• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI DESA GERSEMPAL KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG MADURA TAHUN 1964 – 2015 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI DESA GERSEMPAL KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG MADURA TAHUN 1964 – 2015 M."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI DESA GERSEMPAL KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG MADURA

TAHUN 1964–2015 M SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

DIAN KARTIKASARI H. NIM: A0.22.12.049

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura Tahun 1964 – 2015 M.”Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana sejarah awal berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura, 2) Bagaimana perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

Penelitian skripsi ini menggunakan metode sejarah untuk dapat menjabarkan sejarah awal berdirinya dan perkembangan yang terjadi pada Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan historis, memandang suatu peristiwa masa lampau secara diakronis, memanjang dalam waktu tetapi dalam ruang yang sempit. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perkembanganatau Development dari James W. Fowler.

(7)

ABSTRACT

This thesis titled History "Development History of Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah In the village Gersempal Omben Sampang Madura Year 1964 – 2015" The problem in this research are: 1) How does the history of the beginning of the Order Naqsyabandiyahyah Ahmadiyah Muzhariyah in Village Gersempal Omben Sampang Madura, 2) How is the development th Order Naqsyabandiyah Muzhariyah Ahmadiyah in the village Gersempal Omben Sampang Madura.

This thesis research using the historical method to be able to describe the history of the inception and development happens in the Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Village Gersempal Omben Sampang Madura. The approach used in the study of this thesis is the historical approach, looking at an event of the past diachronic, elongated in time but in a narrow space. The theory used in this research is the theory of the development of James W. Fowler.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR... vi

PERSEMBAHAN... ix

ABSTRAK... x

DAFTAR ISI... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Kegunaan Penelitian... 11

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik... 12

F. Penelitian Terdahulu... 13

G. Metode Penelitian... 16

H. Sistematika Pembahasan... 21

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis... 23

B. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Gersempal... 26

C. Kondisi Sosial Desa Gersempal... 27

(9)

BAB III TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI MADURA

A. Sekilas Tentang Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah

Muzhariyah……….34

B. Sejarah Awal Berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Di Madura... 36

C. Ajaran dan Amalan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Gersempal... 51

D. Status tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah... 73

BAB IV PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI MADURA A. Perkembangan Organisasi... 79

B. Perkembangan Fisik... 83

C. PerkembanganJumlah Jama’ah... 85

D. Perkembangan Ajaran Dan Amalan... 90

E. Perkembangan Kegiatan... 90

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 101

B. Saran... 102

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tarekat memanglah tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam dunia Islam. Meskipun penamaannya hanya tersirat dalam Islam dan diri Nabi Muhammad namun dalam kenyataannya tarekat merupakan suatu fenomena yang ada dalam dunia Islam. Pada perkembangannya tarekat memberi ulasan tersendiri jika dibahas dalam sudut agama Islam dan selalu berkaitan dengan ilmu tertinggi dalam Islam, yakni tasawuf. Hakikat tarekat yang merupakan jalan menuju ketenangan dan semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta juga menjadi tujuan utama dari tasawuf. Hal inilah yang menghubungakan keduanya untuk saling berkaitan dan menarik satu sama lain dalam agama Islam. Dapat dikatakan bahwa tasawuf itu ilmunya dan tarekat adalah tempat untuk belajar ilmunya.

Disebutkan pada masa permulaan Islam, hanya terdapat dua macam tarekat, yaitu Tarekat Nabawiyah dan Tarekat Salafiah. Namun sesudah abad ke-2 H, Tarekat Salafiyah yang ada pada masa Sahabat dan Tabi’in tidak lagi murni seperti sebelumnya. Hal ini dikarenakan

(11)

2

Muhamamd Saw. Tarekat ini diamalkan oleh orang-orang sufi oleh sebab itu tarekat ini dinamakan dengan Tarekat Sufiah.1

Gerakan tarekat baru menonjol dalam dunia Islam pada abad ke-12 M sebagai lanjutan dari kegiatan kaum Sufi terdahulu. Sejak saat itu mulailah bermunculan tarekat-tarekat baru dengan penamaan yang berbeda-beda. Hal ini didasarkan kepada nama pendirinya dan tokoh-tokoh sufi yang berpengaruh di dalamnya.

Dapat diperkirakan terdapat ratusan tarekat yang ada dan bahkan berpengaruh terhadap kehidupan sosial. Organisasi tarekat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam dunia Islam, sebagaimana dikatakan H.R. Gibb dalam“An Interpretation of Islamic History”, bahwa sesudah direbutnya khalifah oleh orang-orang Mongol pada tahun 1258 H maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum sufi. Peranan ahli tarekat dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I (1299-1326 M) cukup besar. Demikian pula di Sudan, Afrika Utara dan Afrika Tengah, Tunisia dan Indonesia.2

Hal tersebut masih memungkinkan untuk terciptanya tarekat-tarekat yang baru mengingat perkembangan dunia yang semakin maju dengan meninggalkan ajaran agama, sehingga manusia sering mengalami pergolakan jiwa dimana mereka tidak dapat menolak proses globalisasi namun hati mereka kosong untuk merasakan ma’rifat agama. Hal ini

1

Fuad Said,Hakikat Tarikat Naqsyabandiah(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), 9. 2

(12)

3

sesuai jika proses terciptanya tarekat berdasarkan latar belakang tersebut dengan pengertian tarekat sendiri adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawuf.3

Menurut beberapa sejarawan, Islam yang masuk ke wilayah Nusantara adalah Islam yang bercorak sufisme. Corak keberagaman sufi dengan latar belakang aliran tarekat pun turut mewarnai proses islamisasi nusantara. Bahkan menurut sejarawan Barat, Islam yang bersifat sufisme itulah yang mampu menarik para penduduk pribumi untuk memeluk Islam dan menggeser agama sebelumnya yakni Hindu dan Budha. Hal ini menjelaskan bahwa Islam Sufisme dianggap lebih sama dengan Hindu –

Budha yang lebih banyak memiliki sifat abstrak dan mistis.

Dari penjelasan tersebut jika dapat ditelusuri kembali maka didapati proses islamisasi Indonesia bukan dilakukan oleh para

Mutakallimin yang ahli teologi ataupun para Fuqaha yang ahli dalam

syariat Islam melainkan dilakukan oleh syekh-syekh yang berlatar belakang oleh tarekat dan guru-guru suluk.4 Fenomena ini memberikan gambaran kepada kita bahwa meskipun tarekat itu sederhana namun mereka berperan dalam masyarakat hingga akhirnya dapat mengubah tatanan sejarah.

Proses islamisasi model tasawuf menjadi semakin menjadi kentara, utamanya pada abad ke-15-18. Pada masa ini, banyak tokoh tasawuf yang

3 Ibid., 6. 4

(13)

4

mendominasi percaturan keilmuan kerajaan-kerajaan Islam di nusantara. Banyak karya yang dihasilkan mereka dan menjadi penasehat-penasehat raja yang hidup di tengah-tengah kota kerajaan. Dengan demikian, Islam pada tahap awal adalah dalam coraknya yang mistis atau tasawuf yang setidaknya sampai abad ke-17 telah memberikan kontribusi besar dalam proses islamisasi di Indonesia.5

Aliran tarekat yang masuk ke Indonesia menjelang akhir abad kedelapan belas diketahui melalui para jamaah haji yang pulang dari tanah air, dan para santri yang telah menyelesaikan belajarnya diHaramaynlalu pulang untuk mengamalkan ilmunya. Sejak saat itu berbagai tarekat telah tersebar luas dan di setiap daerah memiliki kekhasan dan tradisi tarekatnya sendiri.

Beberapa tarekat yang masuk dan berkembang di antaranya adalah tarekat Qadiriyah, Syattariyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Samaniyah, dan ‘Alawiyah. Terdapat pula tarekat yang lebih dikenal dengan Haddaadiyah dan sejenisnya, yang muncul berkat dari kreativitas umat Islam Indonesia terutama para habib keturunan Arab. Hingga kemudian Tarekat Tijaniyah mulai masuk pada awal abad kedua puluh yang dibawa oleh para jemaah haji Indonesia. Terdapat juga tarekat asli buatan Indonesia yakni Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan

5

(14)

5

pada tahun 1850-an oleh Akhmad Khatib Sambasi yang berasal dari Kalimantan.6

Dari beberapa tarekat yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat salah satu tarekat yang keberadaannya masih ada bahkan semakin berkembang dengan memiliki pengikut terbanyak di Indonesia, yaitu Tarekat Naqsyabandiyah. Bahkan dalam buku Hakikat Tarikat

Naqsyabandiyah karya dari Fuad Said disebutkan bahwa pengikut

terbanyak tarekat ini berada di Sumatera Utara, Riau, Jawa, Madura, Malaysia, dan Thailand.7 Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi (717-791 H) yang lahir di Qashrul Arifah. Dinamakan “Naqsyabandiah”,karena Syekh Baha’uddin pendiri tarekat ini senantiasa berdzikir mengingat Allah

berkepanjangan, sehingga lafaz “Allah” itu terukir melekat ketat dalam

kalbunya.8

Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Di Asia Tengah, bukan hanya di kota-kota penting, melainkan di kampung-kampung kecil tarekat ini mempunyai zawiyah (padepokan sufi) dan rumah peristirahatan Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya aktifitas keagamaan yang semarak.9 Hingga saat itu tarekat ini terus meluas ke berbagai wilayah dunia dengan anggota bukan hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tengah,

6

Ajid Thohir,Gerakan Politik Kaum Tarekat( Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 28. 7

Said,Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, 21. 8

Ibid., 7. 9

(15)

6

beberapa Negara Timur Tengah seperti Libanon dan Syria, sebagian Afrika Utara dan Afrika Barat, bahkan Eropa, Amerika Utara, Cina belahan timur.

Sedangkan di Indonesia, pelopor tarekat Naqsyabandiyah yaitu Syaikh Yusuf Al-Makasari. Seperti disebutkan dalam bukunya “Safinah an-Najah”, ia menerima ijazah dari Muhammad Abd al-Baqi di Yaman

kemudian mempelajari tarekat ketika di Madinah di bawah asuhan Syekh Ibrahim al-Kurani.10 Ia disebut sebagai orang pertama yang menulis tentang Tarekat Naqsyabandiyah ini sehingga kemudian ia dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di Indonesia. Namun perlu diketahui Syaikh Yusuf tidaklah murni hanya mengikuti Tarekat Naqsyabandiyah saja meskipun ia dinobatkan sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah ini. Diketahui ia juga berbai’at ke berbagai macam tarekat lain seperti Khalwatiyah,

Syattariyah, Ba’alawiyah dan Qadiriyyah. Di lain tempat, Kepulauan Riau tarekat ini disebarkan oleh Muhammad Yusuf yang merupakan Yang Dipertuan Agung di Kepulauan Riau. Ia mendapat bai’at dari seorang syeikh bernama Muhammad Shalil Al-Zawawi.

Di Pontianak terdapat cabang dari Tarekat Naqsyabandiyah yang sudah cukup dikenal masyarakat setempat, yakni Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah. Adapun orang yang memperkenalkannya yaitu Utsman al-Puntiani. Namun menurut Sri Mulyati dalam bukunya yang

10

(16)

7

berjudul “Mengenal & Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di

Indonesia” bukanlah Utsman al-Puntiani yang mengajarkan tarekat tersebut melainkan temannya yang bernama Ismail Jabal. Pada tahun 1919, ia kembali ke Kalimantan setelah hampir lima puluh tahun belajar di Makkah dan menetap di Pontianak sebagai seorang khalifah Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Kalimantan Barat.11

Kepopuleran Tarekat Naqsyabandiyah di Pontianak ini disebabkan oleh hubungan khusus para Sultan dengan keluarga Zamawi yang merupakan guru dari Ismail Jabal. Hal ini tidaklah mengherankan, dikarenakan salah satu ciri daripada Tarekat Naqsyabandiyah adalah mereka tidak mengasingkan diri dalam menghadapi pemerintah yang sedang berkuasa melainkan justru melancarkan konfrontasi kekuatan politik agar dapat mengarahkan dan mengubah pandangan mereka tentang duniawi.

Namun Ismail Jabal bukanlah satu-satunya khalifah dalam kepemimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah, masih ada tiga khalifah yang juga diangkat sebagai khalifah oleh Muhammad Murad al-Qazani. Namun sayangnya, dalam kepopulerannya tidak seorang pun dari mereka yang mengangkat khalifah penerus sehingga dalam kurun waktu tarekat ini mulai menghilang seiring runtuhnya kesultanan Pontianak.

11

(17)

8

Namun, sebelum kemerdekaan Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah kembali bertahan berkat beberapa kelompok kyai dari Madura yang juga merupakan cabang dari Mazhariyah juga. Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah Madura ini mendiami pesisir Barat Kalimantan, dimana mereka terus aktif untuk membangkitkan kembali Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Kalimantan yang hampir hilang dengan mencari pengikut tarekat tersebut pada pertengahan tahun 1950-an. Diperkirakan terdapat puluhan ribu pengikut tarekat dengan nama Mazhariyah ini, melihat banyaknya masjid yang berjumlah kurang lebih 300 yang memiliki hubungan dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah.12

Tarekat ini dinisbatkan kepada seorang yang bernama Syekh Muhammad Mudzar Al-Ahmadi yang berasal dari Madinah. Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ini muncul dari khalifah ‘Abdallah Dihlawi yang lain, Abu Said Al-Ahmadi, seorang keturunan Sirhindi yang merupakan tokoh paling masyur dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Dalam perjalanannya di Indonesia tarekat ini berkembang di daerah Riau, Pontianak, serta di Madura.

Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura ini sudah ada sejak akhir abad kesembilan belas, dimana tarekat yang ada di Madura ini berbeda dan tidak mempunyai keterkaitan dengan tarekat lain di Jawa maupun tempat lain. Hubungan antara kedua cabang tarekat

12

(18)

9

tersebut berjalan baik sejak kebangkitan kembali Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Pontianak yang dibantu oleh cabang tarekat dari Madura, bahkan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura berhasil menambah pengikut baru setelah syeikh-syeikh mereka aktif mengunjungi Kalimantan Barat.

Berdasarkan hal tersebut maka Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah berperan dalam mempertahankan tarekat yang ada di Pontianak, Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura sudah menunjukkan eksistensinya di Madura sendiri, sehingga dapat membantu dan mempertahankan cabang yang lain di tengah mengalami masalah, bahkan lebih dari itu mereka dapat menambah pengikut baru. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat tema Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura sebagai objek kajian penelitian, terlebih lagi belum ada yang membahas mengenai tarekat ini, khususnya di daerah Omben, Madura.

(19)

10

lain dengan cabang Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.13

Berdasarkan latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk menjadikan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah sebagai bahan kajian penelitian dengan judul “Sejarah Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Madura Tahun 1964–2015M”.

B. Rumusan Masalah

Setelah menjelaskan judul dan latar belakang sebelumnya, maka untuk memperoleh sasaran yang tepat dalam penelitian ini maka perlu dibuat suatu rumusan masalah.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura?

2. Bagaimana perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura?

C. Tujuan Penelitian

Dengan adanya rumusan masalah yang telah dibuat di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

13

(20)

11

1. Untuk mengetahui sejarah awal berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

2. Untuk mengetahui perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang dapat dihasilkan dari penulisan ini ialah:

1. Untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora dalam program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Memberi informasi ilmiah mengenai Sejarah Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

3. Sebagai tambahan literatur dan bahan pustaka di perpustakaan bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dan Indonesia pada umumnya.

(21)

12

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian historis, oleh karena itu pendekatannya menggunakan pendekatan historis. Pendekatan historis adalah memandang suatu peristiwa masa lampau secara diakronis, memanjang dalam waktu tetapi dalam ruang yang sempit.14 Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mentesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.15

Begitupun dengan penelitian ini yang berusaha membuat dan mengungkapkan rekonstruksi dari kejadian masa lampau dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah dan data dengan cara memaparkan sejarah terbentuknya, hingga sampai pada perkembangan saat ini dari Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Madura.

Sedangkan kerangka teoritik yang digunakan yakni Teori Perkembangan atau Development dari James W. Fowler. Lebih lengkapnya Fowler menyebutnya dengan Faith Development Theory, yaitu usaha psikologi ilmiah untuk menguraikan dan menganalisis seluruh dinamika proses perkembangan tahap-tahap kepercayaan secara empiris dan teoritis. Dengan penekanan pada aspek “perkembangan”, maka penggunaan istilah “proses” pada setiap bidang menjadi metafor paling mendasar, yang meresapi semua proses cara kita menangani dan

14

Kuntowijoyo,Pengantar Ilmu Sejarah(Jogjakarta: Yayasan Bintang Jaya, 1995), 89 15

(22)

13

menafsirkan masing-masing pengalaman dalam kepercayaan. Proses tersebut terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan, yaitu “proses”, “dinamika”, “perkembangan”, “pertumbuhan”, “kemajuan”, dan sebagainya.16

Menurut Fowler, semua istilah “proses” yang akhirnya berfokus pada metafor “perkembangan” itu sangat sesuai pula untuk memahami hidup kepercayaan kita, maka kita memusatkan perhatian pada dinamika proses pembentukan, perubahan dan kemajuan dalam hidup kepercayaan orang.17 Dari teori tersebut, diharapkan penulis dapat mengetahui proses pembentukan dan perkembangan bahkan kemajuan dari Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura sebagai bentuk dari kepercayaan masyarakat Madura khususnya di daerah Omben.

F. Penelitian Terdahulu

Sebelumnya telah banyak penelitian yang mengangkat tema tarekat, namun terdapat beberapa penelitian dan buku yang penulis ketahui terkait dengan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah serta tema yang sama, yaitu:

1. Muhammad Sholeh Hoddin, FO 540682, Program Studi Ilmu Ke-Islaman Konsentrasi Pemikiran Islam, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009, “Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim: Studi Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah di

16

A. Supratiknya,Teori Perkembangan Kepercayaan(Yogyakarta: Kanisisus, 1995), 24. 17

(23)

14

Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura Jawa Timur”. Penelitian ini berupa thesis yang dilakukan untuk

mengetahui tiga permasalahan pokok, yaitu bagaimana konsep taubat dalam Tarekat Muzhariyah, adakah implikasi taubat terhadap pembentukan kepribadian muslim, dan seberapa besar implikasi taubat terhadap pembentukan kepribadian muslim, dan dari penelitian tersebut didapat bahwa taubat menurut Tarekat Muzhariyah mempunyai kontribusi terhadap pembentukan kepribadian muslim dan merupakan awal dari segala maqam serta merupakan tingkatan pertama bagi seorang penganut untuk kembali dari sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji dengan mengamalkan beberapa ritual. 2. Jurnal dari Alzani Zulmi M dan M. Ali Haidar, yang merupakan

Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah dengan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Surabaya, tahun 2013, “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan Tahun 1834 – 1925 M”.

(24)

15

diikuti oleh sebagian muridnya, sehingga secara tidak langsung Syaikhona Kholil ikut berperan dalam perkembangan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah yang diduga dianutnya dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas ketika di Mekkah.

3. Firdausi, F0411 113, Jurusan Studi Ilmu Keislaman Fakultas, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012, “Peran Tarekat Tijaniyah Dalam Pendidikan Non Formal Di Prenduan Sumenep Madura”. Thesis ini mengungkapkan tentang peran Tarekat Tijaniyah di Prenduan terhadap pendidikan non formal yang mereka berikan kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, penelitian ini juga mengungkapkan beberapa tokoh-tokoh Tarekat Tijaniyah di Prenduan.

(25)

16

5. Sri Mulyati, “Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia”, Penerbit Kencana, Jakarta (Buku, 2004). Dalam buku ini menjelaskan sedikit mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah baik yang ada di Pontianak, Kalimantan Barat maupun yang di Madura. Dalam buku ini membahas mengenai peran Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Madura yang membantu Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Pontinak. Namun pembahas mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura sendiri sangatlah sedikit, yakni hanya dua paragraf saja.

Dari penjelasan di atas baik dari penelitian ilmiah ataupun buku, dapat disimpulkan belum ada yang membahas secara khusus mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Madura di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura ini, maka penulis tertarik untuk menulis penelitian ini secara khusus tentang sejarah dan perkembangannya.

G. Metode Penelitian

(26)

17

dipercaya serta melakukan sintesis terhadap data, agar menjadi cerita sejarah yang dapat dipercaya.18

1. Pengumpulan Data (Heuristik)

Tahap ini merupakan bagian terpenting dalam penulisan sejarah, karena penulisan sejarah tanpa memperoleh sejumlah sumber yang pokok menjadi kurang nilai keilmiahannya atau bahkan menjadi lemah dan tidak berarti sama sekali meskipun ia telah mencurahkan segala daya upayanya.19 Dalam tahap ini peneliti berusaha mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan objek penelitian ini, yaitu Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah. Dalam usaha untuk mengumpulkan sumber tersebut peneliti menemukan sumber-sumber yang terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Primer

1). Wawancara dengan pemimpin (mursyid) dan tokoh Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura

2). Silsilah Nasab Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah dari mursyid di Madura

3). Karya tulis dari Kyai Abdul Wahid Khudzaifah yang merupakan mursyid sebelumnya, yaitu Kitab Attasfiyyah wat Takhliyyah fii Kaifiyyatin Naqsyabandiyyah

18

Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1985), 32. 19

(27)

18

4). Karya tulis dari Kyai Abdul Wahid Khudzaifah yaitu Kitab Sholawat At-Tawasulliyyah

5). Surat Keputusan Menkumham Nomor: AHU-0003924.AH.01.07 tanggal 5 September 2015

6). Susunan Pengurus Organisasi SITQON di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura

7). Kitab Manaqib Alghautsul akbar wa manbaul fuyudhot wal

anwar karya Maulana Sayyidina Muhammad bin Muhammad

Baha’uddin Syaikh Naqsyabandiyah, yang merupakan kitab

umum pedoman dasar Tarekat Naqsyabandiyah.

8). Dokumen atau surat-surat tentang acara kegiatan tarekat

9). Dokumentasi berupa foto-foto kegiatan rutinitas tarekat, bangunan, tempat acara, dll.

b. Sumber Sekunder, berupa:

1). Web Resmi Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Gersempal Omben: www.naqsyabandiyah-gersempal.org

2). Buku-buku serta hasil penelitian yang dipakai untuk membantu memperlengkap informasi, seperti:

a. Martin Van Bruinessen, “Tarekat Naqsyabandiyah Di

Indonesia”, Penerbit Mizan, Bandung (1992).

b. Sri Mulyati, “Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat

(28)

19

c. Muhammad Sholeh Hoddin, “Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim: Studi Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura Jawa Timur”, Thesis IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009.

2. Kritik Sumber (Verifikasi)

Setelah mengumpulkan sumber-sumber, maka hal selanjutnya yang dilakukan ialah melakukan kritik terhadap sumber yang telah didapat tersebut. Kritik tersebut dilakukan untuk menentukan bahwa sumber tersebut otentik dan berhubungan dengan permasalahan dalam suatu penelitian. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara, yakni kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal membahas mengenai kandungan dari sumber-sumber yang sesuai dengan permasalahan yang nantinya sangat diperlukan dalam tahap akhir metode penelitian yaitu penulisan. Sedangkan kritik eksternal merupakan kritik terhadap bentuk atau fisik dari sumber-sumber sejarah yang didapat, seperti contohnya tinta, kertas, gaya bahasa serta tulisan dan sebagainya.

(29)

20

untuk penulis telah melakukan penelitian salah satunya dengan berfoto, namun sumber informan tidak bersedia untuk berfoto bersama. 3. Penafsiran (Interpretasi)

Penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali disebut sebagai analisa sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.20 Dalam hal ini penulis berusaha menafsirkan sumber-sumber yang didapat agar memperoleh gambaran mengenai sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah yang diteliti.

4. Penulisan (Historiografi)

Tahap terakhir dalam penelitian sejarah yakni penulisan hasil penelitian. Hasil penelitan dapat ditulis setelah melewati tahap-tahap sebelumnya dan penulisannya ditulis secara kronologis deskriptif dengan menggunakan sistematika yang berlaku agar menjadi karya ilmiah yang mudah dimengerti. Penelitian ini ditulis dalam bentuk skripsi, dengan begitu diharapkan dapat menggambarkan dengan jelas proses penelitian dari awal hingga akhir mengenai sejarah perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

20

(30)

21

H. Sistematika Bahasan

Sistematika penulisan dari hasil penelitian ini dijabarkan dalam lima bab, dimana setiap bab akan terdiri dari beberapa sub bab, termasuk didalamnya terdapat kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang terdapat dalam bab penutup. Secara ringkas sistematika bahasan akan penulis uraikan sebagai berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika bahasan.

BAB II Gambaran umum obyek penelitian yang berupa letak geografis, kondisi sosial ekonomi, kondisi sosial, serta kondisi keagamaan Desa Gersempal Kecamatan Omben di Madura sebagai lokasi penelitian.

BAB III Berisi tentang Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Madura yang meliputi Sejarah awal berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura, serta ajaran dan amalan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah di Madura.

(31)

22

pertambahan jumlah jama’ah, perkembangan ajaran tarekat dan juga

kegiatan yang dilaksanakan.

(32)

23

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis

Pulau Madura secara geografis memiliki luas lebih kurang 5.304 Km, dengan panjang 190 Km dan lebar 40 Km. Pulau Madura termasuk daratan rendah tanpa pegunungan dan memiliki struktur tanah yang kurang produktif, berupa hampir 70% tanah mediteranian yang berwarna merah kuning dan 15% tanah alluvial.21 Terdapat empat kabupaten di Pulau Madura, diantaranya yaitu Bangkalan, merupakan daerah yang paling dekat dengan Surabaya, di sebelah timur Kabupaten Sampang, kemudian Kabupaten Pamekasan dan yang paling ujung adalah Kabupaten Sumenep.

Sedangkan Kecamatan Omben merupakan sebuah nama yang berada di 13 Km dari kota Sampang. Di daerah ini mayoritas masyarakatnya merupakan petani karena merupakan salah satu daerah sentra pertanian kabupaten. Kecamatan Omben memiliki luas wilayah 11.627,10 hektar dan berada pada ketinggian kurang dari 75 meter dari permukaan laut, dan memiliki luas sawah kurang lebih 2701,50 hektar.22

Secara pemerintahan Kecamatan Omben memiliki 20 desa, yaitu Kebun Sareh, Karang Nangger, Napolaok, Astapah, Gersempal, Meteng, Madulang, Kamondung, Tambak, Temoran, Omben, Sogiyan, Napo Daya,

21

Anton Soejono, “Madura, Geografi Dan Keadaan Alamnya”, dalam

http://sejukk.blogspot.in/search/label/Bromo%20Overnight%20Tour%202%Hari%2F1%20Malam (25 April 2013)

22

(33)

24

Jrangoan, Angsokah, Rapalaok, Rongdalem, Pandan, Rapa Daya, dan Karang Gayam.23

Desa Gersempal merupakan salah satu desa yang berada di Dusun Madupat Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura. Desa Gersempal memiliki ketinggan 61 meter dari permukaan laut sehingga digolongkan menjadi wilayah bukan pantai dataran rendah. Desa Omben memiliki wilayah seluas 6,44 Km2 dengan presentase 5,53%. Desa Gersempal memiliki pembagian tanah sawah seluas 376,00 dan tanah kering seluas 268,00.24Jarak Desa Gersempal ke Kecamatan Omben 5 Km. Desa Gersempal memiliki curah hujan 273,00 mm dengan jumlah 6 bulan hujan. Suhu rata-rata harian yakni 24,00 oC dan tinggi tempat dari permukaan laut 51,00 mdl.25

Secara geografis batas-batas desa Gersempal yaitu26: a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Omben b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Astapah

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Sogian d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Meteng

Rincian luas wilayah Desa Gersempal27:

a. Luas pemukiman : 63,50 Ha

b. Luas Persawahan : 346,50 Ha c. Luas Perkebunan : 0,00 Ha

23 Ibid., 9. 24

Ibid., 4-5. 25

Profil Desa dan Kelurahan tahun 2014 26

Ibid., 27

(34)

25

d. Luas Kuburan : 3,00 Ha

e. Luas Pekarangan : 36,50 Ha

f. Luas Taman : 0,00 Ha

g. Luas Perkantoran Kelurahan : 6,80 Ha h. Luas prasarana umum lainnya : 21,30 Ha

[image:34.595.132.517.95.550.2]

Jarak dari Desa Gersempal ke Kecamatan Omben adalah sekitar 5 Km dan memakan waktu tempuh sekitar 20 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak menuju ke kabupaten atau kota adalah 8 Km dan dapat menempuh kendaraan bermotor dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Jarak dari Desa Gersempal menuju ibu kota provinsi adalah 110 Km dan memakan waktu tempuh sekitar 2 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Jika kita ingin menuju Desa Gersempal yang berada di Kabupaten Sampang, maka dari Bangkalan menuju Sampang berjarak kira-kira lebih kurang 90 Km. Jika sudah masuk Desa Sogiyan kurang lebih 2 Km, maka terdapat sebuah gapura yang menunjukkan lokasi Pondok Pesantren Darul Ulum II Alwahidiyah yang berada di Desa Gersempal. Dari gapura masuk sekitar 200 meter ke dalam wilayah Pondok Pesantren Darul Ulum II Alwahidiyah.

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Desa Gersempal Dari Aspek Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-Laki 2.079 Jiwa

2. Perempuan 1931 Jiwa

Total 4.010 Jiwa

(35)

26

Secara pemerintahan Desa Gersempal memiliki 5 dusun, yaitu Sargending, Onongan, Dauh, Madupat, dan Tengket.28 Menurut data statistik Kabupaten Sampang akhir tahun 2014, Desa Gersempal memiliki jumlah penduduk 4.010 jiwa, penduduk laki-laki sebanyak 2.079 jiwa dan perempuan sebanyak 1931 jiwa dengan jumlah 1.084 kepala keluarga dan menempati kepadatan penduduk 622,67 perkilometer.29

B. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Gersempal

[image:35.595.139.511.279.552.2]

Dapat digambarkan pencaharian pokok masyarakat Gersempal sebagai berikut30:

Tabel 2.2

Keadaan Penduduk Desa Gersempal Dari Aspek Mata Pencaharian Pertanian

No. Rumah Tangga Pertanian Jumlah 1. Tanaman Pangan 791 Keluarga

2. Perkebunan 477 Keluarga

3. Kehutanan 166 Keluarga

4. Peternakan 366 Keluarga

5. Perikanan

-Sumber:Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015.

Secara umum dapat digambarkan dimana 70% lebih masyarakatnya adalah seorang petani, sisanya merupakan pedagang dan pekerja lainnya. Dimana kebanyakan warganya merupakan petani tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan yang terakhir ialah kehutanan. Adapun pekerjaan non pertanian Desa Gersempal meliputi perdagangan, angkutan, industri, pertukangan dan jasa lainnya.

28

Imron,Wawancara, Omben, 5 Mei 2016. 29

Kecamatan Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015, 19. 30

(36)

[image:36.595.140.511.163.558.2]

27

Tabel 2.3

Keadaan Penduduk Desa Gersempal Dari Aspek Mata PencaharianNon Pertanian

No. Rumah Tangga Non Pertanian Jumlah

1. Perdagangan 42 Keluarga

2. Angkutan 5 Keluarga

3. Industri 13 Keluarga

4. Penggalian

-5. Pertukangan 8 Keluarga

6. Jasa 31 Keluarga

Sumber:Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015.

Desa Gersempal masih tergolong pedalaman dan alami dimana rumah penduduknya kebanyakan gedek, papan, setengah tembok, dan hanya sebagian kecil saja yang sudah bertembok. Sedangkan untuk memasak banyak penduduk yang masih memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakarnya, dimana dari 759 rumah tangga terdapat 521 rumah tangga yang mengunakan kayu bakar, sisanya gas/listrik digunakan oleh rumah tangga sebanyak 225 dan 13 rumah tangga menggunakan yang bahan yang lainnya. Sumber air minumnya masyarakatyang memanfaatkan sumur sebanyak 557 rumah tangga, mata air 242 rumah tangga, dan sisanya hanya PDAM secanyak 7 rumah tangga. Mengenai penerangan sebanyak 647 rumah tangga menggunakan penerangan PLN.31

C. Kondisi Sosial Desa Gersempal

Suanasa perkampungan Desa Gersempal begitu erat oleh karena itu rasa sosial masyarakat Desa Gersempal masih sangat tinggi, karena pada dasarnya kekerabatan antar orang Madura sangat erat. Di Desa Gersempal

31

(37)

28

terdapat pengajian dusun setiap hari jum’at secara bergiliran, hal ini juga menjadikan rasa kekerabatan antar desa erat dan rasa gotong royong masih sangat dijaga. Begitupun ketika ada musibah atau sakit yang dialami oleh salah satu kerabat maka mereka secara berbondong-bondong mereka menjenguk dan membantunya.32

Lokasi Pondok Pesantren Darul Ulum yang berada di tengah-tengah masyarakat menjadikan masyarakat saling terkait dengan keberadaan pondok pesantren tersebut dan termasuk juga menjadi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah sehingga menjadikan mereka kerabat dekat secara tidak langsung. Hal ini terlihat ketika penulis berkunjung menemuiklebunDesa Gersempal (istilah kepala desa bagi orang Madura), dimana pada saat itu Pondok Pesantren Darul Ulum yang menjadi pusat Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah akan mengadakan haul, sehingga tampak beberapa warga desa saling membantu mempersiapkan acara pondok pesantren tersebut. Begitupun tamu yang datang akan mengikuti acara tersebut disambut dengan baik.

Dalam bidang pendidikan terdapat lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, maupun pondok pesantren. Lebih banyak pendidikan non formal daripada pendidikan formal, hal ini juga terjadi di hampir semua wilayah

32

(38)

29

desa Kecamatan Omben. Berikut ini adalah tabel mengenai sosial pendidikan Desa Gersempal berdasarkan data statistik tahun 201533:

Tabel 2.4

Keadaan Penduduk Desa Gersempal Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkatan Jumlah

1. TK Sederajat 69 murid

2. SD Sederajat 359 murid

3. SMP Sederajat 513 murid

4. SMA Sederajat 523 murid

5. Perguruan Tinggi

-Sumber:Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015.

D. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Gersempal

[image:38.595.134.509.207.652.2]

Masyarakat Desa Gersempal merupakan pemeluk agama Islam sunni secara turun-temurun dan seluruh penduduknya beragama Islam, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel yang menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut, sebagai berikut:

Tabel 2.5

Keadaan Penduduk Desa Gersempal Berdasarkan Agama Yang Dianut

No. Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Islam 2.079 1.931 4.010

2. Kristen - -

-3. Katolik - -

-4. Hindu - -

-5. Budha - -

-Total 2.079 1.931 4.010

Sumber:Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015.

Mayoritas masyarakat Desa Gersempal merupakan masyarakat yang agamis hal ini terlihat dari tempat peribadatan sebagai berikut:

33

(39)

[image:39.595.140.514.161.552.2]

30

Tabel 2.6

Keadaan Penduduk Desa Gersempal Berdasarkan Tempat Peribadatan

No. Jenis Peribadatan Jumlah

1. Masjid 4

2. Mushollah 4

3. Gereja

-4. Pura

-5. Vihara

-Total 8

Sumber:Omben Dalam AngkaBPS Kabupaten Sampang 2015.

Secara umum masyarakat Madura terkenal sangat agamis dan taat dalam beragama Islam, hal ini dikarenakan karena Madura menjadi salah satu wilayah di tanah Jawa yang memiliki banyak pondok pesantren dan memproduksi kyai-kyai terkenal, bahkan kyai kenamaan Syaikhona Kholil Bangkalan masih dihormati hingga saat ini. Kehidupan pesantren yang mengakar inilah yang menjadi sumber kehidupan religi masyarakat Madura. Selain itu, Adat masyarakat Madura juga sangat menghormati kyai-kyai khususnya para kyai yang berasal dari madura sendiri, bagi mereka kyai lebih tinggi kedudukannya daripada bangsawan ataupun yang lainnya. Hal ini dikarenakan sikap agamis mereka yang begitu menghormati para ulama atau kyai.

Desa Gersempal juga memiliki tokoh agama, ulama, dan mursyid dari Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah yaitu Syekh Abdul Wahid Khudzaifah dan Syekh Ahmad Ja’far Abdul Wahid. Oleh karena

(40)

31

tarekat tersebut.34Bahkan Desa Gersempal menjadi wilayah pusat perkembangan Tarekat Naqsyabnadiyah Muzhariyah diantara cabang yang lainnya.

Kehidupan keagamaan orang Madura begitu kuat mengakar dalam kehidupan mereka yang juga ditunjukkan dengan perilaku kehidupan sehari-hari. Simbol keagamaan dapat digambarkan bahwa orang Madura berjiwa Islam, menghina agama adalah sama dengan menyinggung harga diri. Hal itu terlihat secara umum bahwa orang Madura memiliki banyak sekali kegiatan keagamaan untuk merayakan hari-hari besar dalam Islam. Melalui upacara keagamaan maupun setengah keagamaan tersebutlah masyarakat lebih terarah kepada kehidupan yang islami. Para kyai atau pemuka agama menjadi tokoh sentral yang memimpin jalannya upacara keagamaan. Secara tidak langsung para kyai tersebut menjadi pemimpin informal kehidupan orang Madura dalam segala hal, tidak hanya keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, politik, maupun masalah yang pribadi seperti masalah keluarga, perjodohan, maupun masalah harga diri.35

Dalam budaya keagamaan orang Madura, kyai mendapatkan peranan istimewa yang begitu dihormati setelah orang tua. Kyai menjadi tokoh sentral dalam kehidupan mereka, mereka akan bahagia ketika apa

34

M. Sholeh Hoddin, “Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim: Studi

Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah Di Desa Gersempal Kecamatan Omben

Kabupaten Sampang Madura Jawa Timur”, (Thesis, IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 61

35

Imam Bonjol Juhari, “Gerakan Sosial Islam Lokal Madura: Studi Gerakan Protes Islam Sunni Terhadap Ideologi Syi’ah di Sampang”, (Disertasi Doktor, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014),

(41)

32

[image:41.595.136.512.277.539.2]

yang akan dilakukan mendapat restu dari kyai setempat. Apalagi jika kyai tersebut juga merupakan seorang pengasuh pondok pesantren. Secara tidak langsung pondok pesantren tersebut menjadi pusat rujukan dari masyarakat sekitar dan lingkungannya. Hal ini pula yang tampak dari kehidupan masryarakat Gersempal yang begitu agamis selain lingkungan mereka yang dekat dengan pondok pesantren dan pengasuh pondok pesantren tersebut juga menjadi mursyid dari sebuah tarekat.

Tabel 2.7 Jumlah Pondok Pesantren Di Desa Gersempal

No. Pondok Pesantren Pengasuh

1. Nahdhatul Tullab KH. Zubaidi Muhammad 2. Darul Ulum KH. Syafi’uddin Abdul Wahid

3. Darul Ulum II

Alwahidiyah

Syekh Ahmad Ja’far Abdul Wahid

Di Desa Gersempal terdapat tiga pondok yang erat kaitannya dengan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah, yaitu Pondok Pesantren Darul Ulum yang didirikan oleh Syekh Abdul Wahid Khudzaifah yang saat ini dipimpin oleh putra kedua beliau dan biasanya disebut sebagai Pondok Pesantren Darul Ulum I. Putri pertama beliau, Nyai Salimah juga mendirikan Pondok Pesantren yang bernama Nahdhatul Tullab, dan putra ketiga beliau yang saat ini menjadi mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah juga mendirikan Pondok Pesantren Darul Ulum II Alwahidiyah.

(42)

33

(43)

BAB III

TAREKAT NAQSYABANDIYAH AHMADIYAH MUZHARIYAH DI MADURA

A. Sekilas Tentang Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Tarekat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayahnya yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke daerah Turki, Suriah, Afghanistan, dan India.36 Bahkan hingga saat ini Tarekat Naqsyabandiyah masih dikenal sebagai tarekat yang mampu mempertahankan eksistensinya dan terus berkembang di hampir seluruh dunia dengan seluruh cabangnya.

Perkembangan pesat Tarekat Naqsyabandiyah ini dapat diamati dengan banyaknya nama-nama cabang lain yang bermunculan dengan pengakuannya sebagai bagian dari Tarekat Naqsyabandiyah. Secara umum, penamaan cabang lain dari Tarekat Naqsyabandiyah ini dinisbatkan kepada seorang khalifah. Tarekat Naqsyabandiyah sendiri mulai masyhur pada zaman Syekh Baha’uddin Naqsyabandi, dimana sebenarnya tarekat ini berasal dari jalur Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq r.a dan pada waktu itu dinamakan sebagai Shiddiqqiyah dan amalan khususnya adalah amalan “DzikirKhafi”. Penamaan tersebut berlangsung

hingga sampai zaman Syekh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami.

Menurut Syekh Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul

✂6

(44)

35

Qulub bahwa nama Tarekat Naqsyabandiyah ini berbeda-beda setiap

zamannya.37

Begitu pun dengan penyebutan cabang yang lain lebih kepada penisbatan kepada seseorang khalifah yang dianggap berpengaruh dan salih. Tarekat Naqsyabandiyah Mujadiddiyah misalnya, cabang ini mulai dikenali pada zaman ketika seorang yang bernama Mujaddid Al-Tsani mulai memperkenalkan ilmu tentang Lataif Fauqaniyah dan daerah

muraqabah. Selain itu, Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyyah pun mulai

dikenal berkat kembalinya seorang syekh setelah berbai’at kepada Syekh

Abdullah Ghulam Al Dahlawi, seorang syekh tersebut ialah bernama Dhziauddin Muhammad Khalid yang memperkenalkan amalan suluk

berupa khalwat saghirah (perkumpulan kecil) setelah mendapat isyarah

ruhaniah (isyarat kerohanian) dari Nabi Muhamamad Saw untuk

mengambil Tarekat ‘Aliyah Naqsyabandiyah Mujadiddiyah ini dan

membawanya ke negara Timur Tengah. Menyebar di seluruh wilayah Arab khususnya Makkah dan banyak dipelajari oleh jama’ah haji dari nusantara.38

Adapun sesudahnya, para masyaikh yang datang sesudahnya seringkali menambahkan atau menisbatkan nama mereka sendiri atau nama tertentu untuk membedakan antara satu dengan yang lainnya. Begitupun halnya dengan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah

37

“Tarekat Naqsyabandiyah”, dalam

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C37160092 88(23 Mei 2016).

(45)

36

Muzhariyah yang penamaanya dinisbatkan kepada seseorang yang bernama Syekh Maulana Muhammad Mudzar Al Ahmadi yang berasal dari Madinah. Syekh Maulana Muhammad Mudzar Al Ahmadi memiliki pengaruh yang sama seperti pendahulunya. Merupakan seorang yang terpelajar dalam ilmu tasawuf dan agama, dan dikagumi oleh para pelajar dari wilayah lain, seperti Daghistan, India, Afrika, Yaman, Damaskus, Kurdistan, Afghanistan, serta Mesir.39

Syekh Maulana Muhammad Mudzhar Al-Ahmadi wafat pada tahun 1884, dan sebelum meninggal sempat mengangkat sejumlah khalifah dari negara-negara tersebut. Salah satu khalifahnya yang paling berpengaruh di Makkah adalah Syekh Abdul Hamid As Syirwani dan Syekh Muhammad Shalih Al-Zawawi. Berkat perjuangan Syekh Muhammad Shalih Al-Zawawi inilah Tarekat Nasyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah masuk ke Indonesia, disebarkan oleh muridnya yang berasal dari Madura dan Riau serta terus menebarkan pengaruhnya di seluruh wilayah Indonesia dan banyak mendapat pengikut dari berbagai kalangan kelas masyarakat hingga saat ini.

B. Sejarah Awal Berdirinya Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah di Madura

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat yang tersohor di dunia, dan salah satu cabang dari tarekat ini ialah Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah. Tarekat ini dinisbatkan kepada

39

Muhammad Karim dan Hana Sahira Claudiana, “Asal Usul Tarekat Naqsyabandiyah

(46)

37

seorang yang bernama Syekh Muhammad Mudzar Al-Ahmadi yang berasal dari Madinah. Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ini muncul dari khalifah ‘Abdallah Dihlawi yang lain, Abu Said Al-Ahmadi, seorang keturunan Sirhindi yang merupakan tokoh paling masyhur dalam Tarekat Naqsyabandiyah.40

Dalam perjalanannya di Indonesia tarekat ini berkembang di wilayah yang saling berjauhan yakni Pulau Madura dan Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat daerah Pontianak, serta Riau yang berada di Pulau Sumatera tengah. Hal ini disebabkan karena tokoh Naqsyabandiyah yang mempunyai murid-murid dari Indonesia yang pada akhirnya menjadi penerus keberlangsungan tarekat tersebut di wilayah tersebut.

Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ada di Madura sejak akhir abad kesembilan belas dimana para pengikutnya tidak mempunyai hubungan langsung dengan tarekat yang ada di Jawa, karena tarekat yang ada di Madura ini mengikuti cabang lain. Pertama kali dibawa oleh kiai asli asal Madura yakni Syekh Abdul Adzim dari Bangkalan (w. 1335/1916), seseorang yang telah lama bermukim di Mekkah dan telah menjadi khalifah dari Muhammad Shalih Al-Zawawi Al-Maqdi dan mengajarkan tarekat kepada banyak sekali orang-orang Madura yang sedang menunaikan ibadah haji dan tinggal sebentar di kota suci Makkah dan Madinah.41

40

Martin, Tarekat Naqsyabandiyah, 69. 41

(47)

38

Syekh Abdul Adzim ini mendapat ijazah dari Syekh Muhammad Shaleh Zawawi yang ternyata juga memiliki murid seorang Yang Dipertuan Muda dari Riau dan ia telah dibai’at masuk ke dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Bahkan Martin Van Bruinessen menyebutkan dalam bukunya bahwa keluarga Zawawi juga memiliki hubungan erat dengan keluarga kesultanan Pontianak dan Riau, sehingga selain di Madura Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah juga berkembang di Kalimantan Barat. Namun bukan berarti pengaruh dan perkembangan tarekat tersebut menjadi pesat di Kalimantan Barat, justru di tanah Madura pengaruh tarekat tersebut membekas bahkan berkembang pesat hingga saat ini, sehingga dapat disebut sebagai tarekat yang paling berpengaruh di Madura bahkan di luar Pulau Madura sendiri.

(48)

39

yang memiliki perkembangan pesat dan dikenal masyarakat karena giat dakwahnya untuk mensyiarkan Islam dan membudayakan tarekat.

Dari garis Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ini, Syekh Abdul Adzim memiliki tiga orang murid yaitu Syekh Muhammad Sholeh dari Toket Pamekasan, Syekh Zainal Abidin dari Kwanyar Bangkalan, dan Syekh Hasan Basuni dari Pakong Galis Bangkalan. Masing-masing dari mereka memiliki seorang murid yang bernama Syekh Ahmad Jazuli dari Tengkinah Pamekasan, Syekh Ahmad Syabrowi dari Alfurjani Sampang dan Syekh Ahmad Sirajuddin dari Kaju, Sampang. Kemudian Syekh Ahmad Syabrowi Sampang ini memiliki seorang murid yang bernama Syekh Khudzaifah atau nama lainnya adalah Haji Ma’fud

dari Sumberpapan Pamekasan yang merupakan kakek dari Syekh Ahmad

Ja’far, mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah saat ini. Syekh Khudzaifah memiliki seorang murid yang bernama Syekh Ali Wafa dari Ambunten Sumenep.

(49)

40

adik dari syekh Abdul Wahid Khudzaifah sendiri, Habib Muhsin Al-Hinduwan dari Sumenep, Kyai Muhammad Shalih Baidowi atau lebih dikenal dengan Lathifi Baidowi dari Gondanglegi Malang Selatan, KH. Mudzar, Nyai Thobibah, dan Nyai Sarifah Fatimah.42

Kyai Sya’duddin, adik dari Syekh Abdul Wahid Khudzaifah bertempat tinggal di Desa Sumber Ngolbah Kecamatan Palengaan Pamekasan. Wilayah penyebarannya hanya sekitar daerah Pamekasan dan Sumenep saja, dan penyebarannya terhenti setelah meninggal, karena beliau tidak pernah mengangkat khalifah sebagai gantinya dan banyak pengikutnya yang pindah ke Syekh Abdul Wahid Khudzaifah.43

Yang menarik di sini ialah bahwa Syekh Ali Wafa tidak hanya memberikan ijazah kepada murid lelakinya namun ternyata juga memberikan ijazah kepada murid perempuannya untuk diangkat menjadi mursyidah. Salah satu dari murid Syekh Ali Wafa adalah Nyai Thobibah, saudara perempuan Syekh Abdul Wahid Khudzaifah. Dalam pengangkatan Nyai Thobibah sebagai salah satu mursyidah tarekat hanyalah bersifat kondisional, karena pada saat itu kondisijama’ahperempuan yang banyak sehingga memungkinkan diangkatnya seorang mursyidah untuk memimpin parajama’ahperempuan. Selain itu otoritas seorang mursyidah juga terbatas dimana ia tidak bisa menunjuk seorangmursyid atau mursyidah dan khalifah lagi. Jadi hanya sebatas pada memimpin jama’ah 42

Dedi Haryono,Wawancara, Omben, 9 Mei 2016. 43 M. Sholeh Hoddin,

“Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim: Studi Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah Di Desa Gersempal Kecamatan Omben

(50)

41

perempuannya saja. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Dedi Haryono (40 tahun) sebagai berikut:

“Pembai’atan kepada perempuan yang saya tau dari beliau (Syekh

Ahmad Ja’far) kondisional, maksudnya begini ketika jumlah jama’ah

perempuan banyak maka mursyid mengangkat mursyidah karena kebutuhan saja. Ada bedanya dengan mursyid, kalau mursyidah tidak

bisa menunjuk murysid lagi hanya ditunjuk karena jama’ah pada saat itu

banyak, berbasis kebutuhan saja dan tidak bisa mengangkat khalifah

lagi, kata beliau (Syekh Ahmad Ja’far).”44

Hal ini terbukti pada kepemimpinan mursyidah Nyai Thobibah yang bermukim di Desa Sumberpapan Pamekasan dan mempunyai banyak sekali jama’ah perempuan di daerah Sampang, Sumenep, dan Pamekasan sendiri, ketika meninggal banyak pengikutnya yang akhirnya berpindah kepada Syekh Ahmad Ja’far Abdul Wahid Khudzaifah karena semasa

hidupnya, Nyai Thobibah tidak pernah mengangkat seorang khalifah sekalipun.45

Salah satu khalifah Syekh Ali Wafa adalah Syekh Abdul Wahid Khudzaifah yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Sumberpapan Larangan Badung Pamekasan, yang merupakan pondok pesantren putri tertua di Pamekasan bahkan ada yang menyebut juga tertua di Madura. Dari Syekh Abdul Wahid di Gersempal inilah Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyahmenjadi tarekat yang berkembang pesat di Desa Gersempal, sehingga secara tidak langsung wilayah Desa Gersempal menjadi pusat Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah.

44

Dedi Haryono,Wawancara, Omben, 9 Mei 2016. 45

M. Sholeh Hoddin, “Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim: Studi

Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah Di Desa Gersempal Kecamatan Omben

(51)

42

Penempatan daerah Gersempal ini pada awalnya merupakan permintaan dari KH. Muhammad Zaini dari Prajen yang merupakan pengasuh di pondok pesantren Prajjan daerah Camplong Sampang dan guru beliau Syekh Ahmad Sirajuddinyang dari Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan menghadiri undangan Haji Ikam yang merupakan salah seorang masyarakat di Desa Gersempal. Di sela-sela acara Haji Ikam menyampaikan keinginannya kepada Syekh Ahmad Sirajuddin agar di Desa Gersempal didatangkan seorang kyai dengan tujuan dapat merintis berdirinya sebuah pesantren, karena pada saat itu Desa Gersempal merupakan salah satu daerah yang tertinggal, selain faktor tingkat pendidikan masyarakatnya yang masih rendah dan juga kebiasaan yang kurang baik. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan informan kepada penulis, sebagai berikut:

“Sebetulnya bukan hanya Syekh Ahmad Sirajuddin saja, sebetulnya yang berjasa juga Kyai Muhammad Zaini Prajen, jadi dua ulama ini yang hadir dalam pindahnya orang tua saya kesini. Kyai Sirad menghadiri undangan Haji Ikam terus habis itu waktu itu ada Kyai Muhammad juga, makanya orang-orang sini kan anunya itu Kyai Muhammad, Kyai Muhammad Zaini Prajen itu orang Gersempal jadi waktu itu permintaannya diiyakan Kyai Muhammad. Jadi memang permintaan Haji Ikam diiyakan Kyai Sirad, Haji Sirad menunjuk orang tua saya, kebetulan orang tua saya dengan Kyai Muhammad itu ponakan. Jadi disetujui oleh Kyai Muhammad dalam undangan itu, dalam undangan itu ada berapa kyai itu, banyak itu. Jadi dua kyai itu yang ikut andil sebetulnya dalam berdirinya pondok pesantren termasuk

Gus Sirad dan Kyai Muhammad Zaini.”46

Syekh Ahmad Sirajuddin menyanggupi permintaan dari Haji Ikam, akhirnya dengan pertimbangan yang matang Syekh Ahmad Sirajuddin

46

(52)

43

memilih salah satu murid beliau sendiri, yaitu Syekh Abdul Wahid Khudzaifah yang dikenal alim dan pemberani untuk berdakwah di Desa Gersempal. Syekh Abdul Wahid kemudian berangkat dari Pondok Pesantren Sumberpapan ke Desa Gersempal untuk melaksanakan perintah gurunya, yang pada awalnya hanya ditemani oleh enam orang santri beliau. Enam santri beliau yaitu Mat Hasan, Kyai Bustomi, Bahruddin, Hanafi, Husnun, dan Sam’ud.47

Dengan tekad dan keyakinan yang kuat untuk melaksanakan keinginan guru beliau, Syekh Abdul Wahid bekerja keras untuk berdakwah di Desa Gersempal. Semula lahan yang akan dijadikan pesantren masih berupa hutan yang lebat dan belum banyak dihuni penduduk, sehingga mengharuskan Syekh Abdul Wahid Khudzaifah bekerja keras dengan dibantu santrinya untuk mendirikan pondok pesantren. Hingga terbentuklah sebuah pondok pesantren yang beliau beri nama Pondok Pesantren Darul Ulum Gersempal.

Pada saat keberangkatan dari Pondok Pesantren Sumberpapan di Pamekasaan tersebut Syekh Abdul Wahid telah dikaruniai seorang putri

dan putra dari pernikahan beliau dengan Nyai Safi’ah binti KH. Mansur dari Banyuayu Pamekasan. Putri beliau bernama Nyai Salimah merupakan pendiri pondok pesantren Nadhatul Tullab di Gersempal dan seorang putra yang bernama KH. Syafiuddin yang saat ini merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Gersempal. Perpindahan Syekh Abdul Wahid

47Ahmad Ja’far,

(53)

44

Khudzaifah ke Gersempal untuk menyanggupi permintaan guru beliau dilakukannya tidak lama setelah kelahiran putra beliau, KH. Syafiuddin yang lahir pada tahun 1957. Berdasarkan pada data tersebut, maka dapat dikatakan pendirian Pondok Pesantren Gersempal antara akhir tahun 1957 sampai 1959-an. Setelah itu pada tahun 1960 lahirlah putra ketiga beliau yang bernama Syekh Ahmad Ja’far Abdul Wahid Khudzaifah di Desa Gersempalyang kelak memimpin Pondok Pesantren Darul Ulum II Alwahidiyyah. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan kepada penulis sebagai berikut:48

“Saat Syekh Ja’far pindah ke sini itu sudah punya anak dengan Nyai Safi’ah, Nyai Safi’ah binti KH. Mansur.. dari mana? (bertanya kepada

seorang yang ada di ruangan) Ha... dari Banyuayu Pamekasan. Nyai Salimah yang punya di sana itu, Nahdhatul Tullab sama Kyai

Syafi’uddin yang sekarang jadi pengasuh Pondok Pesantren Darul

Ulum. Kyai Syafi’ itu lahir tahun 1957, nah Syekh Ja’far sudah lahir

disini. Jadi antaran tahun 1957 sampai 1959-an.”

Pada saat pendirian Pondok Pesantren Darul Ulum Gersempal tersebut, Syekh Abdul Wahid Khudzaifah tersebut belum menjadi mursyid tarekat dan hanya mengikuti perintah dari gurunya untuk berdakwah di Gersempal. Syekh Abdul Wahid Khudzaifah masuk dalam Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah pada tahun 1960 M.49Baru setelah sekian lama aktif beliau diangkat menjadi mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah oleh Syekh Ali Wafa Ambunten Sumenep. Setelah beberapa waktu pendirian Pondok Pesantren Darul

48

Dedi Haryono,Wawancara, Omben, 9 Mei 2016.

49

(54)

45

Ulum, Syekh Abdul Wahid Khudzaifah bersama dengan rombongan santri sering mengunjungi guru beliau Syekh Ali Wafa di Ambunten Sumenep.

Pernah suatu saat ketika Syekh Abdul Wahid Khudzaifah berkunjung dan menginap di kediaman Syekh Ali Wafa, saat itu juga beliau diangkat menjadi mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah. Hal tersebut terjadi usai sholat shubuh yang diimami oleh Syekh Ali Wafa sendiri dan diumumkan di depan ratusan santri beliau yang lain yang kebetulan saat itu juga menginap dari daerah lain. Pengangkatan Syekh Abdul Wahid Khudzaifah oleh Syekh Ali Wafa terjadi pada hari jum’at pada tanggal 13 Maret 1964 M atau 28 Syawal

1383 H. Selain murid-murid Syekh Ali Wafa, salah satu saksi yang

menyaksikan pembai’atan tersebut ialah putra dari Syekh Ali Wafa sendiri

yang bernama Kyai Abdul Kholik atau Kyai Ali Hisyam.50

Pada tahun 1976 saat Syekh Ali Wafa wafat tidak ada yang menggantikannya sebagai guru tarekat di Sumenep. Sebenarnya Syekh Ali Wafa telah mengangkat khalifah lain di Ambunten yaitu Kyai Jamaluddin di Desa Srigading akan tetapi beliau meninggal beberapa hari setelah menerima ijazah. Selain itu, Kyai Jazuli dari Dasuk Sumenep juga telah wafat terlebih dahulu, sehingga putuslah nasab yang ada di Sumenep.51

Sepeninggal Syekh Ali Wafa banyak murid-muridnya yang berbai’at kepada Syekh Abdul Wahid Khudzaifah, beliau merupakan murid Syekh Ali Wafa yang paling terkemuka sehingga pusat tarekat tidak

50Ahmad Ja’far,

Wawancara,Omben, 11 Mei 2016. 51

(55)

46

lagi di Ambunten Sumenep melainkan telah berpindah ke daerah Omben Sampang. Syekh Abdul Wahid meneruskan penyebaran ke daerah-daerah atau pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Madura dengan melakukan kunjungan tahunan, seperti Pulau Sepudi Sumenep dan Banyuwangi tepatnya daerah Muncar yang merupakan wilayah komunitas nelayan Madura.52Dapat diperkirakan 85% penduduk Pulau Sepudi menjadi jama’ah tarekat ini,53 selain itu Syekh Abdul Wahid Khudzaifah juga melakukan kunjungan bulanan ke Surabaya.

Saat ini hingga tahun 2016 yang menjadi khalifah Syekh Abdul Wahid Khudzaifah adalah putra bungsu beliau sendiri yang bernama

Syekh Ahmad Ja’far Abdul Wahid Khudzaifah yang diangkat menjadi mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah pada tahun 1989 M. Namun baru pada tahun 1991 beliau meneruskan kepemimpinan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyahserta membuka diri

untuk menerima dan membai’at murid yang ingin berguru kepadanya, setelah ayahanda beliau Syekh Abdul Wahid Khudzaifah meninggal pada tahun 1990 M.54

Namun ketika penulis wawancara dengan Syekh Ahmad Ja’far

beliau enggan disebut sebagai mursyid tarekat, beliau berpendapat hanya ditugaskan untuk membantu jama’ahuntuk berdzikir atau qaddamdengan ijazah tertulis dari ayah beliau.

52

Ibid., 193. 53

Dedi Haryono,Wawancara, Omben, 9 Mei 2016. 54Ahmad Ja’far,

(56)

47

Secara lengkap silsilah nasab Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah ini jelas dan bersambung kepada Nabi Muhammad Saw sehingga dapat dikatakan sebagai tarekat yang mu’tabarah. Silsilah tersebut berdasarkan sumber dari Kitab Tashfiyyah Wat-Takhliyyah Fii Kaifiyyati

At-Thoriqoh An-Naqsyabandiyyah( ) yang

ditulis dan disusun sendiri oleh Syekh Abdul Wahid Khudzaifah55: 1. Sayyidina Jibril As

2. Sayyidina Muhammad Saw 3. Sayyidina Abu Bakar Assiddiq 4. Sayyidina Salman Al-Farisi

5. Sayyidina Qosim bin Muhammad Abu Bakar 6. Sayyidina Ja’farAs-Shoodiq

7. Sayyidina Abu Yazid Al-Busthomi 8. Sayyidina Abu Hasan Al-khurqoni 9. Sayyidina Abu Ali Al-Farmadi

10. Sayyidina AbuYa’qub Yusuf al Hamdaani

11. Sayyidina Abdul KholiqAl-‘Ujdawani 12. Sayyidina Arif Ar-Riwarki

13. Sayyidina Mahmud Al-Injiri Faghnawi 14.Sayyidina ‘Ali Ar-Ramitani

15. Sayyidina Baba As-Samasi 16. Sayyidina Sayyid Amir Kulala

55

(57)

48

17. Sayyidina Muhammad Bahauddin Syah An-Naqsyabandi 18.Sayyidina ‘Alauddin Al-’Atthor

19.Sayyidina Ya’qub Al-Jurkhi 20.Sayyidina ‘Ubaidillah Al-Ahror 21. Sayyidina Muhammad Az-Zahid 22. Sayyidina Darwis Muhammad 23. Sayyidina Khawajaki Al-Imkanaki 24. Sayyidina Muhammad Al-Baqi Billah 25. Sayyidina Ahmad Faruq As-Sahrondi 26. Sayyidina Ahmad Ma’shum Al-Ahmadi 27. Sayyidina Saifuddin Al-Ahmadi

28. Sayyidina Nur Muhammad Al-Badawuni 29. Sayyidina Mudzharis Syahiid

30. Sayyidina Abdullah Ad-Dahlawi 31.Sayyidina Abu Sa’id Al-Ahmadi 32.Sayyidina Ahmad Sa’id Al-Ahmadi 33. Sayyidina Ahmad Mudhar Al-Ahmadi 34. Sayyidina Abdul Hamid Ad-Daghastani

35. Sayyidina Sayyid Muhammad Sholih Az-Zawawi Makki Al-Mudhari

(58)

49

39. Sayyidina Hasan Basuni Al-Maduri Al-Mudhari 40. Sayyidina Zainal ‘Abidin Al-Maduri Al-Mudhari 41. Sayyidina Ahmad Syabrowi Al-Maduri Al-Mudhari 42. Sayyidina Ahmad Sirojuddin Al-Maduri Al-Mudhari

43. Sayyidina Ahmad Khudaifah Maduri Mudhari / Sayyidina Al-Haj Mahfud

44.Sayyidina ‘Ali Wafa Al-Maduri Al-Mudhari

45.Sayyidina ‘Abdul Wahid Hudzaifah Al-Maduri Al-Mudhari

46.Sayyidina Ahmad Jakfar ‘Abdul Wahid Hudzaifah Maduri Al-Mudhari

Dapat dijelaskan secara sederhana silsilah nasab Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah Gersempal yaitu :

Catatan: Syekh Ali Wafa Sumenep berbai’at tarekat kepada Syekh Ahmad

(59)

50

Diangkat Khalifah

Diangkat khalifah

dibai’at Syekh Ali Wafa

Sumenep Syekh Khudzaifah

Pamekasan

Syekh Ahmad Jazuli Pamekasan Syekh Ahmad

Syabrowi Sampang Syekh

Sirajuddin Sampang

Syekh M. Sholeh Pamekasan Syekh Zainal

Abidin Bangkalan Syekh Hasan

Basuni Bangkalan

Syekh Ahmad

Ja’far

Gersempal Syekh Abdul

Wahid Gersempal Syekh Abdul Adzim

(60)

51

C. Ajaran dan Amalan Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah

Ajaran utama dari tarekat ini sebenarnya adalah lebih kepada pembersihan ruhani hati manusia dengan cara dzikir sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Disebutkan dalam riwayat AlBaihaqiy:

:

-" :

"

:

" :

"

Dari Ibnu Umar ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda: “Hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkenal air.” Lalu beliau ditanya: Apa pembersihnya? Sabda beliau:

“Banyak mengingat mati dan membaca al-Quran”. (HR.AlBaihaqiy) Hati manusia itu bisa menjadi hitam dan kotor layaknya besi yang berkarat. Salah satu sarana yang dapat membersihkan hati adalah dengan berdzikir. Oleh karena itu, dilakukanlah dzikir sebagai amalan untuk pembersihan hati dan jiwa manusia. Akan tetapi dzikir bukanlah satu-satunya amalan untuk membersihkan hati, ada banyak cara, seperti contohnya membaca al-Quran dan mengingat mati seperti yang disebutkan dalam hadits tersebut. Namun karena tarekat identik dengan dzikir, maka dilakukan pula amalan dzikir sebagai penunjang sarana mengingat Allah untuk menjaga dari kerusakan dan membersihkan hati manusia.56

56

(61)

52

Jika hati manusia itu selalu dijaga sehingga bersih, melakukan hal-hal terpuji, dan terhindar dari sifat-sifat tercela maka kebersihan jiwanya pun akan selalu terjaga pula. Dengan begitu akan semakin pula dekat dengan Allah Swt Sang Maha Pencipta, karena mustahil hati yang kotor dapat mudah dekat dengan Allah dengan begitu akan membentuk akhlak mulia dengan sendirinya.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Gersempal ialah57:

1. Istighatsah Jama’ah

Istighatsah Jama’ah ini berisi tentang kegiatan dzikir untuk

membaca sholawat tawassulliyah dan sholawat rabithah. Sebelum melaksanakan istighatsah tersebut terlebih dahulu harus membaca surat Fatihah satu kali, surat Alam Nasyroh sembilan kali, surat Al-Ikhlas sebelas kali, surat Al-Falaq tiga kali, surat an-Nas tiga kali. Kemudian pelaksanaan istighatsah dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntunan.

Setelah membaca surat-surat tersebut baru kemudian bisa mulai membaca sholawat tawassulliyah. Tawassul yakni wiridan yang dilakukan oleh pengikut Tarekat Naqsyabandiyah yang dilakukan bersama seorang guru atau mursyid. Dalam Tarekat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah Gersempal mereka membaca kitab

tawassulliyah yang ditulis oleh Syekh Abdul Wahid Khudzaifah yang

57

(62)

53

berisi tawassul kepada Nabi, ahlul bait, sahabat, tabi’in-ta

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Desa Gersempal Dari Aspek Jenis Kelamin
 Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.5Keadaan Penduduk Desa Gersempal Berdasarkan Agama Yang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini membahas tentang Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Kelurahan Tlogoanyar Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan Tahun 1975-2015. Permasalahan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Parasit Darah pada Ayam Bekisar di Desa Lao’j anjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean Kabupaten Sumenep Madura

Penelitian ini berjudul Perkembangan Suku Banjar Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat (1989-2000).Pada penelitian ini penulis mengungkapkan mengenai

Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN IV Di Kecamatan PD.Tualang Kabupaten Langkat (2009-2015). Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,

Skripsi berjudul “ Deiksis dalam Bahasa Madura di Desa Kapongan, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo: Suatu Tinjauan Semantik ” telah diuji dan disahkan oleh

Tesis dengan judul: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI DESA TEMPURAN KECAMATAN PARON KABUPATEN NGAWI Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak

Skripsi ini berjudul Perkembangan Wisata Sipinsur di Desa Pearung Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan (1988-2010), merupakan penelitian yang bertujuan

Dari beberapa hasil penulisan tersebut sangat berbeda dengan yang akan penulis teliti saat ini, yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Berdirinya Yayasan Pondok