• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERSISTENSI LABA DAN PERUBAHAN HARGA SAHAM YANG DICERMINKAN

OLEH LABA, AKRUAL, ARUS KAS DIMODERASI BOOK TAX DIFFERENCES

Virginia Monica Carmel Meiden

Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta

giniemonica@gmail.com cmeiden2@yahoo.com

Abstract

This study investigates the influence of book-tax differences on the earnings persistence, accruals, and cash flows for one-period-ahead earnings. This study also examines whether the level of book-tax differences influences investor’s assessment of future persistence also market respond for those changes. Quality of earnings can reflect earnings persistence at the future. Higher the quality, higher the persistence, and so does for the opposite. Differences between accounting earnings and fiscal earnings are because of the rules. One of the common rules is accrual system, for example differences in rules about calculating accounting earnings and fiscal earnings. High differences indicate earnings quality and earnings persistence. This study uses sample from companies listed in Indonesia Stock Exchange within years 2007-2009. This study proves that large book-tax differences influence earnings persistence, accruals, and cash flows negatively. It also proves that information about book-tax differences do not influence investors’ assessment.

Keywords: Earning Persistence, Earnings, Accruals, Cash Flows, Book Tax Differences.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fokus utama pelaporan keuangan adalah informasi mengenai laba dan komponennya. Laba merupakan salah satu parameter kinerja perusahaan yang mendapat perhatian utama dari pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pihak tersebut seringkali menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan, seperti: penilaian kinerja manajemen, penentuan kompensasi manajemen, pemberian dividen kepada pemegang saham, penentuan besarnya pengenaan pajak, dan lain sebagainya. Oleh karena itu kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya (Penman 2002 dalam Handayani Tri Wijayanti 2006).

Di Indonesia, Laporan Keuangan yang disusun umumnya berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku, disebut juga laporan keuangan komersil. Sementara, laporan keuangan yang digunakan untuk perhitungan perpajakan adalah laporan keuangan fiskal yang penyusunannya menggunakan ketentuan perpajakan. Laporan keuangan komersil memuat informasi mengenai laba fiskal. Laba fiskal didapatkan dari penyesuaian atas laba akuntansi, hal ini karena adanya perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan atau beban antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi yang berlaku. Selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal inilah yang dinamakan book-tax differences.

Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences)

juga merupakan komponen penting dalam memberikan informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal sehingga

(2)

2

perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat memberikan informasi tentang management discretion dalam proses akrual.

Menurut Hanlon (2005) laba fiskal dapat digunakan sebagai benchmark

untuk mengevaluasi laba akuntansi. Apabila angka laba diduga oleh publik sebagai hasil rekayasa manajemen, maka angka laba tersebut dinilai mempunyai kualitas rendah dan konsekuensinya adalah publik akan merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut.

Book-tax differences memiliki peranan untuk menilai kualitas laba yang dilakukan oleh manajemen. Semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal akan menunjukan red flag bagi pengguna laporan keuangan, dan mengindikasikan adanya sinyal yang bahaya dari kualitas laba. Selain itu perbedaan besar laba akuntansi dengan laba fiskal dapat juga dijadikan sebagai diagnosa untuk mendeteksi akan manipulasi biaya utama suatu perusahaan.

Oleh karena book-tax differences dikatakan dapat mewakili keleluasaan manajemen dalam proses akrual, maka banyak penelitian menggunakan perbedaan tersebut sebagai indikator manajemen laba dalam menilai kualitas laba.Berikut beberapa penelitian yang telah memberikan bukti peranan book-tax differences untuk menilai kualitas laba melalui praktik manajemen laba. Lev dan Nissim (2004) menemukan bahwa rasio laba akuntansi terhadap laba fiskal dapat memprediksi pertumbuhan laba lima tahun kedepan, dan berhubungan kuat (lemah) dengan return saham masa depan dalam perioda sebelum (sesudah) penerapan SFAS No.109. Joos et al (2000) dalam Hanlon (2005) membuktikan hubungan negatif antara laba dengan return saham pada perusahaan dengan large book-tax differences sebagai bukti adanya manajemen laba. Philips et al (2003) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan biaya pajak tangguhan sebagai proksi discretionary accruals. Penelitian yang dilakukan oleh Mills dan Newberry (2001) menemukan hubungan positif antara book-tax differences dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus.

Dari penjabaran mengenai beberapa peneliti diatas, belum ada yang menguji secara lansung peranan book-tax differences dalam hubungannya dengan persistensi laba. Diketahui bahwa persistensi laba merupakan komponen yang penting dalam mengukur kualitas laba. Pengertian persistensi laba menurut Jonas dan Blanchet (2000) dalam Hanlon (2005:8), merupakan salah satu komponen nilai prediksi laba dalam menentukan kualitas laba, dan persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari laba sekarang, yang mewakili sifat transitory dan permanen laba.

Hanlon (2005) telah menguji pengaruh book-tax differences terhadap persistensi laba. Didapat kesimpulan bahwa semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, persistensi laba akan semakin rendah. Namun, penelitian tersebut dilakukan dengan peraturan pajak di Amerika.Peraturan perpajakan di Amerika tentu berbeda dengan di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini menguji peranan book-tax differences dalam menentukan persistensi laba akuntansi, akrual, dan aliran kas berdasarkan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia.

Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Wijayanti (2006), dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur perioda 2000-2004. Hasilnya membuktikan bahwa komponen akrual laba menyebabkan persistensi laba lebih rendah pada perusahaan manufaktur dengan large negative (positif) book-tax differences daripada perusahaan dengan small book-tax differences. Aliran kasnya juga mempunyai kencenderungan yang sama dengan komponen akrualnya, namun tidak terbukti secara statistik mempengaruhi persistensi laba.

Selanjutnya, penelitian ini juga memperluas peranan book-tax differences sebagai penentu kualitas laba terhadap reaksi pasar dengan menguji penilaian investor atas persistensi laba (Sloan 1996). Penelitian

(3)

3

sebelumnya Joos et al. (2000) dalam Hanlon (2005) menganggap secara implisit bahwa kualitas laba yang lebih rendah disebabkan oleh large book-tax differences dan pasar menetapkan harga saham sesuai dengan kualitas laba tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Terhadap masalah penelitian tersebut di atas, maka disampaikan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan.

2. Apakah perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang berhubungan dengan komponen akrual laba menyebabkan rendahnya persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan.

3. Apakah ekspektasi investor terhadap persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham untuk komponen akrual laba konsisten dengan persistensi akrual untuk perusahaan dengan book-tax differences

besar.

2. RERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Agency Theory

Hubungan kontrak yang terjadi antara manajer dan pemegang saham adalah hubungan agency. Hubungan agency menurut Ross L. Watts dan Jerold L., Zimmerman (1986:181) adalah

“a contract under which one or more (principals) engange another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decisions making authority to the agent”.

Pemegang saham (principal) mendelegasikan pertanggungjawaban atas

decision making kepada manajemen (agent). Dapat dikatakan bahwa principal

memberikan suatu kewenangan (termasuk keputusan membuat kebijakan) kepada agent untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Atas wewenang yang dimilikinya, dikatakan bahwa manajer cenderung bertindak oportunis sesuai keinginan dan kepentingan untuk memaksimalkan utility-nya.

2.2 Book-tax differences

Dikarenakan oleh peraturan yang berbeda yang memayungi kedua perhitungan laba tersebut, maka terdapat perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Dasar perhitungan laba akuntansi ialah metoda akrual berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Laba akuntansi ini dijadikan sumber untuk menghitung laba fiskal dengan ketentuan-ketentuan pajak. Setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak yang berlaku saat itu.

Rekonsiliasi fiskal intinya adalah koreksi yang terdiri dari koreksi positif (koreksi fiskal yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak bertambah) dan koreksi negatif (koreksi fiskal yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak berkurang). Akibat dari rekonsiliasi fiskal membuat laba akuntansi dengan laba fiskal berbeda.Perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam perbedaan permanen/tetap (permanent differences) dan perbedaan sementara/waktu (temporary or timing differences).

a. Perbedaan Permanen

Merupakan perbedaan pengakuan suatu penghasilan dan biaya antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan yang bersifat permanen. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba

(4)

4

akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak.

Dalam penelitiannya, Hanlon menghilangkan perbedaan tetap dalam analisis utama karena perbedaan permanen hanya berpengaruh pada periode terjadinya saja dan tidak mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual, selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi adanya penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama.

3 kategori yang menyebabkan adanya beda tetap dalam rekonsiliasi fiskal, yaitu:

(1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.

(2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Misalnya penghasilan atas bunga deposito atau tabungan, penghasilan dari penjualan saham dan sekuritas yang terdaftar di bursa efek, penghasilan atas persewaan tanah/bangunan, penghasilan dari usaha jasa konsultan, dan penghasilan dari usaha jasa konstruksi.

(3) Menurut akuntansi komersial merupakan beban biaya sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Undang-Undang Nomor 17 Pasal 19 Tahun 2000), misalnya biaya yang dibebankan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final, pergantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi perpajakan berupa bunga/denda/kenaikan, dan biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya daftar nominatif biaya entertain dan daftar nominatif atas penghapusan piutang).

b. Perbedaan Temporer

Menurut PSAK 46 (2012) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

Dalam hal ini, baik menurut akuntansi maupun pajak sama-sama mengakui bahwa suatu penerimaan (seluruh atau sebagian) merupakan pendapatan dan suatu pengeluaran (seluruh atau sebagian) merupakan beban yang dapat dikurangkan terhadap pendapatan. Hal yang berbeda menurut peraturan perpajakan adalah periode pengakuannya. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan pendapatan dan beban antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.

Yang termasuk beda waktu: (1) Penyusutan

Dalam akuntansi, terdapat 5 metode penyusutan (Saldo menurun, garis lurus, 2x garis lurus, angka tahun, aktivitas seperti jam mesin atau unit produksi). Sementara menurut perpajakan, yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan metode saldo menurun.

(2) Amortisasi

(3) Perhitungan persediaan dan pemakaian persediaan (4) Penghapusan piutang tak tertagih

2.3 Persistensi Laba

Menurut Penman (2002) dalam Wijayanti (2006) , persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan

(5)

5

yang diimplikasikan oleh laba akuntansi tahun berjalan. Besarnya revisi ini menunjukan tingkat persistensi laba. Inovasi terhadap laba sekarang adalah informatif terhadap laba masa depan dengan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham. Harga saham merupakan nilai sekarang manfaat masa depan dengan ekspektasian yang diperoleh pemegang saham.

Menurut Chandrarin (2001) dalam Handayani Tri Wijayanti (2006) komponen transitori merupakan komponen yang hanya berpengaruh pada periode tertentu, terjadinya tidak persisten atau tidak terus-menerus, dan mengakibatkan angka laba (rugi) yang dilaporkan dalam laporan rugi-laba berfluktuasi. Adanya komponen transitori pada laba menyebabkan laba bersifat kurang permanen atau laba mempunyai persistensi yang rendah. Peristiwa transitori adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu dan hanya berpengaruh pada perioda terjadinya peristiwa tersebut. Semakin besar gangguan persepsian yang terkandung dalam laba akuntansi, maka semakin rendah persistensi laba akuntansi.

2.4 Akrual

Menurut Weygandt, et al (2002:89), definisi accrual basis adalah dasar pengakuan pencatatan atas pendapatan dan biaya pada saat terjadinya transaksi meskipun penerimaan atau pengeluaran kas belum terselesaikan.

Dalam artikel Tim Keefe, CFA di www.investopedia.com yang berjudul

Earnings Quality dikatakan bahwa semakin tinggi persentase total akrual terhadap total asset, maka semakin rendah pula kualitas dari laba tersebut. Akrual dapat dikatakan sebagai refleksi dari manipulasi laba dalam laporan keuangan, namun dapat juga sebagai estimasi akuntansi yang normal berdasarkan bisnis di masa depan. Menurut Chandrarin (2001) dalam Wijayanti (2006), ini berarti bahwa, akrual dapat dikatakan sebagai komponen laba transitori.

2.5 Arus Kas Operasi

Arus kas operasi merupakan arus kas yang diperoleh dari aktivitas operasi penghasil utama pendapatan perusahaan. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividend dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar.

Ini berarti bahwa, aliran kas dapat dikatakan sebagai komponen laba permanen. Konsep laba permanen pada dasarnya merupakan balikan dari konsep transitori, sebagaimana yang dikatakan Chandrarin (2001) dalam Wijayanti (2006). Maknanya adalah laba yang realisasi kas masuk dan keluarnya sudah terjadi.

2.4 Pengembangan Hipotesis

Book-tax differences yang besar merupakan indikasi rendahnya persistensi laba, belum ada hasil penelitian yang konsisten dari berbagai peneliti atas topik yang relatif sama. Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analisis keuangan yang fokus utamanya adalah pada book-tax differences dimana laba akuntansi lebih besar dibanding laba kena pajak (perbedaan positif), dan book-tax differences tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas laba akuntansi, maka hipotesis pertama dalam bentuk alternatif yang diuji adalah:

(6)

6

persistensi laba akuntansi lebih rendah dibanding perusahaan dengan

small book-tax differences.

H1b :Perusahaan dengan large positive book-tax differences mempunyai

persistensi laba akuntansi lebih rendah dibanding perusahaan dengan

small book-tax differences.

Book-tax differences mengindikasikan kualitas laba rendah karena subyektivitas dalam proses akrual untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding untuk tujuan pajak. Jika book-tax differences menunjukan subyektivitas dalam proses akrual pelaporan keuangan, maka perusahaan dengan large negative or positive book-tax differences akan menunjukkan komponen laba akrual yang kurang persisten dibanding perusahaan yang memiliki small book-tax differences. Model ini menginvestigasi apakah harga saham mencerminkan perbedaan ekspektasi investor tentang laba masa depan berdasarkan tingkat perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Joos et al. (2002) dalam Hanlon (2005) melaporkan bahwa earning response coefficient

yang lebih rendah bagi perusahaan dengan large book-tax differences dan menyimpulkan bahwa large book-tax differences memberikan kesan bahwa manajemen telah menggunakan akrual yang berbeda untuk menghitung transaksi yang pada dasarnya sama, dan menunjukkan kemungkinan bahwa kebebasan pelaporan manajer digunakan secara oportunistik. Penelitian ini menginterpretasikan bahwa hubungan negatif antara laba-return pada perusahaan dengan large book-tax differences menunjukkan bukti bahwa investor mengakui kemungkinan adanya manajemen laba ketika book-tax differences besar, dan publik memberikan suatu bobot lebih rendah atas laba yang direkayasa tersebut, maka hipotesis kedua dalam bentuk alternatif yang diuji adalah:

H2a :Perusahaan dengan large negative book-tax differences mempunyai persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.

H2b :Perusahaan dengan large positive book-tax differences mempunyai

persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.

Pengujian atas hipotesis 3 menyangkut bahwa persistensi laba maupun komponen arus kas dan akrual yang tercermin dalam harga saham adalah konsisten. Konsisten berarti koefisiennya sama dan informasi persistensi tercermin dalam harga saham, yang berarti bahwa investor mampu merespon informasi persistensi laba dan komponen tanpa bias persepsian. Jika terdapat bias, koefisien model harga saham lebih rendah dari persistensi maka investor

underweight (kurang merespon) yang berarti ada gangguan bias persepsian, (pasar merespon lebih rendah). Jika sebaliknya, overweight (kurang merespon) yang berarti juga ada gangguan bias persepsian yang artinya pasar merespon lebih tinggi daripada nilai informasi persistensi yang dilepaskan ke pasar. Hipotesis ketiga yang diuji adalah:

H3 : Ekspektasi persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham untuk komponen akrual adalah konsisten dengan persistensi akrual dan persistensi aliran kas bagi perusahaan dengan Book-Tax Differences besar.

3. METODA PENELITIAN

3.1 Sumber Data dan Pemilihan Sampel Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan penulis adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2007, dan yang memiliki laba akuntansi komersial, laba fiskal, dan arus kas operasi yang positif selama tahun pengamatan, yaitu tahun 2007, 2008, dan 2009. Data perusahaan

(7)

7

didapat dari berbagai macam sumber seperti Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Pusat Data Pasar Modal IBII, I Camel Bursa Efek Indonesia, Situs www.finance.yahoo.com, dan Situs Bursa Efek Indonesia www.bei5000.com dan www.idx.co.id.

3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel

1. PTBIt+1 (Pre-Tax Book Income)

Merupakan laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang. Variabel ini merupakan laba perusahaan sebelum beban pajak kini (current tax expense) dan pos-pos luar biasa (extraordinary item).

2. PTBIt (Pre-Tax Book Income)

Merupakan laba akuntansi sebelum pajak (tahun 2009, 2008, dan 2007). Variabel ini merupakan laba perusahaan sebelum beban pajak kini dan pos luar biasa.

3. PTCF (Pre-Tax Cash Flow)

Merupakan aliran kas sebelum pajak yang merupakan proksi komponen laba permanen yang adalah aliran kas masuk dan kas keluar dari aktivitas operasi sebelum pajak. Variabel ini merupakan total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos-pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan.

4. PTACC (Pre-Tax Accrual)

Merupakan laba akrual sebelum pajak yang merupakan proksi komponen laba transitori. Laba akrual sebelum pajak merupakan item laba sebelum pajak yang tidak mempengaruhi kas pada periode berjalan. Variabel ini merupakan laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi aliran kas operasi sebelum pajak (PTCF).

5. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (Book-Tax Differences)

Merupakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal yang merupakan proksi discretionary accrual yang hanya berupa perbedaan temporer, dan ditunjukan oleh akun beban (manfaat) pajak tangguhan (deffered tax expense (Benefit)). Kewajiban pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

Beda tetap dikeluarkan dari selisih ini karena di dalam beda tetap tidak terdapat komponen akrual yang dapat dijadikan indikator kebijaksanaan manajemen dalam proses akrual. Variabel ini merupakan variabel moderasi yang mewakili subsampel perusahaan dengan perbedaan besar negatif (LNBTD), perbedaan besar positif (LPBTD), dan perbedaan kecil (SBTD)

a. Large Negative Book-Tax Differences (LNBTD)

Menurut Revsine, et al., (2001) dalam Handayani (2006), LNBTD merupakan perbedaan negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal periode t, dimana laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal. LNBTD merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0.

b. Large Positive Book-Tax Differences (LPBTD).

Menurut Revsine, et al., (2001) dalam Handayani (2006), LPBTD merupakan perbedaan positif antara laba akuntansi dan laba fiskal periode t, dimana laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal. LPBTD merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari

(8)

8

sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0.

c. Small Book-Tax Differences (SBTD)

Merupakan subsampel sisa dari urutan setelah LNBTD dan LPBTD. 6. CARt+1 (Cummulative Abnormal Return)

Merupakan kumulatif return tidak normal masa depan sebagai proksi perubahan harga saham yang adalah akumulasi kelebihan return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan

return ekspektasi yang dihitung dengan market adjusted model. Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi expected return

saham adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Berdasarkan telaah tersebut, variabel CAR didapat dengan menjumlahkan abnormal return

selama periode penelitian. Adapun Abnormal return didapat dengan mengurangkan Individual Return yang diproksikan melalui closing price

saham dengan Market Return yang diproksikan melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penelitian ini dilakukan dengan mengamati

window period tiga hari sebelum (-3) dan 3 hari sesudah (+3) tanggal publikasi laporan keuangan.

Perhitungan return abnormal adalah : ARi,t= Ri,t – Rm,t

ARi,t = abnormal return perusahaan i pada hari t

Ri,t = return sekuritas perusahaan i pada hari t

Rm,t = return indeks pasar pada hari t

Ri,t =

Rm,t =

Rit = return sesungguhnya perusahaan i pada hari t

Pit = closing price perusahaan i pada hari t

Pit-1 = closing price perusahaan i pada hari sebelum t

Rmt = return pasar pada hari t

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t

IHSGt+1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari sebelum t

Variabel penelitian diatas (PTBI, PTCF, PTACC, dan Beban Pajak Tangguhan) dibagi dengan total asset rata-rata per perusahaan sampel (Sloan, 1996).

3.3 Model Penelitian dan Teknik Analisis Data

Untuk pengujian H1a dan H1b, dilakukan analisis regresi linier ganda

dengan persamaannya adalah sebagai berikut :

PTBIt+1 = ɤ0 + ɤ1 LNBTD + ɤ2 LPBTD + ɤ3 PTBIt + ɤ4 PTBIt*LNBTD +ɤ5 PTBIt*LPBTD

+ ɛt+1.………...…………...(Model 1)

Jika perusahaan mempunyai large negative/positive book-tax difference, maka akan menunjukkan persistensi laba yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax difference, sehingga ɤ4 < 0 dan ɤ5 < 0, konsisten dengan

H1a dan H1b

Untuk pengujian H2a dan H2b, dilakukan analisis regresi linier ganda

dengan persamaannya adalah sebagai berikut :

PTBIt+1 = ɤ0 + ɤ1LNBTD + ɤ2 LPBTD + ɤ3 PTCFt + ɤ4 PTCFt*LNBTD +ɤ5

PTCFt*LPBTD + ɤ6 PTACCt + ɤ7 PTACCt*LNBTD + ɤ8 PTACCt*LPBTD +

ɛt+1………..……...………..(Model 2)

Dalam Model 2, ɤ6 mencerminkan persistensi komponen akrual untuk

perusahaan dengan small book-tax difference. ɤ7 dan ɤ8

mencerminkan perbedaan persistensi komponen akrual pada perusahaan dengan large negative (positive) book tax differences. Jika

large book-tax differences menunjukkan persistensi laba akrual lebih rendan maka ɤ7, ɤ8 < 0, konsisten dengan H2a dan H2b. Selanjutnya,

(9)

9

koefisien ɤ3 mencerminkan persistensi aliran kas untuk perusahaan

dengan small book-tax differences. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Sloan, 1996), maka hasil yang diharapkan ɤ6 < ɤ3.

Dalam Hipotesis 3, penulis menginvestigasi apakah harga saham mencerminkan perbedaan ekspektasi investor tentang laba di masa depan berdasarkan tingkat perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal. Joos et al. (2000) dalam Hanlon (2005) melaporkan bahwa earning response coefficient

yang lebih rendah bagi perusahaan dengan large book-tax differences

memberikan kesan bahwa manajemen telah menggunakan akrual yang berbeda untuk menghitung transaksi yang pada dasarnya sama, dan menunjukkan kemungkinan bahwa kebebasan pelaporan manajer digunakan secara oportunistik. Penelitian ini mengintepretasikan bahwa hubungan negatif antara laba-return pada perusahaan dengan large book-tax differences

menunjukkan bukti bahwa investor mengakui kemungkinan adanya manajemen laba ketika book-tax differences besar, dan publik memberikan suatu bobot lebih rendah atas laba yang direkayasa tersebut. Sloan (1996) menyediakan bukti bahwa investor tidak secara tepat memahami persistensi akrual dan aliran kas yang terkandung di dalam laba. Jika investor menggunakan tingkat book-tax differences sebagai informasi tentang persistensi akrual, kemudian mereka mungkin tidak misprice terhadap akrual pada perusahaan yang memiliki book-tax differences besar. Secara khusus, penelitian ini menggabungkan perkiraan sistem persamaan ekspektasi dengan persamaan penetapan harga dengan cara mensubtitusikan persamaan ekspektasi ke dalam persamaan penetapan harga untuk masing-masing subsampel. Pengujian ini juga menggunakan dua persamaan, yaitu persamaan rasionalitas pasar yang sesuai dengan model persistensi laba sebelum pajak dan persamaan rasionalitas pasar sesuai dengan model komponen laba sebelum pajak.

PTBIt+1= ɤ0 + ɤ1 PTBIt+ ɛt+1………...….……..(Model 3)

CARt+1=α+ β1 (PTBIt+1– ɤ0 – ɤ1*PTBIt) + ɛt+1...……....………...(Model 4)

= α- β1ɤ0 + β1PTBIt+1- β1ɤ1*PTBIt

= k* + a0 PTBIt+1 + a1 PTBIt + ɛt+1

Dimana: k* = α - β1ɤ0; a0 = β1 ; a1 = - β1ɤ1*

Jika harga saham secara tepat mencerminkan persistensi laba dan aliran kas komponen akrual, maka ɤ1 =a1.

PTBIt+1 = ɤ0 + ɤ1 PTCFt + ɤ2 PTACCt + ɛt+1…………..…….……….(Model 5)

CARt+1 = α + β1 (PTBIt+1 – ɤ0 – ɤ1*PTCFt – ɤ2*PTACCt ) + ɛt+1...(Model 6)

= α-β1ɤ0 +β1PTBIt+1+ -β1ɤ1*PTCFt+ -β1ɤ2*PTACCt

= k* + a0 PTBIt+1 + a1 PTCFt + a2 PTACCt + ɛt+1

Dimana : k* = α- β1ɤ0 ; a0 = β1 ; a1 = -β1ɤ1*; a2 = -β1ɤ2*

Jika harga saham secara tepat mencerminkan persistensi laba dan aliran kas komponen akrual, maka ɤ1 =a1dan ɤ2 = a2.

Sedangkan untuk menguji efisiensi pasar yang berguna untuk menentukan apakah harga saham mampu mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi digunakan persamaan berikut:

X2(q) = 2n log (SSR1/SSR2)

Dimana : q = jumlah informasi yang digunakan dalam model (jumlah variabel)

n = jumlah observasi (jumlah sampel) SSR1 = Sum of square residuals dari prediksi

SSR2 = Sum of square residuals dari penetapan harga

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif dan Pengujian Asumsi Klasik

Tabel 4.1 (lampiran 2) menyajikan statistik deskriptif data sampel dalam penelitian ini. Nilai rata-rata PTBIt*LNBTD (0.02480) yang lebih besar daripada

(10)

10

PTBIt*LPBTD (0.01335) menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan yang

memiliki book-tax differences yang negatif daripada yang positif. Semakin besar nilai PTBIt yang terpengaruh oleh book-tax differences, kualitas laba

akuntansi yang disajikan makin diragukan. Besarnya book-tax differences

pada sampel penelitian, umumnya terletak pada penyusutan aktiva tetap, penghapusan piutang, penghasilan final (bunga), dan natura atau kenikmatan yang diberikan kepada karyawan.

Rata-rata variabel akrual sebesar -0.16896 dari nilai asset mengindikasikan bahwa secara rata-rata laba akrual cenderung akan menurunkan laba, dan hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Sloan, 1996).

Nilai rata-rata arus kas yang dipengaruhi oleh LNBTD yang lebih tinggi daripada yang dipengaruhi oleh LPBTD menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan yang memiliki book-tax differences yang negatif daripada yang positif.

Hasil uji asumsi terhadap model penelitian dilakukan agar hasil yang diperoleh tidak bersifat bias. Uji asumsi tersebut khususnya uji multikolinieritas terjadi dalam beberapa model dalam penelitian ini, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya variabel LNBTD dan LPBTD sebagai variabel moderating yang dapat mempengaruhi independensi masing-masing variabel independen.

4.2 Pengujian Hipotesis 1

Berdasarkan tabel 4.3.1, hasil Pengujian dimana hasil uji F yang diperoleh adalah 94.814 dan tingkat signifikansi yang diperoleh adalah 0.000 (berpengaruh signifikan, sig-F < 0.05). Dari tabel R2 yang diperoleh 0.709,

yang berarti 70.9% PTBIt+1 dapat dijelaskan oleh LNBTD, LPBTD, PTBIt,

PTBIt*LNBTD, PTBIt*LPBTD dengan estimasi standar eror sebesar 0.07558166.

Terdapat koefisien yang tidak signifikan, yaitu koefisien untuk LPBTD dan untuk PTBIt*LPBTD. Tanda koefisien negatif pada PTBIt*LNBTD dan

PTBIt*LPBTD menunjukkan bahwa laba akuntansi sebelum pajak yang

dipengaruhi oleh selisih besar antara laba akuntansi dan laba fiskal, baik itu selisih positif maupun selisih negatif, akan mempengaruhi persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang secara negatif. Semakin besar book-tax differences, maka semakin rendah pula persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang. Hal ini mencerminkan kualitas laba yang rendah akibat adanya pengaruh large book-tax differences. Dengan demikian Hipotesis 1a tidak ditolak dan hipotesis 1b ditolak karena variabel PTBIt*LPBTD secara

individu tidak secara signifikan mempengaruhi persistensi laba akuntansi.

4.3 Pengujian Hipotesis 2

Berdasarkan tabel 4.3.2, tanda koefisien negatif pada PTCF*LNBTD, PTCF*LPBTD, PTACC*LNBTD, dan PTACC*LPBTD menunjukkan bahwa arus kas operasi sebelum pajak dan laba akrual sebelum pajak yang dipengaruhi oleh selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal, baik itu selisih negatif maupun selisih positif, akan mempengaruhi persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang secara negatif. Semakin besar book-tax differences, maka semakin rendah pula persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang. Hal ini mencerminkan kualitas laba yang rendah akibat adanya pengaruh large book-tax differences. Dengan demikian Hipotesis 2a tidak ditolak dan hipotesis 2b ditolak karena variabel PTACC*LPBTD secara individu tidak secara signifikan mempengaruhi persistensi laba akuntansi.

4.4 Pengujian Hipotesis 3

Berdasarkan tabel 4.3.3, dalam ketiga subsampel tersebut, koefisien laba dalam model prediksi sebesar 0.500, 0.787, dan 0.923, sedangkan

(11)

11

koefisien laba pada model penetapan harga sebesar -0.016, -0.068, dan 0.129. Dapat disimpulkan bahwa nilai ɤ1 ≠ a1.

Berdasarkan tabel 4.3.4, dapat dilihat bahwa nilai ɤ1 untuk ketiga

subsampel tidak sama dengan nilai a1 (ɤ1 ≠ a1), nilai ɤ2 untuk ketiga subsampel

tidak sama dengan a2 (ɤ2 ≠ a2).

Berdasarkan tabel 4.3.5 yang membandingkan koefisien tersebut, menunjukkan bahwa investor underweight terhadap laba sekarang dalam hubungannya dengan laba mendatang. Hasil tersebut mengindikasikan pula bahwa harga saham belum mampu mencerminkan informasi laba sekarang untuk memprediksi laba mendatang. Dengan demikian, investor juga belum mampu membedakan informasi yang ada dalam komponen akrual dan aliran kas dalam menentukan persistensi laba. Hal ini didukung dengan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.3.4, yang menunjukkan hasil bahwa koefisien komponen laba dalam model prediksi tidak sama dengan koefisien komponen laba dalam model penetapan harga (ɤ1 ≠ a1 dan ɤ2 ≠ a2). Dengan

menggunakan pengujian bersama-sama (joint test) terhadap koefisien laba pada masing-masing subsampel, yang terlihat besarnya X2 pada tabel 4.3.5

dan tabel 4.3.6 yang menunjukkan koefisien pada model prediksi tidak sama dengan koefisien pada model penetapan harga. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa harga saham belum mampu mencerminkan informasi laba sekarang untuk memprediksikan laba mendatang. Dengan demikian, investor juga belum mampu membedakan informasi yang ada dalam komponen akrual dan aliran kas dalam menentukan persistensi laba. Dengan demikian hipotesis 3 ditolak. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Handayani Tri Wijayanti (2006).

5. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa (1) Large negative book-tax differences secara negatif berpengaruh signifikan secara statistik terhadap persistensi laba akuntansi satu periode kedepan, (2) Perusahaan dengan large negative book-tax differences signifikan secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah yang disebabkan oleh komponen akrualnya daripada perusahaan dengan small book-tax differences, (3) Harga saham tidak mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi. Berarti bahwa investor belum mampu membedakan komponen laba dalam menentukan persistensi laba.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil analisis diatas. Penelitian ini hanya berfokus pada perusahaan yang mendapatkan laba selama perioda pengamatan. Dan perioda pengamatan penelitian relatif pendek untuk menaksir parameter-parameter model penelitian. Selain itu mencoba sensitivitas selain seperlima yang memungkinkan variabel LPBTD tidak signifikan. Untuk penelitian selanjutnya, agar memperbanyak jumlah objek penelitian dan memperhitungkan beda permanen dalam menentukan LNBTD dan LPBTD serta menggunakan sampel perusahaan baik laba maupun rugi. Untuk para pemakai laporan keuangan dan laporan tahunan, agar lebih mewaspadai perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang mencerminkan kualitas dari laba akuntansi yang dilaporkan.

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

Fischer, Marilyn & Kenneth Rosenzweig. 1995. “Attitudes of Students and Accounting Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management.”

Journal of Business Ethics.

Hanlon, M. 2005. “The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flows When Firms Have Large Book-tax Differences”. The Accounting Review 80 (March).

Jonas, G. and J. Blanchet. 2000. Assessing Quality of Financial Reporting.

Accounting Horizons.

Lev, B dan D. Nissim. 2004. Taxable Income, Future Earnings, and Equity Value. The Accounting Review (October).

Mills, L dan K. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-tax Reporting Differences. The Journal of the American Taxation Association, 23 (1).

Philips, John., Morton Pincus dan Sonja Olhoft Rego. 2003. Earnings Management: New Evidence Based on Deffered Tax Expense. The Accounting Review.

Sloan, R. G. 1996. “Do Stock Price Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows about Future Earnings ?. The Accounting Review 76 (July).

Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman 1986. Positive Accounting Theory, International Edition, New Jersey : Prentice-Hall Inc.

Wijayanti, H. T. 2006. Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

(13)

13

Lampiran 1

Daftar Perusahaan Sampel

No Kode Nama Perusahaan

1 AKRA PT AKR Corporindo Tbk.

2 ANTM PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. 3 AKPI PT Arga Karya Prima Industry Tbk. 4 ARTA PT Arthavest Tbk.

5 ARNA PT Arwana Citramulia Tbk. 6 AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk. 7 ASGR PT Astra Graphia Tbk. 8 ASII PT Astra International Tbk. 9 AUTO PT Astra Otoparts Tbk.

10 AMAG PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk. 11 UNSP PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. 12 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 13 BAYU PT Bayu Buana Tbk.

14 BRNA PT Berlina Tbk.

15 BTON PT Betonjaya Manunggal Tbk. 16 PTBA PT Bukit Asam (Persero) Tbk. 17 CTRS PT Ciputra Surya Tbk.

18 CMNP PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. 19 DVLA PT Darya-Varia Laboratoria Tbk.

20 DLTA PT Delta Djakarta Tbk.

21 EPMT PT Enseval Putera Megatrading Tbk. 22 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk.

23 FAST PT Fast Food Indonesia Tbk. 24 GGRM PT Gudang Garam Tbk.

25 HMSP PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. 26 HERO PT Hero Supermarket Tbk.

27 BRAM PT Indo Kordsa Tbk.

28 INTP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 29 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk. 30 ISAT PT Indosat Tbk.

31 INTA PT Intraco Penta Tbk. 32 JPFA PT Japfa Tbk.

33 JTPE PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. 34 JRPT PT Jaya Real Property Tbk. 35 KLBF PT Kalbe Farma Tbk.

36 KREN PT Kresna Graha Sekurindo Tbk. 37 LION PT Lion Metal Works Tbk.

38 LPCK PT Lippo Cikarang Tbk. 39 TCID PT Mandom Indonesia Tbk. 40 MYOR PT Mayora Indah Tbk. 41 MERK PT Merck Tbk.

42 MITI PT Mitra Investindo Tbk.

43 MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk. 44 MICE PT Multi Indocitra Tbk.

45 MRAT PT Mustika Ratu Tbk.

46 APIC PT Pan Pacific International Tbk. 47 PEGE PT Panca Global Securities Tbk.

48 PGAS PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. 49 PTSP PT Pioneerindo Gourmet International Tbk. 50 LSIP PT PP London Sumatera Indonesia Tbk.

(14)

14

51 PYFA PT Pyridam Farma Tbk.

52 RUIS PT Radiant Utama Interinsco Tbk. 53 RALS PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 54 RDTX PT Roda Vivatex Tbk.

55 SMDR PT Samudera Indonesia Tbk. 56 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk 57 SMGR PT Semen Gresik (Persero) Tbk.

58 SMAR PT Sinar Mas Agro Resources And Technology (SMART) Tbk. 59 IKBI PT Sumi Indo Kabel Tbk.

60 TOTO PT Surya Toto Indonesia Tbk.

61 TLKM PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. 62 TSPC PT Tempo Scan Pacific Tbk.

63 TIRA PT Tira Austenite Tbk.

64 TOTL PT Total Bangun Persada Tbk. 65 TRST PT Trias Sentosa Tbk.

66 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk. 67 UNTR PT United Tractor Tbk.

Lampiran 2

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

N Minimum Maximum Mean Deviation Std. PTBIt+1 201 .00026 .65961 .1670946 .13824114 PTBIt 201 .00026 .84881 .1583534 .14311716 LNBTD 201 0 1 .12 .325 LPBTD 201 0 1 .07 .263 PTBIt*LNBTD 201 .00000 .84881 .0248026 .10171734 PTBIt*LPBTD 201 .00000 .65961 .0133537 .06397839 PTCFt 201 .00500 11.00522 .3273161 .90298565 PTCFt* LNBTD 201 .00000 .99752 .0374754 .13404882 PTCFt* LPBTD 201 .00000 .69998 .0200998 .08632021 PTACCt 201 -10.97563 .18401 -.1689634 .90075989 PTACCt* LNBTD 201 -.80781 .09058 -.0126729 .06721135 PTACCt* LPBTD 201 -.35516 .16019 -.0067461 .03845762 CARt+1 201 -.17858 .94816 -.0018763 .09464770 Asset Rata-Rata 201 75393 357380291 10974096.9 7 40765089.8 19 Beban Pajak Tangguhan 201 -.12373 .02392 -.0015477 .01032571

(15)

15

Tabel 4.2.1

Hasil Uji Normalitas : Normality Probability Plot

Tabel 4.2.2

Hasil Uji Autokorelasi : Breusch Godfrey Test

Model Penelitian res_2 Keterangan

Model 1 0.917 Bebas Autokorelasi Model 2 0.990 Bebas Autokorelasi Model 3 0.703 Bebas Autokorelasi Model 5 0.708 Bebas Autokorelasi

Tabel 4.2.3

Hasil Uji Heterokedastisitas : Scatter Plot

Model Penelitian Keterangan Model 1 Bebas Heterokedastisitas Model 2 Bebas Heterokedastisitas Model 3 Bebas Heterokedastisitas Model 4 Bebas Heterokedastisitas Tabel 4.2.4

Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Penelitian Tolera

nce VIF Keterangan Model 1 LNBTD 0.503 1.988 Bebas Multikolinieritas LPBTD 0.430 2.323 Bebas Multikolinieritas PTBIt 0.607 1.648 Bebas Multikolinieritas PTBIt*LNBTD 0.382 2.620 Bebas Multikolinieritas PTBIt*LPBTD 0.397 2.517 Bebas Multikolinieritas Model 2 LNBTD 0.387 2.586 Bebas Multikolinieritas LPBTD 0.309 3.233 Bebas Multikolinieritas PTCF 0.015 65.88 1 Multikolinieritas PTCF*LNBTD 0.215 4.658 Bebas Multikolinieritas PTCF*LPBTD 0.214 4.664 Bebas Multikolinieritas PTACC 0.015 65.48 Multikolinieritas

Model Penelitian Keterangan

Model 1 Berdistribusi normal Model 2 Berdistribusi normal Model 3 Berdistribusi normal Model 5 Berdistribusi normal

(16)

16

5 PTACC*LNBTD 0.455 2.196 Bebas Multikolinieritas PTACC*LPBTD 0.443 2.256 Bebas Multikolinieritas Model

3 PTBIt 1.000 1.000 Multikolinieritas Bebas Model

5 PTCF 0.025 39.972 Multikolinieritas PTACC 0.025 39.97

2 Multikolinieritas

Tabel 4.3.1

Hasil Pengujian Hipotesis 1 (Model 1)

Variabel Koefisien Sig. R2

LNBTD 0.088 0.000 0.709 LPBTD 0.025 0.416 PTBIt 0.923 0.0000 PTBIt*LNBTD -0.423 0.0000 PTBIt*LPBTD -0.136 0.306 Tabel 4.3.2

Hasil Pengujian Hipotesis 2 (Model 2)

Variabel Koefisien Sig. R2

LNBTD 0.059 0.025 0.719 LPBTD 0.000 0.989 PTCF 0.923 0.000 PTCF*LNBTD -0.394 0.000 PTCF*LPBTD -0.113 0.396 PTACC 0.924 0.000 PTACC*LNBTD -0.607 0.000 PTACC*LPBTD -0.349 0.093 Tabel 4.3.3

Hasil Pengujian Hipotesis 3

Perbandingan Model Prediksi Laba dan Penetapan Harga

Tabel 4.3.4

Hasil Pengujian Hipotesis 3

Perbandingan Model Prediksi Komponen Laba dan Penetapan Harga

Tabel 4.3.5

Pengujian Efisiensi

Pasar Model Prediksi

Laba dan

Penetapan Harga (Model 3&4)

Subsampel ɤ1 a1 LNBTD 0.500 -0.016 LPBTD 0.787 -0.068 SBTD 0.923 0.129 Subsampel ɤ1 a1 ɤ2 a2 LNBTD 0.529 0.038 0.316 -0.216 LPBTD 0.810 0.111 0.574 -0.095 SBTD 0.922 0.128 0.923 0.127

(17)

17

Subsampel X2 LNBTD 5.86718 LPBTD 2.06269 SBTD 24.54211 -Tabel 4.3.6

Pengujian Efisiensi Pasar Model Prediksi Komponen Laba dan Penetapan Harga (Model 5&6)

Subsampel X2

LNBTD 4.19084 LPBTD 1.47335 SBTD 17.53008

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dari hasil uji statistik yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan adalah nilai stabilitas dan marshall quotient pada prosentase penambahan serbuk karet ban

Undangundang ini memberikan hak kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitor cidera janji

campuran aspal berpengaruh terhadap nilai densitas aspal dimana penambahan CNR mengakibatkan nilai densitas (berat isi) aspal semakin meningkat Hal ini bisa terjadi

Antropometri adalah ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu, ukuran

Tanpa penggunaan mulsa plastik menunjukkan kondisi lingkungan kurang baik dan curah hujan cukup tinggi pada saat penelitian menyebabkan unsur-unsur hara tersedia ikut

Secara rinci, pada tahap perencanaan ini, prosedur tindakan yang dilakukan peneliti adalah (1) membagi guru dalam beberapa kelompok kecil, (2) peneliti memberikan

Sumber daya bijih besi Indonesia ada tiga tipe seperti besi laterit yang paling potensial, diikuti oleh pasir besi dan terakhir besi metasomatik. Dilihat dari langkanya

Jenis tumbuhan yang mendominasi di Kebun Raya Balikpapan berupa tumbuhan perintis (pioner), diantaranya Melicope glabra, Macaranga gigantea dan Vernonia