• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PEMUTUSAN PIDANA PERKARA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (Studi Putusan Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PEMUTUSAN PIDANA PERKARA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (Studi Putusan Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PEMUTUSAN PIDANA PERKARA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (Studi Putusan Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns)

(Jurnal)

Oleh

BELLA ANJELITA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PEMUTUSAN PIDANA PERKARA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM LEMBAGA SWADAYA

MASYARAKAT

(Studi Putusan Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns) Oleh

Bella Anjelita, Eddy Rifai, Tri Andrisman (Email : bella.anjelita@yahoo.com)

Berdasarkan ketentuan Pasal 368 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemerasan, bahwa pelaku tindak pidana pemerasan dijatuhi hukuman pidana penjara 9 (sembilan) tahun. Namun pada putusan perkara No. 129/Pid.B/2016/PN.Gns terdakwa diputus dengan pidana penjara 1.6 (Satu tahun enam bulan). Permasalahan pada skripsi ini yaitu bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Lembaga Swadaya Masyarakat dan Apakah putusan terhadap pelaku pemerasan yang dilakuakan oleh oknum Lembaga Swadaya masyarakat pada putusan nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns telah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum yang kemudian ditarik kesimpulan melalui cara berfikir induktif, sehingga merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No. 129/Pid.B/2016/PN.Gns yaitu hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemerasan adalah berpijak pada teori keseimbangan dengan melihat dari hal-hal yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa merugikan pihak lain, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, dan perbuatan terdakwa merugikan saksi, sedangkan dari hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa mengakui perbuatanya, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Saran yang diberikan penulis adalah (1) hakim disarankan dalam mempertimbangkan penjatuhan pidana harus lebih mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis, dan filosofis serta harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan. (2) Hendaknya pemerintah memberikan aturan khusus mengenai tindak pidana pemerasan yang dilakukan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat.

(3)

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON JUDGES' CONSIDERATIONS IN IMPOSING PENALTY OF EXTORTION CRIME COMMITTED BY NON-GOVERNMENTAL

ORGANIZATION (NGO)

(A Study of Court Decision No. 129 / Pid.B / 2016 / PN.Gns) By

Bella Anjelita, Eddy Rifai, Tri Andrisman (Email : bella.anjelita@yahoo.com)

In accordance with the provisions of Article 368 paragraph (2) of the Book Of Criminal Code regarding Extortion, that the perpetrators of criminal acts of extortion is sentenced to imprisonment for nine (9) years. But in the case of the court decision No. 129 / Pid.B / 2016 / PN.Gns the defendant was terminated for only 1.6 year of imprisonment (one year and six months). The problems in this research is formulated as follows: how is the judges' consideration in imposing penalties against the perpetrators of extortion crime committed by alleged NGOs? and does the verdict on extortion committed by NGOs as in the court decision 129 / Pid.B / 2016 / PN .Gns has been in accordance with a sense of justice. This research uses normative and empirical approaches. The data collection technique is done through literature study and observation. The analysis of the data was done using qualitative analysis, that is to describe and illustrate the facts and data from observation with an interpretation, evaluation and general knowledge to be deduced inductively, thus it can answer the research problems above. Based on the results and discussion of the research, it can be concluded that the basis of consideration of the judge in imposing the court decision No. 129 / Pid.B / 2016 / PN.Gns that the judge in imposing punishment against perpetrators of extortion crime was based on the theory of balance by considering the aggravating factors, such as: that the defendant has harmed others, disturbed public harmony, and the defendant also harmed the witnesses, while there were some factors that helped relieve the defendant, included: the defendant has confessed his criminal acts, the defendant has never been convicted, and the defendant is the backbone of the family. It is suggested that (1) the judges should put more considerations on various aspects like sociological, juridical, and philosophical point of views and should proof that the verdict is proportional. (2) the government should provide specific rules regarding the crime of extortion committed by NGO.

(4)

I. PENDAHULUAN

Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat. Beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak

pidana pemerasan. Kata “pemerasan”

dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “peras” yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.1

Lembaga swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkatornop atau ONP (Bahasa Inggris:

non-governmental organization; NGO). Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sebagai berikut:

a. Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.

1

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. hlm. 855.

b. Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba).2

Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut:

Terdapat salah satu kasus yang terjadi di Lampung Tengah, Pelaku pemerasan adalah dua orang oknum Lembaga Swadaya Masyarakat bernama Ansori dan Joko Waluyo. Dalam hal tindak pidana pemerasan dilakukan oleh oknum Lembaga swadaya masyarakat dimana Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang seharusnya menjadi wadah bagi masyarakat dalam membantu menang-gulangi berbagi tindak pidana menyimpang malah keluar dari tugasnya sebagai organisasi non pemerintah. kejadian ini sangat miris dan jauh dari rasa keadilan dan tanggungjawab.3 Berdasarkan Surat Putusan Pengadilan Negri Gunung Sugih No: 129/Pid.B/2016/Pn Gns terdapat kronologis sebagai berikut :

(5)

2

rupiah) per siswa adalah perbuatan yang salah kemudian Ansori bin Hamsyah dan Joko Waluyo alias Iyok bin Sahidin menakut-nakuti dan mengancam akan melaporkan para kepala sekolah SDN sekecamatan Punggur ke kejaksaan. Kemudian Ansori bin Hamsyah dan Joko Waluyo alias Iyok bin Sahidin meminta uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) agar permasalahan tersebut tidak dilaporkan ke kejaksaan mendengar ancaman tersebut membuat para kepala sekolah ketakutan sehingga para peserta rapat setuju memberikan uang sebesar Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang dikumpulkan dari para kepala sekolah sekecamatan Punggur sebesar Rp1. 000. 000,- (satu juta rupiah) per kepala sekolah.

Perbuatan terdakwa sebagaimana tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (2) KUHPidana dijatuhi hukuman pidana selama satu tahun enam bulan dan menjalani masa hukuman di Polres Lampug Tengah atas putusan yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Gunung Sugih Pada tanggal 27 Juni 2016 di Lampung Tengah.

Kasus di atas telah diproses di Pengadilan Negeri Gunung Sugih dengan penjatuhan hukuman satu tahun enam bulan. Oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa dituntut sesuai Pasal 368 KUHP yang disepakati oleh keputusan Hakim dengan memper-hatikan Pasal 368 KUHP. Dimana dinyatakan dalam tuntutan pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja melakukan pemerasan.

Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut: Unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 368 Ayat (2) KUHP :

1. Barang siapa.

2. Dengan maksud untuk menguntung-kan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). 5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan bersekutu.

Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 1 tahun dan 6 bulan. Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana maksimal 9 tahun, dalam putusan terdakwa memeras uang sebesar Rp25.000.000.- dan dijatuhkan hukuman 1 tahun dan 6 bulan. Atas dasar hal tersebut putusan yang dijatuhkan oleh hakim selama 1 tahun dan 6 bulan penjara maka dianggap kurang berat dikarenakan dalam putusan Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns yang menjadi terdakwa adalah oknum lembaga swadaya masyarakat dimana dalam hal ini kedua terdakwa mempergunakan kekuasaannya untuk memeras dan dalam putusan tersebut hakim tidak mempertimbangkan hal tersebut.

Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan, terjadi kesenjangan antara ancaman pidana dalam Pasal 368 ayat (2) KUHP dengan putusan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Lembaga Swadaya Masyarakat maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul “Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (Studi Putusan

Nomor 129/Pid.B/2016/Pn Gns)”.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah dasar pertimbangan

(6)

b. Apakah Putusan Pengadilan terhadap pelaku tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat pada Putusan Nomor: 129/Pid.B/2016/PN.Gns telah memenuhi rasa keadilan?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder4 Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan5. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum yang kemudian ditarik kesimpulan melalui cara berfikir induktif,

sehingga merupakan jawaban

permasalahan berdasarkan hasil penelitian.

II. PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh

Oknum Lembaga Swadaya

Masyarakat pada Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih No : 129/Pid.B/2016/Pn Gns.

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diterapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 1 angka 1 KUHAP). Putusan hakim merupakan seluruh rangkaian proses pemeriksaan persidangan sampai pada

4

Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bandung. 2004. hlm. 61

5

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm. 176.

sikap hakim untuk mengakhiri yang disidangkan.

Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memiliki pertimbangan-pertimbang-an terlebih dahulu. Sesuai dengpertimbangan-pertimbang-an Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu dalam mempertimbangkan berat ringannya suatu pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa. Majelis hakim dalam menjatuh-kan suatu pidana berdasarmenjatuh-kan Pasal 183 KUHAP harus mengacu pada hal-hal yang terbukti dan berdasarkan alat bukti di pengadilan.

Setelah pemerikasaan dalam sidang pengadilan selesai, Hakim memutusakan perkara yang diperiksanya. Putusan Pemidanaan diatur dalam pasal 193 Ayat

(1) KUHAP :“Jika pengadilan berpendapat

bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan

pidana”.

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memiliki suatu pertimbangan – pertimbangan terlebih dahulu. Dakwaan atau tuntutan jaksa merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pidana. Jika terdapat kesamaan pandangan antara hakim dengan jaksa, maka hakim akan menjatuhkan pidana sama dengan tuntutan jaksa, sebalikanya jika tidak terdapat kesamaan maka hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah atau lebih ringan dari tuntutan jaksa atau melebihi tuntutan jaksa. Hakim dalam menjatuhkan pidana akan mengacu pada hal-hal yang terbukti dan berdasarkan alat bukti di pengadilan, hal ini sesuai dengan pasal 183 KUHAP.

(7)

4

Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan, melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (2) KUHP

Sesuai dengan wawancara, Galang6 menerangkan alasan-alasan terpenuhinya unsur-unsur delik dalam perkara Nomor 129/PID.B/2016/PN.Gns, yaitu :

1. Unsur Barang Siapa

Pengadilan menaganggap telah terpenuhi karena Ansori Bin Hamsyah dan Joko Waluyo Als Iyok Bin Syahidin membenar-kan identitasnya sebagai termuat dalam surat Dakwaan dan Juga Ansori Bin Hamsyah dan Joko Waluyo Als Iyok Bin Syahidin sehat rohani dan jasmani sehingga mampu dipertanggungjawabkan secara hukum, oleh karena itu unsur Barang Siapa telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

2. Unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang ataupun mengahapuskan piutang.

Dalam Unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendriri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang, dianggap telah terpenuhi karna Majelis hakim telah mempertimbangangkan hal-hal sebagai berikut yaitu bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi serta keterangan para terdakwa sendiri dan dikaitkan dengan fakta dipersidangan bahwa pada hari Senin pada tanggal 30 November 2015 sekiranya pukul 17.00 WIB bertempat dirumah saksi Purwaningsih di Dusun II Rt/Rw 003/001 kelurahan Tanggul Angin

6

Wawancara dengan Narasumber, Galang Syafa A, Padatanggal 8 November 2016

Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.Bahwa para terdakwa telah melakukan pemerasan tersebut kepada Organisasi K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar) se kecamatan punggur yang merupakan anggota K3S mengalami kerugian kurang lebih sebesar RP.25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).

Menimbang, Bahwa cara para terdakwa melakukan pemerasan tersebut diawali pada hari Seni tanggal 30 November 2015 sekiranya pukul 08.30 wib para terdakwa yang mengaku dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LESPER Gunung Sugih mendatangi saksi masrudi di kantor SDN 1 Astomulyo kemudian para terdakwa menanyakan kepengurusan K3S yang lama ataupun yang baru kemudian saksi Marsudi memberiakan nama-nama kepengurusan K3S selanjutnya para terdakwa menemui saksi Sudiyanto Di SDN 1 Tanggul Angin mengatakan bahwa K3S telah memotong dana bos sebesar Rp5.000,- (lima ribu rupiah) per siswa adalah perbuatan yang salah kemudian Ansori bin Hamsyah dan Joko Waluyo alias Iyok bin Sahidin menakut-nakuti dan mengancam akan melaporkan para kepala sekolah SDN sekecamatan Punggur ke Kejaksaan kemudian Ansori bin Hamsyah dan Joko Waluyo alias Iyok bin Sahidin meminta uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) agar permasalahan tersebut tidak dilaporkan ke Kejaksaan.

(8)

RP.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan uang tersebut diterima oleh Joko Waluyo kemudian Joko Waluyio memasukan kedalam tas selempang warna coklat merk original planet ocean setelah itu kedua terdakwa mengatakan “K3S Sekecamatan punggur sudah aman jika ada yang menanyakan perkara ini tidak akan

saya bawa ke kejakasaan “kemudian terdakwa Ansori mengatakan “apabila ada tamu yang menanyakan masalah dana bos kapan saja bisa hubungi saya” selanjutnya para terdakwa pergi meninggalkan rumah Dra. Purwaningsih.

Menimbang, bahwa selanjutnya uang sebesar Rp.25.000.000 tersebut telah terdakwa gunakan untuk biaya akomodasi sebesar RP.10.000.000 dan sisanya Rp.15.000.000 dibagi menjadi dua.

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta juridis yang terungkap di persidangan menunjukan bahwa perbuatan materiil para terdakwa waktu itu dalah para terdawka telah menarik keuntungan barang sesuatu berupa uang terhadap K3S se kecamatan Punggur yang merupakan anggota k3S dengan cara melaporkan ke Kejaksaan dengan demikian unsur kedua dari pasal ini terpenuhi.

3. Unsur yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

Menimbang bahwa berdasarkan

keterangan saksi-saksi serta keterangan para terdakwa sendiri dan dikaitkan dengan fakta dipersidangan bahwa pada hari senin tanggal 30 November 2015 sekiranya pukul 17.00 WIB bertempat dirumah sksi Purwaningsih Di Dusun II Rt/Rw 003/001 kelurahan Tanggul Angin Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Bahwa para terdakwa telah melakukan pemerasan tersebut kepada Organisasi K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar) se kecamatan Punggur yang merupakan anggota K3S mengalami kerugian kurang lebih sebesar

RP.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).

Menimbang bahwa pada saat melakukan pengambilan pemerasan tersebut ada pembagian tugas dimana terdakwa Ansori dan Terdakwa Joko Waluyo Als itong melakukan pemerasan tersebut dengan cara mendatangai Organisasi K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar) sekecamatan Punggur yang merupakan anggota K3S dan meminta sejumlah Uang sebesar Rp.25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah).

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan menunjukan bahwa perbuatan materiil para terdakwa pada waktu itu adalah para terdakwa melakukan pemerasan dan diantara mereka terdapat pembagian tugas, dengan demikian dilakukan oleh dua orang yang bersekutu, dengan demikian unsur ketiga terpenuhi.

Berdasarkan Pasal 183 dan 184 KUHAP Hakim dalam melaksanakan tugasnya menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus mempertimbangkan bebeberapa hal antara lain :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukan-nya”.

Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan nomor 129/Pid.B/2016-/PN.Gns mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis, non yuridis, hal-hal yang memberatkan, serta hal-hal yang

meringankan kepada terdakwa.

(9)

6

hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut:

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 Ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 Ayat (2) KUHAP) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah Dakwaan kesatu: perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 368 Ayat (2) tentang pemerasan.

b. Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Para saksi dalam perkara ini pada pokoknya memberikan kesaksian bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yaitu mengedarkan uang palsu. Adapun para saksi tersebut adalah:

1) Dra.Purwaningsih

Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri, ini diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Keterangan terdakwa dalam perkara ini pada pokoknya mengakui perbutannya melakukan pengedaran uang palsu.

d. Barang Bukti

Dalam perkara ini Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dikarenakan telah terpenuhinya alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan selain

dari keterangan saksi dan terdakwa perkara ini diperkuat dengan adanya barang bukti berupa petujuk berupa barang bukti yang dirampas untuk dimusahkan yaitu :

1) 1 (satu) buah tas selempang warna coklat merk Original Planet Ocean. 2) 1 (satu) buah ID card yang

bertuliskan LESPER (Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Ekonmomi Rakyat) an.Joko Waluyo. 3) 1 (satu) buah ID card yang

bertuliskan LESPER (Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Ekonmomi Rakyat) an Ansori. 4) 1 (satu) buah buku warna coklat

yang terdapat tulisan No HP

08127984500 An.Sudiyanto

tertanggal 30 November 2015.

Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan

kehakiman menyatakan dalan

mempertimbangakan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan dari ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan sitimpal dan adil sesuai dengan kesalahanya, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana sebagai suatu pertimbangan non yuridis :

Hal yang Memberatkan :

a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.

b) Perbuatan para terdakwa merugikan para saksi korban yaitu Organisasi K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar) se kecamatan puggur yang merupakan anggota K3S.

Hal Yang meringankan :

(10)

perbuatanya sehingga tidak mempersulit jalanya persidangan. b) Para terdakwa belum pernah

dihukum.

c) Para terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

4. Pada putusan Nomor 129/pid.B/2016-/PN.Gns, Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1.6 (Satu tahun enam bulan) ditambah dengan pidana kurunga selama 4 (empat) bulan. Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana” Barang Siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendriri atau orang lain secara melawan hukum memaksa seseorang untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau suapaya membuat hutang ataupun mengahapuskan piutang yang dilakuakn oleh dua orang atau lebih yang

bersekutu”, dan membebankan biaya

RP.2000 (Dua ribu rupiah). Diputus dalam rapat Pemusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunung pada hari Senin tanggal 27 Juni 2016, oleh Eva Susiana sebagai Hakim Ketua, Firdaus Syafaat dan Andita Yuni Santoso masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Menurut Ricca7 Putusan Hakim pada perkara Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns telah tepat karna sudah mempertimbang-kan seluruh alat bukti yang dimaksud alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan, alat bukti, keterangan ahli, keterangan terdakwa. Selain itu, Putusan ini telah sesuai dengan keterangan terdakwa. Selain itu, telah sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman karena telah memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat

7

Wawancara dengan Narasumber,Ricca

Yulisnawati, pada tanggal 10 November 2016

pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil wawancara Budi8, Putusan Hakim pada perkara Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns telah tepat karna sudah mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam dengan persidangan, namun dalam penggunaan pasal 368 ayat (2) sebagaimana diatur ancaman 12 tahun dengan amar putusan yaitu 2 tahun sangatlah jauh, hakim juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis, dan filosofis harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan. a) Landasan filosofis, yaitu yang berkaitan

dengan tujuan dijatuhkanya putusan terhadap pelaku yang lebih mengarah kepada perbaikan diri si pelaku daripada pemberian hukuman atau pidana.

b) Landasan sosiologis, yaitu yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di sekitar pelaku, yang mana dengan pemberian putusan tersebut diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan.

c) Landasan Yuridis, yaitu yang berkaitan dengan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban perbutan maka terdakwa harus bertanggungjawab sejauh terhadap perbuatan yang telah diperbuatnya.

Ancaman dan putusan sudah terpaut jauh hedaknya hakim juga dapat menghadirkan saksi-saksi dari Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat dari 5 (lima) alat bukti dapat dikaji lebih dalam karna dalam kasus ini pelaku menggunakan kewenangan maupun martabat yang diberikan kepadanya serta hakim dapat mempertimbangkan atau mengaitkan dengan fakta yang ada.

Menurut Penulis, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns sudah mempertimbangkan alat bukti dan fakta-fakta yang dihadirkan dalam

8

(11)

8

persidangan. Sesuai dengan pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman karena telah memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Penulis sependapat dengan pendapat yang dikemukaan oleh Budi Rizki Husein bahwa Putusan Hakim pada perkara Nomor 129/Pid.B/2016/PN.Gns telah tepat karna sudah mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam dengan persidangan, namun dalam penggunaan pasal 368 ayat (2) sebagaimana diatur ancaman 12 tahun dengan amar putusan yaitu 2 tahun sangatlah jauh, hakim juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis, dan filosofis harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan. Ancaman dan putusan sudah terpaut jauh hedaknya hakim juga dapt menghadirkan saksi-saksi dari Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat dari 5 (lima) alat bukti dapat dikaji lebih dalam karna dalam kasus ini pelaku menggunakan kewenangan maupun martabat yang diberikan kepadanya serta hakim dapat mempertimbangkan atau mengaitkan dengan fakta yang ada.

Kepastian Hukum artinya setiap putusan Hakim harus sesuai dengan peraturan perundang-undanagan, keadilan hukum artinya setiap putusan hakim harus dengan rasa keadilan yang ada dalam masyarkat, dan kemanfaatan hukum artinya Dalam penjatuhan Pidana dapat dilihat apakah bermanfaat atau tidak terhadap pelaku, korban dan masyarakat.

B. Putusan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Piadana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Okum Lembaga Swadaya Masyarakat Dikaitkan Pada Putusan Pengadilan Negeri

Gunung Sugih No :

129/Pid.B/2016/Pn Gns Sesuai Atau Tidak Dengan Keadilan.

Mendapat perlindungan merupakan hak setiap orang, dan diwujudkan perlindungan bagi setiap orang berarti telah terwujudnya keadilan dalam suatu masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat yang harusnya menjadi pelindung bagi ketidakadilan yang ada di masyarakat dimana pada masa ini banyak sekali kita

temui oknum Lembaga Swadaya

Masyarakat yang melakukan pelanggaran-pelanggaran disini tugas Lembaga Swadaya Masyarakat yang menjadi perantara rakyat kecil untuk meninjau dan meminta transparansi dari setiap kinerja aparat penegak hukum di pemerintahan malah menyimpang dari tugas dan wewenangnya.

Kenyataan ini sangat ironis justru Organisasi yang didirikan untuk membantu pemerintah dalam menindak segala pelanggaran dan kejahatan yang timbul justru melakukan tindak pidana pemerasan seperti Pada perkra No: 129/Pid.B/-2016/PN Gns 2 (dua) orang oknum lembaga swadaya masyarakat malah

memanfaatkan kewenangan yang

dimilikinya untuk melakukan pemerasan kepada Kepala sekolah dasar Sekecamaatn Punggur Gunung sugih, warga dibuat resah dengan ancaman yang dilakukan oleh oknum tersebut.

Perkara ini ia menyatakan bahwa sebelum memutus perkara Majelis Hakim telah mengadakan suatu musyawarah yang tujuannya untuk memeriksa kembali perkara tersebut disertai alat bukti yang diajukan pihak penuntut umum. Putusan juga sudah merujuk pada undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, dan pasal 368 KUHP beserta aturan pelaksaannya. Hakim juga menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara memiliki berbagai pertimbangan yang dapat meringankan dan memberatkan terdakwa dilihat dari segi sosialnya.

(12)

adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Ukuran keadilan sangat bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, setiap ukuran di definisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.9

Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil menurut yang lainnya, kapan seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan hal ini tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu ukuran keadilan diakui.

Keadilan memiliki sifat tidak berbentuk dan tidak dapat terlihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Hukum dan keadilan sangat erat hubungannya, hukum harus dihubungkan dengan keadilan supaya benar-benar berarti sebagai hukum, karena memang tujuan hukum adalah tercapainya rasa keadilan, maka hukum tanpa keadilan akan sia-sia sehingga hukum tidak lagi berharga dihadapan masyarakat.

Masyarakat juga berkepentingan agar dalam pelaksanaan atau penegakan hukum memperhatikan nilai-nilai keadilan. Hukum itu tidak identik dengan keadilan, karena hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, dan bersifat menyamarkan atau tidak membeda-bedakan keadaan, status ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Bagi hukum, setiap kejahatan oleh pelaku tindak pidana atau pelanggaran hukum oleh para pihak yang berperkara, maka dijatuhkan pidana atau hukuman yang sesuai dengan apa yang tertera dalam pasal undang-undang yang berlaku, sehingga keadilan menurut hukum belum tentu sama dengan keadilan moral atau keadilan masyarakat.

9

H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, Jakarta Kencana: 2012, hlm.85

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Galang 10, berkaitan dengan perkara ini ia menyatakan bahwa keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Kasus Pemerasan yang dilakukan oleh dua Okunm Lembaga Swadaya Masyarakat dalam perkara ini telah dijatuhi hukuman pidana selama 1.6 (satu tahun enam bulan) dirasa telah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dimana dalam hal ini dipertimbangkan kembali hal-hal yang meringanakan dan memberatkan terdakwa.

Pada perkara ini Hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif Undang-Undang, sehingga keadilan substansial selalu saja sulit diwujudkan melalui putusan hakim pengadilan, karena hakim dan lembaga pengadilan hanya akan memberikan keadilan formal. Keputusan Hakim memutus perkara ini memberikan perlindungan bagi korban dan secara tidak langsung memberikan perlindungan dan keadilan pada masyarakat atas penghukuman terhadap pelaku pemerasan setelah mempertimbangakan banyak hal ia menyatakan pula bahwa 1.6 (Satu tahun enam bulan) dirasa telah cukup memberikan efek jera pada terdakwa.

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Ricca11, berkaitan dengan perkara ini ia menyatakan bahwa Jaksa Penutut Umum sebelum memberikan suatu tuntutan pasti melakukan berbagai macam pertimbangan dan tututan 1.6 (satu tahun enam bulan) dirasa sudah cukup karna 12 (tahun) adalah ancaman maksimal ditinjau dari sudut yang meringankan terdakwa. Ditijau dari sisi keadilan dimasyarakat dirasa telah memenuhi rasa keadilan dikarnakan dalam penjatuhan putusan pidana terhadap kedua

10

Wawancara dengan Narasumber, Galang Syafa A,Padatanggal 8 November 2016

11

Wawancara dengan Narasumber,Ricca

(13)

10

terdakwa pelaku tindak pidana pemerasan yang dilakukuan oleh oknum Lembaga Swadaya Masyarakat telah memberikan efek jera kepada terdakwa dan memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap oknum tidak bertanggungjawab lainnya yang melakukan Pemerasan.

Berdasarkan hasil Wawancara dengan

Budi12, Jaksa juga harus

mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis, dan filosofis harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan. Ancaman dan putusan sudah terpaut jauh hedaknya JPU juga dapt menghadirkan saksi-saksi dari Oknum Lembaga Swadaya Masyarakat dari 5 (lima) alat bukti dapat dikaji lebih dalam karna dalam kasus ini pelaku menggunakan kewenangan maupun martabat yang diberikan kepadanya serta hakim dapat mempertimbangkan atau mengaitkan dengan fakta yang ada.

Pemenuhuan keadilan oleh hakim dimasyarakat dirasa belum cukup karena dalam kasus ini kelembagaaan kedua okum tersebut belum diketahui dengan jelas, dan efek jera yang diberikan dengan amar putusan 1.6 (satu tahun enam bulan) dirasa belum Cukup ditinjaui dari hal-hal yang memberatkan terdakwa dan dampak bagi korban. Dalam perkara pemerasan yang dilakukan Oleh oknum Lembaga Swadaya Masyarakat hendaknya Jaksa Penuntut umum menelaah lebih dalam tentang bagaimana keterkaitan kedua oknum LSM tersebut dalam tindak pidana Pemerasaan ini karna dalam hal ini kedua tersangka bukanlah warga sipil biasa melainkan adalah anggota organisasi non pemerintah yang telah diresmikan oleh negara dan mereka menyalahgunakan wewenangnya, maka dapat dikaji lebih jauh pula menganai bagaimana pemenuhan keadilan dalam kasus ini terhadap masyarakat.

12

Wawancara dengan narasumber,Budi Rizki Husain, Pada Tanggal 7 November 2016

Menurut penulis, sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya berbagai upaya yang dilakukan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan ketentuan Undang-Undang, melainkan, dengan keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan Undang-Undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural Undang-Undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.

(14)

III. PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap 1.6 (Satu tahun enam bulan) Orang

Oknum Lembaga Swadaya

Masyarakat sebagai pelaku Tindak Pidana Pemerasan dalam Perkara Nomor 129/Pid.B/2016/PN Gns yaitu mempertimbangkan semua unsur delik Pasal 368 ayat (2) KUHP yang didakwakan kepada terdakwa telah terpenuhi, dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dari hasil pemeriksaan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan di persidangan, hal-hal yang meringankan, juga hal-hal yang memberatkan, juga berpedoman pada Pasal 183 KUHAP, Pasal 193 (1) dan Ayat (2) b KUHAP dan pasal–pasal lain dari peraturan perundang-undangan yang bersangktuan.

Majelis hakim memidana Terdakwa dengan pidana penjara selama 1.6 (Satu tahun enam bukan) Tahun dengan menetapkan masa penahanan tetap dijalani terdakwa 4 bulan dari pidana yang diputuskan, menetapkan terdakwa di dalam tahanan, membebani terdakwa dengan membayar biaya perkara sebesar RP.2000,- (Dua Ribu Rupiah).

2. Putusan Hakim pada perkara diatas akan dikaitkan rasa keadilan dimasyarakat, tidak memenuhi prinsip kepentingan terbaik bagi korban yang mana dalam perkara ini penjatuhan hukuman pidana 1.6 (satun tahun enam bulan) dari ancaman maksimal 9 (sembilan tahun) serta hakim Dan Jaksa Penuntut Umum tidak mempertimbangkan bahwa kedua

terdakwa adalah anggota Lembaga Swadaya Masyarakat yang tugas pokoknya adalah menjadi pelindung masyarakat namun malah meresahkan rakyat. Hal ini dirasa belum cukup karna hendakanya aparat penegak hukum dalam menjatuhkan suatu putusan mempertimbangkan aspek keadilan bukan hanya bagi pelaku tapi korban dan masyarakat, agar tidak terjadi lagi pemerasan yang kita lihat masih marak dimasyrakat dan hukuman tersebut tidak memberikan efek jera bagi masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Hakim dalam mengambil keputusan dalam perkara tindak pidana Pemerasan yang dilakukan oleh 2 (dua) orang okum Lembaga Swadaya Masyarakat agar memperhatikan juga kewenangan dan martabat yang telah diberikan pemerintah kepada terdakwa yang telah disalahgunakan, karna kita ketahui bahwa pada saat ini sangat banyak kejadian anggota dari Lembaga Swadaya Masyarakat melakukan pemerasan, serta untuk mengindari keresahan masyarakat akan terjadinya kembali pemerasan tersebut. Oleh sebab itu hendaknya

hakim memperhatikan dan

mempertimbangkan kembali

penjatuhan pidana dan pemberian efek jera pada terdakwa.

(15)

12

kejahatan dan pelanggaran serupa dari

mulai proses penyidikan,

penyelidikan, penuntutan serta putusan oleh hakim sampai eksekusi pidana, sehingga hak-hak korban dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum

dan Penelitian Hukum. Bandung:

Citra Aditya.

Santoso, H.M. Agus. 2012. Hukum, Moral, dan Keadilan, Jakarta: Kencana

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 368 ayat (2).

https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sw adaya_masyarakat.

Lenteraswaralampung.com

Referensi

Dokumen terkait

Upaya pengendalian penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen terbawa benih yang biasa dilakukan yaitu dengan perlakuan benih menggunakan bahan kimia seperti

Penelitian ini menggunakan Raw Material atau Baja ST 60 berupa bantalan poros kereta yang dikarburising dengan Soda Ash atau Sodium Carbonat yang sudah

[r]

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

terhadap hasil heading kaki sejajar dan 4) untuk mengetahu hasil yang signifikan, antara kelentukan togok, kekuatan otot leher dan kekuatan otot perut terhadap hasil heading

Five of them ( single letters can replace words, single digits can replace words, a single letter or digit can replace a syllable, combinations, and abbreviations ) were the

Penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dan di kelas kontrol dengan menggunakan

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426