembaga pemasyarakatan, dalam menghadapi ataupun

meresponi stresor yang ada di lingkungan penjara banyak narapidana yang

melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri, tapi sebelumnya tidak terlihat

gejala-gejala bahwa mereka sedang mengalami depresi. Perbuatan yang sering

dilakukan dalam melukai diri sendiri adalah memotong urat nadi, overdosis obat, meloncat dari atap dan lain-lain. Tindakan percobaan bunuh diri/bunuh

diri dilakukan oleh narapidana karena mereka merasa sangat tertekan, hingga

merasa lebih baik mati saja. Ada cara yang dilakukan narapidana untuk

memanipulasi keadaan, sehingga ia dapat mengubah keadaan yang ia rasakan

karena merasa sangat putus asa, yaitu dengan cara mengajak petugas berbicara

tentang masalah pribadinya. Ada juga bentuk lain dari menyakiti diri sendiri,

tetapi tidak membahayakan nyawa seperti menggaruk kulit sampai

mengelupas, atau menelan sesuatu. Perilaku menggaruk kulit ini pada

umumnya terjadi pada pelanggar muda dan narapidana wanita (Cooke dkk,

2008).

(21)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana Stres yang dialami

oleh narapidana wanita dan bagaimana koping narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan?”

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana stres narapidana di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung Gusta Medan?

2. Bagaimana koping narapidana di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung Gusta Medan?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan koping narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung Gusta Medan

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi hal-hal berikut ini:

1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendidik calon-calon perawat kedepannya sehingga bisa membantu orang-orang yang sedang berhadapan dengan sumber-sumber stres dalam hidupnya.

2. Pelayanan Keperawatan

(22)

yang sedang mengalami stres, dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan tentang cara-cara yang adaptif untuk mengatasi stres yang sedang dihadapi.

3. Penelitian Keperawatan

Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau sumber data dalam melaksanakan penelitian lanjutan, sehingga dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan dari penelitian ini.

4. Lembaga Pemasyarakatan

(23)

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Konsep Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres dapat mengganggu cara seseorang dalam mencerap realitas, menyelesaikan masalah, berpikir secara umum, hubungan seseorang dan rasa memiliki (Potter & Perry, 2005).

2. Sumber stresor

Sumber stresor menurut Hidayat (2008) merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

3. Penyebab stres

(24)

kehilangan atau kekurangan air, oksigen, makanan, cacat, nyeri, dll. 2) Faktor psikologis: kehilangan orang yang dicintai, perpisahan. 3) Faktor sosial: perubahan tempat tingal, masalah ekonomi, dikucilkan. 4) Faktor mikrobiologi: kuman penyakit.

4. Tanda & gejala stres

(25)

bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat. d) Gejala interpersonal: kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri, mendiamkan orang lain.

5. Tahapan stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang sering sekali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Amberg (1979 dalam Hawari, 2001) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:

5.1. Stres tahap I

(26)

5.2. Stres tahapan II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Analog dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (dicharge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut, yaitu: Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar, merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas merasa capai menjelang sore hari, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar), otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang, tidak bisa santai

5.3. Stres tahapan III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu: Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air

(27)

ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

5.4. Stres tahapan IV

(28)

perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

5.5. Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut, yaitu: Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat ( gastro-intestinal disorder), timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

5.6. Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut, yaitu: Debaran jantung teramat keras, susah bernafas (sesak dan megap-megap), sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran, ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan, pingsan atau kolaps (collapse)

(29)

disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

6. Tingkatan stres

Tingkatan stres menurut Acdiat (2000), stres dapat dibedakan yaitu: 6.1. Stres ringan

Dalam tingkatan yang masih ringan belum berpengaruh kepada fisik dan mental hanya saja sudah mulai agak sedikit tegang dan was-was. 6.2. Stres sedang (medium)

Pada tingkat medium ini individu mulai kesulitan tidur, sering menyendiri dan tegang.

6.3. Stres berat (kronis)

Pada keadaan stres berat ini individu sudah mulai ada gangguan fisik dan mental. Dan yang paling berat akan terjadi stroke dan memerlukan bantuan penanganan dokter saraf

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres

Rasmun (2004) menyatakan setiap individu akan mendapat efek stres yang beda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

7.1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

(30)

tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.

7.2. Intensitas terhadap stimulus

Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu mengadaptasikannya.

7.3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama

Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan.

7.4. Lamanya pemaparan stresor

Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu dalam mengatasi stres.

7.5. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama.

7.6. Tingkat perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan akan berbeda.

B. Dampak Stres Pada Narapidana Wanita

(31)

yang disebabkan karena adanya sesuatu yang secara fisik berpengaruh pada tubuh (penyakit, perubahan temperatur, dan sebagainya) atau oleh lingkungan dan situasi sosial yang dinilai mengancam atau membahayakan. Stresor tertentu mengakibatkan keadaan stres yang mengarahkan pada munculnya respon-respon tertentu baik berupa respon fisik pada tubuh (sakit perut, pusing, jantung berdebar dan sebagainya), atau respon psikologis seperti kecemasan dan depresi (Clifford dkk, 1986).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Rias Tanti (2007) kepada 345 responden dalam penelitiannya Stres pada Penghuni Lapas, diketahui bahwa respon atau reaksi individu terhadap peristiwa yang menekan (stres) dapat berupa berbagai aspek atau level, meliputi aspek fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.

(32)

Gangguan psikologis juga berdampak pada perubahan cara berpikir atau aspek kognitif individu. Depresi dapat diakibatkan oleh keadaan tak berdaya, tetapi dapat pula mengakibatkan seseorang menjadi tak berdaya, kehilangan kepercayaan diri dan putus asa. Pada level kognitif, gejala yang paling menonjol yang dialami oleh responden adalah perasaan bersalah yang berlebihan dan bahkan menyatakan selalu dihantui perasaan bersalah, kemudian perasaan tidak berharga dan dengan persentase terendah adalah perasaan putus asa.

Gangguan psikologis pada level fisik, emosi dan kognitif akan dapat terlihat pada level individu. Pada level perilaku, gangguan psikologis dapat termanivestasi dalam bentuk perilaku sulit tidur atau bahkan tidur berlebihan, tidak bersemangat, keinginan untuk menyendiri, bahakan keinginan untuk melukai sampai keinginan untuk mengakhiri hidup yang dapat mengarahkan seseorang pada tindakan perilaku sulit tidur. Pada aspek ini, perilaku sulit tidur atau terjaga dari tidur di malam hari memiliki persentase tertinggi, kemudian perilaku berikutnya adalah ingin melukai diri sendiri dan 5,5% responden menyatakan sering dan selalu ingin mengakhiri hidupnya (Tanti, 2007).

(33)

kebingungan, kemarahan yang tidak rasional, depresi dan ketergantungan alkohol (O’Brien et al., 2001 dalam Rickford, 2003)

C. Konsep Koping

1. Pengertian koping

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik. Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu (Rasmun, 2004).

2. Sumber-sumber koping

Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomik, keluarga, jaringan interpersonal, dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Kurangnya sumber personal tersebut menambah stres bagi individu (Stuart. G. W. & Sandra, J.S., 1998).

3. Strategi koping

(34)

3.1.Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut: a) Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko, b) Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain, c) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analistis.

3.2. Emotion Focused Coping

(35)

mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius, d) Accepting responsbility: usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik, e) Escape/avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obat-obatan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping menurut Lazarus dan Folkman (1984), yaitu:

4.1. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

4.2. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping: problem-solving focused coping 4.3. Keterampilan memecahkan masalah

(36)

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. 4.4. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

4.5. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. 5. Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu:

5.1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif. 5.2. Mekanisme koping maladaptif

(37)

otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

D. Koping Narapidana Wanita

Menjalani masa hukuman di lapas menurut Cooke dkk (2008) sering kali merusak bagi napi. Kadang-kadang gangguan psikologis terjadi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan penderitaan bagi napi. Ini mungkin tidak langsung terlihat karena penderitaan tidak muncul sebagai gangguan psikiatris, tetapi meletus dalam bentuk kemarahan, kekerasan, mencederai diri sendiri, atau menarik diri.

Perbuatan yang sering dilakukan napi dalam melukai diri sendiri adalah

memotong urat nadi, overdosis obat, meloncat dari atap dan lain-lain. Tindakan

percobaan bunuh diri/bunuh diri dilakukan oleh napi karena mereka merasa

sangat tertekan, hingga merasa lebih baik mati saja. Ada cara yang dilakukan

napi untuk memanipulasi keadaan, sehingga ia dapat mengubah keadaan yang

ia rasakan karena merasa sangat putus asa, yaitu dengan cara mengajak petugas

berbicara tentang masalah pribadinya. Ada juga bentuk lain dari menyakiti diri

sendiri, tetapi tidak membahayakan nyawa seperti menggaruk kulit sampai

mengelupas, atau menelan sesuatu. Ini bisa terjadi sebagai jawaban terhadap

masalah yang dihadapi. Kadang-kadang napi mencederai dirinya dan tidak

memikirkan apa yang terjadi sesudahnya. Kadang-kadang juga aksi menggaruk

kulit sampai mengelupas itu memberikan perasaan lega bagi si napi. Mereka

mungkin mengalami kekhawatiran dan tekanan yang meningkat, yang ternyata

(38)

darah mengucur. Perilaku menggaruk kulit ini pada umumnya terjadi pada

(39)

BAB III

Kerangka Penelitian

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan stres dan koping yang ditunjukkan narapidana wanita di lapas klas II.A Tanjung Gusta Medan. Adapun skema kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka konseptual stres dan koping narapidana wanita di lapas klas II.A Tanjung Gusta Medan adalah:

Ringan

Sedang

Berat

berfokus pada masalah

berfokus pada emosi Stres narapidana wanita

- Gejala fisikal - Gejala emosional - Gejala intelektual - Gejala interpersonal

(40)

2. Definisi operasional

Tabel 3.2 Definisi operasional stres dan koping narapidana wanita di lapas klas II.A Tanjung Gusta Medan

(41)

2= sering 1= jarang 0= tidak pernah Pernyataan negatif 0= selalu

(42)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif untuk menggambarkan stres dan koping pada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan klas II.A wanita Tanjung Gusta Medan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi penelitian ini adalah narapidana wanita yang ada di lapas klas II.A Tanjung Gusta Medan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 20 November 2014 ada 365 orang narapidana wanita dewasa yang sedang menjalani masa hukumannya di lapas klas II.A wanita Tanjung Gusta Medan

2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dan Ismael, 2011)

2.1.Teknik sampel

(43)

sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2010).

2.2.Jumlah sampel

Besar sampel yang diambil dihitung menggunakan rumus Slovin: n = N

N(e)²+1 n = 365

365(0.01) ²+1

n = 365 3,65+1

n = 365 4,65

n = 78,49 n = 78 orang Keterangan:

N : jumlah populasi n : jumlah sampel

e : tingkat kesalahan(1%, 5%, 10%)

(44)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapas wanita klas II.A Tanjung Gusta Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena subjek penelitian adalah narapidana wanita dan lokasi penelitian merupakan tempat penampungan atau penahanan napi wanita, sehingga akan memudahkan peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015.

D. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian diterima dan disetujui oleh Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta telah lulus uji etik oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan USU. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu saat melakukan penelitian, peneliti menghargai hak kebebasan setiap orang. Artinya tetap memberikan kebebasan kepada responden dalam menentukan dirinya apakah bersedia untuk menjadi responden penelitian.

(45)

Tetapi bila calon responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati keputusan responden (autonomy).

Penelitian ini tidak beresiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis (Non-maleficence). Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada lembar pengumpulan data, hanya dengan menuliskan kode (anonimity). Kerahasiaan informasi responden terjamin oleh peneliti, hanya data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality). Selama proses pengumpulan data peneliti akan tetap menghargai dan menghormati responden, tidak bersikap kasar terhadap responden (respect), tidak membeda-bedakan responden dan memberikan perlakuan yang sama bagi semua responden (justice). Peneliti akan tetap mendampingi selama responden mengisi lembar kuesioner (fidelity) dan memberikan penjelasan jika ada hal yang kurang dimengerti oleh responden (beneficence). Setelah data dikumpulkan, semua data-data akan dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan informasi dari responden.

E. Instrumen Penelitian

(46)

Bagian kedua instrumen yang berkaitan dengan stres dan yang tarakhir koping narapidana.

Kuesioner stres dalam penelitian ini diambil dari Hardjana (1994), dan dimodifikasi dan tidak menggunakan seluruh pernyataan dikarenakan bahasanya yang rancu dan jumlah pernyataan yang terlalu banyak. jumlah pernyataan yang diambil sebanyak 28 pertanyaan, dengan menggunakan skala likert. Komponen dari kuesioner ini berisi pernyataan mengenai gejala fisikal, gejala emosional, gejala intelektual dan gejala interpersonal, masing-masing 7 pernyataan dengan pilihan jawaban: selalu= 3, sering= 2, jarang= 1, tidak pernah= 0. Untuk penilaian stres responden, dalam penelitian ini akan dikategorikan sebagai stres ringan, sedang dan berat. Menurut Sudjana (2005) untuk menentukan kategori stres digunakan rumus statistik yaitu:

Rentang kelas Berdasarkan rumus statistik P =

Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurangi rentang nilai terendah. Sehingga diperoleh rentang nilai tertinggi adalah 84 dan terendah adalah 0 dengan banyak kelas tiga kategori yaitu stres berat, stres sedang, dan stres ringan, dengan P adalah 28. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin berat tingkat stresnya.

Maka dapat dikategorikan tingkat stres sebagai berikut: Stres tingkat ringan --- 0-27

(47)

Kuesioner koping dalam penelitian ini menggunakan Ways of Coping Questionnaire (Folkman & Lazarus, 1988) yang dimodifikasi dan tidak mengambil keseluruhan item karena jumlahnya terlalu banyak. Pernyataan yang diambil sebanyak 20 pernyataan, dan untuk kuesioner ini peneliti menggunakan skala likert. Komponen dari kuesioner ini meliputi 10 pernyataan koping berfokus pada masalah, 10 pernyataan koping berfokus pada emosi. Pengkategorian koping narapidana wanita dihitung dengan cara menghitung skor dari pernyataan koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada emosi. Setelah itu skor ke dua koping tersebut dibandingkan, koping mana yang jumlah skornya paling tinggi berarti responden tersebut lebih dominan menggunakan koping tersebut.

F. Uji Validitas & Reliabilitas

(48)

penelitian ini di uji validitas oleh dosen yang ahli dalam bidang ini, yaitu oleh ahli spesialis keperawatan jiwa Walter, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. KepJ. Hasil validasi instrumen penelitian ini, baik kuesioner stres dan kuesioner kopingnya memiliki CVI (Content Validity Index) 1.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu berlainan. Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsistensi sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel.

Uji realibilitas dilakukan pada 20 orang narapidana wanita dewasa yang ada di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Wanita Tanjung Gusta di luar sampel dalam penelitian ini. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alfa untuk pernyataan stres dan koping narapidana wanita. Hasil realibilitas dari kuesioner stres bernilai 0,859 dan kuesioner koping bernilai 0,841. Kuisioner ini dikatakan reliabel bila hasil reliabilitasnya bernilai > 0.70 (Hidayat, 2007).

G. Pengumpulan Data

(49)

responden tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengumpulan data dari penelitian ini. Lalu responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi responden dan mengisi lembar kuisioner dari penelitian ini. Selama proses pengisian kuesioner, ada beberapa responden yang kesulitan menulis dan membaca sehingga meminta bantuan peneliti, jadi peneliti membacakan setiap pernyataan dari kuesioner dan mengisi sesuai jawaban responden. Setelah seluruh responden mengisi kuisioner, maka peneliti mengumpulkan semua kuisioner dan mengolah data.

H. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama adalah editing, mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk yang diberikan, koding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Kemudian memasukkan data ke komputer (data entry), dan analisa data dilakukan melalui pengolahan data secara komputerisasi. Setelah itu semua kuesioner dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan dari responden.

(50)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai gambaran stres dan koping narapidana wanita di klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan yang dilakukan pada bulan Maret-April 2015. Penyajian data meliputi karakteristik responden, gambaran stres dan koping responden yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden

(51)

Tabel 5.1: Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan (n= 78)

Karakteristik Frekuensi (f)

Persentase (%)

(52)

2. Stres narapidana wanita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori tingkat stres pada narapidana wanita di klas IIA wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan hasil skor kuesioner yang diberikan pada responden terbanyak adalah stres sedang yaitu 43 orang (55,1%), stres ringan 34 orang (43,6%) dan yang mengalami stres berat berjumlah 1 orang (1,3%).

Tabel 5.2: Distribusi frekuensi dan persentase Stres Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)

Ringan 34 43,6

Sedang 43 55,1

Berat 1 1,3

Total 78 100

3. Koping narapidana wanita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koping narapidana wanita di klas IIA wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan hasil skor kuesioner yang diberikan pada responden yang terbanyak adalah menggunakan koping yang berfokus pada emosi, yaitu 62 responden (79,5%) sedangkan yang menggunakan koping yang berfokus pada masalah sebanyak 16 orang (20,5%). Tabel 5.3: Distribusi frekuensi dan persentase Koping Narapidana Wanita di

Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)

(53)

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan koping narapidana wanita klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan peneliti tentang stres dan koping narapidana wanita klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan.

1. Stres narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

(54)

mampu mengubah watak serta mental bagi warga binaan pemasyarakatan sehingga kedepannya mereka lebih dapat terbuka akan segala perubahan kearah yang lebih baik dan memberikan bekal bakat dan ketrampilan bagi narapidana. Sutarjo (2007) juga mengatakan sumber daya eksternal dan dukungan sosial merupakan hal yang penting. Kekuatan-kekuatan/sumber daya yang berasal dari lingkungan seringkali dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap lebih ringannya situasi stres.

(55)

melalui pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis juga dapat membantu seseorang dalam mengatasi stres yang dihadapinya.

Ditinjau dari karakteristik responden, seluruh responden dalam penelitian ini merupakan wanita, di mana ketika wanita sedang mengalami masalah wanita lebih cenderung ingin bercerita dengan orang lain (Musbikin, 2005). Hal ini dilihat dari para narapidana yang ada di lapas klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan yang sering berkumpul dan bercerita bersama, saling menguatkan satu sama lain dan berdasarkan usia, 58 orang (74,4%) responden dalam penelitian ini berada pada tahap dewasa awal. Dimana masa dewasa awal ini dianggap sebagai masa penyesuaian diri terhadap kehidupan dan sosial baru, menyesuaikan diri sesuai harapan sosial, berarti mengembangkan sikap baru, keinginan baru dan nilai-nilai baru sesuai tugas perkembangannya (Zan Pieter & Lumongga, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tanti (2007) tentang stres dan kehidupan penghuni lembaga pemasyarakatan di Tangerang yang mengatakan tingkat stres yang tertinggi dialami oleh responden pada rentang usia 20-31 tahun atau dapat dikatakan usia yang berada dalam tahap dewasa awal. Menurut Muwarni (2009) tingkat perkembangan individu juga dapat mempengaruhi respon tubuh. Semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuannya untuk mengatasi stresor dalam hidupnya.

(56)

anak-anaknya yang ditinggal, bagaimana perkembangan anak-anak-anaknya selama ditinggal oleh ibunya, siapa yang akan mengurus mereka, memperhatikan mereka dan memberikan kasih sayang, juga khawatir akan suami yang harus memiliki peran ganda dalam mencari nafkah dan merawat anak. Juga disebabkan adanya perubahan peran yang harus dialami oleh seorang ibu yang masuk ke lapas, dimana dia yang seharusnya merawat, mendidik, membesarkan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi harus meninggalkan itu semua karena terperangkap di dalam lapas. Hasriati (2003) mengatakan akibar dari pemenjaraan atau seseorang menjadi narapidana akan berdampak pada perubahan peran tersebut antara lain adalah: mengingkari kemampuan menjalankan peran, kurang tanggung jawab, ketidakpuasan peran, kegagalan menjalankan peran baru, apatis/bosan/jenuh/putus asa.

Hal ini juga sejalan dengan yang diungkap Gunakarya (1988), bahwa ada berapa perubahan peran yang dialami narapidana di Lembaga Pemasyarakatan sebagai anggota sosial maupun sebagai anggota keluarga, antara lain seorang narapidana merasakan menemukan peran baru selama di Lembaga Pemasyarakatan dan tidak terlalu memikirkan atau mengkhawatirkan perannya sebagai anggota keluarga. Ada juga narapidana yang justru mengekspresikan perannya sebagai anggota keluarga dengan perasaan malu, stres dan penyebab beban mental yang paling berat.

(57)

masih membutuhkan adaptasi atau penyesuaian dengan lingkungan baru di lapas, juga dikarenakan mereka yang memikirkan bagaimana masa depan mereka nantinya setelah keluar dari lapas, buruknya stigma masyarakat dan memikirkan bagaimana mereka harus menghabiskan hari-hari mereka selama di lapas. Menurut Hafida (2004) stres yang ditandai dengan kecemasan berat dialami terutama oleh narapidana yakni tentang bagaimana masa depan narapidana setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan . Paparan Hafida selanjutnya mengenai kecemasan menghadapi masa depan yang dialami oleh narapidana disebabkan oleh kondisi masa datang yang belum jelas dan belum teramalkan, sehingga bagaimanapun tetap menimbulkan kekhawatiran dan kegelisahan apakah masa sulit tersebut akan terlewati dengan aman atau merupakan ancaman seperti yang dikhawatirkan.

(58)

juga mengatakan bahwa situasi psikologis merupakan hal-hal yang mempengaruhi konsep berpikir (kognitif) dan penilaian terhadap situasi-situasi yang memperngaruhinya. Situasi tersebut berupa konflik, frustasi, serta situasi atau kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi penilaian yang memberikan ancaman bagi individu, misalnya tingkat kejahatan yang semakin meningkat akan memberikan rasa kecemasan (stres).

(59)

2. Koping narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

Berdasarkan hasil penelitian tentang koping narapidana wanita yang ditentukan dengan kuesioner diperoleh bahwa 62 orang (79,5%) menggunakan koping yang berfokus pada emosi, dan 16 orang (20,5%) menggunakan koping berfokus pada masalah. Berdasarkan pernyataan dari kuesioner diperoleh koping yang paling sering digunakan dari koping yang berfokus pada emosi adalah berdoa 69 orang (85,9%), tidak menyangkal akan keberadaannya d lapas 63 orang (80,8%), meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan 62 orang (79,5%), tidak menyalahkan orang lain atas kondisi saat ini 61 orang (78,2%), berusaha supaya masalah yang dihadapi tidak mengganggu pikiran 59 orang (75,6%), dan berusaha melihat sisi baik dari setiap hal 56 orang (71,8%). Koping yang paling sering digunakan berdasarkan pernyataan dari koping yang berfokus pada masalah adalah belajar dari pengalaman masa lalu 51 orang (65,4%), berusaha dan berjuang untuk sesuatu yang diinginkan 49 orang (62,8%), mencari saran atau nasehat kepada keluarga 46 orang (59%), mencari saran dan nasehat kepada teman yang saya hormati 44 orang (56,4%), mencari pertolongan pada orang yang lebih tau 43 orang (55,1%).

(60)

Suci, berdoa, meditasi dan intropeksi diri, yang selanjutnya mereka mendapatkan dan mencari dukungan baik dari kelompok khusus, keluarga maupun rekan yang ada di dalam maupun di luar lapas.

Secara keseluruhan, responden memiliki koping yang adaptif dalam menghadapi stresor yang mereka alami selama berada di lapas. Berdasarkan jawaban yang paling banyak, responden mengatakan berdoa merupakan salah satu cara yang mereka gunakan dalam menghadapi stresor yang mereka hadapi selama di lapas, dimana dengan berdoa mereka semakin diteguhkan dalam menjalani kehidupan di lapas dan mampu menerima kondisinya saat ini. Berdoa merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Tuhan karena hal itu dianggap sebagai sumber kekuatan agar mampu menerima keadaan yang dihadapi (Fitriyani & Nursani, 2002). Menurut Musbikin (2005) ketika harapan muncul, maka tingkat stres pun akan menurun. Jadi, berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan merupakan strategi koping yang efektif dilakukan narapidana wanita untuk mengatasi stres.

(61)

Herdiana (2013) tentang penerimaan diri pada narapidana wanita di Surabaya yang mengatakan bahwa narapidana yang mampu mengubah pengalaman negatif menjadi pengalaman positif dalam hidupnya karena memiliki pemahaman diri yang baik. Penerimaan diri pada narapidana ini dipengaruhi oleh adanya dukungan keluarga secara konsisten dan adanya sikap yang menyenangkan dari lingkungan lapas.

(62)

apa permasalahan yang mereka hadapi dan solusi yang bisa mereka lakukan dalam menghadapi stresor selama di lapas.

(63)
(64)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres yang dialami oleh narapidana wanita di lapas klas IIA Tanjung Gusta Medan dalam kategori sedang dan koping yang paling banyak digunakan oleh responden adalah koping yang berfokus pada emosi. Koping yang paling sering digunakan oleh responden adalah berdoa, tidak menyangkal keberadaan dirinya, meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat, tidak menyalahkan orang lain atas kondisinya, berupaya supaya masalah tersebut tidak mengganggu pikirannya, berusaha melihat sisi baik dari setiap hal, belajar dari pengalaman masa lalu, berusaha dan berjuang untuk sesuatu yang diinginkan, mencari saran atau nasehat dari keluarga, teman dan orang yang lebih tau.

2. Saran

2.1. Bagi pendidikan keperawatan

(65)

2.2. Bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan jiwa, khususnya pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat yang sedang mengalami tekanan-tekanan dalam hidupnya, dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan tentang cara-cara adaptif untuk mengatasi stres yang dihadapi, terkhusus bagi narapidana yang sangat membutuhkan dukungan.

2.3. Bagi penelitian keperawatan

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan lebih mengembangkan penelitian ini dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi stres dan pemilihan koping mereka.

2.4. Bagi Lembaga Pemasyarakatan

(66)

Daftar Pustaka

Ardila & Herdiana. (2013). Penerimaan Diri pada Narapidana Wanita. Diunduh pada tanggal 26 Juni 2015, dari http://journal.unair.ac.id

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Bingswanger dkk. (2010). Gender Differences in Chronic Medical, Psychiatric, and Substance-Dependence Disorders Among Jail Inmates. Diunduh pada tanggal 19 Desember 2014, dari http://scholar.google.com

Briefings, Bromley. (2013). Prison: the facts. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2014, dari http://www.prisonreformtrust.org.uk

Cooke dkk. (2008). Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Gresindo Dirjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (2014). Data

Terakhir Jumlah Penghuni Perkanwil. Diunduh tanggal 14 Oktober 2014, dari http://smslap.ditjenpas.go.id

Gunakarya, W. (1988). Sejarah dan Konsep Pemasyarakatan. Bandung: Amrico Gunarsa & Gunarsa. (2004). Psikologi untuk Muda-Mudi. Jakarta: Gunung Mulia Hamdan, M. (2005). Tindak Pidana Suap & Money Politics. Medan: Pustaka

Bangsa Press

Hardjana, A. M. (1994). Stres tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Hasriati. (2003). Majalah Keperawatan Noursing Journal of Padjajaran University, Volume 5 no. IX. Bandung: PSIK UNPAD Bandung

Hawari, Dadang. (2001). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

(67)

Jones, Stephen. (2008). Partners in crime: A study of the relationship between female offenders and their co-defendants. Diunduh pada tanggal 19 Desember 2014, dari http://www.uk.sagepub.com

Kartono, K. (1992). Psikologi Wanita: Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: PT Mandar Maju

Lazarus, R. S & Folkman. S. (1984). Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing Company, Inc

Lina Oktaviani, Dessy. (2012). Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kerobokan. Diunduh pada tanggal 2 Juli 2015, dari http://download.portalgaruda.org

Looker & Olga. (2005). Managing Stress. Penerjemah: Haris Setiawati. Surabaya: BACA!

Ludeman, K & Erlandson, E. (2006). Alpha Male Syndrome. Penerjemah: Agung Prihantoro. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta

Musbikin, I. (2005). Kiat-kiat Sukses Melawan Stres. Surabaya: Jawara

Mutadin. (2002). Strategi Koping. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2015, dari http://www.e-psikologi.com

Muwarni, Arita. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya

Nasir & Abdul. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Noor, J. (2013). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Novianto, Prasetyo. 2008. Dinamika Konsep Diri pada Narapidana Menjelang Bebas di Lembaga Pemasyarakatan Sragen. Sragen: UMS

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Partyka, Rhea. (2001). Stress and coping styles of female prison inmates. Diunduh pada tanggal 25 Juni 2015, dari http://utdr.utoledo.edu

Potter, Patricia A, & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC

Puji Astuti, Tri. (2015). Perbedaan Kecemasan Menjelang Bebas pada Narapidana ditinjau dari Jenis Kelamin, Tindak Pidana, Lama Pidana dan Sisa Masa Pidana. Diunduh pada tanggal 25 Juni 2015, dari http://ejournal-s1.undip.ac.id

Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi. Jakarta: Sagung Seto

(68)

Rickford, Dora. (2003). Troubled Inside: Responding to theMental Health Needs of Women in Prison. Diunduh pada tanggal 27 Januari 2015, dari http://stephaniecovington.com

Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto

Silawaty & Mochamad. (2007). Peran Agama Terhadap Penyesuaian Diri Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Di unduh pada tanggal 25 Juni 2015, dari http://digilib.mercubuana.ac.id

Stuart, G. W. & Sandra, J.S. (1998). Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta: EGC Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sutardjo. (2007). Psikolog Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama

Tanti, Rias. (2007). Stres dan Kehidupan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan. Diunduh pada tanggal 18 September 2014, dari http://animenekoi.blogspot.com

United Nations Office on Drugs and Crime. (2009). Women’s Health in Prison Correcting gender inequity in prison health. Diunduh pada tanggal 17 Desember 2014, dari http://www.euro.who.int

Upton, Penney. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Walmsley, Roy. (2011). World Prison Population List (ninth edition). Diunduh pada tanggal 19 Desember 2014, dari http://www.idcr.org.uk

(69)
(70)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Stres dan Koping Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung

Gusta Medan

Dengan hormat,

Saya Sri Agustika Marbun mahasiswa semester 7 Fakultas Keperawatan USU melakukan penelitian untuk memenuhi tugas mata kuliah Riset Keperawatan IV dengan judul Stres dan Koping Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi stres dan koping narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita Tanjung Gusta Medan. Saya bersedia ditanya jika terdapat prosedur penelitian yang tidak dimengerti. Saudari berhak memilih untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.

Saudari diminta untuk mengisi biodata dan memberikan jawaban sesuai dengan keadaan atau pengalaman sendiri. Mohon saudari membaca pernyataan dengan seksama. Semua jawaban saudari adalah BENAR. Kerahasiaan identitas dan jawaban saudari saya jamin sesuai dengan kode etik dalam penelitian. Informasi yang diberikan akan dimusnahkan setelah penelitian ini selesai. Selamat mengerjakan dan terima kasih atas ketersediaan dan kesungguhan saudara dalam mengisi kuesioner ini.

Medan, April 2015

(71)

KUESIONER PENELITIAN

Stres dan Koping Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung

Gusta Medan

1. Data Demografi

a. Kode :

b. Usia :

c. Agama :

d. Suku :

e. Status pernikahan :

f. Lamanya masa tahanan yang sudah dijalani : g. Penyakit yang diderita :

h. Vonis yang diterima :

2. Lembar Kuesioner

Beri tanda check list (  ) pada kolom yang tersedia untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara/i

Keterangan:

Sl : Selalu

Sr : Sering

Jr : Jarang

(72)

Kuesioner Stres Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan

No. PERTANYAAN Sl Sr Jr TP

Gejala Fisikal

1 Saya merasa sakit kepala 2 Saya merasa tidur tidak teratur

3 Saya merasa sakit punggung, terutama di bagian pinggang 4 Saya sulit buang air besar

5 Saya merasa gatal-gatal pada kulit

6 Selera makan saya bertambah selama di lapas 7 Saya merasa lelah

Gejala Emosional 8 Saya merasa gelisah 9 Saya merasa tertekan

10 Saya merasa mudah marah-marah 11 Saya merasa gugup

12 Saya malu bertemu dengan orang yang saya kenal 13 Saya merasa mudah tersinggung

14 Saya gampang menyerang orang dan bermusuhan Gejala Intelektual

15 Saya merasa susah berkonsentrasi

16 Saya mengalami kesulitan membuat keputusan 17 Pikiran saya kacau

18 Saya suka melamun

19 Saya merasa kehilangan rasa humor 20 Saya malas mengikuti kegiatan di lapas

21 Saya melakukan kesalahan saat mengikuti kegiatan di lapas Gejala Interpersonal

22 Saya kehilangan kepercayaan kepada orang lain 23 Saya mudah menyalahkan orang lain

24 Saya mudah membatalkan janji

25 Saya suka mencari-cari kesalahan orang lain 26 Saya suka menyerang orang dengan kata-kata 27 Saya tertutup dengan orang lain

Gambar

Tabel 3.2 Definisi operasional stres dan koping narapidana wanita di lapas klas
Tabel 5.1:  Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik Narapidana Wanita di
Tabel 5.2:  Distribusi frekuensi dan persentase Stres Narapidana Wanita di

Referensi

Dokumen terkait

Responden pada penelitian adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berjumlah 79 dengan teknik

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan memberikan Tanggapan yang sangat rendah di lihat dari kesadaran mereka terhadap setiap program

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa LAPAS Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan terjadi keadaan yang overkapasitas dimana dalam hal ini, Kebanyakan merupakan Narapidana dengan

bahwa mereka mandi satu kali dalam sehari karena air bersih yang terbatas dan. harus mengantri untuk mengambil

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan

26 Saya tidak mencuci tangan dengan sabun setelah.

Gangguan psikologis pada level fisik, emosi dan kognitif akan dapat. terlihat pada level

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat spiritualitas narapidana di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan karakteristik spiritualitas