BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh:
Regah Puspita Arum NIM: A82212159
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRACT
This thesis entitled "Biography and Thought Habib Hasan bin Ahmad Baharun (1934-1999)". Problems studied in this thesis are: 1) Who Habib Hasan bin Ahmad Baharun it and what their work? 2) How does the idea of Habib Hasan bin Ahmad Baharun? 3) How does the career as well as the struggle of Habib Hasan bin Ahmad Baharun ?.
Thesis was prepared using the method of historical research. The writing method historically used writing is to use some of the steps that heuristics (This study is a research library (library research), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach and theoretical framework used was the biographical approach is used to understand and explore the personality of a person based on the cultural background of the social environment in which the character grew up, how the educational process is experienced, as well as the characters, which is on the person.
i DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 6
G. Metode Penelitian ... 7
H. Sistematika Bahasan ... 13
BAB II BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Kelahiran Habib Hasan... 16
B. Pendidikan ... 17
C. Kepribadian ... 20
D. Karya Tulis ... 26
E. Detik-detik Terakhir Kepergian………...29
BAB III PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa ... 33
B. Pengalaman organisasi dan perjuangan Habib Hasan ... 37
C. Problematika yang dihadapi Habib Hasan ... 40
BAB IV PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Pemikiran Habib Hasan tentang konsep dakwah ... 47
B. Pemikiran Habib Hasan tentang pendidikan ... 55
C. Pemikiran Habib Hasan tentang pentingnya bahasa Arab... 69
ii BAB V PENUTUP
A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam masuk ke Nusantara dengan membawa misi pendidikan, yaitu menyampaikan
ajaran agama kepada penduduk. Penyampaian ajaran agama tersebut dilakukan di sebuah
tempat pendidikan Islam tradisional yang dikenal dengan istilah pesantren. Di dalam
pesantren, para santri mendapatkan pelajaran yang mencakup berbagai bidang tentang
pengetahuan Islam yang diajarkan oleh para guru dan pemimpin pesantren (kiai).1
Berbicara mengenai kiai, dari dulu kalangan agamawan seperti kiai2, mempunyai
peranan sosial yang penting dalam masyarakat. Peran dari seorang kiai maupun ulama
sangat penting sekali dalam pandangan masyarakat karena dengan kiprahnya yang luar biasa
bisa menjadi orang yang berguna seperti apa yang para kiai contohkan untuk mereka.
Kedudukan seorang kiai berpengaruh besar terhadap masyarakat secara umum yaitu seperti
sifat wibawa, kesalehan, berpengetahuan luas tentang agama Islam yang dapat menyebabkan
seorang kiai mendapatkan pengikut serta membawa hal yang berbeda yang mampu
memberikan citra bagi masyarakat. Selain kharismanya seorang kiai juga memiliki tingkat
kesalehan yang lebih tinggi serta mempunyai kepribadian yang khas dibandingkan dengan
masyarakat pada umumnya. Kiai tidak hanya dapat dikatakan sebagai elit, tetapi juga
sebagai elit pesantren yang memiliki otoritas tinggi ketika menyebarkan tentang
1
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M,1986), 16. 2
pengetahuan keagamaan di dalam masyarakat dan kharismatik yang dimiliki seorang kiai
menjadi tolak ukur kewibawaan. Kharismatik yang dimiliki seorang kiai merupakan karunia
yang diperoleh dari Allah.3
Dalam bahasa Jawa kata kiai dipakai dalam tiga jenis gelar yaitu yang pertama
sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, seperti kiai garuda
kencana yang dipakai untuk sebutan kereta emas di Keraton Yogyakarta, yang kedua dipakai
untuk gelar kehormatan bagi orang tua pada umumnya dan yang ketiga untuk gelar yang
diberikan oleh masyarakat untuk seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan
pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam kepada santri ataupun orang lain. Selain itu,
seseorang yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab biasanya juga disebut
dengan alim ulama.4
Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan salah seorang tokoh ulama di Pasuruan
yang menjadi sosok pemimpin dalam pesantren maupun masyarakat yang memiliki akhlak
dan kepribadian yang utuh, pemikiran yang cemerlang, berjiwa besar serta memiliki
ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam membimbing santri-santrinya serta memiliki
konsep dan arah pendidikan yang jelas, banyak memberikan sumbangsih terhadap
pengembangan pendidikan dan dakwah. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan beberapa
lembaga dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Salah satunya ia aktif di Majlis
Ulama Indonesia (MUI) Pasuruan sampai akhir hayatnya.
3
Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13. 4
Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang dikenal sebagai seorang ahli bahasa arab
lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934. Ia dikenal sebagai pribadi yang sabar,
istiqomah, tawakkal, dermawan, ikhlas, tawadhu’, sederhana, berani, wara’, dan gigih.5
Sejak masih kecil ia sudah ditanamkan kedisiplinan dan kesederhanaan oleh kedua
orang tuanya sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai
akhlak dan sifat-sifat yang terpuji. Semasa muda ia telah diilhami oleh rasa cinta untuk
menyebarluaskan bahasa Arab. Sumbangsih Habib Hasan terhadap dunia bahasa Arab bisa
dilihat dalam karya-karya tulisnya diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat
Ashriyah), percakapan bahasa Arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II), buku praktis ilmu
tajwid, pengantar belajar ilmu Nahwu (41 kaidah Nahwu), al-af’al al-Yaumiyyah dan
al-Asma al-Yaumiyyah.6 Selain berkarya di bahasa Arab ia juga berdakwah di beberapa tempat dan sempat mengajar bahasa Arab di beberapa pondok pesantren seperti pesantren
Gondanglegi (Malang), pesantren Sidogiri (Pasuruan), pesantren Salafiyah Asy-Syafi’iyah
(Asembagus, Situbondo), pesantren Langitan (Tuban) dan lain-lain.
Dari hubungan yang harmonis dengan beberapa pesantren itulah yang memudahkan
Habib Hasan mendirikan pesantren yang diberi nama Darullughah Waddakwah (Dalwa)
tepat pada tahun 1982 di desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan.
Saya sebagai seorang mahasiswi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, yang
notabennya dilingkupi oleh ilmu-ilmu keagamaan tertarik untuk mengulas sejarah biografi
dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun (1934-1999).
B. Rumusan Masalah
5
Ustadz Samsul, Wawancara, Bangil, 15 September 2015. 6
Berdasarkan judul di atas, “Biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(1934-1999)” maka ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah :
1. Siapa Habib Hasan bin Ahmad Baharun itu dan apa kiprahnya?
2. Bagaimana pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun?
3. Bagaimana perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang dipaparkan penulis di atas, penulis memiliki tujuan
dari hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
1. Untuk mengetahui kisah kehidupan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
2. Untuk mengetahui pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
3. Untuk mengetahui perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua
orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis.
1. Dari sisi keilmuan akademik:
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan informasi. Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya,
serta untuk menambah khasanah keilmuan di bidang sejarah Islam dan sejarahtokoh
dalam bentuk karya ilmiah di Fakultas ADAB DAN HUMANIORA UIN Sunan Ampel
2. Dari sisi praktis:
Perjalanan hidup dan perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan hal
yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan tauladan hidup, skripsi ini juga berguna
untuk bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami sejarah, terutama
yang berkaitan dengan biografi dan pemikiran seorang tokoh.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Penulisan skripsi ini menggunakan menggunakan pendekatan Historis Deskriptif.
Dalam hal ini penulis mengungkapkan serta mendiskripsikan bagaimana sejarah riwayat
hidup Habib Hasan bin Ahmad Baharun serta pemikirannya dalam pondok pesantren
Darullughah Wadda’wah di Raci Pasuruan. Lebih khususnya, dalam skripsi ini penulis
menggunakan pendekatan biografis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan
mendalami kepribadian seseorang berdasarkan latar belakang lingkungan sosial kulturan
dimana tokoh itu dibesarkan, bagaimana proses pendidikan yang dialami, serta watak watak
yang ada pada seseorang tersebut.7
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu, penulis telah melakukan studi tentang penelitian
terdahulu, sejauh ini penulis belum menemukan karya yang membahas biografi dan
pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun, oleh karena itu penulis menggunakan karya
yang lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti yaitu:
1. Skripsi yang berjudul “Pondok Modern Al-Barokah (Studi Tentang Perkembangan Dan
Perannya dalam masyarakat) Patianrowo Nganjuk. Yang mana sebagai acuan penulis
untuk menulis proposal ini.
7
Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini
akan lebih terfokus pada biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam
pondok pesantren.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian ini karena
dengan metode penelitian yang digunakan dapat membantu penulis untuk mencapai tujuan
dan menetukan jawaban atas masalah yang diajukan. Adapun dalam skripsi ini, penulis
menggunakan metode historis yaitu menguji dan menganalisa secara kritis terhadap rekaman
peninggalan masa lalu.8 Penulisan ini berusaha mengungkap kehidupan seorang tokoh meliputi kisah hidup, pemikiran serta perjuangan yang berada di dalam pesantren. Metode
historis ini meliputi empat tahapan:
1. Heuristik
Heuristik yaitu teknik pengumpulan sumber baik lisan maupun tulisan.9Sumber sejarah disebut juga data sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dapat dibagi dua
yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak.10 Pada penelitian skripsi ini
penulis mengumpulkan sumber-sumber serta data-data yang berhubungan dengan
“Biografi dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang pertama penulis
lakukan untuk mengumpulkan sumber serta data baik itu sumber primer atau sekunder
yaitu penulis mendatangi pondok pesantren Darullughah Waddakwah yang terletak di
8
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985), 32. 9
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: kurnia Alam Semesta, 2003), 55.
10
desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan dengan waktu 2-3 jam perjalanan akhirnya
sampailah penulis di desa Raci, setelah melihat sekeliling pondok penulis mendatangi
tempat yang tidak jauh dari Pondok tersebut. Ternyata setelah penulis berkenalan,
beliau adalah ustadz di pondok pesantren Darullughah Wadda’wah yang bernama
ustadz samsul, setelah itu penulis berbicara lama dengan beliau untuk memperkenalkan
diri dan tujuan penulis datang ke pondok pesantren tersebut kemudian ustadz Samsul
mulai mencarikan buku tentang biografi Habib Hasan Bin Ahmad Baharun dan karya
tulis karangan dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang diantaranya kamus bahasa
dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan bahasa arab (Al-Muhawarah al-haditsah
I dan II), buku praktis ilmu tajwid dan pengantar belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu).
Sebenarnya masih banyak karya-karya karangan beliau yang lainnya namun yang dapat
dicarikan oleh Ustadz Samsul hanya sebagian itu saja. Setelah beliau mencarikan karya
dari Habib Hasan kemudian Ustadz Samsul mengantarkan penulis untuk melakukan
wawancara dengan anak dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Setelah itu beliau juga
mengantarkan penulis untuk melakukan wawancara dengan ustadz yang bernama
Ustadz Ismail yang kebetulan dahulu beliau hidup di masa Habib Hasan dan mengetahui
seluk beluk dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
Dalam penulisan proposal ini penulis menggunakan sumber sejarah yang dibagi
menjadi dua sumber.
a) Sumber Primer
Sumber primer dalam sejarah merupakan sumber yang berhubungan langsung
dengan Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, dalam hal ini sumber yang digunakan
beliau, sumber lisan berupa wawancara dengan Ustadz Segaf Baharun atau yang
berhubungan langsung dengan ia. Dalam metode penelitian ini sumber primer
yang penulis temukan berupa peninggalan beliau yaitu berupa beberapa buku
karangan ia dengan judul “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)”,
dengan penerbit Darussagaf Bangil 1980. Buku ini didalamnya memuat tentang
perbendaharaan kata sehari-hari dan kata-kata modern yang banyak dipakai di
majalah-majalah atau surat kabar. Di buku ini juga dituliskan berbagai macam
contoh surat menyurat, pidato, cara membuat surat-surat keterangan dan
tema-tema yang diperlukan sehingga yang membacanya bisa bercakap-cakap serta
menulis surat dan menyampaikan ceramah menggunakan bahasa arab.
Buku karya ia yang penulis temukan “percakapan bahasa arab
(Al-Muhawarah al-haditsah I dan II), yang diterbitkan oleh Darussagaf Bangil tahun
1981. Buku ini didalamnya memuat tentang percakapan-percakapan bahasa arab
sehingga memudahkan bagi yang membaca bisa bercakap-cakap bahasa arab
dengan fashih.
Buku karya ia yang juga penulis temukan “Buku Praktis ilmu Tajwid yang
diterbitkan oleh Darullughah Waddakwah Raci Bangil tahun 1998 (1418 H).
Karya lain dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang penulis temukan yaitu
“Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 kaidah nahwu)” yang diterbitkan oleh
Percetakan Dalwa Raci Bangil tahun 1432. Di dalam buku ini terdapat kaidah
yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami khususnya bagi para pemula
b) Sumber Sekunder
Selain sumber primer penelitian ini penulis menggunakan sumber sekunder
yang berkaitan dengan judul tersebut sebagai bahan penunjang, diantaranya
buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini ini. Sumber
sekunder yang penulis temukan adalah buku “Biografi Sang Murobbi Abuya Al
-Ustadz Al-Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang ditulis oleh Keluarga besar
Al-Hasaniyah dan diterbitkan oleh ikatan alumni Dalwa “Al-Hasaniyah pada
tahun 2012.
2. Kritik Sumber
Setelah metode heuristik atau pengumpulan data terkumpul maka selanjutnya
dilakukan kritik sumber, kritik sumber dilakukan untuk mendapatkan keabsahan atau
kebenaran dari sumber yang telah didapatkan.11 Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya yang sudah terkumpul
baik dari segi isi, bahasa, maupun segi fisiknya. Sementara itu, sumber lisan dikritik
dengan cara membandingkan informasi-informasi yang disampaikan oleh responden,
dan kondisi fisik responden, apakah orang tersebut adalah saksi hidup yang pernah
sezaman atau masih keturunan dari tokoh yang diteliti. Selain sumber tertulis sumber
lisan juga dapat diakui kredibilitasnya apabila memenuhi syarat bahwa sumber
disampaikan oleh saksi yang berrantai dan dilaporkan oleh orang terdekat.12 Sumber lisan juga mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayan
umum pada masa tertentu.
11
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 70. 12
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk memadukan hasil wawancara dengan
sumber tertulis. Penulis menemukan beberapa karya dari Habib Hasan bin Ahmad
Baharun diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan
bahasa arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II, buku praktis ilmu tajwid, pengantar
belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu), selain karya Habib Hasan bin Ahmad Baharun
sendiri, penulis juga mendapatkan tulisan ikatan alumni pondok pesantren Dalwa
tentang biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Dan menurut penulis,
menyimpulkan bahwa hasil wawancara kepada putra dan keluarga Habib Hasan bin
Ahmad Baharun sangat relevan dengan karya tulis yang membahas tentang biografi
Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
3. Interpretasi
Setelah metode penelitian heuristic dan kritik dilakukan maka tahap selanjutnya
yaitu menguraikan data yang terkumpul dibandingkan lalu disimpulkan agar bisa dibuat
penafsiran terhadap data sehingga dapat diketahui penyebab dan kesesuaian dengan
masalah yang diteliti yaitu biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
Penulis akan mendiskripsikan secara mendalam sumber-sumber yang telah
dikumpulkan kemudian peneliti akan menyimpulkan sumber-sumber tersebut
sebagaimana dalam kajian yang telah diteliti.
4. Historiografi
Historiografi yaitu menyusun fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan
dari penafsiran sumber-sumber dalam bentuk tertulis.13 Sebagai tahap awal dalam metode sejarah. Historiografi adalah cara dan tahap penulisan, pemaparan hasil
13
penelitian ilmiah, penulis mencoba menuangkan penelitian sejarah ke dalam suatu karya
berupa proposal.
H. Sistematika Bahasan
Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian
terdahulu, dan metode penelitian akan dibahas dalam bab I karena dalam bab ini
pendahuluan dari skripsi akan dibahas dengan detail sebelum melangkah pada bab
selanjutnya. Dari bab I lah penulis mengetahui masalah yang akan penulis teliti,manfaat
dan tujuan penelitian serta metode yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian
penulisan skripsi ini akan tersusun dengan pembahasan yang sistematis dan terperinci.
Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun akan menjadi pokok bahasan pada
bab II yang terbagi dalam beberapa sub bab pembahasan diantaranya mengenai kelahiran
Habib Hasan bin Ahmad Baharun, pendidikan, kepribadian, karya tulis, dan detik-detik
kepergian Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun
dibahas pada bab ini karena pembahasan ini termasuk dari bagian pokok dari penelitian
skripsi ini, pembahasan mengenai biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun diletakkan
pada bagian awal pembahasan setelah pendahuluan karena penulis harus mengetahui
bagaimana kehidupan beliau dari kecil hingga wafat. Dari riwayat hidup ini penulis akan
mengetahui segala hal yang berkaitan dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun termasuk
diantaranya mengenai pemikiran dan perjuangan beliau sampai menjadi seorang ulama
terkemuka dan memiliki pondok pesantren yang besar.
Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dibahas dalam bab III, karena
Ahmad Baharun, maka setelah itu penulis ingin mengetahui bagaimana
pemikiran-pemikiran beliau terhadap beberapa aspek, diantaranya pemikiran-pemikiran ia tentang konsep
dakwah, pendidikan, dan pemikiran ia tentang pentingnya bahasa Arab. Dalam bab III ini
penulis juga akan membahas sekilas tentang cita-cita besar Habib Hasan bin Ahmad
Baharun yang secara tidak langsung hal tersebut merupakan bagian kecil dari pemikiran
ia
Dalam bab IV penulis akan membahas mengenai perjalanan karir dan
perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Hal-hal yang penulis bahas dalam bab ini
dintaranya adalah mengenai perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam
mendirikan pondok pesantren Dalwa, pengalaman organisasi Habib Hasan bin Ahmad
Baharun, serta problematika yang dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun selama
perjalanan karir dan perjuangan ia dalam berdakwah.
Bab V merupakan bab terakhir dalam penulisan dan peyusunan skripsi ini.
Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan keseluruhan isi skripsi ini menjadi suatu
ringkasan yang jelas. Dalam bab ini juga penulis memberikan saran-saran yang
BAB II
BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Kelahiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Habib Hasan bin Ahmad Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 juni 1934 dan
merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari pasangan Al-Habib Ahmad bin Husein
dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari ia
adalah Al-Habib Hasan bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar bin Hasan Baharun.1 Sejak kecil, kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang
tuanya sehingga mengantarkannya menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan
sifat-sifat yang terpuji.
Ia dikarunia 6 orang putra dan 2 orang putri, mereka adalah Hb. Hamzah, Syarifah
Lina, Hb. Muhammad Shodiq (Alumni Darul Mustofa Tarim), Hb. Ali Zainal Abidin
(Alumni Sayyid Muhammad Al Maliki Makkah), Hb. Segaf (Alumni Habib Zen Bin
Sumaith Madinah), Hb. Ali (Alumni Habib Zen Bin Sumaith Madinah), Hb. Husin dan
Syarifah Ruqoyyah.
B. Pendidikan Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Pepatah lama mengatakan “Tuntutlah Ilmu walau ke Negeri Cina” kata tersebut
memberi semangat bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu. Dalam Al quran juga telah
1
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
dijelaskan tentang keutamaan orang-orang yang menuntut ilmu diantaranya yang tertera
dalam surah Al-mujadalah ayat 11 yang artinya “….Allah akan meninggikan derajat-derajat
orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna
untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup
sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan
dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.2
Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar
mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga
menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam
hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan
mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari
al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap
dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehingga mati dalam keadaan
fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama
dan faham-faham yang selain Islam.
Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan
mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk
mengembangkan potensi-potensi/kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa
menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di
2
sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah
di muka bumi ini.3
Bagi Habib Hasan Baharun pendidikan agama selain diperoleh dari kedua orang
tuanya, Habib Hasan Baharun juga mendapatkan pendidikan keagamaan dari Madrasah
Makarimul Akhlaq Sumenep serta dari kakeknya yang dikenal sebagai seorang ulama di
kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy4 yang senantiasa membina dan membimbingnya dengan penuh kasih sayang dan penuh kesabaran dan apabila
ada undangan untuk berdakwah, Habib Hasan Baharun sering diajak untuk menemani
dakwah dari sang kakeknya tersebut. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia menimba ilmu
agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ustadz Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ustadz
Umar bin Ahmad Bachabazy. Tidak hanya itu, ia juga belajar dan memahami ilmu agama,
khususnya ilmu fiqih kepada Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya sekaligus menjadi
murid kesayangan ulama’ asal kota pahlawan tersebut.5
Sejak kecil, Ustadz Habib Hasan Baharun memiliki semangat belajar yang tinggi
serta dikenal ulet dan rajin. Hal itu terbukti ketika bulan ramadhan tiba, ia belajar semalam
suntuk, selepas shalat tarawih dan tadarrus Al quran, ia lanjutkan dengan belajar dan
mendiskusikan agama kepada ustadz usman sampai menjelang shubuh.
Di samping pendidikan agama, ia juga menempuh pendidikan formal mulai dari SR
(Sekolah Rakyat, jenjang pendidikan setingkat SD) dilanjutkan hingga PGA (Pendidikan
Guru Agama). Ketika memasuki tahun keempat, ia pindah ke SMEA di Surabaya sehingga
3
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), 107. 4
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 2.
5
tidak sempat merampungkan pendidikan PGA-nya.6 Setelah menamatkan sekolah, ia Habib Hasan Baharun sering mengikuti ayahnya ke pulau Masalembu (sebuah pulau di utara pulau
Madura) untuk berdakwah sambil membawa barang dagangan. Pada tahun 1966, ia
memutuskan untuk berdakwah ke Pontianak, Kalimantan Barat. Tidak jarang, ia keluar
masuk desa dan menjelajahi hutan belantara yang penuh dengan lumpur dan rawa-rawa.
Dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semua hal yang dihadapi waktu itu tidak dianggap
sebagai penghalang dalam menjalankan misi dakwah.
C. Kepribadian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri atas psikis, seperti
inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk
tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.7
Kepribadian itu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, tetapi di
dalam perkembangan makin terbentuklah pola-pola yang tetap, sehingga
merupakan ciri-ciri yang khas dan unik bagi setiap individu. Adapun kepribadian
Habib Hasan Baharun adalah sebagai berikut:
1) Sabar
Adapun salah satu sifat yang menonjol pada dirinya adalah sifat sabar. Kesabaran
Ustadz Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan
orang-orang yang mengenalnya. Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana
kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin
Husein Baharun: “Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah
tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas
6
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 3.
77
dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan
kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut“. Begitu menurut penuturan
Habib Ahmad Baharun pada waktu Ustadz Hasan menghadap ilahi.
Kesabarannya sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta
menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok. Ustadz Hasan
dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka
diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan ia tidak
tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.
Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada
beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan
membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun ia malah
mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Ia juga dikenal sebagai pribadi yang tidak gampang marah jika berkaitan dengan
pribadinya sendiri, pernah ia tersiram air bekas cuci piring oleh seorang anak santri ketika
ia hendak pergi ke kantornya namun ia tidak marah dan pulang kerumahnya untuk
menukar bajunya dengan yang kering, padahal sang santri sudah gemetaran menahan
takut.
Pernah juga saat ia hendak berangkat khotbah jumat, dengan gamisnya yang baru,
saat ia keluar pintu samping tiba-tiba bersamaan dengan seorang pembantu yang sedang
membuang air bekas cucian, maka mengenalah ke gamis ustadz Hasan, namun ia tidak
marah, tanpa bicara atau menegor si pembantu ia pun masuk dan mengganti gamis yang
2) Istiqomah
Sifat Istiqomah Ustadz Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari
sifat tersebut tercermin pada aktifitas ia sehari-hari karena ia bangun setiap pukul 02.00
malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga
malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga
malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga
tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ustadz
Hasan tepat pada pukul 02. 00 (tidak boleh lebih atau kurang).8
Suatu ketika ia datang dari Makkah/Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta
karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali
santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa ia dalam keadaan
sangat lelah, maka untuk menjaga agar ia tidak terlambat bangun ia berpesan kepada H.
Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang
menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00
malam dan tidak cukup itu saja ia masih memberi tahu ke pos jaga agar juga
mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ustadz Hasan.
Begitulah salah satu contoh kesungguhan ia dalam menjaga keistiqomahan tersebut.
3) Kedermawanan
Kedermawanan yang ada padanya tumbuh dan berkembang sejak ia masih muda
karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh abah (ayah) dan kakeknya sebagaimana
kisah-kisah sebelumya sehingga ia tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial
terutama memiliki kepedulian kepada para fakir-miskin dan anak yatim. Bentuk
8
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan beliau membagikan
hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban
kepada para tetangga pondok, famili ia yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang
datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka
kepada orang yang tak mampu. Juga khitanan masal yang sering ia adakan.
Pernah suatu saat, datang tamu dari jawa tengah dan kebetulan yang menemani dan
melayani ia pada saat itu Ustadz As’ad. Ketika tamunya pamit untuk pulang ia
bersalaman sambil memberikan amplop berisi uang sebagai hadiah. Dari ikhlasnya
amplop tersebut dikasihkan/dihadiahkan ke Ustadz As’ad tanpa melihat jumlah uang di
amplop tersebut. Begitu juga bila ada seorang santri yang akan pulang, ia sering memberi
uang untuk ongkos pulang.
4) Kesederhanaan
Apabila orang bertemu dengan Ustadz Hasan Baharun dan orang tersebut
sebelumnya belum mengenal ia maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ustadz
Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena ia memang
mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di
dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-biasa saja yaitu memakai gamis dan
kopyah putih tanpa imamah dan rida, juga cukup dengan sandal jepit walaupun keluar
yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta
kewibawaan Ulama. Maka ia akan berpakaian lengkap dengan jubah kebesarannnya.
Selain kesederhanaan dalam berpakaian ia juga memiliki kesederhanaan dalam pola
kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepadanya ketika
membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah ia yang
atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah
tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudah menjadi pilihan ia yang lebih
terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.
Bahkan pada saat awal pindah di Raci, pondok sudah berdiri dengan megah, besar
dan bagus tetapi ia sendiri masih tinggal disebuah rumah kontrakan di bangil.
5) Keberanian
Pernah suatu saat ia melakukan perjalanan dengan mengendarai bis umum dia
mendapatkan laki-laki yang menggoda wanita yang bukan mahromnya bahkan sampai
dipangkunya maka ditegurlah dia tapi dia malah marah-marah, mencaci maki dan
mengajak berkelahi, tapi ustadz sabar dan diam tidak menjawab tidak ingin ribut
sehingga mengganggu orang yang di bis dan tatkala orang tersebut turun dahulu maka
ustadz pun turun untuk menuruti tantangannya tapi orang tersebut langsung takut dan
kabur seketika.
6) Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh ia dalam menasehati para santri dan para guru
agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini
merupakan cerminan dari kepribadian ia yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai
sebuah bukti dari keikhlasan ia ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat
papan nama pondok di tepi jalan ia tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut.
Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali
santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat
pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum ia wafat.
Demikian pula ia dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat
adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat
keikhlasannya, bahkan ia tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena ia berpendapat
bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.9
D. Karya Tulis Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Selain menjadi seorang pendakwah, pemimpin, pengasuh pondok pesantren dan
menjadi pendidik, Habib Hasan Baharun adalah seorang yang mempunyai kecerdasan
dibuktikan dengan karya tulisnya yang fenomenal dan sampai sekarang dipakai sebagai
buku wajib di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi islam yang insyaAllah
bermanfaat bagi penerus dan umat. Dalam waktu yang sangat padat dengan segala
kesibukan mengajar dan berdakwah serta mengurus santri-santrinya siang dan malam,
ternyata ia masih menyempatkan diri untuk menulis beberapa buku/kitab.
Diantara karya-karya yang pernah ia tulis yaitu diantaranya:10
1. Menulis “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)” tahun 1980 , telah
diterbitkan.
2. Menulis “Percakapan Bahasa Arab (Al-Muhawaroh al-Haditsah I dan II)” Tahun 1981,
telah diterbitkan.
9
Habib Segaf Baharun, Wawancara, Bangil Pasuruan, 9 Desember 2015. 10
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
3. Menulis “Buku Praktis Ilmu Tajwid” tahun 1998/1418 H, telah diterbitkan.
4. Menulis kitab I’rob
5. Menulis “Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 Kaidah Nahwu)” tahun 1432, telah
diterbitkan.
6. Kalimatul Af’al (Kosakata kata kerja dan contoh penggunaannya)
7. Sekumpulan Amalan Salaf (Dalilul Muslim; Kompas Seorang Muslim)
8. Dan lain-lain.
Sholawat, Wirid dan Do’a Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Ia banyak memberikan ijazah amalan-amalan yang sangat bermanfaat dan mujarab,
bila ada hajat yang sangat mendesak ia mengajak santri-santri untuk sholat sunnah 2 rokaat
dengan niat apa yang diniatinya, lalu setelah sholat tanpa ada yang bicara langsung
membaca sholawat (khusus untuk hajat yang mendesak) bersama-sama dengan jumlah yang
sudah beliau tetapkan. Dan alhamdulillah hajat itu langsung terkabul dan terpenuhi apa yang
diinginkan ustadz Hasan.
Untuk menjaga agar rumah atau tempat lain tidak dapat dimasuki pencuri atau agar
benda kita tidak dapat diambil orang, ia juga mengajarkan agar kita membaca ayat kursi
dengan cara-cara tertentu yang ia ajarkan pada santri-santri, bahkan pernah beberapa bulan
semua santri bersama-sama mengamalkannya untuk menjaga pondok dan atau rumah
mereka di kampung halamannya masing-masing.
Ia juga menyusun sebuah do’a untuk keselamatan secara umum, setelah ia selesai
dari menyusunnya beliau tidak langsung mengamalkan atau mengijazahkannya pada orang
Muhammad saw, penantian tersebut berjalan sampai satu tahun, namun alhamdulillah berkat
ketekunan, kesabaran dan keikhlasannya akhirnya ia mendapatkan buah dari penantian, yang
sangat istimewa yaitu ijin dan restu dengan cara berjumpa Yaqodhatan (bukan mimpi)
kepada Baginda Nabi Muhammad saw bahkan sampai 4 kali, di Masjid Nabawi dan di
tempat/kesempatan lain yang pada saat itu ia ditemani oleh Habib Muhsin Al Haddad
Pasuruan dan beberapa rombongan lainnya. Baru setelah pulangnya beliau dari tanah suci itu
beliau menceritakannya dan langsung membacakan Sholawat/Doa tersebut seraya
mengijazahkannya dan memerintahkan semua santri agar membacanya 2 kali setiap selesai
wirid dan sholat fardlu 5 waktu.11
Doa/Sholawat tersebut sangat mujarab sekali, dan di bawah inilah Sholawat
tersebut:12 ا لا عف ل ءا لا اعلا لا لص ع ن س ا اناْ ح ْ خ ْلا اص ا ت ا ب ت ا ْ أ ان اْ أ انءاب ْ أ ا با ْحأ ا ْ ع ا ْ عت انءا ْصأ ا نا ْ ج ت ا تْ ب ان جا اع ان ا سرا ا عرا ا تاك عْ ج ا تاح ا لا ْ أ ْن ش ل ْل ْرأْلا ا تاك ح ْن ش راطْ أْلا ا لا عا لا ا ْ غ ْن ش ارا لا ا ئاطلا ْلا خا عْ ج ابْ كْ ْلا ا عا ْنأ ْن ش ءاب ْلا اف ا ا اعْلا ا ا ْشأ ْن ش ن ْلا سْنإا ْ ح ْلا ْ غاطلا نْ طا شلا ا اك ن تلا ْ ْلا حْلا غلا عْ ج بئا ْلا ا تا تْ ْن لك ءاب ف نْ لا ا ْن لا خأا ا ب طْ لا ع لآ ْحص ْ س ا ْ ْ ت .
E. Detik-Detik Terakhir Kepergian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
11
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 18. 12
Tidak ada yang kekal di dunia ini semuanya pasti akan kembali kepada yang Maha
Kuasa begitu juga dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang sebelumnya tidak nampak
sakit tiba-tiba meninggal dunia.
Seminggu sebelum wafat ia memberikan amalan ke Munzirin berupa shalawat dan
tawasul ke wali-wali dan dibaca pada malam Jumat dengan membakar dupa untuk
menghadirkan ruh orang yang sudah meninggal. Pada malam Jum’at Munzirin
mengamalkannya di maktab almarhum Ustadz Hasan, tiba-tiba munzirin melihat Ustadz
Hasan duduk di kursi seperti biasanya dan berbicara ke Munzirin. Ia lupa bahwa ia sudah
meninggal. Saat Ustadz hendak merangkul Munzirin, badan Ustadz Hasan tampak
membesar, karena takut Munzirin lari ke masjid, sampai di masjid kelihatan lagi, ia lari lagi
ke makam Ustadz Hasan dan di sana ketemu lagi. Akhirnya Munzirin memutuskan balik ke
maktab dan dilihatnya Ustadz Hasan duduk seperti semula dan berbicara lagi bahwa sisa
minuman dan roti ini suruh dikasihkan ke anak-anak yang jaga. Munzirin pun mentaati
perintah tersebut dan kembali lupa bahwa ia sudah meninggal. Sisa minuman dan kue
tersebut dikasihkan santri yang sedang jaga dan bilang kalau dari Ustadz Hasan. Anak-anak
tersebut heran dan berkata: “Munzirin kamu sadar?”, namun sepertinya Munzirin tidak
mendengarkan ucapan itu dan kembali ke maktab. Begitu melihat Abuya (Ustadz Hasan)
tidak ada lagi, baru sadar apa yang barusan terjadi. Diapun lagi ke teman-teman yang jaga
dan menyampaikan bahwa tadi itu benar-benar dari Ustadz Hasan Baharun, mereka
berebutan.13
Di waktu akhir menjelang wafatnya beliau Habib Hasan sering mengungkapkan
gagasan bagaimana caranya sehingga bisa memperhatikan nasib umat Islam ini, bagaimana
13
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
cara memperhatikan kesejahteraan fakir miskin dan dapat memberikan pelayanan terbaik
untuk anak-anak yatim. Pada saat hari meninggalnya (Hari Senin) pada tanggal 23 Mei
1999, ia menerima tamu Habib Abdurrahman Bahlega Assegaf dari Pasuruan. Ia
menyampaikan panjang lebar keinginannya untuk membuat sebuah wadah persatuan bagi
ulama dan habaib. Setelah tamu tersebut pulang, ia memanggil munzirin untuk minta dipijat.
Ia lalu membuka gamis dan tidur menghadap kiblat. Ketika mulai dipijat, ia berpesan kepada
munzirin agar tidak berhenti dari pondok jika ia kelak wafat. Nantinya yang menggantikan
ia adalah putranya yaitu Ustadz Zain.
Tidak lama kemudian, Habib Hasan masih menyempatkan diri menelepon seseorang.
Lalu ia menuangkan kopi susu dan meminum sebagiannya, sisanya diberikan kepada
munzirin. Setelah itu ia membelah apel menjadi dua bagian, yang separoh dikasihkan
padanya dan dan separohnya dikasihkan Sy.Abdul Mutholib Al-Qadri. Setelah itu ia
kembali ke posisi semula dan dipijat lagi oleh Munzirin. Ia mengulangi pesannya lagi
kepada munzirin agar tidak keluar (berhenti) dari pondok jika ia kelak wafat.
Setelah beberapa saat dipijat dan tertidur menghadap kiblat, tiba-tiba Habib Hasan
Baharun seperti terjatuh tanpa menggerakkan kakinya. Seketika itu, Munzirin pun bingung
dan berusaha membangunkannya namun ia tetap diam. Dan dengan menggunakan
handphone, Munzirin langsung menghubungi Habib Zain. Lalu datanglah Habib Zain, Habib
Segaf dan Ustadz Ismail. Kemudian Habib Zain memanggil Wisnu. Dengan mengendarai
mobil Toyota Kijang Krista, Habib Hasan Baharun dilarikan menuju RSI Masyithoh yang
berada di Bangil. Sesampainya disana, Habib Hasan Baharun diperiksa oleh dokter. Setelah
memeriksa dokter itu diam dan tidak berani memberikan keputusan. Kemudian ia diperiksa
Setelah memeriksa, dokter tersebut lalu menyampaikan kalau Habib Hasan Baharun
sudah tiada. Maka Habib Zain, Habib Segaf dan Ustadz Ismail tidak sadarkan diri. Munzirin
lalu memanggil wisnu yang menunggu di luar untuk membantu mengangkat jenazah Habib
Hasan ke ambulance. Para pengunjung RSI Masyithoh yang mengenal Habib Hasan
Baharun pun ikut ramai dan beritanya pun menyebar.
Kepergian Habib Hasan Baharun membuat orang-orang disekelilingnya berkabut
baik keluarga, santri serta masyarakat, Pasuruan kehilangan tokoh yang sangat berpengaruh
tersebut. Habib Hasan Baharun mewariskan ilmu yang dimilikinya dengan meninggalkan
bangunan pondok pesantren Darullughah Waddakwah sebagai tempat untuk memperdalami
ilmu-ilmu agama bagi para murid-murid yang sangat dicintainya. Mewariskan anak-anaknya
yang shaleh yang menjadi penerus dakwahnya sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi
Muhammad bahwa “Apabila seorang anak adam meninggal maka terputuslah seluruh
amalnya kecuali tiga yaitu shodaqoh jariyah yang ditinggalkannya, ilmu yang diwariskannya
BAB III
PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa
Ma’had ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah
kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Habib Hasan Baharun mengasuh dan
mendidik para santrinya yang dibantu oleh ustadz Ahmad bin Husin Assegaf,1 sehingga ia
mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri
berkembang dengan pesat.
Demi urusan pesantren ia rela menghinakan diri dan tidak merasa rendah karena hal
itu. Pernah suatu saat ia mencari sumbangan ke salah seorang yang terkenal kaya dan
didampingi Sayyid Abdullah Al Jufri. Setelah mengucapkan salam di pintu beberapa kali
tidak ada respon, ustadz Hasan sabar menunggu bahkan sampai tertidur. Sayyid Abdullah Al
Jufri mengintip dan melihat tuan rumah dengan santai menonton televisi. Maka dengan
keras ia menggedor pintu dan mengucapkan salam. Ustadz Hasan terkaget dan melarang dan
menyuruhnya nunggu di mobil saja. Setelah tuan rumahnya keluar ustadz Hasan meminta
maaf.
Habib Hasan mendidik putra-putranya dan para pengurus pondok untuk
mengutamakan kepentingan (urusan pondok di atas kepentingan dan urusan sendiri atau
rumahtangganya. Diantaranya pernah pada saat tinggal satu hari waktu pernikahan Habib
1
Zain beliau menghadap ke Ustadz Hasan Hasan untuk izin ke Surabaya karena tinggal satu
hari lagi hari perkawinan dan masih banyak yang belum disiapkan. Ustadz Hasan tidak
memberikan izin bahkan menyuruh untuk menjemput seorang guru dengan mobil pickup
dan disuruh nyetir sendiri. Ustadz Zain mengajukan lagi dan menyampaikan bahwa tinggal
hari ini saja dan tidak ada waktu lagi. Dengan serius beliau berkata: “Kalau kamu tidak mau,
saya akan keluar dari pondok”. Ustadz langsung ke umiknya dan mengadukan hal tersebut,
ustadzah memberikan nasehat dan suruh mentaati perintah walidnya.2
Ustadz Zain kembali menghadap dan menyatakan siap melaksanakan apa yang
diperintahkan di saat itu Ustadz Hasan menyampaikan pesan : “Tinggalkan urusan
pribadimu yang paling besar sekalipun demi melaksanakan urusan pondok yang terkecil.
Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang
berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 tempat
pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.
Dengan jumlah santri yang terus berkembang serta tempat (rumah sewa) tidak dapat
menampung jumlah santri, maka pada tahun 1985 Atas petunjuk Musyrif Ma’had
Darullughah Wadda’wah Abuya Sy.Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Pondok
Pesantren Darullughah Waddakwah dipindah ke ke sebuah desa yang masih jarang
penduduknya dan belum ada sarana listrik, tepatnya di Desa Raci, Kecamatan Bangil.
Jumlah santri pada waktu itu sebanyak 186 orang santri yang terdiri dari 142 orang santri
putra dan 48 orang santri putri.
2
Setelah Ustad Hasan bin Ahmad Baharun wafat pada 8 Shafar 1420 H atau 23 Mei
1999, pondok ini kemudian diasuh oleh salah satu anaknya, yakni Habib Zain bin Hasan bin
Ahmad Baharun yang merupakan murid asuhan Almarhum abuya Habib Muhammad bin
„Alawi bin „Abbas al-Maliki.
Hingga saat ini lahan yang ada telah mencapai kurang lebih 4 Ha dan telah hampir
terisi penuh oleh bangunan sarana pendidikan dan asrama santri dengan jumlah santri sekitar
1500 yang berasal dari 30 propinsi di Indonesia, negara-negara Asia Tenggara dan Saudi
Arabia. Santri-santri dibina oleh tidak kurang 100 orang guru dengan lulusan/alumni dalam
dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu yang diikutkan belajar sebanyak sekitar 95
orang.
Kesuksesan Habib Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok
Pesantren Darullughah Waddakwah tidak lepas dari peran besar dari seorang wanita
sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam
menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, ia adalah
Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta yang senantiasa dengan
penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan suaminya serta
senantiasa memberikan semangat baginya. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya
ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka
ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan
yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.
Pernah ketika Habib Hasan mau melakukan perjalanan ia tidak meninggalkan
memasak untuk mereka, dan ustadzah malu meminjam uang dari orang yang biasa ia
berhutang darinya, maka ia menyuruh karem (orang yang khidmah di rumahnya) untuk
menjual perhiasanya yang berharga.
Dukungan ustadzah terlihat jelas ketika ia mendapatkan warisan dari orang tuanya ia
berikan warisan tersebut kepada Habib Hasan yang mana saat itu membutuhkan dana untuk
pembangunan pondok.3
Kesabaran ustadzah demi kesuksesan dakwah suaminya ditunjukkan dengan
tabahnya ditinggal pergi ust.Hasan yang sibuk keluar kota atau belajar dari guru-gurunya.
Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau pulang ke
rahmatullah, saat itu ribuan orang datang berduyun-duyun untuk mensolatinya yang
memimpin solat jenazah saat itu adalah al Habib Anis bin Alwi al Habsyi dari Solo,
kemudian estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin
Hasan Baharun.
Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Wadda’wah yang
berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang
ditempati 334 santri putra untuk tingkat i’dadiyah dan kelas I dan II ibtida’iyah.
B. Pengalaman Organisasi dan Perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Semasa remaja ia senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi
lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan ia pernah diutus untuk mengikuti
Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Pernah menjabat Ketua
33
Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. Ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul
Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Di
Pasuruan ia menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayatnya.
Ia mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat,
berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga ia tetap mulia walaupun ada
tudingan miring yang diarahkan kepadanya namun ia dapat menunjukkan kedekatan dengan
para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai
ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di
pesantren dan ada pemisahan antara putra dan putri, acara di pendopo tidak akan dimulai
kecuali ia sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa “Bupati Pasuruan
adalah Bupatinya Ust.Hasan”.
Sebuah contoh keberhasilan dakwahnya di kalangan pejabat adalah mereka
senantiasa berkonsultasi dan minta pendapatnya apabila ada permasalahan di masyarakat.
Dan juga ia mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis
misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat
taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek
se-Kabupaten Pasuruan.
Ia dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah
walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan
orde baru, namun Alhamdulillah ia mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk
kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.
Selain berdakwah ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama)
sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan
melakukan demonstrasi besar-besaran apabila ia tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan
pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak
lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari
ibundanya, ia pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa
saja. Namun karena kegigihannya selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak
untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1972 beliau
mengajar di sebuah Pondok Pesantren di desa Ganjaran Gondanglegi Malang guna
mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok tersebut pada saat itu terkenal maju dalam
bidang Bahasa Arabnya.
Selanjutnya ia pindah dan mengabdikan diri di Pondok Pesantren Al Khairiyah
Bondowoso bersama Ustaz Abdullah Abdun dan Habib Husein al-Habsyi. Sehingga beliau
diminta oleh Habib Husein al-Habsyi untuk mengajar di Pondok Pesantren Yayasan
Pendidikan Islam (YAPI) yang baru dirintisnya.4 Pada waktu beliau mengajar di YAPI
beliau dikenal sangat disiplin dalam mengajar dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan
oleh pesantren, sehingga ia mendapat kepercayaan menjadi tangan kanan Habib Husein
al-Habsyi. Selama ia mengajar di Pondok YAPI masyarakat Bangil tidak tahu bahwa ia adalah
ahli pidato (seorang orator) karena Habib Husein al-Habsyi melarangnya untuk melakukan
dakwah dan menerima kursus Bahasa Arab. Adapun karya besarnya pada saat mengajar di
YAPI, ia sempat mengarang kamus Bahasa Arab yaitu Bahasa Dunia 'Ashriyah dan kitab
4
percakapan Bahasa Arab (Muhawaroh Jilid I, II) yang pada saat ini banyak dipakai di
berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.5
Selain mengajar di tempat yang telah disebut di atas, ia juga pernah mengajar di
berbagai pondok pesantren diantaranya: Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok
Pesantren Salafiyah asy-Syafi'iyah Asembagus Situbondo, Pondok Pesantren Langitan
Tuban, dan lain-lain. Pada waktu cuti pondok pesantren, ia gunakan waktunya untuk
menyebarkan dan mengembangkan Bahasa Arab ke berbagai pondok pesantren, baik di
Jawa Timur atau di Jawa Tengah.
C. Problematika yang Dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun Selama Perjalanan Karir Dan Perjuangan Beliau Dalam Berdakwah.
Dakwah merupakan tugas suci umat Islam yang identik dengan tugas Rasul,
bertujuan mewujudkan tatanan masyarakat Islami yang diridhai oleh Allah, yakni sebuah
tatanan msyarakat yang berjalur Iman, Islam dan Ikhsan. Dakwah memerlukan kekuatan
ekstra, tidak hanya mengajak dan berbicara saja tetapi lebih dari itu. Mengontrol atau
mengevaluasi hasil dakwah adalah suatu masalah yang sangat penting dan urgent dari tujuan
dakwah itu sendiri.
Problematika dakwah sudah menjadi ’makanan sehari-hari’ bagi pendakwah,
kadangkala permasalahan itu timbul sebelum proses dakwah, selama proses atau sesudah
5
dakwah itu dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, penyebaran agama islam pada zaman
sekarang adalah pewujudan dari dakwah orang-orang alim sebelum kita.
Risiko dakwah tentu adalah sunntatullah atau wajar terjadi. Karena, yang kita
dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus,
atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler atau pemikiran yang
’sesat’ yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita tidak akan berjalan
semulus di jalan tol.
Problematika dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, bahkan dari abad
ke abad, tentu sangat variatif. Tiap-tiap masa dan era memiliki tantangannya sendiri-sendiri.
Karena itu, dinamika agama (Islam) di manapun ia berada sangat ditentukan oleh
gerakan-gerakan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.
Pada zaman Nabi saw, problematikan dakwah diperhadapkan pada akulturasi budaya
dan kondisi masyarakat yang telah memeluk agama selain agama Islam, bahkan berbagai
perubahan sebagai akibat banyaknya ummat Islam yang hijrah ke Madinah sekaligus
merubah sistem ekonomi, sosial budaya dan bahkan status sosial.
Sepeninggal Nabi saw, problematika dakwah tetap muncul ke permukaan. Adanya
sebagian umat Islam yang enggang mensosialisasikan ajaran agama, misalnya tidak
mengeluarkan zakat, termasuk problematika yang tak terbantahkan. Di masa-masa
berikutnya, perpecahan umat Islam ke dalam berbagai aliran yang berdampak pada
renggangnya solidaritas dan ukhuwah islāmiyah, juga merupakan problematika abadi yang
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh kecanggihan
teknologi informasi dan komunikasi yang semakin memper-mantap terjadinya globalisasi
dalam segala bidang kehidupan.
Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa di zaman modern ini, semakin meningkat
berbagai jenis kejahatan dan akibatnya adalah semakin terkikis sosialisasi ajaran-ajaran
agama di kalangan masyarakat. Contoh kasus; banyak di antara mereka yang terlambat
melaksanakan shalat, bahkan ada yang meninggalkan shalat, karena terlena duduk
berlama-lama di depan televisi atau internet dan semacamnya. Pada kasus lain, khususnya yang
banyak menerpa generasi muda sekarang ini adalah terbiusnya mereka dengan obat-obat
terlarang, misalnya, ganja, narkoba dan semacamnya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka kegiatan amar ma’rūf
dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata lain, aktifitas dakwah harus senantiasa
digalakkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tanpa
kegiatan dakwah, maka sosialisasi ajaran agama (Islam) akan mandek dan akan mengalami
kevakuman.
Oleh karena itu, aktifitas dakwah harus dikemas secara profesional dan diorganisir
secara rapi, serta dikembangkan terus menerus mengikuti irama dan dinamika zaman. Hal
ini penting karena dakwah merupakan instrumen terpenting dalam memformat perilaku
keberagamaan masyarakat.
Problematika yang dihadapi oleh Habib Hasan selama perjuangannya dalam
berdakwah dan mengasuh pondok sangatlah banyak dan hampir di setiap proses
perjuangannya selalu menghadapi masalah ataupun ujian, ujian itu kadang tertuju pada diri
semua masalah yang beliau hadapi itu sebagai tantangan untuk mendapatkan pelajaran yang
lebih baik. Habib hasan memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah
tersebut, ia memiliki 3 senjata yang selalu digunakan dalam menghadapi masalah-masalah
yang datang, diantaranya yaitu: pertama, dengan bertaqwa kepada Allah, dalam artian orang
bertaqwa kepada Allah tentu akan selalu tenang jika berbuat baik dan merasa gelisah jika
melakukan perbuatan dosa, hal itu dijadikan Habib Hasan sebagai pengontrol diri agar tetap
berada dalam jalan kebaikan walaupun sedang menghadapi masalah sebesar apapun, tidak
putus asa dan tidak berprasangka buruk terhadap takdir dan ujian Allah. Kedua, selalu
membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam perjalanan dakwahnya Habib hasan tidak
jarang menerima fitnahan dan sikap-sikap yang tidak baik dari berbagai pihak. Namun ia
tidak pernah mempermasalahkan keburukan orang terhadapnya, bahkan ia selalu
membalasnya dengan kebaikan. Pernah suatu ketika, saat ia sambang ke rumah orang tuanya
di Madura, di sana dapat berita dari Habib Abdurrahman Al Hasni bahwa ada seorang warga
yang menyebarkan berita tidak baik tentang Ustadz Hasan. Kemudian ia pergi ke pasar
bersama putranya (Ustadz Segaf Baharun) dan beli kue yang istimewa “Khong Ghuan” dan
langsung mencari rumah orang tersebut dan menghadiahkan kue tersebut. Terkejutlah tuan
rumah dengan kedatangannya dan semenjak itu dia sangat simpatik kepada Habib Hasan.
Ketiga, berakhlak baik kepada siapapun tanpa membeda-bedakan baik itu kepada santri,
tetangga, kawan sesama ulama, maupun kepada para pejabat pemerintahan.
Dengan memegang tiga senjata itu Habib Hasan selalu optimis dalam menghadapi
masalah-masalah yang datang. Habib Hasan menyadari bahwa sebagai ulama’ ia akan
itu dan selalu yakin dengan usaha, doa serta tawakkal bahwa setiap masalah pasti akan
selesai.
Diantara masalah-masalah yang sering dihadapi Habib Hasan adalah didemo
masyarakat karena kurang setuju dengan dakwahnya. Pondok pesantren Dalwa sering
diganggu oleh pihak luar yang merasa iri dengan Habib Hasan, bahkan suatu ketika pondok
pesantrean Dalwa menerima santri kiriman dari pihak yang berniat merusak nama baik
pondok pesantren Dalwa, sebenarnya santri tersebut masuk pondok pesantren Dalwa bukan
benar-benar untuk tujuan mencari ilmu, namun datangnya santri tersebut merupakan
settingan dari pihak yang tidak suka dengan keberhasilan habib Hasan, santri tersebut
sebenarnya adalah dari kalangan pemabuk yang diminta untuk membawa keburukan di
dalam pondok pesantren Dalwa, bahkan sampai membawa narkoba di dalam pondok
pesantren Dalwa. Kejadian tersebut secara otomatis langsung membuat pondok pesantren
Dalwa menuai cibiran, fitnah itu berhasil merusak nama baik Habib Hasan sebagai pengasuh
pondok. Namun hal itu tidak lantas membuat Habib Hasan putus asa dan mengusut tuntas
siapa dalang di balik fitnah tersebut. Menurut penuturan Habib Seggaf putranya, Habib
Hasan senantiasa membalas suatu keburukan apapun dengan kebaikan.6
Banyak pihak sesama ulama yang merasa iri atas keberhasilan dakwah Habib Hasan,
dan tak jarang hal itu menimbulkan fitnah dan pencemaran nama baik Habib Hasan. Perasan
iri itu dipicu karena Habib Hasan adalah seorang pendatang di kota pasuruan namun beliau
begitu cepat meraih keberhasilan dalam dakwahnya bahkan ia sangat terkenal di kalangan
masyarakat kabupaten pasuruan. Hal tersebut yang sering menimbulkan rasa iri di kalangan
sesama ulama maupun masyarakat luas. Habib hasan juga sering menerima cacian dari
masyarakat akibat dari ketamakan masyarakat itu sendiri, banyak masyarakat yang merasa
6
telah memberikan bantuan terhadap dakwahnya maupun bantuan untuk pengembangan
pondok pesantren Dalwa yang ternyata pada akhirnya masyarakat tersebut mengharap
balasan lebih atas bantuan yang telah diberikan kepada Habib Hasan padahal berdasarkan
kenyataan bantuan yang diberikan itu tidak seberapa, namun hal tersebut dihadapi Habib
hasan dengan sikap yang tetap lembut dan penuh keikhlasan.7
7
BAB IV
PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun Tentang Konsep Dakwah
Dakwah adalah proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan
dengan sadar dan sengaja. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak orang untuk
beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam amar ma’ruf, perbaikan dan
pembangunan masyarakat nahi munkar. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhoi
Allah SWT.1
Menurut Dr. Taufiq Al-Wa’I definisi Dakwah Islam yaitu, “Mengumpulkan manusia
dalam kebaikan, menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan manhaj
Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar, membimbing mereka kepada shirathal mustaqim dan bersabar menghadapi
ujian yang menghadang di perjalanan.2
Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai kewajiban berdakwah, salah satunya
yaitu dalam surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
Artinya :
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang
yang beruntung.(Qs. Ali Imron ayat 104)
1
Sholeh, A Rosyad. Manajemen Dakwah Islam (Yogyakarta: Srya Sarana Grafika, 2010), 10. 2
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa menyarankan kebaikan (berdakwah)
merupakan perintah Allah SWT, untuk semua manusia sehingga tugas dakwah merupakan
tugas setiap individu umat Islam. Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang
menugaskan umatnya untuk menyeru dan mengajak manusia untuk memeluk agama Islam.
Agar dakwah Islam dapat berjalan dengan maksimal maka dibutuhkan dukungan dari
komponen atau unsur-unsur dakwah sebagai berikut:
1) Subjek Dakwah
Subjek dakwah adalah pelaku kegiatan dakwah atau dengan kata lain orang yang
melakukan dakwah, yang merubah situasi sesuai dengan ketentuan Allah.
2) Objek Dakwah