• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999)."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Regah Puspita Arum NIM: A82212159

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRACT

This thesis entitled "Biography and Thought Habib Hasan bin Ahmad Baharun (1934-1999)". Problems studied in this thesis are: 1) Who Habib Hasan bin Ahmad Baharun it and what their work? 2) How does the idea of Habib Hasan bin Ahmad Baharun? 3) How does the career as well as the struggle of Habib Hasan bin Ahmad Baharun ?.

Thesis was prepared using the method of historical research. The writing method historically used writing is to use some of the steps that heuristics (This study is a research library (library research), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach and theoretical framework used was the biographical approach is used to understand and explore the personality of a person based on the cultural background of the social environment in which the character grew up, how the educational process is experienced, as well as the characters, which is on the person.

(6)

i DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 6

G. Metode Penelitian ... 7

H. Sistematika Bahasan ... 13

BAB II BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Kelahiran Habib Hasan... 16

B. Pendidikan ... 17

C. Kepribadian ... 20

D. Karya Tulis ... 26

E. Detik-detik Terakhir Kepergian………...29

BAB III PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa ... 33

B. Pengalaman organisasi dan perjuangan Habib Hasan ... 37

C. Problematika yang dihadapi Habib Hasan ... 40

BAB IV PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Pemikiran Habib Hasan tentang konsep dakwah ... 47

B. Pemikiran Habib Hasan tentang pendidikan ... 55

C. Pemikiran Habib Hasan tentang pentingnya bahasa Arab... 69

(7)

ii BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam masuk ke Nusantara dengan membawa misi pendidikan, yaitu menyampaikan

ajaran agama kepada penduduk. Penyampaian ajaran agama tersebut dilakukan di sebuah

tempat pendidikan Islam tradisional yang dikenal dengan istilah pesantren. Di dalam

pesantren, para santri mendapatkan pelajaran yang mencakup berbagai bidang tentang

pengetahuan Islam yang diajarkan oleh para guru dan pemimpin pesantren (kiai).1

Berbicara mengenai kiai, dari dulu kalangan agamawan seperti kiai2, mempunyai

peranan sosial yang penting dalam masyarakat. Peran dari seorang kiai maupun ulama

sangat penting sekali dalam pandangan masyarakat karena dengan kiprahnya yang luar biasa

bisa menjadi orang yang berguna seperti apa yang para kiai contohkan untuk mereka.

Kedudukan seorang kiai berpengaruh besar terhadap masyarakat secara umum yaitu seperti

sifat wibawa, kesalehan, berpengetahuan luas tentang agama Islam yang dapat menyebabkan

seorang kiai mendapatkan pengikut serta membawa hal yang berbeda yang mampu

memberikan citra bagi masyarakat. Selain kharismanya seorang kiai juga memiliki tingkat

kesalehan yang lebih tinggi serta mempunyai kepribadian yang khas dibandingkan dengan

masyarakat pada umumnya. Kiai tidak hanya dapat dikatakan sebagai elit, tetapi juga

sebagai elit pesantren yang memiliki otoritas tinggi ketika menyebarkan tentang

1

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M,1986), 16. 2

(9)

pengetahuan keagamaan di dalam masyarakat dan kharismatik yang dimiliki seorang kiai

menjadi tolak ukur kewibawaan. Kharismatik yang dimiliki seorang kiai merupakan karunia

yang diperoleh dari Allah.3

Dalam bahasa Jawa kata kiai dipakai dalam tiga jenis gelar yaitu yang pertama

sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, seperti kiai garuda

kencana yang dipakai untuk sebutan kereta emas di Keraton Yogyakarta, yang kedua dipakai

untuk gelar kehormatan bagi orang tua pada umumnya dan yang ketiga untuk gelar yang

diberikan oleh masyarakat untuk seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan

pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam kepada santri ataupun orang lain. Selain itu,

seseorang yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab biasanya juga disebut

dengan alim ulama.4

Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan salah seorang tokoh ulama di Pasuruan

yang menjadi sosok pemimpin dalam pesantren maupun masyarakat yang memiliki akhlak

dan kepribadian yang utuh, pemikiran yang cemerlang, berjiwa besar serta memiliki

ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam membimbing santri-santrinya serta memiliki

konsep dan arah pendidikan yang jelas, banyak memberikan sumbangsih terhadap

pengembangan pendidikan dan dakwah. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan beberapa

lembaga dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Salah satunya ia aktif di Majlis

Ulama Indonesia (MUI) Pasuruan sampai akhir hayatnya.

3

Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13. 4

(10)

Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang dikenal sebagai seorang ahli bahasa arab

lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934. Ia dikenal sebagai pribadi yang sabar,

istiqomah, tawakkal, dermawan, ikhlas, tawadhu’, sederhana, berani, wara’, dan gigih.5

Sejak masih kecil ia sudah ditanamkan kedisiplinan dan kesederhanaan oleh kedua

orang tuanya sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai

akhlak dan sifat-sifat yang terpuji. Semasa muda ia telah diilhami oleh rasa cinta untuk

menyebarluaskan bahasa Arab. Sumbangsih Habib Hasan terhadap dunia bahasa Arab bisa

dilihat dalam karya-karya tulisnya diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat

Ashriyah), percakapan bahasa Arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II), buku praktis ilmu

tajwid, pengantar belajar ilmu Nahwu (41 kaidah Nahwu), al-af’al al-Yaumiyyah dan

al-Asma al-Yaumiyyah.6 Selain berkarya di bahasa Arab ia juga berdakwah di beberapa tempat dan sempat mengajar bahasa Arab di beberapa pondok pesantren seperti pesantren

Gondanglegi (Malang), pesantren Sidogiri (Pasuruan), pesantren Salafiyah Asy-Syafi’iyah

(Asembagus, Situbondo), pesantren Langitan (Tuban) dan lain-lain.

Dari hubungan yang harmonis dengan beberapa pesantren itulah yang memudahkan

Habib Hasan mendirikan pesantren yang diberi nama Darullughah Waddakwah (Dalwa)

tepat pada tahun 1982 di desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan.

Saya sebagai seorang mahasiswi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, yang

notabennya dilingkupi oleh ilmu-ilmu keagamaan tertarik untuk mengulas sejarah biografi

dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun (1934-1999).

B. Rumusan Masalah

5

Ustadz Samsul, Wawancara, Bangil, 15 September 2015. 6

(11)

Berdasarkan judul di atas, “Biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(1934-1999)” maka ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Siapa Habib Hasan bin Ahmad Baharun itu dan apa kiprahnya?

2. Bagaimana pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun?

3. Bagaimana perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang dipaparkan penulis di atas, penulis memiliki tujuan

dari hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui kisah kehidupan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

2. Untuk mengetahui pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

3. Untuk mengetahui perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua

orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis.

1. Dari sisi keilmuan akademik:

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan informasi. Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya,

serta untuk menambah khasanah keilmuan di bidang sejarah Islam dan sejarahtokoh

dalam bentuk karya ilmiah di Fakultas ADAB DAN HUMANIORA UIN Sunan Ampel

(12)

2. Dari sisi praktis:

Perjalanan hidup dan perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan hal

yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan tauladan hidup, skripsi ini juga berguna

untuk bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami sejarah, terutama

yang berkaitan dengan biografi dan pemikiran seorang tokoh.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Penulisan skripsi ini menggunakan menggunakan pendekatan Historis Deskriptif.

Dalam hal ini penulis mengungkapkan serta mendiskripsikan bagaimana sejarah riwayat

hidup Habib Hasan bin Ahmad Baharun serta pemikirannya dalam pondok pesantren

Darullughah Wadda’wah di Raci Pasuruan. Lebih khususnya, dalam skripsi ini penulis

menggunakan pendekatan biografis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan

mendalami kepribadian seseorang berdasarkan latar belakang lingkungan sosial kulturan

dimana tokoh itu dibesarkan, bagaimana proses pendidikan yang dialami, serta watak watak

yang ada pada seseorang tersebut.7

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu, penulis telah melakukan studi tentang penelitian

terdahulu, sejauh ini penulis belum menemukan karya yang membahas biografi dan

pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun, oleh karena itu penulis menggunakan karya

yang lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “Pondok Modern Al-Barokah (Studi Tentang Perkembangan Dan

Perannya dalam masyarakat) Patianrowo Nganjuk. Yang mana sebagai acuan penulis

untuk menulis proposal ini.

7

(13)

Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini

akan lebih terfokus pada biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam

pondok pesantren.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian ini karena

dengan metode penelitian yang digunakan dapat membantu penulis untuk mencapai tujuan

dan menetukan jawaban atas masalah yang diajukan. Adapun dalam skripsi ini, penulis

menggunakan metode historis yaitu menguji dan menganalisa secara kritis terhadap rekaman

peninggalan masa lalu.8 Penulisan ini berusaha mengungkap kehidupan seorang tokoh meliputi kisah hidup, pemikiran serta perjuangan yang berada di dalam pesantren. Metode

historis ini meliputi empat tahapan:

1. Heuristik

Heuristik yaitu teknik pengumpulan sumber baik lisan maupun tulisan.9Sumber sejarah disebut juga data sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dapat dibagi dua

yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak.10 Pada penelitian skripsi ini

penulis mengumpulkan sumber-sumber serta data-data yang berhubungan dengan

“Biografi dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang pertama penulis

lakukan untuk mengumpulkan sumber serta data baik itu sumber primer atau sekunder

yaitu penulis mendatangi pondok pesantren Darullughah Waddakwah yang terletak di

8

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985), 32. 9

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: kurnia Alam Semesta, 2003), 55.

10

(14)

desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan dengan waktu 2-3 jam perjalanan akhirnya

sampailah penulis di desa Raci, setelah melihat sekeliling pondok penulis mendatangi

tempat yang tidak jauh dari Pondok tersebut. Ternyata setelah penulis berkenalan,

beliau adalah ustadz di pondok pesantren Darullughah Wadda’wah yang bernama

ustadz samsul, setelah itu penulis berbicara lama dengan beliau untuk memperkenalkan

diri dan tujuan penulis datang ke pondok pesantren tersebut kemudian ustadz Samsul

mulai mencarikan buku tentang biografi Habib Hasan Bin Ahmad Baharun dan karya

tulis karangan dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang diantaranya kamus bahasa

dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan bahasa arab (Al-Muhawarah al-haditsah

I dan II), buku praktis ilmu tajwid dan pengantar belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu).

Sebenarnya masih banyak karya-karya karangan beliau yang lainnya namun yang dapat

dicarikan oleh Ustadz Samsul hanya sebagian itu saja. Setelah beliau mencarikan karya

dari Habib Hasan kemudian Ustadz Samsul mengantarkan penulis untuk melakukan

wawancara dengan anak dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Setelah itu beliau juga

mengantarkan penulis untuk melakukan wawancara dengan ustadz yang bernama

Ustadz Ismail yang kebetulan dahulu beliau hidup di masa Habib Hasan dan mengetahui

seluk beluk dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

Dalam penulisan proposal ini penulis menggunakan sumber sejarah yang dibagi

menjadi dua sumber.

a) Sumber Primer

Sumber primer dalam sejarah merupakan sumber yang berhubungan langsung

dengan Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, dalam hal ini sumber yang digunakan

(15)

beliau, sumber lisan berupa wawancara dengan Ustadz Segaf Baharun atau yang

berhubungan langsung dengan ia. Dalam metode penelitian ini sumber primer

yang penulis temukan berupa peninggalan beliau yaitu berupa beberapa buku

karangan ia dengan judul “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)”,

dengan penerbit Darussagaf Bangil 1980. Buku ini didalamnya memuat tentang

perbendaharaan kata sehari-hari dan kata-kata modern yang banyak dipakai di

majalah-majalah atau surat kabar. Di buku ini juga dituliskan berbagai macam

contoh surat menyurat, pidato, cara membuat surat-surat keterangan dan

tema-tema yang diperlukan sehingga yang membacanya bisa bercakap-cakap serta

menulis surat dan menyampaikan ceramah menggunakan bahasa arab.

Buku karya ia yang penulis temukan “percakapan bahasa arab

(Al-Muhawarah al-haditsah I dan II), yang diterbitkan oleh Darussagaf Bangil tahun

1981. Buku ini didalamnya memuat tentang percakapan-percakapan bahasa arab

sehingga memudahkan bagi yang membaca bisa bercakap-cakap bahasa arab

dengan fashih.

Buku karya ia yang juga penulis temukan “Buku Praktis ilmu Tajwid yang

diterbitkan oleh Darullughah Waddakwah Raci Bangil tahun 1998 (1418 H).

Karya lain dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang penulis temukan yaitu

“Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 kaidah nahwu)” yang diterbitkan oleh

Percetakan Dalwa Raci Bangil tahun 1432. Di dalam buku ini terdapat kaidah

yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami khususnya bagi para pemula

(16)

b) Sumber Sekunder

Selain sumber primer penelitian ini penulis menggunakan sumber sekunder

yang berkaitan dengan judul tersebut sebagai bahan penunjang, diantaranya

buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini ini. Sumber

sekunder yang penulis temukan adalah buku “Biografi Sang Murobbi Abuya Al

-Ustadz Al-Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang ditulis oleh Keluarga besar

Al-Hasaniyah dan diterbitkan oleh ikatan alumni Dalwa “Al-Hasaniyah pada

tahun 2012.

2. Kritik Sumber

Setelah metode heuristik atau pengumpulan data terkumpul maka selanjutnya

dilakukan kritik sumber, kritik sumber dilakukan untuk mendapatkan keabsahan atau

kebenaran dari sumber yang telah didapatkan.11 Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya yang sudah terkumpul

baik dari segi isi, bahasa, maupun segi fisiknya. Sementara itu, sumber lisan dikritik

dengan cara membandingkan informasi-informasi yang disampaikan oleh responden,

dan kondisi fisik responden, apakah orang tersebut adalah saksi hidup yang pernah

sezaman atau masih keturunan dari tokoh yang diteliti. Selain sumber tertulis sumber

lisan juga dapat diakui kredibilitasnya apabila memenuhi syarat bahwa sumber

disampaikan oleh saksi yang berrantai dan dilaporkan oleh orang terdekat.12 Sumber lisan juga mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayan

umum pada masa tertentu.

11

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 70. 12

(17)

Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk memadukan hasil wawancara dengan

sumber tertulis. Penulis menemukan beberapa karya dari Habib Hasan bin Ahmad

Baharun diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan

bahasa arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II, buku praktis ilmu tajwid, pengantar

belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu), selain karya Habib Hasan bin Ahmad Baharun

sendiri, penulis juga mendapatkan tulisan ikatan alumni pondok pesantren Dalwa

tentang biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Dan menurut penulis,

menyimpulkan bahwa hasil wawancara kepada putra dan keluarga Habib Hasan bin

Ahmad Baharun sangat relevan dengan karya tulis yang membahas tentang biografi

Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

3. Interpretasi

Setelah metode penelitian heuristic dan kritik dilakukan maka tahap selanjutnya

yaitu menguraikan data yang terkumpul dibandingkan lalu disimpulkan agar bisa dibuat

penafsiran terhadap data sehingga dapat diketahui penyebab dan kesesuaian dengan

masalah yang diteliti yaitu biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun.

Penulis akan mendiskripsikan secara mendalam sumber-sumber yang telah

dikumpulkan kemudian peneliti akan menyimpulkan sumber-sumber tersebut

sebagaimana dalam kajian yang telah diteliti.

4. Historiografi

Historiografi yaitu menyusun fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan

dari penafsiran sumber-sumber dalam bentuk tertulis.13 Sebagai tahap awal dalam metode sejarah. Historiografi adalah cara dan tahap penulisan, pemaparan hasil

13

(18)

penelitian ilmiah, penulis mencoba menuangkan penelitian sejarah ke dalam suatu karya

berupa proposal.

H. Sistematika Bahasan

Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian

terdahulu, dan metode penelitian akan dibahas dalam bab I karena dalam bab ini

pendahuluan dari skripsi akan dibahas dengan detail sebelum melangkah pada bab

selanjutnya. Dari bab I lah penulis mengetahui masalah yang akan penulis teliti,manfaat

dan tujuan penelitian serta metode yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian

penulisan skripsi ini akan tersusun dengan pembahasan yang sistematis dan terperinci.

Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun akan menjadi pokok bahasan pada

bab II yang terbagi dalam beberapa sub bab pembahasan diantaranya mengenai kelahiran

Habib Hasan bin Ahmad Baharun, pendidikan, kepribadian, karya tulis, dan detik-detik

kepergian Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun

dibahas pada bab ini karena pembahasan ini termasuk dari bagian pokok dari penelitian

skripsi ini, pembahasan mengenai biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun diletakkan

pada bagian awal pembahasan setelah pendahuluan karena penulis harus mengetahui

bagaimana kehidupan beliau dari kecil hingga wafat. Dari riwayat hidup ini penulis akan

mengetahui segala hal yang berkaitan dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun termasuk

diantaranya mengenai pemikiran dan perjuangan beliau sampai menjadi seorang ulama

terkemuka dan memiliki pondok pesantren yang besar.

Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dibahas dalam bab III, karena

(19)

Ahmad Baharun, maka setelah itu penulis ingin mengetahui bagaimana

pemikiran-pemikiran beliau terhadap beberapa aspek, diantaranya pemikiran-pemikiran ia tentang konsep

dakwah, pendidikan, dan pemikiran ia tentang pentingnya bahasa Arab. Dalam bab III ini

penulis juga akan membahas sekilas tentang cita-cita besar Habib Hasan bin Ahmad

Baharun yang secara tidak langsung hal tersebut merupakan bagian kecil dari pemikiran

ia

Dalam bab IV penulis akan membahas mengenai perjalanan karir dan

perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Hal-hal yang penulis bahas dalam bab ini

dintaranya adalah mengenai perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam

mendirikan pondok pesantren Dalwa, pengalaman organisasi Habib Hasan bin Ahmad

Baharun, serta problematika yang dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun selama

perjalanan karir dan perjuangan ia dalam berdakwah.

Bab V merupakan bab terakhir dalam penulisan dan peyusunan skripsi ini.

Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan keseluruhan isi skripsi ini menjadi suatu

ringkasan yang jelas. Dalam bab ini juga penulis memberikan saran-saran yang

(20)

BAB II

BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN

A. Kelahiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun

Habib Hasan bin Ahmad Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 juni 1934 dan

merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari pasangan Al-Habib Ahmad bin Husein

dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari ia

adalah Al-Habib Hasan bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar bin Hasan Baharun.1 Sejak kecil, kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang

tuanya sehingga mengantarkannya menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan

sifat-sifat yang terpuji.

Ia dikarunia 6 orang putra dan 2 orang putri, mereka adalah Hb. Hamzah, Syarifah

Lina, Hb. Muhammad Shodiq (Alumni Darul Mustofa Tarim), Hb. Ali Zainal Abidin

(Alumni Sayyid Muhammad Al Maliki Makkah), Hb. Segaf (Alumni Habib Zen Bin

Sumaith Madinah), Hb. Ali (Alumni Habib Zen Bin Sumaith Madinah), Hb. Husin dan

Syarifah Ruqoyyah.

B. Pendidikan Habib Hasan bin Ahmad Baharun

Pepatah lama mengatakan “Tuntutlah Ilmu walau ke Negeri Cina” kata tersebut

memberi semangat bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu. Dalam Al quran juga telah

1

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(21)

dijelaskan tentang keutamaan orang-orang yang menuntut ilmu diantaranya yang tertera

dalam surah Al-mujadalah ayat 11 yang artinya “….Allah akan meninggikan derajat-derajat

orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dan Allah

Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna

untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup

sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan

dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.2

Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar

mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga

menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam

hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan

mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari

al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap

dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehingga mati dalam keadaan

fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama

dan faham-faham yang selain Islam.

Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan

mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk

mengembangkan potensi-potensi/kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa

menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di

2

(22)

sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah

di muka bumi ini.3

Bagi Habib Hasan Baharun pendidikan agama selain diperoleh dari kedua orang

tuanya, Habib Hasan Baharun juga mendapatkan pendidikan keagamaan dari Madrasah

Makarimul Akhlaq Sumenep serta dari kakeknya yang dikenal sebagai seorang ulama di

kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy4 yang senantiasa membina dan membimbingnya dengan penuh kasih sayang dan penuh kesabaran dan apabila

ada undangan untuk berdakwah, Habib Hasan Baharun sering diajak untuk menemani

dakwah dari sang kakeknya tersebut. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia menimba ilmu

agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ustadz Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ustadz

Umar bin Ahmad Bachabazy. Tidak hanya itu, ia juga belajar dan memahami ilmu agama,

khususnya ilmu fiqih kepada Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya sekaligus menjadi

murid kesayangan ulama’ asal kota pahlawan tersebut.5

Sejak kecil, Ustadz Habib Hasan Baharun memiliki semangat belajar yang tinggi

serta dikenal ulet dan rajin. Hal itu terbukti ketika bulan ramadhan tiba, ia belajar semalam

suntuk, selepas shalat tarawih dan tadarrus Al quran, ia lanjutkan dengan belajar dan

mendiskusikan agama kepada ustadz usman sampai menjelang shubuh.

Di samping pendidikan agama, ia juga menempuh pendidikan formal mulai dari SR

(Sekolah Rakyat, jenjang pendidikan setingkat SD) dilanjutkan hingga PGA (Pendidikan

Guru Agama). Ketika memasuki tahun keempat, ia pindah ke SMEA di Surabaya sehingga

3

Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), 107. 4

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 2.

5

(23)

tidak sempat merampungkan pendidikan PGA-nya.6 Setelah menamatkan sekolah, ia Habib Hasan Baharun sering mengikuti ayahnya ke pulau Masalembu (sebuah pulau di utara pulau

Madura) untuk berdakwah sambil membawa barang dagangan. Pada tahun 1966, ia

memutuskan untuk berdakwah ke Pontianak, Kalimantan Barat. Tidak jarang, ia keluar

masuk desa dan menjelajahi hutan belantara yang penuh dengan lumpur dan rawa-rawa.

Dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semua hal yang dihadapi waktu itu tidak dianggap

sebagai penghalang dalam menjalankan misi dakwah.

C. Kepribadian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun

Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri atas psikis, seperti

inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk

tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.7

Kepribadian itu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, tetapi di

dalam perkembangan makin terbentuklah pola-pola yang tetap, sehingga

merupakan ciri-ciri yang khas dan unik bagi setiap individu. Adapun kepribadian

Habib Hasan Baharun adalah sebagai berikut:

1) Sabar

Adapun salah satu sifat yang menonjol pada dirinya adalah sifat sabar. Kesabaran

Ustadz Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan

orang-orang yang mengenalnya. Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana

kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin

Husein Baharun: “Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah

tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas

6

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 3.

77

(24)

dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan

kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut“. Begitu menurut penuturan

Habib Ahmad Baharun pada waktu Ustadz Hasan menghadap ilahi.

Kesabarannya sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta

menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok. Ustadz Hasan

dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka

diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan ia tidak

tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.

Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada

beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan

membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun ia malah

mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.

Ia juga dikenal sebagai pribadi yang tidak gampang marah jika berkaitan dengan

pribadinya sendiri, pernah ia tersiram air bekas cuci piring oleh seorang anak santri ketika

ia hendak pergi ke kantornya namun ia tidak marah dan pulang kerumahnya untuk

menukar bajunya dengan yang kering, padahal sang santri sudah gemetaran menahan

takut.

Pernah juga saat ia hendak berangkat khotbah jumat, dengan gamisnya yang baru,

saat ia keluar pintu samping tiba-tiba bersamaan dengan seorang pembantu yang sedang

membuang air bekas cucian, maka mengenalah ke gamis ustadz Hasan, namun ia tidak

marah, tanpa bicara atau menegor si pembantu ia pun masuk dan mengganti gamis yang

(25)

2) Istiqomah

Sifat Istiqomah Ustadz Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari

sifat tersebut tercermin pada aktifitas ia sehari-hari karena ia bangun setiap pukul 02.00

malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga

malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga

malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga

tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ustadz

Hasan tepat pada pukul 02. 00 (tidak boleh lebih atau kurang).8

Suatu ketika ia datang dari Makkah/Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta

karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali

santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa ia dalam keadaan

sangat lelah, maka untuk menjaga agar ia tidak terlambat bangun ia berpesan kepada H.

Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang

menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00

malam dan tidak cukup itu saja ia masih memberi tahu ke pos jaga agar juga

mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ustadz Hasan.

Begitulah salah satu contoh kesungguhan ia dalam menjaga keistiqomahan tersebut.

3) Kedermawanan

Kedermawanan yang ada padanya tumbuh dan berkembang sejak ia masih muda

karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh abah (ayah) dan kakeknya sebagaimana

kisah-kisah sebelumya sehingga ia tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial

terutama memiliki kepedulian kepada para fakir-miskin dan anak yatim. Bentuk

8

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(26)

kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan beliau membagikan

hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban

kepada para tetangga pondok, famili ia yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang

datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka

kepada orang yang tak mampu. Juga khitanan masal yang sering ia adakan.

Pernah suatu saat, datang tamu dari jawa tengah dan kebetulan yang menemani dan

melayani ia pada saat itu Ustadz As’ad. Ketika tamunya pamit untuk pulang ia

bersalaman sambil memberikan amplop berisi uang sebagai hadiah. Dari ikhlasnya

amplop tersebut dikasihkan/dihadiahkan ke Ustadz As’ad tanpa melihat jumlah uang di

amplop tersebut. Begitu juga bila ada seorang santri yang akan pulang, ia sering memberi

uang untuk ongkos pulang.

4) Kesederhanaan

Apabila orang bertemu dengan Ustadz Hasan Baharun dan orang tersebut

sebelumnya belum mengenal ia maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ustadz

Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena ia memang

mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di

dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-biasa saja yaitu memakai gamis dan

kopyah putih tanpa imamah dan rida, juga cukup dengan sandal jepit walaupun keluar

(27)

yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta

kewibawaan Ulama. Maka ia akan berpakaian lengkap dengan jubah kebesarannnya.

Selain kesederhanaan dalam berpakaian ia juga memiliki kesederhanaan dalam pola

kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepadanya ketika

membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah ia yang

atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah

tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudah menjadi pilihan ia yang lebih

terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.

Bahkan pada saat awal pindah di Raci, pondok sudah berdiri dengan megah, besar

dan bagus tetapi ia sendiri masih tinggal disebuah rumah kontrakan di bangil.

5) Keberanian

Pernah suatu saat ia melakukan perjalanan dengan mengendarai bis umum dia

mendapatkan laki-laki yang menggoda wanita yang bukan mahromnya bahkan sampai

dipangkunya maka ditegurlah dia tapi dia malah marah-marah, mencaci maki dan

mengajak berkelahi, tapi ustadz sabar dan diam tidak menjawab tidak ingin ribut

sehingga mengganggu orang yang di bis dan tatkala orang tersebut turun dahulu maka

ustadz pun turun untuk menuruti tantangannya tapi orang tersebut langsung takut dan

kabur seketika.

6) Ikhlas

Sebagaimana sering diungkapkan oleh ia dalam menasehati para santri dan para guru

agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini

merupakan cerminan dari kepribadian ia yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai

(28)

sebuah bukti dari keikhlasan ia ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat

papan nama pondok di tepi jalan ia tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut.

Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali

santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat

pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum ia wafat.

Demikian pula ia dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat

adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat

keikhlasannya, bahkan ia tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena ia berpendapat

bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.9

D. Karya Tulis Habib Hasan Bin Ahmad Baharun

Selain menjadi seorang pendakwah, pemimpin, pengasuh pondok pesantren dan

menjadi pendidik, Habib Hasan Baharun adalah seorang yang mempunyai kecerdasan

dibuktikan dengan karya tulisnya yang fenomenal dan sampai sekarang dipakai sebagai

buku wajib di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi islam yang insyaAllah

bermanfaat bagi penerus dan umat. Dalam waktu yang sangat padat dengan segala

kesibukan mengajar dan berdakwah serta mengurus santri-santrinya siang dan malam,

ternyata ia masih menyempatkan diri untuk menulis beberapa buku/kitab.

Diantara karya-karya yang pernah ia tulis yaitu diantaranya:10

1. Menulis “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)” tahun 1980 , telah

diterbitkan.

2. Menulis “Percakapan Bahasa Arab (Al-Muhawaroh al-Haditsah I dan II)” Tahun 1981,

telah diterbitkan.

9

Habib Segaf Baharun, Wawancara, Bangil Pasuruan, 9 Desember 2015. 10

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(29)

3. Menulis “Buku Praktis Ilmu Tajwid” tahun 1998/1418 H, telah diterbitkan.

4. Menulis kitab I’rob

5. Menulis “Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 Kaidah Nahwu)” tahun 1432, telah

diterbitkan.

6. Kalimatul Af’al (Kosakata kata kerja dan contoh penggunaannya)

7. Sekumpulan Amalan Salaf (Dalilul Muslim; Kompas Seorang Muslim)

8. Dan lain-lain.

Sholawat, Wirid dan Do’a Habib Hasan Bin Ahmad Baharun

Ia banyak memberikan ijazah amalan-amalan yang sangat bermanfaat dan mujarab,

bila ada hajat yang sangat mendesak ia mengajak santri-santri untuk sholat sunnah 2 rokaat

dengan niat apa yang diniatinya, lalu setelah sholat tanpa ada yang bicara langsung

membaca sholawat (khusus untuk hajat yang mendesak) bersama-sama dengan jumlah yang

sudah beliau tetapkan. Dan alhamdulillah hajat itu langsung terkabul dan terpenuhi apa yang

diinginkan ustadz Hasan.

Untuk menjaga agar rumah atau tempat lain tidak dapat dimasuki pencuri atau agar

benda kita tidak dapat diambil orang, ia juga mengajarkan agar kita membaca ayat kursi

dengan cara-cara tertentu yang ia ajarkan pada santri-santri, bahkan pernah beberapa bulan

semua santri bersama-sama mengamalkannya untuk menjaga pondok dan atau rumah

mereka di kampung halamannya masing-masing.

Ia juga menyusun sebuah do’a untuk keselamatan secara umum, setelah ia selesai

dari menyusunnya beliau tidak langsung mengamalkan atau mengijazahkannya pada orang

(30)

Muhammad saw, penantian tersebut berjalan sampai satu tahun, namun alhamdulillah berkat

ketekunan, kesabaran dan keikhlasannya akhirnya ia mendapatkan buah dari penantian, yang

sangat istimewa yaitu ijin dan restu dengan cara berjumpa Yaqodhatan (bukan mimpi)

kepada Baginda Nabi Muhammad saw bahkan sampai 4 kali, di Masjid Nabawi dan di

tempat/kesempatan lain yang pada saat itu ia ditemani oleh Habib Muhsin Al Haddad

Pasuruan dan beberapa rombongan lainnya. Baru setelah pulangnya beliau dari tanah suci itu

beliau menceritakannya dan langsung membacakan Sholawat/Doa tersebut seraya

mengijazahkannya dan memerintahkan semua santri agar membacanya 2 kali setiap selesai

wirid dan sholat fardlu 5 waktu.11

Doa/Sholawat tersebut sangat mujarab sekali, dan di bawah inilah Sholawat

tersebut:12 ا لا عف ل ءا لا اعلا لا لص ع ن س ا اناْ ح ْ خ ْلا اص ا ت ا ب ت ا ْ أ ان اْ أ انءاب ْ أ ا با ْحأ ا ْ ع ا ْ عت انءا ْصأ ا نا ْ ج ت ا تْ ب ان جا اع ان ا سرا ا عرا ا تاك عْ ج ا تاح ا لا ْ أ ْن ش ل ْل ْرأْلا ا تاك ح ْن ش راطْ أْلا ا لا عا لا ا ْ غ ْن ش ارا لا ا ئاطلا ْلا خا عْ ج ابْ كْ ْلا ا عا ْنأ ْن ش ءاب ْلا اف ا ا اعْلا ا ا ْشأ ْن ش ن ْلا سْنإا ْ ح ْلا ْ غاطلا نْ طا شلا ا اك ن تلا ْ ْلا حْلا غلا عْ ج بئا ْلا ا تا تْ ْن لك ءاب ف نْ لا ا ْن لا خأا ا ب طْ لا ع لآ ْحص ْ س ا ْ ْ ت .

E. Detik-Detik Terakhir Kepergian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun

11

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 18. 12

(31)

Tidak ada yang kekal di dunia ini semuanya pasti akan kembali kepada yang Maha

Kuasa begitu juga dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang sebelumnya tidak nampak

sakit tiba-tiba meninggal dunia.

Seminggu sebelum wafat ia memberikan amalan ke Munzirin berupa shalawat dan

tawasul ke wali-wali dan dibaca pada malam Jumat dengan membakar dupa untuk

menghadirkan ruh orang yang sudah meninggal. Pada malam Jum’at Munzirin

mengamalkannya di maktab almarhum Ustadz Hasan, tiba-tiba munzirin melihat Ustadz

Hasan duduk di kursi seperti biasanya dan berbicara ke Munzirin. Ia lupa bahwa ia sudah

meninggal. Saat Ustadz hendak merangkul Munzirin, badan Ustadz Hasan tampak

membesar, karena takut Munzirin lari ke masjid, sampai di masjid kelihatan lagi, ia lari lagi

ke makam Ustadz Hasan dan di sana ketemu lagi. Akhirnya Munzirin memutuskan balik ke

maktab dan dilihatnya Ustadz Hasan duduk seperti semula dan berbicara lagi bahwa sisa

minuman dan roti ini suruh dikasihkan ke anak-anak yang jaga. Munzirin pun mentaati

perintah tersebut dan kembali lupa bahwa ia sudah meninggal. Sisa minuman dan kue

tersebut dikasihkan santri yang sedang jaga dan bilang kalau dari Ustadz Hasan. Anak-anak

tersebut heran dan berkata: “Munzirin kamu sadar?”, namun sepertinya Munzirin tidak

mendengarkan ucapan itu dan kembali ke maktab. Begitu melihat Abuya (Ustadz Hasan)

tidak ada lagi, baru sadar apa yang barusan terjadi. Diapun lagi ke teman-teman yang jaga

dan menyampaikan bahwa tadi itu benar-benar dari Ustadz Hasan Baharun, mereka

berebutan.13

Di waktu akhir menjelang wafatnya beliau Habib Hasan sering mengungkapkan

gagasan bagaimana caranya sehingga bisa memperhatikan nasib umat Islam ini, bagaimana

13

Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun

(32)

cara memperhatikan kesejahteraan fakir miskin dan dapat memberikan pelayanan terbaik

untuk anak-anak yatim. Pada saat hari meninggalnya (Hari Senin) pada tanggal 23 Mei

1999, ia menerima tamu Habib Abdurrahman Bahlega Assegaf dari Pasuruan. Ia

menyampaikan panjang lebar keinginannya untuk membuat sebuah wadah persatuan bagi

ulama dan habaib. Setelah tamu tersebut pulang, ia memanggil munzirin untuk minta dipijat.

Ia lalu membuka gamis dan tidur menghadap kiblat. Ketika mulai dipijat, ia berpesan kepada

munzirin agar tidak berhenti dari pondok jika ia kelak wafat. Nantinya yang menggantikan

ia adalah putranya yaitu Ustadz Zain.

Tidak lama kemudian, Habib Hasan masih menyempatkan diri menelepon seseorang.

Lalu ia menuangkan kopi susu dan meminum sebagiannya, sisanya diberikan kepada

munzirin. Setelah itu ia membelah apel menjadi dua bagian, yang separoh dikasihkan

padanya dan dan separohnya dikasihkan Sy.Abdul Mutholib Al-Qadri. Setelah itu ia

kembali ke posisi semula dan dipijat lagi oleh Munzirin. Ia mengulangi pesannya lagi

kepada munzirin agar tidak keluar (berhenti) dari pondok jika ia kelak wafat.

Setelah beberapa saat dipijat dan tertidur menghadap kiblat, tiba-tiba Habib Hasan

Baharun seperti terjatuh tanpa menggerakkan kakinya. Seketika itu, Munzirin pun bingung

dan berusaha membangunkannya namun ia tetap diam. Dan dengan menggunakan

handphone, Munzirin langsung menghubungi Habib Zain. Lalu datanglah Habib Zain, Habib

Segaf dan Ustadz Ismail. Kemudian Habib Zain memanggil Wisnu. Dengan mengendarai

mobil Toyota Kijang Krista, Habib Hasan Baharun dilarikan menuju RSI Masyithoh yang

berada di Bangil. Sesampainya disana, Habib Hasan Baharun diperiksa oleh dokter. Setelah

memeriksa dokter itu diam dan tidak berani memberikan keputusan. Kemudian ia diperiksa

(33)

Setelah memeriksa, dokter tersebut lalu menyampaikan kalau Habib Hasan Baharun

sudah tiada. Maka Habib Zain, Habib Segaf dan Ustadz Ismail tidak sadarkan diri. Munzirin

lalu memanggil wisnu yang menunggu di luar untuk membantu mengangkat jenazah Habib

Hasan ke ambulance. Para pengunjung RSI Masyithoh yang mengenal Habib Hasan

Baharun pun ikut ramai dan beritanya pun menyebar.

Kepergian Habib Hasan Baharun membuat orang-orang disekelilingnya berkabut

baik keluarga, santri serta masyarakat, Pasuruan kehilangan tokoh yang sangat berpengaruh

tersebut. Habib Hasan Baharun mewariskan ilmu yang dimilikinya dengan meninggalkan

bangunan pondok pesantren Darullughah Waddakwah sebagai tempat untuk memperdalami

ilmu-ilmu agama bagi para murid-murid yang sangat dicintainya. Mewariskan anak-anaknya

yang shaleh yang menjadi penerus dakwahnya sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi

Muhammad bahwa “Apabila seorang anak adam meninggal maka terputuslah seluruh

amalnya kecuali tiga yaitu shodaqoh jariyah yang ditinggalkannya, ilmu yang diwariskannya

(34)

BAB III

PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN

A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa

Ma’had ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah

kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Habib Hasan Baharun mengasuh dan

mendidik para santrinya yang dibantu oleh ustadz Ahmad bin Husin Assegaf,1 sehingga ia

mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri

berkembang dengan pesat.

Demi urusan pesantren ia rela menghinakan diri dan tidak merasa rendah karena hal

itu. Pernah suatu saat ia mencari sumbangan ke salah seorang yang terkenal kaya dan

didampingi Sayyid Abdullah Al Jufri. Setelah mengucapkan salam di pintu beberapa kali

tidak ada respon, ustadz Hasan sabar menunggu bahkan sampai tertidur. Sayyid Abdullah Al

Jufri mengintip dan melihat tuan rumah dengan santai menonton televisi. Maka dengan

keras ia menggedor pintu dan mengucapkan salam. Ustadz Hasan terkaget dan melarang dan

menyuruhnya nunggu di mobil saja. Setelah tuan rumahnya keluar ustadz Hasan meminta

maaf.

Habib Hasan mendidik putra-putranya dan para pengurus pondok untuk

mengutamakan kepentingan (urusan pondok di atas kepentingan dan urusan sendiri atau

rumahtangganya. Diantaranya pernah pada saat tinggal satu hari waktu pernikahan Habib

1

(35)

Zain beliau menghadap ke Ustadz Hasan Hasan untuk izin ke Surabaya karena tinggal satu

hari lagi hari perkawinan dan masih banyak yang belum disiapkan. Ustadz Hasan tidak

memberikan izin bahkan menyuruh untuk menjemput seorang guru dengan mobil pickup

dan disuruh nyetir sendiri. Ustadz Zain mengajukan lagi dan menyampaikan bahwa tinggal

hari ini saja dan tidak ada waktu lagi. Dengan serius beliau berkata: “Kalau kamu tidak mau,

saya akan keluar dari pondok”. Ustadz langsung ke umiknya dan mengadukan hal tersebut,

ustadzah memberikan nasehat dan suruh mentaati perintah walidnya.2

Ustadz Zain kembali menghadap dan menyatakan siap melaksanakan apa yang

diperintahkan di saat itu Ustadz Hasan menyampaikan pesan : “Tinggalkan urusan

pribadimu yang paling besar sekalipun demi melaksanakan urusan pondok yang terkecil.

Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang

berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 tempat

pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.

Dengan jumlah santri yang terus berkembang serta tempat (rumah sewa) tidak dapat

menampung jumlah santri, maka pada tahun 1985 Atas petunjuk Musyrif Ma’had

Darullughah Wadda’wah Abuya Sy.Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Pondok

Pesantren Darullughah Waddakwah dipindah ke ke sebuah desa yang masih jarang

penduduknya dan belum ada sarana listrik, tepatnya di Desa Raci, Kecamatan Bangil.

Jumlah santri pada waktu itu sebanyak 186 orang santri yang terdiri dari 142 orang santri

putra dan 48 orang santri putri.

2

(36)

Setelah Ustad Hasan bin Ahmad Baharun wafat pada 8 Shafar 1420 H atau 23 Mei

1999, pondok ini kemudian diasuh oleh salah satu anaknya, yakni Habib Zain bin Hasan bin

Ahmad Baharun yang merupakan murid asuhan Almarhum abuya Habib Muhammad bin

„Alawi bin „Abbas al-Maliki.

Hingga saat ini lahan yang ada telah mencapai kurang lebih 4 Ha dan telah hampir

terisi penuh oleh bangunan sarana pendidikan dan asrama santri dengan jumlah santri sekitar

1500 yang berasal dari 30 propinsi di Indonesia, negara-negara Asia Tenggara dan Saudi

Arabia. Santri-santri dibina oleh tidak kurang 100 orang guru dengan lulusan/alumni dalam

dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu yang diikutkan belajar sebanyak sekitar 95

orang.

Kesuksesan Habib Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok

Pesantren Darullughah Waddakwah tidak lepas dari peran besar dari seorang wanita

sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam

menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, ia adalah

Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta yang senantiasa dengan

penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan suaminya serta

senantiasa memberikan semangat baginya. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya

ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka

ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan

yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.

Pernah ketika Habib Hasan mau melakukan perjalanan ia tidak meninggalkan

(37)

memasak untuk mereka, dan ustadzah malu meminjam uang dari orang yang biasa ia

berhutang darinya, maka ia menyuruh karem (orang yang khidmah di rumahnya) untuk

menjual perhiasanya yang berharga.

Dukungan ustadzah terlihat jelas ketika ia mendapatkan warisan dari orang tuanya ia

berikan warisan tersebut kepada Habib Hasan yang mana saat itu membutuhkan dana untuk

pembangunan pondok.3

Kesabaran ustadzah demi kesuksesan dakwah suaminya ditunjukkan dengan

tabahnya ditinggal pergi ust.Hasan yang sibuk keluar kota atau belajar dari guru-gurunya.

Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau pulang ke

rahmatullah, saat itu ribuan orang datang berduyun-duyun untuk mensolatinya yang

memimpin solat jenazah saat itu adalah al Habib Anis bin Alwi al Habsyi dari Solo,

kemudian estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin

Hasan Baharun.

Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Wadda’wah yang

berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang

ditempati 334 santri putra untuk tingkat i’dadiyah dan kelas I dan II ibtida’iyah.

B. Pengalaman Organisasi dan Perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun

Semasa remaja ia senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi

lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan ia pernah diutus untuk mengikuti

Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Pernah menjabat Ketua

33

(38)

Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. Ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul

Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Di

Pasuruan ia menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayatnya.

Ia mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat,

berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga ia tetap mulia walaupun ada

tudingan miring yang diarahkan kepadanya namun ia dapat menunjukkan kedekatan dengan

para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai

ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di

pesantren dan ada pemisahan antara putra dan putri, acara di pendopo tidak akan dimulai

kecuali ia sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa “Bupati Pasuruan

adalah Bupatinya Ust.Hasan”.

Sebuah contoh keberhasilan dakwahnya di kalangan pejabat adalah mereka

senantiasa berkonsultasi dan minta pendapatnya apabila ada permasalahan di masyarakat.

Dan juga ia mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis

misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat

taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek

se-Kabupaten Pasuruan.

Ia dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah

walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan

orde baru, namun Alhamdulillah ia mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk

kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.

Selain berdakwah ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama)

(39)

sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan

melakukan demonstrasi besar-besaran apabila ia tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan

pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak

lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari

ibundanya, ia pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa

saja. Namun karena kegigihannya selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak

untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1972 beliau

mengajar di sebuah Pondok Pesantren di desa Ganjaran Gondanglegi Malang guna

mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok tersebut pada saat itu terkenal maju dalam

bidang Bahasa Arabnya.

Selanjutnya ia pindah dan mengabdikan diri di Pondok Pesantren Al Khairiyah

Bondowoso bersama Ustaz Abdullah Abdun dan Habib Husein al-Habsyi. Sehingga beliau

diminta oleh Habib Husein al-Habsyi untuk mengajar di Pondok Pesantren Yayasan

Pendidikan Islam (YAPI) yang baru dirintisnya.4 Pada waktu beliau mengajar di YAPI

beliau dikenal sangat disiplin dalam mengajar dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan

oleh pesantren, sehingga ia mendapat kepercayaan menjadi tangan kanan Habib Husein

al-Habsyi. Selama ia mengajar di Pondok YAPI masyarakat Bangil tidak tahu bahwa ia adalah

ahli pidato (seorang orator) karena Habib Husein al-Habsyi melarangnya untuk melakukan

dakwah dan menerima kursus Bahasa Arab. Adapun karya besarnya pada saat mengajar di

YAPI, ia sempat mengarang kamus Bahasa Arab yaitu Bahasa Dunia 'Ashriyah dan kitab

4

(40)

percakapan Bahasa Arab (Muhawaroh Jilid I, II) yang pada saat ini banyak dipakai di

berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.5

Selain mengajar di tempat yang telah disebut di atas, ia juga pernah mengajar di

berbagai pondok pesantren diantaranya: Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok

Pesantren Salafiyah asy-Syafi'iyah Asembagus Situbondo, Pondok Pesantren Langitan

Tuban, dan lain-lain. Pada waktu cuti pondok pesantren, ia gunakan waktunya untuk

menyebarkan dan mengembangkan Bahasa Arab ke berbagai pondok pesantren, baik di

Jawa Timur atau di Jawa Tengah.

C. Problematika yang Dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun Selama Perjalanan Karir Dan Perjuangan Beliau Dalam Berdakwah.

Dakwah merupakan tugas suci umat Islam yang identik dengan tugas Rasul,

bertujuan mewujudkan tatanan masyarakat Islami yang diridhai oleh Allah, yakni sebuah

tatanan msyarakat yang berjalur Iman, Islam dan Ikhsan. Dakwah memerlukan kekuatan

ekstra, tidak hanya mengajak dan berbicara saja tetapi lebih dari itu. Mengontrol atau

mengevaluasi hasil dakwah adalah suatu masalah yang sangat penting dan urgent dari tujuan

dakwah itu sendiri.

Problematika dakwah sudah menjadi ’makanan sehari-hari’ bagi pendakwah,

kadangkala permasalahan itu timbul sebelum proses dakwah, selama proses atau sesudah

5

(41)

dakwah itu dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, penyebaran agama islam pada zaman

sekarang adalah pewujudan dari dakwah orang-orang alim sebelum kita.

Risiko dakwah tentu adalah sunntatullah atau wajar terjadi. Karena, yang kita

dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus,

atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler atau pemikiran yang

’sesat’ yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita tidak akan berjalan

semulus di jalan tol.

Problematika dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, bahkan dari abad

ke abad, tentu sangat variatif. Tiap-tiap masa dan era memiliki tantangannya sendiri-sendiri.

Karena itu, dinamika agama (Islam) di manapun ia berada sangat ditentukan oleh

gerakan-gerakan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.

Pada zaman Nabi saw, problematikan dakwah diperhadapkan pada akulturasi budaya

dan kondisi masyarakat yang telah memeluk agama selain agama Islam, bahkan berbagai

perubahan sebagai akibat banyaknya ummat Islam yang hijrah ke Madinah sekaligus

merubah sistem ekonomi, sosial budaya dan bahkan status sosial.

Sepeninggal Nabi saw, problematika dakwah tetap muncul ke permukaan. Adanya

sebagian umat Islam yang enggang mensosialisasikan ajaran agama, misalnya tidak

mengeluarkan zakat, termasuk problematika yang tak terbantahkan. Di masa-masa

berikutnya, perpecahan umat Islam ke dalam berbagai aliran yang berdampak pada

renggangnya solidaritas dan ukhuwah islāmiyah, juga merupakan problematika abadi yang

(42)

Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh kecanggihan

teknologi informasi dan komunikasi yang semakin memper-mantap terjadinya globalisasi

dalam segala bidang kehidupan.

Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa di zaman modern ini, semakin meningkat

berbagai jenis kejahatan dan akibatnya adalah semakin terkikis sosialisasi ajaran-ajaran

agama di kalangan masyarakat. Contoh kasus; banyak di antara mereka yang terlambat

melaksanakan shalat, bahkan ada yang meninggalkan shalat, karena terlena duduk

berlama-lama di depan televisi atau internet dan semacamnya. Pada kasus lain, khususnya yang

banyak menerpa generasi muda sekarang ini adalah terbiusnya mereka dengan obat-obat

terlarang, misalnya, ganja, narkoba dan semacamnya.

Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka kegiatan amar ma’rūf

dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata lain, aktifitas dakwah harus senantiasa

digalakkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tanpa

kegiatan dakwah, maka sosialisasi ajaran agama (Islam) akan mandek dan akan mengalami

kevakuman.

Oleh karena itu, aktifitas dakwah harus dikemas secara profesional dan diorganisir

secara rapi, serta dikembangkan terus menerus mengikuti irama dan dinamika zaman. Hal

ini penting karena dakwah merupakan instrumen terpenting dalam memformat perilaku

keberagamaan masyarakat.

Problematika yang dihadapi oleh Habib Hasan selama perjuangannya dalam

berdakwah dan mengasuh pondok sangatlah banyak dan hampir di setiap proses

perjuangannya selalu menghadapi masalah ataupun ujian, ujian itu kadang tertuju pada diri

(43)

semua masalah yang beliau hadapi itu sebagai tantangan untuk mendapatkan pelajaran yang

lebih baik. Habib hasan memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah

tersebut, ia memiliki 3 senjata yang selalu digunakan dalam menghadapi masalah-masalah

yang datang, diantaranya yaitu: pertama, dengan bertaqwa kepada Allah, dalam artian orang

bertaqwa kepada Allah tentu akan selalu tenang jika berbuat baik dan merasa gelisah jika

melakukan perbuatan dosa, hal itu dijadikan Habib Hasan sebagai pengontrol diri agar tetap

berada dalam jalan kebaikan walaupun sedang menghadapi masalah sebesar apapun, tidak

putus asa dan tidak berprasangka buruk terhadap takdir dan ujian Allah. Kedua, selalu

membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam perjalanan dakwahnya Habib hasan tidak

jarang menerima fitnahan dan sikap-sikap yang tidak baik dari berbagai pihak. Namun ia

tidak pernah mempermasalahkan keburukan orang terhadapnya, bahkan ia selalu

membalasnya dengan kebaikan. Pernah suatu ketika, saat ia sambang ke rumah orang tuanya

di Madura, di sana dapat berita dari Habib Abdurrahman Al Hasni bahwa ada seorang warga

yang menyebarkan berita tidak baik tentang Ustadz Hasan. Kemudian ia pergi ke pasar

bersama putranya (Ustadz Segaf Baharun) dan beli kue yang istimewa “Khong Ghuan” dan

langsung mencari rumah orang tersebut dan menghadiahkan kue tersebut. Terkejutlah tuan

rumah dengan kedatangannya dan semenjak itu dia sangat simpatik kepada Habib Hasan.

Ketiga, berakhlak baik kepada siapapun tanpa membeda-bedakan baik itu kepada santri,

tetangga, kawan sesama ulama, maupun kepada para pejabat pemerintahan.

Dengan memegang tiga senjata itu Habib Hasan selalu optimis dalam menghadapi

masalah-masalah yang datang. Habib Hasan menyadari bahwa sebagai ulama’ ia akan

(44)

itu dan selalu yakin dengan usaha, doa serta tawakkal bahwa setiap masalah pasti akan

selesai.

Diantara masalah-masalah yang sering dihadapi Habib Hasan adalah didemo

masyarakat karena kurang setuju dengan dakwahnya. Pondok pesantren Dalwa sering

diganggu oleh pihak luar yang merasa iri dengan Habib Hasan, bahkan suatu ketika pondok

pesantrean Dalwa menerima santri kiriman dari pihak yang berniat merusak nama baik

pondok pesantren Dalwa, sebenarnya santri tersebut masuk pondok pesantren Dalwa bukan

benar-benar untuk tujuan mencari ilmu, namun datangnya santri tersebut merupakan

settingan dari pihak yang tidak suka dengan keberhasilan habib Hasan, santri tersebut

sebenarnya adalah dari kalangan pemabuk yang diminta untuk membawa keburukan di

dalam pondok pesantren Dalwa, bahkan sampai membawa narkoba di dalam pondok

pesantren Dalwa. Kejadian tersebut secara otomatis langsung membuat pondok pesantren

Dalwa menuai cibiran, fitnah itu berhasil merusak nama baik Habib Hasan sebagai pengasuh

pondok. Namun hal itu tidak lantas membuat Habib Hasan putus asa dan mengusut tuntas

siapa dalang di balik fitnah tersebut. Menurut penuturan Habib Seggaf putranya, Habib

Hasan senantiasa membalas suatu keburukan apapun dengan kebaikan.6

Banyak pihak sesama ulama yang merasa iri atas keberhasilan dakwah Habib Hasan,

dan tak jarang hal itu menimbulkan fitnah dan pencemaran nama baik Habib Hasan. Perasan

iri itu dipicu karena Habib Hasan adalah seorang pendatang di kota pasuruan namun beliau

begitu cepat meraih keberhasilan dalam dakwahnya bahkan ia sangat terkenal di kalangan

masyarakat kabupaten pasuruan. Hal tersebut yang sering menimbulkan rasa iri di kalangan

sesama ulama maupun masyarakat luas. Habib hasan juga sering menerima cacian dari

masyarakat akibat dari ketamakan masyarakat itu sendiri, banyak masyarakat yang merasa

6

(45)

telah memberikan bantuan terhadap dakwahnya maupun bantuan untuk pengembangan

pondok pesantren Dalwa yang ternyata pada akhirnya masyarakat tersebut mengharap

balasan lebih atas bantuan yang telah diberikan kepada Habib Hasan padahal berdasarkan

kenyataan bantuan yang diberikan itu tidak seberapa, namun hal tersebut dihadapi Habib

hasan dengan sikap yang tetap lembut dan penuh keikhlasan.7

7

(46)

BAB IV

PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN

A. Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun Tentang Konsep Dakwah

Dakwah adalah proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan

dengan sadar dan sengaja. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak orang untuk

beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam amar ma’ruf, perbaikan dan

pembangunan masyarakat nahi munkar. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan

untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhoi

Allah SWT.1

Menurut Dr. Taufiq Al-Wa’I definisi Dakwah Islam yaitu, “Mengumpulkan manusia

dalam kebaikan, menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan manhaj

Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari

yang mungkar, membimbing mereka kepada shirathal mustaqim dan bersabar menghadapi

ujian yang menghadang di perjalanan.2

Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai kewajiban berdakwah, salah satunya

yaitu dalam surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:

Artinya :

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,

menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang

yang beruntung.(Qs. Ali Imron ayat 104)

1

Sholeh, A Rosyad. Manajemen Dakwah Islam (Yogyakarta: Srya Sarana Grafika, 2010), 10. 2

(47)

Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa menyarankan kebaikan (berdakwah)

merupakan perintah Allah SWT, untuk semua manusia sehingga tugas dakwah merupakan

tugas setiap individu umat Islam. Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang

menugaskan umatnya untuk menyeru dan mengajak manusia untuk memeluk agama Islam.

Agar dakwah Islam dapat berjalan dengan maksimal maka dibutuhkan dukungan dari

komponen atau unsur-unsur dakwah sebagai berikut:

1) Subjek Dakwah

Subjek dakwah adalah pelaku kegiatan dakwah atau dengan kata lain orang yang

melakukan dakwah, yang merubah situasi sesuai dengan ketentuan Allah.

2) Objek Dakwah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengloahan data N-gain dan uji independent samples t-test antara kedua kelas dapat disimpulkan, Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa SMA N 7

Berdasarkan pemikiran itulah maka peneliti akan melakukan penelitian upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika

Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa (1) Large negative book-tax differences secara negatif

memfasilitasi terselenggaranya kegiatan administrasi yang efektif dan efisien melalui penerapan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung aktivitas

(2007), mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk hayati yang dapat mengefisien- sikan pupuk fosfat anorganik, sehingga dapat mengatasi rendahnya

Terjadi perubahan kewarganegaraan, tidak lagi bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia dan/atau menjadi pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal

Apakah terdapat hubungan perubahan asupan makanan selama puasa Ramadhan dengan kadar leptin pada individu dengan overweight dan obesitas di Fakultas

Jenis jalan yang mengalami pelebaran adalah Jalan KH Hasyim Asyari yang mengalami pelebaran adalah merupakan jenis jalan kolektor dua arah yang terpasang tiang octagonal 8