PEMANASAN BERULANG
Hepatoprotective effect of Meniran (Phyllanthus niruri
L.
) on liver of mice given
reheated palm oils
Ratih Dewi Yudhani
Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta Jalan Ir. Sutami No. 36-A Kentingan Surakarta (57126)
ABSTRAK
Penggunaan minyak goreng secara berulang merupakan hal lazim di masyarakat. Hal ini berbahaya karena akan terbentuk senyawa toksik dan radikal bebas yang merusak sel hepar. Meniran mengandung phyllanthi-ne dan hipophyllantine, berkhasiat melindungi hepar dari zat toksik serta senyawa golongan flavonoid yang
merupakan antioksidan yang efektif dalam mengikat radikal bebas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek hepatoprotektor meniran pada hepar mencit yang dipaparkan minyak kelapa sawit dengan pemana-san berulang. Sampel 36 mencit jantan, berusia 2-3 bulan, galur SwissWebster, berat 20 gram dibagi secara random ke dalam 3 kelompok. Mencit kelompok kontrol (K) sebagai kontrol tanpa perlakuan, diberi air do-sis 0,06 ml/20 g bb selama 14 hari. Kelompok perlakuan I (PI) diberi minyak kelapa sawit dengan pema -nasan berulang dosis 0,06 ml/20 g bb peroral selama 14 hari. Kelompok perlakuan II (PII) diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dosis 0,06 ml/20 g bb peroral selama 14 hari dan rebusan me -niran kadar 40% b/v dosis 0,8 ml/20 g bb peroral mulai hari ke 8-14. Pada hari ke-15 semua hewan dikor -bankan, dilakukan pengamatan jumlah inti sel hepar yang mengalami kerusakan. Hasil uji Oneway ANOVA
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok perlakuan. Hasil uji Post-hoc mul-tiple comparison test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara K-PI dan PI-PII (p<0,050),
serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara K-PII (p>0,050). Selanjutnya dapat disimpulkan ba -hwa pemberian rebusan meniran kadar 40% b/v dosis 0,8 mL/20 g bb berefek hepatoprotektor pada he -par mencit yang dipa-parkan minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dosis 0,06 mL/20 g bb.
ABSTRACT
Reheated palm oils is usually used in our community. It is dangerous because the process will produce toxic com-pounds and free radicals resulting in impaired liver cells function. Meniran contains phyllanthine and
hipophyllan-tine, that are useful to protect liver cells from toxic compounds. It also contains flavonoide, the effective antioxidants
for binding free radicals. The aim of this research was to assess hepatoprotector effect of meniran (Phyllanthus niruri L.) in liver mice given reheated palm oils. A total of 36 male mice aged 2-3 months, Swiss Webster, weight
20 g were randomly divided into 3 groups. Negative control group (K), not given by reheated palm oils and boiled
meniran, but were given water 0.06 ml/20 grams/bw during 14 days orally. Group I (PI) were given reheated palm oils 0.06 ml/20 grams/bw during 14 days orally. Group II (PII) were given reheated palm oils 0.06 ml/20 grams/bw during 14 days and boiled meniran 40 % b/v 0.8 ml/20 grams/bw, start from day 8 until day 14. On the
day 15, all of the mice were killed, then observed microscopically on the number of damaged liver core cells (pyc-nosis,caryorrhexis caryolysis). Result of oneway ANOVA test showed significant differences among 3 groups.
Post-hoc multiple comparisons test showed significant differences between K-PI dan PI-PII (p<0.050), and there was no significant differences between K-PII (p>0.050). Boiled meniran 40% b/v with dosage of 0.8 ml/20 grams/bw has hepatoprotector effect in liver mice which were given reheated palm oils with dosage of 0.06 ml/20 grams/bw.
Key words: reheated palm oils, meniran (Phyllanthus niruri L.), damaged liver cells
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan sepintas, penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang merupakan suatu hal yang lazim terjadi di masyarakat. Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang berbahaya bagi kesehatan, karena proses tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun (Birowo, 2000). Jika minyak dipanaskan secara berulang-ulang, maka proses destruksi minyak akan bertambah cepat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar peroksida pada tahap pendinginan dan akan mengalami dekomposisi jika minyak tersebut dipanaskan
kembali (Ketaren, 1986). Hidrogen peroksida
yang terbentuk akan bereaksi dengan senyawa dalam tubuh membentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif (Bagiada, 1995). Radikal hidroksil akan memisahkan atom hidrogen dari rantai
asam lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated
fatty acids) dalam membran atau lipoprotein,
sehingga terjadi peroksidasi lipid (Widjaja, 1997). Peroksidasi lipid menyebabkan destruksi membran yang kemudian mengakibatkan struktur sel menjadi tidak normal sehingga
merusak fungsi sel (Kartawiguna, 1998).
Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom hepar yang
hal ini berlangsung lama dan berulang-ulang dikhawatirkan akan mengganggu struktur histologis dan fungsi hepar (Michroza, 2002).
Meniran adalah salah satu tanaman yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Berdasarkan penelitian, meniran dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor, antilitik, hipotensif, antispasmodik, antivirus, antibakteri, diuretik dan mempunyai aktivitas hipoglikemik (Taylor, 2004). Khasiat meniran yang beragam ini berkaitan erat dengan zat atau senyawa yang dikandungnya.
Phyllanthine dan hipophyllantine yang ada di
dalam meniran berkhasiat melindungi hepar dari zat toksik, karena itu meniran mempunyai efek antihepatotoksik (Kardinan dan Kusuma, 2004). Disamping itu meniran mempunyai kandungan utama berupa senyawa golongan flavonoid dan glikosida flavonoid (Chairul, 1999). Flavonoid merupakan antioksidan yang efektif karena kemampuannya dalam mengikat radikal bebas, sehingga flavonoid bisa melindungi jaringan dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas dan peroksidasi lipid (Middleton et al., 2000).
Berdasarkan hal ini, meniran diperkirakan dapat melindungi hepar dari kerusakan akibat pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai efek hepatoprotektor meniran
(Phyllanthus niruri L.) pada hepar mencit
yang dipaparkan minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hepatoprotektor meniran (Pyllanthus niruri L.) pada hepar mencit yang dipaparkan minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksperimental labolatorik dengan rancangan post test only control
group design yang dilakukan di Laboratorium
Farmakologi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bahan
Bahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Makanan hewan percobaan (pelet dan
air PAM), minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang. Minyak goreng kelapa sawit dipanaskan pada suhu 150°C sebanyak
6 kali, tiap pemanasan selama 8 menit. Dosis
minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang yang diberikan pada mencit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel
hepar adalah 0,3 ml/ 100 g bb mencit atau 0,06 ml/20 g bb mencit (Susanto, 2001).
2. Simplisia meniran yang diperoleh dari toko Akar Sari, kemudian dibuat rebusannya. Pembuatan rebusan meniran kadar 40%
b/v, dengan cara merebus 40 gram simplisia
meniran di dalam air hingga mendidih dan didapatkan volume rebusan meniran sebesar 100 ml. Proses perebusan ini berlangsung ± 15 menit. Perebusan dilakukan setiap hari sebelum diberikan kepada kelompok PII. 3. Perhitungan:
4. 40% b/v = 40% kg bahan/1
i.air = 0,4 kg bahan/1 ii. air = 400 g bahan/1 iii. air = 40 g bahan/100 ml air
5. Berdasarkan penelitian Widjaja (2000) dinyatakan bahwa pemberian rebusan
hari) selama 7 hari berturut-turut memiliki khasiat antihepatotoksik pada mencit yang dipaparkan CCl4.
6. Aquades
7. Bahan untuk pembuatan preparat histologis (pengecatan Hematoxylin Eosin/HE)
8. Mencit jantan, berusia 2-3 bulan, galur Swiss
Webster, berat 20 gram sebanyak 36 ekor,
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Cara Kerja
Sebanyak 36 ekor mencit jantan, galur
Swiss Webster dengan usia 2-3 bulan, berat
badan 20 g dilakukan adaptasi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 7 hari (1 minggu) dan dilakukan pengelompokan secara random menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok 12 ekor. Pada minggu I dilakukan penimbangan dan penandaan.
Percobaan mulai dilaksanakan pada Minggu kedua dan berlangsung selama 14 hari. Mencit kelompok kontrol (K) tidak diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dan rebusan meniran, mencit diberi
air peroral dosis 0,06 ml/20 g bb selama 14 hari.
Kelompok perlakuan I (PI) diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dosis 0,06
ml/20 g bb peroral selama 14 hari. Kelompok
perlakuan II (PII) diberi minyak kelapa sawit
dengan pemanasan berulang dosis 0,06 ml/20 g
bb peroral selama 14 hari dan rebusan meniran
kadar 40% b/v dosis 0,8 ml/20 g bb peroral mulai hari ke-8 sampai hari ke-14.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dekapitasi. Organ hepar diambil untuk dibuat preparat histologis dengan pengecatan HE. Untuk penyeragaman sampel maka lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat pada bagian tengah dari lobus tersebut. Pengamatan preparat dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh lapangan pandang, selanjutnya ditentukan daerah yang akan diamati, yaitu zona 1 lobulus hepar. Penentuan daerah zona 1 dilakukan secara random dan dari tiap preparat dipilih 3 daerah zona 1. Selanjutnya pengamatan dengan perbesaran 400 kali pada tiap daerah zona 1 kemudian dihitung jumlah inti hepatosit yang mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis dari tiap 100 sel. Data dari ketiga kelompok perlakuan dibandingkan dengan uji
Oneway ANOVA, jika terdapat perbedaan yang
signifikan dilanjutkan dengan Post-hoc multiple
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian didapatkan hasil seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan (piknosis, karioreksis dan kariolisis) dari tiap 100 sel di zona 1 untuk kelompok kontrol, perlakuan I dan perlakuan II.
No Kelompok
Jumlah Subjek
Inti Hepatosit yang mengalami kerusakan Inti Piknotik Inti Karioreksis Inti Kariolisis 1. K 12 14,750 ± 2,800 6,333 ± 2,015 4,250 ± 1,138 2. PI 12 18,417 ± 2,193 8,333 ± 1,497 14,417 ± 2,875
3. PII 12 15,250 ± 2,491 6,667 ± 1,497 4,500 ± 1,314
Keterangan : K : Kelompok kontrol
Tidak diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dan rebusan meniran, mencit diberi air peroral dosis 0,06 ml/20 g BB selama 14 hari
Pi : Kelompok perlakuan I
Diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dosis 0,06 ml/20g BB peroral selama 14 hari
PII : Kelompok perlakuan II
Diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dosis 0,06 ml/20g BB peroral selama 14 hari dan rebusan meniran kadar 40% b/v dosis 0,8 ml/20g BB peroral mulai hari ke-8 sampai hari ke-14.
Dari tabel I terlihat bahwa pada kelompok kontrol jumlah rerata inti hepatosit yang
mengalami piknotik adalah 14,750 ± 2,800.
Jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami karioreksis adalah 6,333 ± 2,015. Sedangkan jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami
kariolisis adalah 4,250 ± 1,138. Adapun gambaran
histologis dari hepar mencit kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Foto zona 1 lobulus hepar mencit kelom-pok kontrol (K) (Perbesaran 400x)
Keterangan:
a. Hepatosit normal
b. Inti hepatosit yang mengalami piknosis (inti selnya mengerut dan tercat lebih padat).
c. Inti hepatosit yang mengalami karioreksis (ter-jadi fragmentasi pada inti sel)
d. Inti hepatosit yang mengalami kariolisis (inti sel hepar menghilang).
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I, jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan terbanyak berupa inti hepatosit yang piknosis yaitu sebesar
18,417 ± 2,193. Jumlah rerata inti hepatosit
yang mengalami karioreksis lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah rerata inti hepatosit
yang mengalami kariolisis yaitu sebesar 8,333 ±
1,497. Sedangkan jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kariolisis sebesar 14,417 ±
2,875. Gambaran histologis dari hepar mencit
Gambar 2. Foto zona 1 lobulus hepar mencit kelom-pok perlakuan I (Perbesaran 400x).
Keterangan:
a. Hepatosit normal
b. Inti hepatosit yang mengalami piknosis (inti selnya mengerut dan tercat lebih padat).
c. Inti hepatosit yang mengalami karioreksis (ter-jadi fragmentasi pada inti sel)
d. Inti hepatosit yang mengalami kariolisis (inti sel hepar menghilang).
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan II, jumlah rerata inti hepatosit yang
men-galami kerusakan terbanyak berupa inti hepatosit
yang piknosis yaitu sebesar 15,250 ± 2,491.
Sedang-kan jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami
kari-oreksis sebesar 6,667 ± 1,497 dan jumlah rerata inti
hepatosit yang mengalami kariolisis sebesar 4,500 ±
1,314. Gambaran histologis dari hepar mencit
kelom-pok PII dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Foto zona 1 lobulus hepar mencit kelom-pok perlakuan II (Perbesaran 400x).
Keterangan:
a. Hepatosit normal
b. Inti hepatosit yang mengalami piknosis (inti selnya mengerut dan tercat lebih padat).
c. Inti hepatosit yang mengalami karioreksis (ter-jadi fragmentasi pada inti sel)
d. Inti hepatosit yang mengalami kariolisis (inti sel hepar menghilang).
Dari data jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan pada kelompok kontrol, PI dan PII dilakukan uji Oneway ANOVA. Hasil dari uji Oneway ANOVA tersebut didapatkan F0: 74,611 dan Ft: 3,32 (F0 > Ft ), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan antar ketiga kelompok (tabel 2).
Tabel 2. Hasil uji Oneway ANOVA antara 3 kelompok untuk jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan.
P F0
Jumlah rerata inti hepa-tosit yang mengalami kerusakan
0,000
(p<0,05)
74,611
(Fo > 3,32)
Uji Post-hoc multiple comparison test
pada tabel 3 dilakukan untuk mengetahui letak perbedaan antara ketiga kelompok. Hasil dari
uji Post-hoc multiple comparisons test tersebut
adalah sebagai berikut:
• Kelompok K dengan kelompok PI terdapat perbedaan yang signifikan dari jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan
dengan p: 0,000 (p< 0,050).
• Kelompok K dengan kelompok PII tidak terdapat perbedaan yang singnifikan dari jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami
• Kelompok PI dengan kelompok PII terdapat perbedaan yang signifikan dari jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan
dengan p: 0,000 (p< 0,050).
Tabel 3. Hasil uji Post-hoc multiple comparisons test antara 3 kelompok untuk jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan.
Kelompok P Pengambilan
keputusan
Perbedaan jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami
kerusakan
K-PI 0,000
(p < 0,050) Ho ditolak Signifikan
K-PII 0,460
(p > 0,050) Ho diterima Tidak signifikan
PI-PII 0,000
(p < 0.050) Ho ditolak Signifikan
Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (K), kelompok perlakuan I (PI) dan kelompok perlakuan II (PII). Kelompok kontrol tidak diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang maupun rebusan meniran,
mencit diberi air peroral sebanyak 0,06 ml/20 g
bb mencit selama 14 hari. Kelompok perlakuan I diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang selama 14 hari menggunakan dosis
tunggal yaitu 0,06 ml/20 g bb mencit/hari. Hal
ini sesuai dengan uji toksisitas akut untuk single
dose experiments pada hewan coba (Darmansjah,
1995). Kelompok perlakuan II selain diberi minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang selama 14 hari juga diberi rebusan meniran
selama 7 hari dengan kadar 40 % b/v dosis 0,8 ml/20 g bb mencit/hari. Hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan Widjaja (2000), yang menyatakan bahwa pemberian rebusan
meniran kadar 40 % b/v dengan dosis 0,8 ml/20 g bb mencit/hari selama 7 hari berturut-turut
memiliki khasiat antihepatotoksik pada mencit yang dipaparkan CCl4.
Pada penelitian ini yang diamati adalah jumlah inti hepatosit yang mengalami kerusakan (piknosis, karioreksis dan kariolisis)
setelah pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dan rebusan meniran. Inti hepatosit yang diamati yaitu inti hepatosit yang terdapat pada zona 1 lobulus hepar karena sel-selnya paling dekat dengan pembuluh darah sehingga zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk (Leeson et al.,
1998). Data hasil penghitungan dianalisis dengan
uji Oneway ANOVA dan dilanjutkan dengan uji
Post-hoc multiple comparison test.
Hasil uji Oneway ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang singnifikan antara ketiga kelompok perlakuan. Hasil uji Post-hoc
multiple comparison test menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan dari jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan antara kelompok K dan PI. Hal ini disebabkan pada kelompok PI terjadi kerusakan hepatosit karena pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang.
molekul trigliserida (Ketaren, 1986). Asam
lemak tak jenuh terdiri atas asam lemak tak jenuh tunggal atau mono-unsaturated fatty acid
dan asam lemak tak jenuh ganda atau
poly-unsaturated fatty acid (Pahlevi, 2002). Asam
lemak tak jenuh ganda lebih mudah mengalami oksidasi dan akan membentuk radikal bebas. Proses oksidasi dari asam lemak tak jenuh ganda bisa terjadi melalui proses pemanasan. Semakin tinggi suhunya, proses oksidasi akan berjalan lebih cepat (Fife, 2001).
Oksidasi lemak akan menghasilkan senyawa peroksida sebagai produk primer dan jika teroksidasi lebih lanjut akan menjadi senyawa aldehid, keton, alkohol dan karbonil (produk sekunder) yang dapat membahayakan kesehatan tubuh dan merangsang tumbuhnya
tumor dan kanker (Sunityoso dkk., 1998).
Peroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan ion logam Cu dan Fe dalam tubuh membentuk radikal hidroksil. Reaksi ini dikenal dengan nama reaksi Fenton.
Fe++ + H
Radikal hidroksil sangat reaktif, memicu peroksidasi lipid melalui reaksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel sehingga kerentanannya meningkat dan sel menjadi rusak (Bagiada, 1995).
Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom hepar yang
akan menyebabkan gangguan homeostasis. Keadaan tersebut mengakibatkan nekrosis hepar karena tidak terbentuknya ATP pada sel hepar yang berfungsi sebagai sumber energi (Wenas,
1996). Peroksidasi lipid adalah reaksi berantai yang memasok radikal bebas, sehingga terjadi reaksi peroksida berikutnya (Mayes, 1997). Skema peroksidasi lipid menurut Takahama (Middleton et al., 2000):
LOO* : Radikal peroksil
LOOH : Hidroperoksida
Menurut Sibuea, minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang akan menghasilkan hidrogen peroksida yang berlebihan, senyawa-senyawa aldehid dan keton (Andriani, 2005). Hidrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan senyawa dalam tubuh membentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif (Ketaren,
1986). Radikal hidroksil akan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lipid (Widjaja, 1997). Peroksidasi lipid menyebabkan destruksi membran kemudian mengakibatkan struktur sel menjadi tidak normal dan merusak fungsi
sel (Kartawiguna, 1998). Pada kelompok kontrol
juga didapatkan inti hepatosit yang mengalami kerusakan (piknosis, karioreksis dan kariolisis) kemungkinan disebabkan:
besar.
2. Adanya infeksi dan trauma karena pemberian air melalui kanul selama perlakuan (Michroza, 2002).
Hasil analisis jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan antara kelompok K-PII tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan landasan teori
bahwa rebusan meniran dengan kadar 40 % b/v dosis 0,8 ml/20 g bb mencit mempunyai efek
hepatoprotektor sehingga dapat mengurangi kerusakan hepatosit akibat pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang sampai mendekati normal seperti kelompok K. Meniran mengandung senyawa kimia berupa phyllantine
dan hipophyllantine yang memiliki efek
antihepatotoksik (Kardinan dan Kesuma, 2004). Disamping itu, meniran mempunyai kandungan utama berupa senyawa golongan flavonoid dan glikosida flavonoid (Chairul, 1999). Meniran mempunyai kandungan utama berupa flavonoid dan glikosida flavonoid (Chairul, 1999). Flavonoid termasuk antioksidan pemutus rantai. Flavonoid akan berikatan dengan radikal peroksil (LOO*) yang terbentuk pada saat terjadinya reaksi rantai pada proses peroksidasi lipid sehingga reaksi rantai dapat diputus. Di samping itu, flavonoid mempunyai kemampuan untuk mengikat radikal hidroksil (OH*), sehingga akan mencegah terjadinya peroksidasi lipid (Middleton et al.,
2000). Flavonoid merupakan antioksidan yang efektif karena kemampuannya dalam mengikat radikal bebas, sehingga flavonoid bisa melindungi jaringan dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas dan peroksidasi lipid (Middleton
et al., 2000).
Berdasarkan hal tersebut di atas, mekanisme kerja meniran sebagai hepatoprotektor pada hepar mencit yang dipaparkan minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dapat diterangkan melalui 3 cara :
1. Flavonoid yang terkandung di dalam meniran mencegah peroksidasi lipid karena senyawa tersebut merupakan antioksidan yang mampu mengikat radikal hidroksil yang terbentuk akibat reaksi Fenton.
2. Flavonoid akan memutus reaksi rantai dari peroksidasi lipid yang telah terjadi dengan cara berikatan dengan radikal peroksil.
3. Phyllantine dan hipophyllantine
berkhasiat antihepatotoksik yang akan melindungi hepar dari senyawa toksik yang merupakan produk sekunder yang terbentuk selama proses oksidasi lemak.
Hasil analisis jumlah rerata inti hepatosit yang mengalami kerusakan antara PI-PII menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan pada kelompok PI terjadi kerusakan hepatosit karena pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dan kerusakan hepatosit pada kelompok PII akibat pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dapat dikurangi sampai mendekati normal dengan pemberian rebusan meniran.
1. Pemberian minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang dengan dosis 0,06
mL/20 g bb mencit selama 14 hari
berturut-turut dapat mengakibatkan kerusakan inti hepatosit mencit.
2. Rebusan meniran dengan kadar 40 % b/v
dosis 0,8 ml/20 g bb mencit/hari yang
diberikan selama 7 hari berturut-turut mempunyai efek hepatoprotektor terhadap hepar mencit yang dipaparkan minyak kelapa sawit dengan pemanasan berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, 2005. Gambaran histologis inti sel hati tikus putih (Rattus norvegicus) setelah pemberian ekstrak bawang putih (Allium
sativum L.) dan minyak kelapa sawit yang
dipanaskan berulang.Skripsi. Hal : 34. Bagiada, A. 1995. Radikal bebas dan antioksidan.
Jurnal Kedokteran Universitas Udayana 26
(89). Penerbit Unud. Hal : 136-39.
Birowo, A. 2000. Minyak Jelantah Berbahaya?
Diakses di http://www.geocities.com/ anandito2000/special/minyakjelantah.
htm, pada tanggal 19 Februari 2010.
Chairul. 1999. Tempuyung untuk menghadapi
asam urat. Intisari Tanaman Obat. www.
indomedia.com/intisari/1999/juni/
tempuyung.htm 22 September 2007.
Darmansjah, I. 1995. Dasar Toksikologi. Gaya
Baru. Jakarta. Hal 762-80.
Fife, B. 2001. The Healing Miracles of Coconut Oil
http://www.grainmilis.com.au/prod/84.
htm Diakses tanggal 21 Februari 2010. Kardinan, A. dan Kusuma FR. 2004. Meniran
Penambah Daya Tahan Tubuh Alami.
AgroMedia Pustaka. Jakarta. Hal : 10-11. Kartawiguna, E. 1998. Vitamin yang dapat
berfungsi sebagai antioksidan. Majalah
Ilmiah Fakultas kedokteran USAKTI. 17(1),
Januari 1998.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak
dan Lemak Pangan. UI-PRESS, Jakarta. Hal
: 105-31.
Leeson CR., Leeson TS., Paparo AA. 1998.
Textbook of Histology. W. B Saunders Co.
Philadelphia. pp: 383-96.
Michroza, AA. 2002. Pengaruh pemberian air rebusan temulawak (Curcuma xanthorrizha
Roxb.) terhadap hepatotoksik minyak goreng bekas. Skripsi. Hal : 1.
Middleton E., Kandaswari C., and Theoharides TC. 2000. The Effect of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart Disease, and Cancer.
http://pharmrev.aspetjournal.org/cgi/
content/full Diakses tanggal 19 Februari
2010.
Sunityoso, S., Kusmana D., Luthfiralda, Furqonita
D. 1998. Perubahan struktur histologis
organ hati mencit (Mus musculus L.) yang dicekok minyak kelapa bekas gorengan.
Majalah Kedokteran Indonesia 48(3):
114-20.
Susanto, AE. 2001. Pengaruh pemberian minyak kelapa sawit curah setelah pemanasan berulang pada struktur histologis hati mencit.Skripsi. Hal : 14-5.
Taylor, L. 2004. The Healing Power of Rainforest Herb http://www.rain_tree.com/chanca.
Dalam: Sjaifoellah Noer Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit FK UI, Jakarta. Hal: 364-5.
Widjaja, J. 2000. Efek Antihepatotoksik Meniran.
Dalam Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Departemen Kesehatan RI, 2000. Hal: 220-21.
Widjaja, S. 1997. Antioksidan: Pertahanan tubuh terhadap efek oksidan dan radikal bebas. Majalah Ilmiah Fakultas Kedokteran