• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Auditing dan Standar Auditing - Pengaruh Total Asset Turn Over Ratio dan Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay dengan Return On Asset Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Property da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Auditing dan Standar Auditing - Pengaruh Total Asset Turn Over Ratio dan Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay dengan Return On Asset Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Property da"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Pengertian Auditing dan Standar Auditing

Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J. Elder (2011:4) “ Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”. Auditing merupakan pengumpulan serta pengevaluasian bukti – bukti atas suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria – kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut Konrath (2005) mendefinisikan auditing sebagai “suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan – kegiatan dan kejadian – kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan”.

Menurut Rahayu dan Suhayati (2009:6) terdapat beberapa kata kunci penting dalam auditing, yaitu:

1. Proses Sistematis

Audit merupakan serangkaian tahap dan prosedur yang memerlukan suatu perencanaan yang baik, terstruktur, dan terorganisasi untuk mendapatkan tujuan dari pemeriksaan yang diharapkan.

2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti

Pengumpulan dan penilaian bukti dalam audit merupakan aktivitas utama auditor dalam melaksanakan audit. Pengumpulan dan penilaian bukti secara objektif dimaksudkan sebagai kegiatan memeriksa dasar asersi (bukti/evidence) dan menilai hasilnya secara tidak memihak.

3. Asersi (Informasi)

(2)

4. Kriteria yang Ditetapkan

Merupakan standar yang digunakan untuk menguji asersi atau informasi, yaitu, peraturan – peraturan atau kebijakan – kebijakan, budgets, standar – standar kinerja, dan prinsip akuntansi yang berlaku umum (SAK).

5. Kompeten dan Independen

Kompeten artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang diambilnya. Independen artinya auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen, yaitu, sifat yang tidak memihak kepada siapapun. 6. Pelaporan

Laporan audit merupakan laporan yang tertulis yang menyatakan tingkat kesesuaian anatar informasi yang diperiksa dengan kriteria yang ditetapkan.

Menurut Arens et al (2008:16-18), akuntan publik melakukan tiga jenis audit, yaitu:

1. Audit Operasional (Operational Audit)

Yaitu mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran – saran untuk memperbaiki operasi. Mengevaluasi secara objektif apakah efisiensi dan efektivitas operasi sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan jauh lebih sulit ketimbang audit ketaatan dan audit laporan keuangan.

2. Audit Ketaatan (Compliance Audit)

Dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil audit ketaatan biasanya dilaporkan kepada manajemen bukan kepada pemakai luar, karena manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan dengan tingkat ketaatan terhadap peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Audit ketaatan banyak dijumpai dalam pemerintahan

3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya kriteria yang berlaku adalah prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.

(3)

auditing berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakn, sedangkan “Standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (2011: 150.1 – 150.2) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

a. Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua halyang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor

wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama

b. Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk meyatakan pendapat atas laporan keuangan.

c. Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

(4)

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor (IAPI, 2011: 150,1 & 150.2).

Standar – standar tersebut diatas dalam banyak hal sering berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. Materialitas dan risiko audit melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

2.1.2. Teori Agensi (Agency Theory)

Wondabio (2006:3) , mengatakan bahwa pendekatan ekonomi terhadap perlunyaindependensi auditor dalam perspektif pengauditan dapat dikaitkan dengan dasar teorikeagenan (the agency theory), yaitu hubungan antara pemilik (principal) dan manajemen(agent). Dengan adanya perkembangan perusahaan yang semakin besar, Wondabio jugamengatakan akan sering terjadi konflik principal, dalam hal ini adalah para pemegangsaham (investor) dan pihak agent yang diwakili oleh pihak manajemen (direksi).

(5)

tinggi pula konflik kepentingan yang adaantara agen dan prinsipal tersebut. Juga, teori agensi ini dapat terjadi apabila baik agenmaupun prinsipal terdapat 2 (dua) kepentingan yang berbeda yang dapat berdampak padakeberlangsungan usaha dari suatu perusahaan.

Teori agensi ini juga dapat muncul akibatadanya asimetris informasi, dimana terdapat asumsi yang menurut Wondabio (2006:3)bahwa manajemen yang terlibat dalam perusahaan akan selalu memaksimumkan nilaiperusahaan dan memiliki kemungkinan atas tidak terpenuhinya tujuan-tujuan tertentu daripihak prinsipal. Baik agen maupun prinsipal ingin mencapai visi dan misinya untukmenciptakan nilai perusahaan dengan cara dan jalurnya masing-masing. Dan disinilah, letak peran dari auditor independen yang diharapkan dapat menciptakan serta menerapkan sikap independensi untuk dapat menjadi pihak penengah dalam menanganikonflik kepentingan tersebut.

2.1.3. Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

Menurut Hendrich (2012), terdapat dua perspektif dasar mengenai kepatuhan hukum yaitu instrumental dan normatif, Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan – tanggapan terhadap perubahan insentif, dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Teori kepatuhan telah diteliti dalam ilmu – ilmu sosial khususnya di bidang psikologi dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma – norma internal mereka.

(6)

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Bapepam – LK Nomor X.K.2, Lampiran keputusan ketua Bapepam – LK Nomor: KEP – 36/PM/2003 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala. Peraturan – peraturan tersebut secara hukum mengisyaratkan adanya kepatuhan setiap perilaku individu maupun organisasi (perusahaan publik) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan secara tepat waktu kepada Bapepam. Peraturan tersebut sesuai dengan teori kepatuhan (compliance theory).

2.1.4. Laporan Keuangan

Menurut kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 7, Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (seperti laporan arus kas), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2007).

(7)

merefleksikan kemungkinan risiko informasi yang dijadikan sebagai dasar evaluasi risiko bisnis, namun tercipta tidak secara akurat. Demikian juga halnya seperti yang telah dipaparkan oleh Jusup (2001:43-45). Hal ini dapat disebabkan karena : 1) Pelaporan keuangan yang tidak tepat, 2)Informasi yang diterima pihak luar, 3) Bias dan motivasi pencipta informasi, 4) Volume data, 5) Kompleksitas transaksi, 6) Insider Trading, 7) Keputusan investai keuangan, kebijakan hutang, kebijakan dividen, serta aktivitas manajerial.

Faktanya, terkadang manajemen tidak selalu dapat memaksimalkan kesejahteraan dari para pemegang saham, melainkan cenderung mencoba untuk memaksimalkan kepentingan mereka sendiri, dengan jalan “menginvestasikan” atau memenuhi kewajibankeuangannya dengan menggunakan dana pinjaman milik para investor.

(8)

sedangkan pihak insiders berhak atas gaji dan kompensasi lainnya karena menjalankan amanat termasuk mengambil keputusan - keputusan bisnis yang diharapkan terbaik bagi pemilik modal. Sama-sama berkepentingan memang. Namun, kembali lagi bahwa pihak insiders terkadang masih belum bisa mewujudkan penciptaan citra baik (firm value) sesuai yang diharapkan, selain upaya untuk peningkatan kesejahteraan insiders sendiri dengan biaya-biaya yang dianggap oleh pemilik dana dapat mengurangi dividennya yang sudah menjdai haknya.

Oleh karena itu, risiko informasi yang berasal dari insider trading ini juga dapat berpengaruh terhadap asimetri informasi yang juga akan dapat memicu adanya konflik kepentingan sepeti layaknya teori agensi, sehingga sangat diperlukan sikap konservatisme antara agen dan prinsipal untuk dapat menyetarakan 2 (dua) kepentingan yang berbeda tersebut.

(9)

dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2007). Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu:

1. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pengguna. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.

2. Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai. Informasi yang relevan dapat digunakan untuk membantu mengevaluai peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan.

3. Andal

Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

Menurut Sukrisno Agoes (2012), laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena:

1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Karena itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak – pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut.

(10)

3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total assetnya Rp. 25 milyar ke atas harus memasukkan audited financialstatementsnya ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian.

4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements-nya ke Bapepam – LK paling lambat 90 hari setelah tahun buku.

5. SPT yang didukung oleh audited financial statements lebih dipercaya oleh pihak pajak dibandingkan dengan yang didukung oleh laporan keuangan yang belum diaudit.

2.1.5. Audit Delay

Menurut Raja Ahmad dan Kamarudin ( 2000 ), audit delay adalah jumlah hari

antara tanggal laporan keuangan dan tanggal laporan audit. Sedangkan menurut

Rachmawati ( 2005 ), audit delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan

audit laporan keuangan tahunan diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan

untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahun

perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai

tanggal yang tertera pada laporan auditor independen.

Lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal penutupan

tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit disebut audit report

lag atau audit delay. Menurut Dyer & McHugh ( 1975 : 206 ) dalam Wiwik Utami (

2006 ) , “Auditors’ report lag is the open interval of number of days from the year

end to the date recorded as the opinion signature date in the auditors’ report”.

2.1.6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay

(11)

keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap audit delay, diantaranya:

a. Total Asset Turn Over Ratio (TATO)

Total asset turnover atau disebut juga rasio perputaran total aktiva merupakan rasio yang mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan sebab rasio ini dapat menjelaskan seberapa sukses suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dalam menghasilkan laba. Laba yang tinggi menggambarkan penjualan yang baik pula. Menurut Isbangun (2012) gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode.

(12)
(13)

Keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep.11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan asset (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total asset tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total assetnya diatas seratus milyar.

Kartika (2009) berpendapat bahwa perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay atau audit report lag, karena perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan pemerintah dan lain – lain. Pihak – pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan.

Keterbatasan karyawan dan keahlian yang dimiliki oleh perusahaan kecil dapat menimbulkan keraguan terhadap laporan keuangan yang dihasilkan. Auditor harus lebih teliti dalam melakukan pengauditan. Hal ini merupakan faktor yang dapat memperpanjang audit delay.

b. Debt to Equity Ratio (DER)

(14)

penelitian Ahmad dan Kamarudin (2001) di Malaysia menunjukkan bahwa variabel ini berpengaruh signifikan terhadap audit delay.

Debt to equity ratio menggambarkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Semakin besarnya hutang jangka panjang suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut akan cenderung mendapat tekanan untuk menyediakan laporan keuangan auditannya secepatnya bagi pihak kreditur. Dilain pihak ada juga kemungkinan perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi ingin mengurangi tingkat resiko dengan memundurkan publikasi laporan keuangan dan mengulur pekerjaan audit selama mungkin.

(15)

delay dan lebih cepat menyediakan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada kreditor ( Supriyati dan Yuliasri, 2005 ).

Rasio hutang terhadap ekuitas dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesulitan keuangan perusahaan. Rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi mencerminkan tingginya resiko keuangan dan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan tersebut merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata masyarakat. Pihak manajemen juga cenderung akan menunda penyampaian laporan keuangan yang berisi berita buruk. Perusahaan dengan kondisi rasio hutang terhadap modal yang tinggi akan terlambat dalam penyampaian pelaporan keuangannya, karena waktu yang ada digunakan untuk menekan debt to equity ratio serendah-rendahnya.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Tahun Judul

(16)

-Variabel Dependen: Audit Delay Widya Sani

Stephani

2010 Pengaruh Faktor Afiliasi KAP dan Opini Audit secara simultan berpengaruh terhadap audit delay

Ratnawaty

(17)

delay

7.Opini Audit signifikan

mempengaruhi audit delay

Wiwik Utami

2006 Analisis Determinan

Secara simultan jenis opini auditor,

laba/rugi, lamanya emiten menjadi klien KAP, ukuran

perusahaan, reputasi auditor, rasio hutang terhadap ekuitas dan jenis industry

2007 Beberapa Faktor Yang

Total revenue, dan rugi berpengaruh terhadap audit delay. Sedangkan variabel debt to total assets dan ukuran KAP tidak berpengaruh

(18)

Anggun

Berganda berpengaruh nyata terhadap audit delay, sedangkan ukuran perusahaan, DER dan KAP tidak

berpengaruh terhadap audit delay. Dan secara bersama sama ukuran perusahaan, ROA, DER dan KAP berpengaruh nyata terhadap audit delay Dwi Hayu

Estrini dan Herry Laksito

2013 Analisis faktor – faktor yang mempengaru hi audit delay (Studi Gender Auditor, dan reputasi KAP

berpengaruh terhadap audit delay

2.Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay

Nivice dan jenis industri tidak berpengaruh terhadap audit report lag

(19)

2. 3. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian teori dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan dengan kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Perlakuan Parsial dan Simultan Variabel Independen ke Dependen

(Sumber: Olahan Peneliti)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Perlakuan Moderasi 1 (Sumber: Olahan Peneliti)

Total Asset Turn Over Ratio

(X1) Debt Equity

Ratio (X2)

Audit

Delay

(Y)

Return On Asset (Z) Total Asset Turn

Over Ratio (X1)

(20)

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Perlakuan Moderasi 2 (Sumber: Olahan Peneliti)

a. Pengaruh Total Asset Turn Over terhadap Audit Delay

Total asset turnover atau disebut juga rasio perputaran total aktiva merupakan rasio yang mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan sebab rasio ini dapat menjelaskan seberapa sukses suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dalam menghasilkan laba. Laba yang tinggi menggambarkan penjualan yang baik pula. Menurut Isbangun (2012) gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode. Jika suatu perusahaan dapat melakukan penjualan dengan menggunakan aset secara minimal maka

Debt Equity Ratio

(X2)

Audit Delay (Y)

(21)

akan menghasilkan rasio perputaran aktiva yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, semakin tinggi rasio ini maka perusahaan akan menerbitkan laporan keuangannya lebih cepat karena dinilai dapat menjalankan operasi dengan baik karena mampu memanfaatkan aset yang dimilikinya secara efektif dan efisien.

Ukuran perusahaan merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan keuangan karena semakin besar suatu perusahaan maka akan melaporkan semakin cepat karena perusahaan memiliki lebih banyak sumber informasi. Hal yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan dengan audit delay adalah perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil karena perusahaan tersebut dimonitori secara ketat oleh investor, pengawas permodalan, dan pemerintah. Pihak – pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, perusahaan – perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Varibel total asset turnover dipilih sebagai variabel yang mewakili rasio yang berkaitan dengan ukuran perusahaan.

(22)

b. Pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay

Dalam penelitian ini debt equity ratio (DER) adalah salah satu dari bagian dari rasio solvabilitas, yaitu rasio yang menggambarkan perbadingan antara kewajiban dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Tingginya debt equity ratio mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan. Risiko perusahaan ynag tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan adalah berita buruk bagi citra perusahaan dimata publik. Hal ini menyebabkan manajemen akan menunda pelaporan keuangannya.

H2: Debt equity ratio berpengaruh secara parsial terhadap audit delay c. Pengaruh Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio terhadap Audit

Delay

Berdasarkan hipotesis yang telah dijabarkan sebelumnya, jika perlakuan secara parsial dapat menunjukkan adanya hubungan dengan variabel independen, yaitu audit delay, maka diharapkan perlakuan secara simultan untuk variabel independen yaitu Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio dapat menunjukkan pengaruh yang siginifikan terhadap audit delay jika di uji secara bersama sama

(23)

d. Pengaruh Return on Asset terhadap Total Asset Turn Over dan Audit Delay Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh profit atau keuntungan yang diharapkan. Rasio ini dapat diukur dengan menggunakan perbandingan antara total pendapatan bersih dengan total asset perusahaan. ROA merupakan variabel pemoderasi dalam penelitian ini yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Profitabilitas juga dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat resiko.

H4: Return on asset dapat memoderasi hubungan total asset turn over terhadap audit delay

(24)

H5: Return on asset dapat memoderasi hubungan debt equity ratio terhadap audit delay

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2006 : 51).

Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: terdapat pengaruh total asset turn over terhadap audit delay H2: terdapat pengaruh debt equity ratio terhadap audit delay

H3: Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio berpengaruh secara simultan terhadap audit delay

H4: terdapat pengaruh return on asset terhadap hubungan total asset turn over dan audit delay

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Perlakuan  Parsial dan Simultan Variabel
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Perlakuan Moderasi 2 (Sumber: Olahan Peneliti)

Referensi

Dokumen terkait

Prosentase penyelesaian keluhan atas akurasi charging pra bayar yang diselesaikan dalam 15 hari kerja5. ≥ 90%

Apakah di dalam perusahaan keluarga toko Rapi Motor melaksanakan rapat atau musyawarah anggota keluarga yang aktif. dalam perusahaan keluarga ( family council

Pada penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan tingkat kerapatan trabeculae adalah : a) Pengambilan daerah sampel (ROI, region of interest) tulang rahang

Skripsi EFEKTIVITAS TINDAKAN RAZIA PEDAGANG KAKI LIMA DI.. KABUPATEN SIDOARJO DAN

Kesimpulan : Berdasarkan riset yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa identifikasi pada rebusan keong ( Pilla ampulacea ) dengan metode sedimentasi di Desa Jombatan Kabupaten

Perencanaan pajak yang baik adalah dengan cara memanfaatkan aturan-aturan yang terkait untuk dicari penghematan pajaknya. Pada dasarnya semua jenis pajak dapat

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berlangsungnya proses pembelajaran tidak lepas dari komponen-komponen yang ada

Expert Tip – if you frequently use the same reports, you can avoid the need to keep using the Select report Dialog Box and the Select output settings Dialog Box by creating